Вы находитесь на странице: 1из 51

TUGAS BIMBINGAN

Pemeriksaan Fisik

Pembimbing:
dr. Kote Noordhianta, Sp. THT-KL

Penyusun: Raina Gusryandini Santi Cintya Dewi 2007730100 2007730111

Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher


Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta RSUD R.Syamsudin, S.H., Sukabumi Periode 5 Desember 2011 8 Januari 2012 1

1. KELAINAN-KELAINAN PADA AURIKULA A. Kongenital 1. Mikrotia Pada Mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tidak sempurna. Mikrotia adalah kelainan kongenital berupa malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk dengan derajat kelainan dari ringan sampai berat, daun telinga berukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Pada kelainan ini daun telinga mengandung sisa kartilago yang tidak terbentuk dengan baik yang melekat pada jaringan lunak lobul dan posisinya tidak sesuai dengan telinga normal. Kelainan bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga dan kelainan tulang pendengaran. Jika terjadi pada satu telinga akan disebut sebagai unilateral microtia. Sedangkan apabila terjadi pada dua telinga akan disebut sebagai bilateral microtia. Bentuk unilateral lebih banyak terjadi jika dibandingkan dengan bilateral ( 90% angka kejadian microtia adalah unilateral). Bila ditemukan mikrotia yang bilateral pikirkan kemungkinan adanya sindroma kraniofasial (sindroma Treacher cillins dan sindroma nager)

Grade I

: Deformitas ringan, helix dan antihelix yang sedikit dismorfik. Termasuk dalam grup ini adalah low-set ears, lop ears, cupped ears,

dan mildly constricted ears. Semua struktur telinga luar masih lengkap hingga derajat tertentu.

Lop ear Cupped ear

Protruding ear

Stahl ear Grade II : Stuktur pinna masih ada, namun terjadi defisiensi jaringan dan deformitas yang cukup signifikan

Grade III : dikenal juga sebagai mikrotia klasik/ telinga kacang karen Terdapat bagian-bagian aurikula sudah tidak dapat dikenali. Lobulus biasanya masih ada dan terdapat pada daerah anterior. Termasuk pada grade ini adalah anotia, yaitu daun telinga yang tidak terbentuk sama sekali.

Anotia 2. Telinga caplang/jebang (bats ear)

Microtia grade III

Daun telinga tampak lebih lebar dan lebih menonjol. Fungsi pendengaran tidak terganggu. Namun karena bentuknya yang tidak normal serta tidak enak dipandang kadang kala menimbulkan masalah psikis sehingga perlu dioperasi

3. Fistula preaurikular Fistula preaurikula terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan

tuberkelkesatu dengan tuburkel kedua. Fistula dapat ditemukan di depan tragus dan sering terinfeksi. Pada keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran seujung pensil, dan dari muara tersebut sering keluar secret yang berasal dari kelenjar sebasea.

Fistula preaurikular

Fistula preaurikular terinfeksi

4. Lobus aksesori Biasanya ditemukan di anterior dari tragus, biasanya dihilangkan untuk alasan kosmetik. Nodul kartilago yang kecil dapat ditemukan pada kelainan ini.

B. Infeksi 1. Perikondritis Adalah radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga. Biasa terjadi akibat trauma, operasi daun telinga yang terinfeksi dan sebagai komplikasi pseudokista daun telinga. Pus akan terkumpul diantara kartilago dan lapisan jaringan ikat di sekitarnya (perikondrium). Pemilihan antibiotik berdasarkan beratnya infeksi dan bakteri penyebabnya Bila pengobatan antibiotik gagal dapat timbul komplikasi berupa mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya telinga rawan yang menjadi kerangka daun telinga (cauliflower ear).

Cauliflower ear

2. Erisipelas Erisipelas adalah infeksi pada dermis yang disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus grup A yang memberikan gejala berupa nyeri, eritema, bengkak, keras, dan panas. Eritema dan pembengkakan tidak mengikuti batas anatomis tapi berbatas tegas. Gejala sistemik berupa demam dan malaise juga dapat ditemukan. Infeksi ini diobati dengan penisilin oral. Karena penyakit ini berjalan dengan progresif dan berpotensi mengurangi kualitas hidup, penanganan dibutuhkan sedini mungkin. Terapi yang diberikan adalah injeksi penisilin atau eritromisin.

C. Neoplasma Neoplasma pada aurikula dapat bersifat jinak maupun ganas. Jenis tumor jinak pada aurikula misalnya pappilioma, chondroma dan fibroma. Jenis tumor ganas yang terjadi terbanyak adalah kanker sel basal (rodent ulcer) dan kanker sel skuamosa ( epithelioma). Keganasan seringkali tumbuh pada telinga luar setelah pemaparan sinar matahari yang lama dan berulang-ulang. Pda stadium dini, bisa diatasi dengan pengangkatan kanker (wide excision) atau terapi penyinaran.

Ephitelioma

Rodent ulcer

D. Trauma 1. Laserasi Laserasi hebat pada aurikula harus dieksplorasi untuk mengetahui apakah ada kerusakan tulang rawan. Tulang rawan perlu diperiksa dengan cermat sebelum dilakukan reparasi plastik pada kulit. Luka seperti ini perlu benar-benar diamati akan kemungkinan infeksi pada perikondrium. Berikan antibiotik profilaktik bila ada kontaminasi nyata pada luka atau bila tulang rawan terpapar.

2. Hematoma Cedera pada telinga luar (misalnya pukulan tumpul) bisa menyebabkan memar diantara kartilago dan perikondrium. Jika terjadi penimbunan darah di daerah tersebut, maka akan terjadi perubahan bentuk telinga luar dan tampak massa berwarna ungu kemerahan. Darah yang tertimbun ini (hematoma) harus dikeluarkan secara steril untuk mencegah infeksi yang akan menyebabkan perikondritis. Selain itu bisa menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago sehingga terjadi perubahan bentuk telinga. Kelainan bentuk ini disebut telinga bunga kol, yang sering ditemukan pada pegulat dan petinju. Untuk membuang hematoma, biasanya digunakan alat penghisap dan penghisapan dilakukan sampai hematoma betul-betul sudah tidak ada lagi (biasanya selama 3-7 hari). Dengan pengobatan, kulit dan perikondrium akan kembali ke posisi normal sehingga darah bisa kembali mencapai kartilago. Jika terjadi robekan pada telinga, maka dilakukan penjahitan dan
7

pembidaian pada kartilagonya. Pukulan yang kuat pada rahang bisa menyebabkan patah tulang di sekitar saluran telinga dan merubah bentuk saluran telinga dan seringkali terjadi penyempitan. Perbaikan bentuk bisa dilakukan melalui pembedahan.

E. Lain-lain 1. Pseudokista Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan cairan kekuningan di antara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga. Kumpulan cairan harus dikeluarkan secara steril untuk mencegahnya perikondritis. Lalu dibalut tekan dengan bantuan semen gips selama 1 minggu supaya perikondrium melekat pada tulang rawan kembali.

2. Impetigo Berhubungan dengan infeksi staphylococcus pada kulit superfisial. Terdapat berbagai vesikel yang mengandung serum didalamnya. Terapi yang diberikan biasanya pembersihan dengan saline atua pengolesan salep Neosporin.

3. Nodulus Nodulus pada heliks dapat merupakan kondritis setempat yang dikenal sebagai kondrodermatitis superior atau antiheliks. Walaupun kadang-kadang dapat diatasi dengan injeksi steroid, eksisi lokal dapat pula memberikan kesembuhan dan diagnosis patologik.

Sumber : - Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery. USA: McGraw-Hill; 2008. - Effendi H, editor. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. - Brown FE et al. Correction of Congenital Auricular Deformities by Splinting in the Neonatal Period. Pediatrics 1986; 78: 406. - Soepardi EA et al, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.

2.KARAKTERISTIK SEKRET TELINGA DAN BAKTERI DALAM TELINGA - Sekret yang sedikit, biasanya berasal dari otitis eksterna - Sekret yang banyak dan mukoid, berasal dari otitis media - Sekret yang berbau dan bewarna kuning abu-abu kotor, menandakan adanya kolesteatoma - Sekret yang bercampur darah, dicurigai infeksi akut yang berat atau keganasan - Sekret yang keluar seperti air jernih, harus dicurigai berasal dari cairan serebrospinal

Bakteri yang banyak terdapat pada Telinga :


9

Streptococcus Staphylococcus Hemophylus influenzae

3. OTITIS MEDIA AKUT ( OMA ) Klasifikasi stadium otitis media akut: a. Stadium Oklusi : gambaran retraksi membran timpani pada telinga ke arah dalam akibat tekanan negatif dalam telinga tengah, yang yang ditimbulkan oleh sumbatan dan absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tapi tidak dapat dideteksi pada stadium ini. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. Th/ : dekongestan (A < 12th: HCl ephedrine 0.5% dalam lar fisiologis, A >12 th: HCl efedrine1% dalam lar fisiologis), antibiotic, analgetic, antipyretic. b. Stadium Hiperemis : tampak pembuluh darah melebar di membran timpani / seluruh membran timpani tampak hiperemis atau edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serous sehingga sulit terlihat, dan ada rasa nyeri. Th/ : dekongestan, analgetik, antibiotic local, amoxicillin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, ampicillin 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, eritromicin 40 mg/kgBB/hari. c. Stadium Supurasi : edema pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di cavum timpani, menyebabkan membran timpani bulging ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, nyeri telinga bertambah hebat. Bila tekanan di cavum timpani tidak berkurang, terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler serta trombophlebitis pada venavena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Th/ : antibiotic local, amoxicillin, ampicillin, eritromicin, miringotomy, antipiretik, analgesik. d. Stadium Perforasi : karena terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran tympani dan nanah keluar mengalir dari
10

telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan menurun dan anak dapat tertidur nyenyak. Th/ dewasa : H2O2 3% 5 gtt 3 dd 1 selama 3-5 hari, antibiotic local. e. Stadium Resolusi : perlahan-lahan membran timpani akan sembuh, normal kembali jika robekan tidak terlalu lebar. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Tetapi jika robekan lebar, stadium perforasi dapat menetap dan berubah menjadi Otitis Media Supuratif Kronik. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walau tanpa pengobatan.

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah selama lebih dari 3 minggu, maka kondisi ini disebut sebagai Otitis Media Supuratif Subakut ( OMSS ). Sedangkan bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar selama lebih dari 1.5 bulan, maka kondisi ini disebut sebagai Otitis Media Supuratif Kronis ( OMSK )

Sumber: Soepardi EA et al, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
11

OTITIS MEDIA DENGAN EFUSI ( OME ) OME adalah suatu kondisi terkumpulnya cairan di dalam cavum timpani / telinga tengah, tanpa adanya infeksi pada telinga. Patogenesis Kondisi yang dianggap sebagai penyebab utama munculnya OME adalah setiap keadaan yang mempengaruhi muara/ujung proksimal tuba eustachius (TE) di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens dari TE. TE dianggap sebagai katup (valve) penghubung telinga tengah dan nasofaring. Struktur ini menjamin ventilasi telinga tengah, sehingga menjaga tekanan tetap equal di kedua sisi gendang telinga (membrana timpani = MT). Karena itu berbagai keadaan yang merubah integritas normal TE dapat menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah dan mastoid. Edema faring dan peradangan akibat ISPA biasanya berefek terhadap ujung proksimal TE di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens TE. Keadaan lain seperti: alergi hidung, barotrauma, penekanan terhadap muara/torus tuba oleh massa seperti adenoid yang membesar ataupun tumor di nasofaring, abnormalitas anatomi TE ataupun deformitas celah palatum, benda asing seperti nasogastrik atau nasotrakeal tube, dapat pula menjadi faktor predisposisi. Selain itu terdapat pula beberapa faktor resiko pada anak, antara lain: 1. Faktor resiko anatomi: anomali kraniofasial, down syndrome, celah palatum, hipertrofi adenoid, dan GERD. 2. Faktor resiko fungsional: serebral palsy, down syndrome, kelainan neurologis lainnya, dan imunodefisiensi. 3. Faktor resiko lingkungan: bottle feeding, menyandarkan botol di mulut pada posisi tengadah (supine position), rokok pasif, status ekonomi rendah, banyaknya anak yang dititipkan di fasilitas penitipan anak. Diagnosis Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karana prosesnya sendiri yang kerap tidak bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.

12

Diagnosis OME ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik telinga dengan menemukan cairan di belakang MT yang normalnya translusen. Pada pemeriksaan dengan menggunakan otoskopik dapat ditemukan : - MT yang retracted (tertarik ke dalam), dull, dan opaque. - Warna MT bisa merah muda cerah hingga biru gelap. - Short process maleus terlihat sangat menonjol dan long process tertarik medial dari MT. - Adanya level udara-cairan (air fluid level) membuat diagnosis lebih nyata.

Tatalaksana Pengobatan OME langsung diarahkan untuk memperbaiki ventilasi normal telinga tengah. Akan lebih baik menangani faktor predisposisi-nya, misalnya: jika dikarenakan barotrauma, maka aktivitas yang berpotensi untuk memperoleh barotrauma berikutnya, seperti penerbangan atau menyelam, sebaiknya dihindarkan. Jika OME ternyata menetap dan mulai bergejala, maka pengobatan medis mulai diindikasikan, seperti: 1. Antihistamin atau dekongestan Rasionalisasi kedua obat ini adalah sebagai hasil komparasi antara sistem telinga tengah dan mastoid terhadap sinus paranasalis. Karena antihistamin dan dekongestan terbukti membantu membersihkan dan menghilangkan sekresi dan sumbatan di sinonasal, maka tampaknya logis bahwa keduanya dapat memberikan efek yang sama untuk OME. Jika ternyata alergi adalah faktor etiologi OME, maka kedua obat ini seharusnya memberikan efek yang menguntungkan terhadap OME. 2. Mukolitik Dimaksudkan untuk merubah viskoelastisitas mukus telinga tengah untuk memperbaiki transport mukus dari telinga tengah melalui TE ke nasofaring. Namun demikian mukolitik ini tidak memegang peranan penting dalam pengobatan OME.
13

3. Antibiotika Pemberian obat ini harus dipertimbangkan secara hati-hati. Karena OME bukanlah infeksi yang sebenarnya (true infection). Meskipun demikian OME seringkali diikuti oleh OMA, di samping itu isolat bakteri juga banyak ditemukan pada sampel cairan OME. Organisme tersering ditemukan adalah S. pneumoniae, H. influenzae non typable, M. catarrhalis, dan grup A streptococci, serta Staphyllococcus aureus. Controlled studies menunjukkan antibiotika golongan amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, sefaklor, eritromisin,

trimetropim-sulfametoksazol, atau eritromisin-sulfisoksazole, dapat memperbaiki klirens efusi dalam 1 bulan. Pemberian antibiotika juga meliputi dosis profilaksis yaitu dosis yang digunakan pada infeksi akut. Namun demikian perlu dipertimbangkan pula hubungan antara antibiotika profilaksis dengan tingginya prevalensi dan meningkatnya spesies bakteri yang resisten. 4. Kortikosteroid Beberapa klinisi mengusulkan pemberian kortikosteroid untuk mengurangi respon inflamasi di kompleks nasofaring-TE dan menstimulasi agent-aktif di permukaan TE dalam memfasilitasi pergerakan udara dan cairan melalui TE. Pemberian dapat berupa kortikosteroid oral atau topikal (nasal), ataupun kombinasi. Berdasarkan clinical guidance 1994, pemberian steroid bersama-sama antibiotika pada anak usia 1-3 tahun mampu memperbaiki klirens OME dalam 1 bulan sebesar 25%. Namun demikian karena hanya memberikan hasil jangka pendek dengan kejadian OME rekuren yang tinggi, serta resiko sekuele maka kortikosteroid tidak lagi direkomendasikan. OTITIS EKSTERNA Otitis eksterna adalah radang liang telinga akibat infeksi bakteri. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu : a. Derajat keasaman (pH) pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna. Sedangkan pH asam berfungsi sebagai protektor terhadap kuman. b. Udara Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman bertambah banyak. c. Trauma Trauma ringan misalnya setelah mengorek telinga.
14

d. Berenang Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena air. Klasifikasi Ada 2 jenis OE yaitu otitis eksterna akut dan otitis eksterna kronik. Otitis eksterna akut sendiri terbagi atas 2 yaitu : otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul) dan otitis eksterna difus. 1. Otitis Eksterna Akut i. Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = Bisul) Adalah infeksi pada 1/3 luar liang telinga, khususnya adneksa kulit, yakni pilosebaseus (folikel rambut & kelenjar sebaseus) dan kelenjar serumen akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus & Staphyloccus albus.

Gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul), yaitu : - Nyeri hebat Nyeri ini tidak sesuai dengan besarnya furunkel (bisul). Nyeri timbul saat kita menekan perikondrium karena jaringan ikat longgar tidak terkandung dibawah kulit. Gerakan membuka mulut juga menjadi pemicu nyeri karena adanya sendi temporomandibula. - Gangguan pendengaran Akibat furunkel (bisul) yang sudah besar dan menyumbat liang telinga. Terapi otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul) yang sudah membentuk abses, yaitu : Aspirasi steril untuk mengeluarkan nanah

15

Antibiotik topical (salep antibiotik) misalnya polymixin B dan bacitracin Antiseptik : asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%. Insisi : diakukan pada furunkel (bisul) yang berdinding tebal. Pasang salir (drain) untuk mengalirkan nanah. Obat simptomatik : analgetik dan penenang. X Antibiotik sistemik biasanya tidak diperlukan. ii. Otitis Eksterna Difus Merupakan infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab utamanya yaitu Pseudomonas, selain itu dapat pula terjadi akibat Staphylococcus albus, Escheria coli. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan edem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejala sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kadangkadang kita dapat menemukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (mucin). Lendir (mucin) merupakan sekret yang berasal dari cavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media. Terapi otitis eksterna difus, yaitu : Tampon yang mengandung antibiotik. Antibiotik sistemik jika diperlukan.

Otitis externa, diffuse desquamative type. Layers of wet soggy white shed skin are partially blocking the ear canal. Red swollen inflamed skin is preventing a proper view of the eardrum. The debris must be cleaned to see the eardrum. Until the eardrum has been fully examined, it is impossible to know whether or not there is an underlying middle ear disease such as cholesteatoma.

16

Otitis externa secondary to infected grommet or ventilation tube. Mucoid discharge with bubbles from middle ear.

Otitis externa. Suspicious for infected cholesteatoma. Red granulation tissue overlying the bone of the left ear canal, behind the eardrum. Layers of wet soggy white shed skin are stuck to the eardrum. The debris must be cleaned to see the eardrum. In this case it was too painful to complete the cleaning in outpatients. Microsuction under a general anaesthetic confirmed the diagnosis.

Otitis externa. Mixed fungal and bacterial infection. Viewed with operating microscope c = conidiophores m = mycelium p = pus

2. Otitis Eksterna Kronik Otitis eksterna kronik adalah infeksi liang telinga yang berlangsung lama dan ditandai oleh terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Terbentuknya jaringan ini menyebabkan liang telinga menyempit. Otitis eksterna kronik dapat disebabkan oleh : Pengobatan infeksi bakteri dan jamur yang tidak adekuat. Trauma berulang. Benda asing. Alat bantu dengar (hearing aid) : penggunaan cetakan (mould) pada hearing aid. Terapi otitis eksterna kronik dengan operasi rekonstruksi liang telinga.

17

Sumber: Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

4. KARAKTERISTIK MEMBRAN TIMPANI DAN REFLEKS CAHAYA Membran timpani Membrane timpani adalah suatu membrane yang tipis dan tersusun dari jaringan fibrosa yang berwarna abu-abu mutiara (pearly grey). Membrane berada berbentuk konkaf dari lateral dan bagian terdalam dari lengkungan konkaf disebut sebagai umbo. Umbo adalah bagian membrane timpani yang berhubungan dengan tulang malleus. Ketika membrane disinari cahaya, misalnya melalui pemeriksaan otoskop, bagian konkaf akan memberikan reflex cahaya ( cone of light) yang terletak anterior inferior dari umbo. Membrane timpani berbentuk sirkular dan berukuran diameter kurang lebih 1 cm. beberapa bagian dari membrane timpani mengikuti bentuk hubungannya dengan tulang pendengaran dibelakangnya. Perlekatan tulang maleus dengan membrane timpani terjadi pada permukaan bagian dalam dari membrane timpani pada membrane mukoid. Membrane timpani adalah bagian yang sangat sensitive terhadap nyeri, dipersyarafi oleh nervus auriculotemporal dan cabang auricular dari nervus vagus. Fungsi dari membrane timpani adalah: membantu menyalurkan gelombang suara menuju telinga bagian tengah (tulang pendengaran). Membrane timpani akan bergetar ketika dilalui oleh gelombang suara dan getaran ini yang akan disalurkan ke telinga bagian tengah. Tekanan pada bagian lateral dan medial membrane timpani adalah sama (tekanan atmosfir). Bagian lateral berhubungan langsung dengan udara luar sedangkan bagian dalam berhubungan dengan udara luar melalui tuba eustachius yang menghubungkan telinga bagian tengah dengan nasopharing. Pada keadaan normal, tuba eustachius tertutup, akan terbuka pada keadaan-keadaan dimana terjadi
18

perbedaan tekanan antara telinga luar dan dalam. Terbukanya tuba eustachius akan kembali menyeimbangkan tekanan di telinga luar dan tengah.

Membrane timpani dan reflex cahaya kanan

Membrane timpani dan reflex cahaya kiri 19

Membran timpani mempunyai reflex cahaya meredup pada: 1. Membran timpani yang menebal : radang akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengah. 2. Membran timpani yang menebal : hilangnya lapisan tengah (membrana propria), sebagai akibat dari disfungsi ventilasi tuba eustachius. 3. Retraksi Membran timpani : akibat vakum pada telinga tengah. 4. Menonjol : akibat massa atau infeksi pada telinga tengah. 5. Membran timpani meradang : miringitis. Sumber : - Snell RS. Clinical Anatomy 7thed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. - Sherwood, Lauralee. Human Physiology from Cell to System 6th ed. USA: Thompson; 2007.

5.PERFORASI MEMBRAN TIMPANI a. Perforasi sentral (sub total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani. Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani. b. Perforasi marginal. Sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. Tipe marginal perforasi berada di pinggir membran timpani. c. Perforasi atik (pars flacid). Letak perforasi di pars flaksida membran timpani. d. Perforasi tipe tuba: perforasi dekat muara timpani dengan tuba eustachius.

tipe perforasi marginal Ini menandakan bahwa tulang pada margo timpani telah mengalami destruksi

20

tipe perforasi sentral

tipe perforasi attic (pars flaksida) Ini menandakan bahwa sudah ada kholesteatoma pada epi timpanum .

tipe perforasi tuba

Ukuran perforasi membrana timpani dibagi menjadi 1. Kecil : hanya melibatkan 1 kuadran atau < 10% pars tensa

21

2. Sedang : melibatkan 2 kuadran atau 10 40 % pars tensa

3. Besar : melibatkan 3 4 kuadran atau > 40% dari pars tensa dengan sisa membrana timpani yang masih lebar .

4. Subtotal : melibatkan 4 kuadran dan mencapai annulus fibrosus


22

5. Total : perforasi seluruhnya dari pars tensa dan anulus fibrosus

* Perforasi membran timpani karena trauma umumnya berukuran kecil, dengan tepi yang tidak rata dan kebanyakan memiliki bekuan darah, sedangkan perforasi membran timpani karena otitis media ukurannya beradam dengan tepi yang rata dan tanpa bekuan darah.

23

6. PUCAT PADA MUKOSA KAVUM NASI Pucat pada mukosa kavum nasi dapat disebabkan oleh Rhinitis alergi ataupun rhinitis vasomotor Rhinitis alergi: pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer yang banyak, bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Rhinitis vasomotor: pada rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edemamukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua atau bahkan pucat. 7. KONKA DAN MEATUS DI CAVUM NASI Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior.Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya

24

celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior. Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan

celah yanglebih

luas dibandingkan dengan meatus

superior. Disini terdapat muara

dari sinus maksilla,sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yangd i k e n a l s e b a g a i i n f u n d i b u l u m . A d a s u a t u m u a r a a t a u f i s u r a ya n g b e r b e n t u k b u l a n s a b i t m e n g h u b u n g k a n m e a t u s m e d i u s d e n g a n i n f u n d i b u l u m ya n g d i n a m a k a n h i a t u s s e m i l u n a r i s . D i n d i n g i n f e r i o r d a n m e d i a l i n f u n d i b u l u m m e m b e n t u k t o n j o l a n ya n g b e r b e n t u k s e p e r t i l a c i dan dikenal sebagai procesus unspinatus.

25

Fungsi konka dan meatus: Konka: 1. Fungsi turbinasi udara yang masuk dalam cavum nasi 2. Memperluas permukaan mukosa hidung 3. Mengatur kondisi udara (air conditioning) yang masuk Fungsi hidung sebagai pengataur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembapan udara dan mengatur suhu. Mengatur kelembapan udara, fungsi ini dilakukan oleh palut lender ( mucous blanket ).
26

Uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya. Mengatur suhu, fungsi ini demungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 derajat celcius.

Meatus : Meatus inferior : terletak di bawah konka inferior dan merupakan meatus terbesar dari meatus lainnya. Meatus tersebut merupakan muara dari duktus nasolakrimal ipsilateral Meatus medius : terletak diantara konka inferior dan konka medius. Meatus tersebut menerima drainase cairan dari sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sel udara ethmoid anterior. Meatus superior : terletak di bawah konka superior dan di atas konka medius. Meatus ini menerima drainase cairan dari sel udara ethmoid posterior. Perforasi membran timpani karena trauma umumnya berukuran kecil, dengan tepi yang tidak rata dan kebanyakan memiliki bekuan darah, sedangkan perforasi membran timpani karena otitis media ukurannya beradam dengan tepi yang rata dan tanpa bekuan darah. Sumber: - Snell RS. Clinical Anatomy 7thed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. - Sherwood, Lauralee. Human Physiology from Cell to System 6th ed. USA: Thompson; 2007. - Anatomi dan fisiologi hidung. Available from

:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf

27

8. Bagaimana keadaan konka yang normal, hipertrofi, atrofi ? Terjadi pada kelainan apa ? Bagaimana membedakan konka hipertrofi dengan poloip cavum nasi ?

Kelainan pada Konka - Hipertrofi, dapat terjadi pada rhinitis alergi, rhinitis simpleks dan rhinitis hipertrofi. - Atrofi , dapat terjadi pada rhinitis atrofi.

Hipertrofi konka

atrofi konka

Polip Nasi Definisi Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning kuningan atau kemerah merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).

28

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal. Etiologi Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengk akan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 1. Alergi terutama rinitis alergi. 2. Sinusitis kronik. 3. Iritasi. 4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka. Patofisiologi Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat. Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana. Secara makroskopik polip tershat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.

29

Mekanisme patogenesis yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan polip hidung sulit ditentukan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan polip, antara lain: Proses inflamasi yang multifaktorial termasuk familiar dan faktor herediter Aktivasi respon imun lokal Hiperaktivitas dari persarafan parasimpatis.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

Manifestasi klinis
30

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah : Polip : Bertangkai Mudah digerakkan Konsistensi lunak Tidak nyeri bila ditekan Tidak mudah berdarah Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

Diagnosis Anamnesis Keluhan utama: hidung terasa tersumbat, rhinore jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia, bersin-bersin, nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rhinore purulen. Gejala sekunder: bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, dan gangguan tidur. Juga dapat menyebabkan gejala pada saluran nafas bawah, batuk kronik dan mengi.

31

Stadium-stadium polip nasi menurut Mackaydan Lund : stadium 0 : tidak ada polip stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung stadium 3 : polip yang masif

Pemeriksaan fisik Polip nasi yang masif menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar. Pada rhinoskopi anterior terlihat massa pucat berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Tatalaksana Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid : 1. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off ). 2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 7 hari sekali, sampai polipnya hilang. 3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman. Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu, pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan. Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip setelah pemberian dekongestan dan anestesi lokal. Pada kasus polip yang berulang ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada dua cara, yakni :
32

1. Intranasal 2. Ekstranasal

Sumber : Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989 2. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger 14th edition. Philadelphia 1991 3. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000 4. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000 http://www.cipladoc.com/publications/Respiratory/Publication/nosematters/noseIssue03.htm 9. MIKROORGANISME PADA CAVUM NASI
Associations Between Humans and the Normal Flora

1.

Table 1. Bacteria commonly found on the surfaces of the human body.


BACTERIUM Staphylococcus epidermidis (1) Staphylococcus aureus* (2) Streptococcus mitis Streptococcus salivarius Streptococcus mutans* (3) Enterococcus faecalis* (4) Streptococcus pneumoniae* (5) Streptococcus pyogenes* (6) Neisseria sp. (7) Neisseria meningitidis* (8) Enterobacteriaceae*(Escherichia coli) (9) Proteus sp. Pseudomonas aeruginosa* (10) Haemophilus influenzae* (11) Bacteroides sp.* Bifidobacterium bifidum (12) Lactobacillus sp. (13) Clostridium sp.* (14) Clostridium tetani (15) Corynebacteria (16) Mycobacteria Actinomycetes Spirochetes Mycoplasmas ++ + + ++ +/+ +/+ + + + ++ + ++ + +/- + + + ++ +/+/+ +/+/+/+/- +/+ + + +/+ +/ConAnt. Lower Skin junc- Nose Pharynx Mouth ure- Vagina GI tiva thra ++ + + +/++ + ++ + + ++ + +/+ + ++ ++ +/+ +/+ ++ + ++ ++ ++ + + + + + + + +/+ ++ ++ ++ ++ +/+ + + + + ++ + +/++ + + + + +/+/+ ++ + + +/+/+ + + + + ++ +/++ + ++ + +/- +

33

++ = nearly 100 percent potential pathogen

+ = common (about 25 percent)

+/- = rare (less than 5%)

*=

Saluran Napas atas manusia (hidung, faring) mengandung berbagai macam mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut antara lain: golongan bakteri aerobic (mis: Staphylococcus, Corynebacterium, Stomatococcus, Micrococcus, dan Mycoplasma) dan anaerobic (mis, Veillonella, Peptostreptococcus,Fusobacterium, Porphyromonas, Bacteroides, Prevotella, Actinomyces, Lactobacillus, Bifidobacterium, and Propionibacterium). Beberapa dari mikroorganisme yang menghuni saluran napas atas ada yang merupakan flora normal namun ada juga yang merupakan flora pathogen. Staphylococcus aureus adalah salah satu jenis mikroorganisme pathogen yang cukup berbahaya. Selain Staphylococcus aureus, organisme pathogen lainnya adalah Streptococcus pneumoniae, beta-hemolytic streptococci, dan Haemophilus influenza. Mikroorganisme ini berpotensi menyebabkan infeksi pada saluran napas atas seperti sinusitis, pneumonia atau otitis. Organisme lain yang cukup berbahaya dan berkolonisasi di hidung adalah Neisseria meningitides. Sumber: Todar, Kenneth. Online Textbook of Bacteriology-The Normal Bacterial Flora of Humans. Available from: http://www.textbookofbacteriology.net/normalflora.html Luck,urlich. Ingested Probiotics Reduce Nasal Colonization with Pathogenic Bacteria (Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, and -hemolytic streptococci). Am J Clin Nutr 2003;77:51720 10. Jelaskan mengenai Rhinoskopi anterior dan posterior ! ( alat, persiapan pasien, prosedur pelaksanaan, gambar ) a. Rhioskopi Anterior RA dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang disesuaikan dengan besarnya lubang hidung pasien. Spekulum hidung dipegang dengan tangan pemeriksa yang dominan. Spekulum digenggam sedemikian rupa sehingga tangkai bawah dapat digerakkan bebas dengan menggunakan jari tengah, jari manis dan jari kelingking. Jari telunjuk digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung. Lidah spekulum dimasukkan dengan hati-hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga hidung. Di dalam rongga hidung lidah speculum dibuka. Jangan memasukkan lidah
34

speculum terlalu dalam atau membuka lidah speculum terlalu lebar. Pada saat mengeluarkan lidah speculum dari rongga hidung, lidah speculum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung. Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung, konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa, benda asing dan secret. Struktur yang terlihat pertama kali adalah konka inferior. Bila ingin melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala. Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitupergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf i. Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata pemeriksa sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun-naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf i. Fenomena Palatum Molle akan negatif bila terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatin. Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon kapas efedrin yang dicampur dengan lidokain yang dimasukkan kedalam rongga hidung untuk mengurangi edema mukosa.

b. Rhinoskopi Posterior Prinsip: Menyinari koane dan dinding-dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh suatu cermin yang ditempatkan dalam nasofaring. Syarat yang harus dipenuhi: - Harus ada tempat yang cukup luas untuk menempatkan kaca. Untuk itu lidah tetap di dalam mulut dan ditekan ke bawah dengan spatula. - Harus ada jalan yang lebar antara uvula dan faring, agar cahaya yang dipantulkan oleh cermin dapat masuk ke dalam nasofaring.

35

Cara bernapas:

Penderita harus bernafas dari hidung, sehingga palatum molle akan bergerak ke arah bawah, untuk memberi jalan bagi udara dari kavum nasi ke paru-paru dan sebaliknya

Alat-alat: - Cermin kecil - Spatula - Lampu spiritus - Solusio tetrakain (efedrin ) 1% Teknik pemeriksaan: 1. Pada penderita yang sangat sensitif, pemeriksaan baru dapat dimulai 5 menit setelah kedalam faring diberikan tetrakain 1% (3-4x). Spatula dipegang dengan tangan kiri, cermin dipegang dengan tangan kanan. 2. Memegang cermin dengan menggunakan tangan kanan, punggung cermin dipanasi pada lampu spiritus. Temperatur cermin dicek dengan menyentuhkan pada punggung tangan kiri (panasnya harus lebih sedikit dari 37oC). Tangkai cermin dipegang seperti memegang pensil dan cemin diarahkan ke atas. 3. Mulut dibuka lebar-lebar, lidah ditarik ke dalam mulut, tidak boleh digerak-gerakkan dan tidak boleh dikeraskan. Penderita diminta bernafas lewat hidung. 4. Ujung spatula diletakkan pada punggung lidah, di muka uvula. Lidah ditekan ke bawah, hingga diperoleh tempat yang cukup luas untuk menempatkan cermin. Karena pada median terdapat uvula, maka tempat yang cukup luas itu lebih cepat diperoleh bila lidah ditekan di paramedial kanan dari penderita. 5. Memasukkan cermin ke dalam faring antara faring dan palatum molle kanan. 6. Cermin disinari.

4 tahap pemeriksaan pada rhinoskopi posterior : Tahap I : Pemeriksaan septum nasi (margo posterior), koane, dan tuba kanan Karena cermin letaknya para median, maka kelihatan kauda konka media kanan. Putar tangkai cermin ke medial sehingga kelihatan margo posterior septum nasi di tengah tengah cermin. Selanjutnya memutar kembali tangkai cermin ke kanan sehingga kelihatan konka

36

inferior ( yang paling besar), konka superior, meatus medius, ostium dan dinding-dinging tuba. Tahap II : Pemeriksaan septum nasi (margo posterior), koane, dan tuba kiri Tangkai cermin kita putar kembali ke medial, hingga tampak margo posterior dari septum nasi. Putar terus tangkai cermin ke kiri sehingga tampak berturut-turut konka media kanan dan tuba kanan. Tahap III : Memeriksa atap nasofaring Tangkai cermin mulai diputar kembali ke medial sehingga pada cermin kelihatan kembali margo posterior septum nasi. Sesudah itu tangkai cermin dimasukkan sedikit atau cermin direndahkan sedikit. Tahap IV : Memeriksa kauda konka inferior Tangkai cermin direndahkan, atau cermin dinaikkan. Biasanya kauda konka inferior tidak dapat dilihat. Dapat dilihat bila konka inferior hipertrofi, bentuknya seperti murbei (berdungkul-dungkul).

Kelainan yang harus diperhatikan: - Radang: pus pada meatus medius dan meatus superior, adenoiditis, ulkus pada dindingdinding nasofaring (tbc). - Tumor: contohnya poliposis dan karsinoma

Sumber: Rukmini S, Herawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
37

11. GRANULA PADA DINDING POSTERIOR OROPHARING Granula : dinding posterior orofaring yang tidak rata Menandakan adanya : faringitis Faringitis merupakan peradangan dinding faring yagn dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Faringitis dibagi menjadi faringitis akut dan kronik berdasarkan perjalanan penyakitnya 1. Faringitis akut : faringitis viral, bacterial,fungal, gonorea 2. Faringitis kronik : faringitis kronik hiperplastik dan faringits kronik atrofi 3. Faringitis spesifik: faringitis luetika, faringitis tuberculosis

12. Jelaskan anatomi tonsil normal ! Bagaimana menilai pembesaran tonsil ? Apabila terjadi pelebaran kripta dan detritus, hal tersebut menandakan apa ? a) Anatomi tonsil normal

38

b) Menilai pembesaran tonsil

Standardized tonsillar hypertrophy grading scale : (0) Tonsils are entirely within the tonsillar fossa (1+) Tonsils occupy less than 25 percent of the lateral dimension of the oropharynx as measured between the anterior tonsillar pillars. (2+) Tonsils occupy less than 50 percent of the lateral dimension of the oropharynx. 39

(3+) Tonsils occupy less than 75 percent of the lateral dimension of the oropharynx. (4+) Tonsils occupy 75 percent or more of the lateral dimension of the oropharynx

c) Kripta dan dentritus Kripta merupakan alur-alur yang terdapat pada tonsil normal. Dentritus terdiri dari sel epitel yang mati, sel leukosit yang manit dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan. Proses peradangan tonsil dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, shingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis, kripta ini akan tamapa diisi oleh dentritus. Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.

Sumber: 1. Soepardi EA et al, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 2. http://www.aafp.org/afp/2004/0301/p1147.html

13. GANGGUAN PADA PALATUM MOLLE YANG MENYEBABKAN PALATUM ASIMETRIS

40

Abses Peritonsil Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah di daerah pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum superior Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitarfaring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus kapsultonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringanperitonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis. Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atauinfeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanyakuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateraldan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupunyang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan absesperitonsiler
41

adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah

Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium,dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga karena kombinasi kuman aerob dan anaerob.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyerumenelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah(hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membukamulut (trismus), serta

pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher(limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy danperadangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation)1. Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle

aspiration).Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrinedan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, danmaterial dapat dikirim untuk dibiakkan.

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah2: 1.Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema.

2.Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi absesparafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinummenimbulkan mediastinitis.

4. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak 5. .

42

Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis PTAdiabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression penyakit.Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini. Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obatsimtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin padaleher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atauampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg,metronidazol 3-4 x 250-500 mg2.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudiandiinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang palingmenonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasaruvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukandengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan. Pasien dianjurkan untuk memeriksakan pemeriksan Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian mengingatkemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagimenganjurkan tonsilektomi segera10

Sumber : Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Headand Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher.Philadelphia. P :1224, 1233-34. Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta -. Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery. USA: McGraw-Hill; 2008.

43

14. Jelaskan mengenai Laringoskopi direk dan indirek ! ( alat, persiapan pasien, prosedur pelaksanaan, gambar ) Laringoskopi direk dan indirek A. Laringoskop indirek Suatu pemeriksaan untuk memeriksa keadaan tenggorok dan adneksanya secara tidak langsung atau menggunakan reflektor. Alat: - kaca reflektor yang sudah dihangatkan - kassa

Cara pemeriksaan: 1. Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar kemudian menjulurkan lidahnya semaksimal mungkin. 2. Dengan menggunakan kasa, pemeriksa memegang dan menarik lidah pasien. 3. Dengan hati-hati, pemeriksa memasukkan kaca reflektor ke rongga mulut pasien, dengan kaca ke arah bawah. 4. Dengan menggunakan kaca reflektor, pemeriksa mengangkat uvula untuk

mendapatkan gambaran laring yang lebih baik.

Organ yang dilihat pada laringoskopi: - Sinus piriformis - Valecula - Dinding faring - Pita suara - Trakea bagian atas melalui pita suara

44

B. Laringoskopi direk Pemeriksaan dengan menggunakan alat laringoskop.

a. Laringoskop fleksibel Inspeksi menggunakan laringoskop fleksibel diindikasikan untuk diagnostik, misalnya ketika pasien mengalami suara serak, kesulitan bernafas, atau nyeri tenggorokan yang parah. Pengamatan langsung terhadap laring diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis, misalnya paralisis dari pita suara, arthritis dari struktur penunjang (cricoarytenoid arthritis), atau adanya massa pada leher atau laring. Beberapa kelainan kongenital juga dapat didiagnosis dengan laringoskopi fleksibel misalnya laryngomalacia ("floppy" larynx); stenosis subglotis; vascular rings (abnormalitas dari pembuluh darah utama jantung atau paru); congenital laryngeal webs (adanya membran yang menutup pita suara); dan laryngocele (kista).

b.

Laringoskop rigid Penggunaan laringoskopi rigid lebih bersifat terapeutik, misalnya untuk pengambilan jaringan (biopsi), pengambilan benda asing atau mukus yang tebal, atau dapat juga dikombinasikan dengan operating microscope atau laser untuk membuang polip atau kista pada pita suara.

45

16. Jelaskan mengenai drainase kelenjar getah bening daerah colli ! Rantai jugular profunda terbentang dari dasar tengkorak sampai klavikula dan membentuk kelompok superior, media, dan inferior dari nodul-nodul limfe. Nodus jugular profunda superior menerima drainase utama dari palatum molle, tonsil, palatoglossal, dan arcus palatofaringeal, lidah posterior, dasar lidah, sinus piriformis, dan laring di atas vocal cord. Kelompok nodul limfe ini juga menerima drainase dari nodus superior dari kepala bagian atas, dan leher (retrofaringeal, spinal aksesorius, parotis, cervicalis superior, dan nodul submandibula). Nodul jugular profunda yang media menerima drainase utama dari laring di atas pita suara, sinus piriformis bagian bawah, dan cricoid posterior. Sedangkan drainase sekunder dari nodul jugular profunda diatasnya dan nodul retrofaringeal bagian bawah.

46

Nodul jugular profunda inferior menerima drainase utama dari tiroid, trakea, dan esofagus bagian cervical. Sedangkan drainase sekunder dari nodul jugular profunda di atasnya dan nodul paratrakeal.nodus retrofaringeal dan paratrakeal berada di posterior dari visera bagian midline. Nodul ini menerima drainase dari organ visera dan struktur organ dalam di midline kepala contohnya : nasofaring, kavita nasal bagian posterior, sinus paranasal, orofaring posterior. Nodul ini didrainese menuju rantai jugular profunda. Nodul superfisial cenderung mengalir menuju nodus profunda. Nodul superfisial terdiri submental, cervical superficial, submandibular, spinal aksesorius, dan skalenus anterior. Nodus submental mengalir menuju dagu, bibir bawah bagian tengah, ujung lidah, dan mulut bagian anterior. Nodul ini mengalir ke nodul submandibula. Nodul submandibula mengalir menuju nodul jugular profunda superior. Nodul cervical superfisial berada sepanjang vena jugular externa, yang didrainese dari kutaneus linfatik dari wajah, khususnya dari glandula parotis, belakang telinga, nodul parotis dan oksipital. Nodus pada segitiga posterior berada sepanjang nervus spinalis aksesorius. Nodul ini menerima aliran dari regio parietal dan oksipital dari kulit kepala.nodus yang bagian atas mengalirkan ke nodul profunda superior sementara yang bagian bawah mengalir menuju nodul supraklavikular. Nodus skalenus anterior (Virchow) menerima drainase dari duktus thorasikus dan berada pada sambungan dari duktus thorasikus dan vena subklavia kiri. Biasanya merupakan tempat metastase dari tubuh bagian bawah. Nodul supraklavikular menrimadrainase dari nodul spinalis aksesoris dan dari bagian infraklavikular. Semua sistem limfatik mengalir menuju sistem vena, bersamaan dengan duktus torasikus bagian kiri atau duktus limfatikus kanan.

47

Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfa yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna, yang terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian jugularis interna ini dibagi dalam kelompok superior, media, dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain adlah submental,

submandibula, servikalis supervisial, retrofaring, paratrakeal, spinalis asesorius, skalenus anterior dan supraklavikula. Kelenjar limfe jugularis interna superior menerima aliran limfe yang berasal dari daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superficial dan kelenjar limfa submandibula. Kelenjar limfa jugularis interna media menerima aliran limfa yang berasal langsung dari subglotik laring, sinus pirimormis bagian inferior dan daerah krikoid posterior. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan kelenjar limfa retrofaring bagian bawah. Kelenjar limfa jugularis interna inferior menerima aliran aliran limfa yang berasal lansung,glandula tiroid, trakea, esophagus, bagian servikal. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan media, dan kelenjar limfa paratrakea. Kelenjar limfa submental, terletak pada segitiga submental diantara palstima dan m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan 1/3 bagian servikal bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau kontralateral, kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna. Kelenjar limfa submandibula, terletak disekitar kelenjar liur submandibula dan didalam kelenjar ludahnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur submandibula,bibir bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga mulut, bagian kelopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar jugularis interna superior.

48

Kelenjar limfa servikal superficial, terletak di sepanjang vena jugularis eksterna, menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis dan kelenjar limfe oksipital. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna superior. Kelenjar limfe retrofaring, terletak diantara faring dan fasia pravertebrata, mulai dari dasar tengkorak samapi ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima liran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius. Pembuluh eferern mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius bagian superior. Kelenjar limfa paratrakea, menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian bawah, hipofaring, esophagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfe mediastinum superior. Kelenjar spinal asesorius, terlatk di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima aliran limfa yang berasal dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher. Kelenjar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring, orofaring, dari sinus paranasal.pembuluh eferan mengalirkan limfa kelenjar limfa supraklavikula. Rangkaian kelenjar jugularis interna megalirkan limfa ke trunkus jugularis dan selanjutnya masuk ke duktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dengan untuk sisi yang sebelah kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau langsung ke system vena pada pertemuan vena jugularis interna dan vena subklabia. Juga duktus torasikus dan duktus limfatikus kanan menerima aliran limfa dari kelenjar limfa supraklavikula.

Daerah Kelenjar Limfe Leher


49

Letak kelenjar limfe leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification di bagi dalam lima daerah mnyebaran kelompok kelenjar, yaitu daerah: 1. 2. kelenjar yang terletak di segitiga submental, dan submandibula kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfa jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior superior. 3. kelenjar limfa jugularis diantara bifurcatio karotis dan persilangan m.omohioid dengan m. sternokleidomastoideus dan batas posterior m. sternokleidomastoideus. 4. 5. grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula kelenjar yang berada di segitiga jugularis dan supraklavikula

50

51

Вам также может понравиться

  • Sol
    Sol
    Документ27 страниц
    Sol
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Diare Dengan Dehidrasi Berat
    Diare Dengan Dehidrasi Berat
    Документ4 страницы
    Diare Dengan Dehidrasi Berat
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Документ9 страниц
    Latar Belakang
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Referat HIV
    Referat HIV
    Документ39 страниц
    Referat HIV
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL
    Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL
    Документ25 страниц
    Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Akne
    Akne
    Документ10 страниц
    Akne
    lala
    Оценок пока нет
  • BST Tumor Nasofaring
    BST Tumor Nasofaring
    Документ8 страниц
    BST Tumor Nasofaring
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Tenggorok
    Tenggorok
    Документ22 страницы
    Tenggorok
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Tugas Dr. Eka
    Tugas Dr. Eka
    Документ47 страниц
    Tugas Dr. Eka
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Refresh Hidung
    Refresh Hidung
    Документ24 страницы
    Refresh Hidung
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Refresh Hidung Lutfi
    Refresh Hidung Lutfi
    Документ34 страницы
    Refresh Hidung Lutfi
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Gangguan Mental Organik
    Gangguan Mental Organik
    Документ15 страниц
    Gangguan Mental Organik
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Tenggorok
    Tenggorok
    Документ22 страницы
    Tenggorok
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Tenggorok
    Tenggorok
    Документ40 страниц
    Tenggorok
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Chi Kun Gunya
    Chi Kun Gunya
    Документ13 страниц
    Chi Kun Gunya
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Fisiologi Persalinan Normal
    Fisiologi Persalinan Normal
    Документ13 страниц
    Fisiologi Persalinan Normal
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Crs-Ca Naso
    Crs-Ca Naso
    Документ49 страниц
    Crs-Ca Naso
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Nervus
    Nervus
    Документ8 страниц
    Nervus
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Mola Hidatidosa Lapkas
    Mola Hidatidosa Lapkas
    Документ25 страниц
    Mola Hidatidosa Lapkas
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Stroke Hemoragik
    Laporan Kasus Stroke Hemoragik
    Документ16 страниц
    Laporan Kasus Stroke Hemoragik
    Vera Septia Nalurita
    100% (1)
  • Power Point Materi HIV Narkoba Dan Gaya Hidup
    Power Point Materi HIV Narkoba Dan Gaya Hidup
    Документ39 страниц
    Power Point Materi HIV Narkoba Dan Gaya Hidup
    mindanilam
    Оценок пока нет
  • Jenis Jenis Napza
    Jenis Jenis Napza
    Документ57 страниц
    Jenis Jenis Napza
    Andrill Vazhary
    Оценок пока нет
  • Gangguan Mental Organik
    Gangguan Mental Organik
    Документ15 страниц
    Gangguan Mental Organik
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Infeksi SSP
    Infeksi SSP
    Документ40 страниц
    Infeksi SSP
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Tugas Audiogram
    Tugas Audiogram
    Документ8 страниц
    Tugas Audiogram
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Infeksi Virus PD Kulit
    Infeksi Virus PD Kulit
    Документ49 страниц
    Infeksi Virus PD Kulit
    Rizki Sukardi
    Оценок пока нет
  • Infeksi Virus PD Kulit
    Infeksi Virus PD Kulit
    Документ49 страниц
    Infeksi Virus PD Kulit
    Rizki Sukardi
    Оценок пока нет
  • Tugas Dr. Aji
    Tugas Dr. Aji
    Документ6 страниц
    Tugas Dr. Aji
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет
  • Asthma
    Asthma
    Документ19 страниц
    Asthma
    drnurhakim
    Оценок пока нет
  • Refrat
    Refrat
    Документ5 страниц
    Refrat
    Vera Septia Nalurita
    Оценок пока нет