Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Herpes simpleks merupakan infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer terlokalisir, laten dan adanya kecendurangan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus yaitu virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan gejala klinis yang berbeda, tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang alatalat genital atau mukosa mulut (Anonim, 2002). Tersebar di seluruh dunia. Hampir 50%-90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV 1. Infeksi awal HSV 1 biasanya terjadi sebelum usia 5 tahun, namun saat ini banyak infeksi primer ditemukan terjadi pada orang dewasa. Infeksi HSV 2 biasanya dimulai karena aktivitas seksual dan jarang terjadi sebelum menginjak dewasa, kecuali kalau terjadi pelecehan seksual pada anak-anak. Antibodi HSV 2 ditemukan sekitar 20%-30% pada orang Amerika dewasa. Prevalensi antibodi HSV 2 meningkat (lebih dari 60%) pada kelompok sosial ekonomi rendah dan pada orangorang yang berganti-ganti pasangan (Anonim, 2002). Dari enam lokasi di daerah Bali diperoleh 66 sampel darah, 57 sampel (86,36%) memberikan reaksi positif terhadap antigen HSV-1 dengan frekuensi yang bervariasi sesuai kelompok umur; Pada kelompok umur remaja, dewasa muda, dan dewasa ditunjukkan prevalensi antibodi HSV-1 secara berturut-turut 16.7%, 80.9%, dan 100%. Dari daerah Sumatera Selatan diperoleh 660 sampel darah, 139 sampel (21.1%) memberikan reaksi positif, dengan variasi menurut kelompok umur remaja, dewasa muda berturut-turut 2.9%, 19.2%, dan 69.4% (Pamungkas dkk, 2002). 1.1 Rumusan Masalah 1. Bagaimana manifestasi herpes simplek pada rongga mulut ? 2. Bagaimana penatalaksanaan herpes simplek pada rongga mulut? 3. Bagaimana prognosis herpes simplek pada rongga mulut ?

4. Bagaimana pencegahan herpes simplek pada rongga mulut? 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui manifestasi herpes simplek pada rongga mulut 2. Untuk mengetahui penatalaksanaan herpes simplek pada rongga mulut 3. Untuk mengetahui prognosis herpes simplek pada rongga mulut 4. Untuk menegetahui pencegahan herpes simplek pada rongga mulut 1.3 Manfaat 1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu gigi dan mulut pada khususnya 2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu gigi dan mulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaituHSVTipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II) (Anonim, 2007). HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin (Anonim, 2002). 2.2 Etiologi Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. genus Simpleksvirus, spesies HSV tipe 1 dan tipe 2, keduanya dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau digunakan antibody spesifik atau antibody monoklonal). HSV tipe 1 dan tipe 2 juga berbeda kalau dilihat dari pola pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur sel, embryo telur dan pada binatang percobaan.

Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus ini mengandung lipid, karbohidrat, dan protein, dan dapat menghilangkan eter. Genom ADN beruntai-untai ganda (BM 85-106 X 106) berbentuk lurus. Tipe 1 dan 2 memperlihatkan 50% urutan homologi (Anonim, 2002). 2.3 Patogenesis HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten). HSV I ditransmisikan melalui sekresi oral, virus menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital (Anonim, 2002).

herpetic whitlow Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi melalui perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari pasien HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Penularan HSV2 biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe 1 dan tipe 2 mungkin ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau anal-

genital. Penularan kepada neonatus biasanya terjadi melalui jalan lahir yang terinfeksi, jarang terjadi didalam uterus atau postpartum (Anonim, 2002). Herpes simplex virus dapat diisolasi dalam 2 minggu dan kadang-kadang lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi genital primer. Setelah itu, HSV dapat ditemukan secara intermittent pada mukosal selama bertahuntahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan atau tanpa gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitas lebih pendek dibandingkan infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi setelah 5 hari (Anonim, 2002). 2.4 Gejala Klinis Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan keropeng atau kerak (scab). Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1 minggu atau lebih, mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti dengan lesi vesikuler pada orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai munculnya gejala dan komplikasi kulit menyerupai eczema kronis, meningoencephalitis. HSV 1 sebagai penyebab sekitar 2% faringotonsilitis akut, biasanya sebagai infeksi primer (Anonim, 2002). HSV I primer biasanya asimptomatik. Gejala prodormal yang diberikan diantaranya demam, menggigil, terdapat lmphadenopathy servikal, ditemukan ulkus di dalam mulut pada permukaan ginggiva. Pada HSV I Sekunder (Lesi labial rekuren) gejala prodormal yang muncul diantaranya gatal, rasa terbakar, kesemutan selama 1236 jam. Kemudian ada pembentukan vesikel. Vesikel pecah, menjadi ulkus dan krusta dalam 48 jam. Lesi dapat sembuh dalam 7-14 hari. Faktor predisposisi HSV I

sekunder ini diantaranya stress, sakit demam, terpapar sinar UV, kelelahan dan menstruasi (Cawson dan Odell, 2002). Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam blister atau cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas dengan dasar erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai macam trauma, demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan mungkin juga menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena adanya circulating antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan immunosuppressed (Cawson dan Odell, 2002). Dapat menyerang SSP bisa disebabkan oleh infeksi primer ataupun karena terjadi recrudescence. HSV 1 adalah penyebab utama dari meningoencephalitis. Dapat timbul gejala panas, sakit kepala, leukositosis, iritasi selaput otak, drowsiness, bingung, stupor, koma dan tanda-tanda neurologis fokal, dan sering dikaitkan dengan satu atau wilayah temporal lain. Gejala-gejala ini mungkin dikacaukan dengan berbagai lesi intrakranial lain seperti abses pada otak dan meningitis TB. Karena terapi antiviral dapat menurunkan angka kematian yang tinggi, maka pemeriksaan PCR untuk DNA virus herpes pada LCS atau biopsi dari jaringan otak seharusnya segera dilakukan pada tersangka untuk menegakkan diagnosa pasti (Cawson dan Odell, 2002). 2.5 Manifestasi pada Rongga Mulut Primer Herpes Simplex (HSV-I) tipe 1 merupakan virus yang paling umum menghasilkan infeksi dalam rongga mulut. Paling sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 6 tahun tetapi dapat terjadi pada pasien yang lebih tua. Infeksi primer pada sebagian besar anak-anak adalah sub-klinis (tanpa tanda-tanda atau gejala klinis). Herpes simplex virus hampir di mana-mana di populasi umum; lebih dari 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap herpes simplex virus oleh dekade 6

keempat kehidupan. Sekali seseorang terinfeksi, virus menyebar ke daerah massa jaringan saraf, ganglia (misalnya, trigeminal ganglion), di mana ia tetap laten namun dapat diaktifkan kapan saja sesuai kondisi. Kedua herpes simpleks tipe 1 dan 2 dapat menyebabkan infeksi orofacial dan infeksi kelamin, tetapi HSV-I lebih sering bertanggung jawab atas lesi di dalam dan sekitar mulut.

Herpes simplex pada regio kepala Acute Herpetic Gingivostomatitis Primary herpetic gingivostomatitis memiliki frekuensi infeksi virus terbesar di mulut dan menjalar dengan mudah melalui saliva. Sumber infeksi mungkin dari individu yang virusnya asimptomatik di saliva atau mendapat infeksi kambuhan, seperti herpes labialis. HSV pada mulanya menginfeksi sel epitel tidak berkeratin pada mukosa oral untuk menghasilkan intra epithelial blisters. Seperti infeksi primer, HSV terletak tersembunyi di jaringan saraf dan jaringan orofasial. Pemeriksaan status antibodi mengungkapkan bahwa lebih dari 60 % populasi di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan infeksi HSV pada anak berumur 16 tahun. Gingivostomatitis ulseratif akut terjadi sebagai akibat replikasi virus dalam jaringan yang terkena. Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari kemudian gejala diawali dengan demam. Pasien dapat merasa rasa sakit, panas dan perih atau gatal terutama pada saat makan dan minum. Gusi dapat membengkak dan mudah berdarah. Vesikel dapat terjadi di seluruh mulut. Mereka mungkin memiliki penampilan bintik-bintik di daerah kontak dengan rahang atas. Menyentuhnya atau mencoba untuk mengkonsumsi makanan bisa menyebabkan rasa sakit parah. 7

Di dalam rongga mulut dapat timbul vesikel (gelembung) berukuran kecil yang umumnya berkelompok dan dapat dijumpai di bagian dalam bibir, lidah, tenggorokan, langit-langit dan di bagian dalam pipi. Selanjutnya vesikel ini akan pecah dan menjadi ulkus (luka) yang dipermukaannya terdapat semacam lapisan kekuningan. Pada saat inilah rentan terjadi penularan karena vesikel tersebut mengeluarkan cairan yang mengandung jutaan virus herpes simpleks. Kelenjar getah bening setempat yaitu di sekitar leher dapat membesar dan saat ditekan terasa lunak.

Herpes gingivostomatitis Bibir dan gingiva dan mukosa buccal terlibat tetapi kadang-kadang juga lidah dan retropharynx. Lesi individual dapat dimulai sebagai vesikula tetapi mungkin meluas ke mukosa dan lapisan kulit dalam, menyukai penyebaran sistemik. Ada reaksi inflamasi lebih besar dan akibatnya edema dan eritema. Isolasi dan kultur HSV menggunakan viral swab, metode standard diagnosa. Infeksi HSV dapat juga diperkuat dengan adanya kenaikan empat kali lipat antibodi. 8

Metode ini membutuhkan 10 hari untuk menghasilkan hasil. Chair- side kits dapat dengan cepat mendeteksi HSV dalam waktu beberapa menit pada lesi smear/ coreng menggunakan immunofluoressence yang tersedia, tapi terbatas pada biaya. Biopsi jarang digunakan tapi jika dilakukan akan memperlihatkan vesikula yang tidak spesifik atau ulserasi dengan multinucleated giant cells yang menggambarkan viralinfected keratinocytes. Pasien, dan anak- anak seharusnya ditenangkan tentang kondisi dasar dan diberi tahu tentang infeksi lesi. Instruksi seharusnya diberikan untuk membatasi bibir dan mulut untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi di daerah lainnya. Terapi suportif simptomatik termasuk obat kumur clorhexidine, terapi analgesik, soft diet, dan cukup minum. Menggunakan acyclovir, agen antivirus dengan melakukan perlawanan terhadap HSV. Dosis standard 200mg acyclovir, 5 kali sehari selama 5 hari. Dosis harus dikurangi setengahnya untuk anak dibawah 2 tahun. Mendukung langkah-langkah yang biasa untuk infeksi virus akut harus dilakukan. Ini termasuk pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat, cukup asupan cairan untuk mencegah dehidrasi, dan penggunaan analgesik sistemik untuk mengontrol rasa sakit. Agen antipiretik juga ditentukan ketika demam adalah gejala. Pada kasus yang parah mungkin perlu untuk menggunakan anestesi topikal seperti lidokain atau diphenhyclramine. Pasien sering dapat mentolerir cairan dingin, dan mereka dapat membantu dalam mencegah dehidrasi (Brightman V, 1997). Chronic Herpetic Simplex Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi primer herpes simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak, sedangkan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Tempat prediliksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di 9

daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital. Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi kusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.

Infeksi Herpes Simplex Kronis Pengobatan bersifat simtomatik. Aspirin atau asetaminofen dapat diminum untuk mengatasi demam dan mengatur keseimbangan cairan tubuh. Untuk pasien yang mengalami kesulitan makan dan minum, dapat diberikan topikal anastesi, seperti dyclonine hyrocloride 0,5%. Untuk pengobatan sistemik dapat diberikan asiklovir 5 x 400 mg/hari selama 5-10 hari (Brightman V, 1997). Rekuren HSV Infeksi herpes berulang berkembang di sekitar sepertiga dari pasien yang memiliki infeksi primer. Herpes labialis adalah jenis infeksi yang paling sering kambuhan. Biasanya dilihat sebagai sekumpulan vesikel muncul di sekitar bibir setelah penyakit sistemik atau stres. Sinar ultraviolet dan rangsangan mekanis mungkin juga bisa menyebabkan kekambuhan.

10

Herpes simplex labialis Infeksi herpes labialis yang berulang ( recurrent herpes labialis (RHL)

merupakan infeksi recurrent intraoral herpes simplex (RIH) terjadi pada pasien yang mengalami infeksi herpes simplex sebelumnya dan yang memiliki serum antibody dalam proteksi infeksi primer. Sebaliknya, infeksi yang berulang ini terbatas pada daerah di kulit dan membran mukosa. Herpes yang berulang tidak merupakan infeksi tetapi virus yang aktif kembali dari masa laten di jaringan saraf. Herpes simplex dikultur dari trigeminal ganglion dari cadavers manusia, dan lesi herpes yang berulang biasanya tampak setelah pembedahan ganglion. Herpes recurrent mungkin dapat diaktifkan oleh trauma bibir, demam, sunburn, imunosuresi dan menstruasi. Perjalanan virus menginfeksi sel epitel, penyebarannya dari sel ke sel untuk menyebabkan sebuah lesi. UVR matahari memiliki efek immunoregulatori dimana respons sitokin Th1 ditekan. Sehingga, sensitisasi dan penimbulan imunitas termediasi sel pada manusia, biasanya dinilai dengan respons hipersensitifitas kontak (CHS) terhambat. Penipisan jumlah sel Langerhans epidermal yang dipicu oleh UVR, perekrutan makrofag dermal dan epidermal yang juga bertindak sebagai sel-sel penampak antigen, dan pelepasan mediator inflammatori seperti faktor pengaktivasi platelet, TNF-, IL-4, IL-10, TNF, -MSH, dan CGRP adalah proses-proses yang penting dalam immunomodulasi. Ini merubah proses penampakan antigen normal, menyebabkan terbentuknya sel T regulatori yang sangat spesifik yang secara khusus menghambat imunitas yang dimediasi sel untuk antigen-antigen yang baru ditemukan (Masdin, 2010). 11

Immunosupresi (penekanan sistem kekebalan) yang dipicu oleh UVR memiliki peranan utama dalam fotokarsinogenesis, memfasilitasi pertumbuhan dan munculnya tumor (berdasarkan penelitian pada mencit). Fotoimmunosupresi (penekanan sistem kekebalan oleh sinar matahari) dianggap memegang peranan dalam terjadinya kanker pada manusia, dan fakta bahwa pasien transplant organ yang menjalani terapi immunosupresif memiliki risiko yang sangat meningkat untuk semua jenis kanker kulit lebih memberikan dukungan terhadap pendapat ini. Keterpaparan terhadap UVR juga meningkatkan kejadian dan keparahan penyakit infeksi pada hewan percobaan dan menekan penimbulan imunitas terhadap beberapa penyakit infeksi pada manusia. Sampai sekarang, bukti terbaik untuk hal ini adalah kerentanan yang meningkat terhadap lesi virus herpes simplex rekuren pada kulit yang terpapar akut terhadap sinar matahari (Masdin, 2010). Seluruh pasien yang mengalami infeksi herpes primer tidak mengalami herpes recurrent. Jumlah pasien dengan riwayat infeksi genital primer dengan HSV1 yang kemudian mengalami infeksi HSV rekuren kira-kira 15%. Rata- rata angka kambuhan untuk infeksi HSV1 oral antara 20-40%.

Fever blister Cold sore" atau "fever blister" merupakan suatu lesi vesikuler mukosa biasanya terletak di sekitar lubang seperti bibir dan hidung. Sering beberapa lesi muncul secara serentak atau berturut-turut. Sering ada riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya atau demam, paparan sinar matahari atau dingin, atau trauma

12

ke daerah, tetapi apakah pada kenyataannya pengaruh ini mengaktifkan virus tetap tidak jelas. Cold sore atau fever blisters, diperparah oleh faktor presipitasi demam, menstruasi, sinar UV, dan mungkin stres emosional. Lesi didahului oleh periode prodormal yaitu tingling atau burning. Diiringi dengan edema di tempat lesi, diikuti dengan formasi cluster vesikel kecil. Masing- masing vesikel berdiameter 1-3 mm, dengan ukuran cluster 1-2 cm. Ukuran lesi secara umum tergantung imun individu.

Lesi pada penderita Herpes Jika pada tes laboratorium dapat dipastikan, RIH dapat dibedakan dari RAS dengan cytology smears dari lesi baru. Cairan dari lesi herpes menunjukkan sel dengan ballooning degeneration dan multinucleated giant cells; sedangkan pada lesi RAS tidak. Untuk hasil yang lebih akurat, dapat di test dengan cytology smears untuk HSV dengan menggunakan fluorescein- antigen HSV. Kultur virus juga digunakan untuk membedakan herpes simplex dari lesi virus lainnya, terutama infeksi varicella zoster. Infeksi herpes kambuhan pada bibir dan mulut jarang dibandingkan gangguan sementara pada individu normal. Pasien yang sering mengalami , besar, nyeri atau lesi yang kotor harus berkonsultasi. Pertama dokter harus mencoba untuk memperkecil pemicunya. Beberapa kambuhan dapat dikurangi dengan menggunkan unblock selama terpapar sinar matahari. Obat- obatan dapat menekan formasi dan mempercepat waktu penyembuhan dari lesi recurrent yang baru. Acyclovir, obat antiherpes, aman dan efektif. Obat 13

antivirus yang baru seperti valacyclovir, prodrug dari acyclovir, dan famciclovir, prodrug dari penciclovir, memiliki bioavailabilitas yang lebih besar dari pada acyclovir, tapi tidak mengurangi masa laten HSV. Tetapi , pada percobaan tikus, famciclovir dapat menekan HSV laten. Keefektivan obat antiherpes untuk mencegah kambuhan genital HSV. Acyclovir 400mg dua kali sehari, valaciclovir 250 mg dua kali sehari dan famciclovir 250mg yang lebih efektif pada kambuhan genital. Penggunaan antiherpes nucleoside analog untuk mencegah dan mengobati RHL namun sangat kontroversial. Terapi sistemik seharusnya tidak digunakan untuk pengobatan berkala atau RHL yang biasa, tapi kadang- kadang digunakan untuk mencegah lesi pada pasien mudah terjangkit sebelum resiko yang tinggi seperti berski dengan ketinggian yang tinggi atau sebelum menjalani prosedur seperti dermabrasi atau pembedahan nervus trigeminal. Beberapa dokter menganjurkan menggunakan terapi antiherpes suppressive untuk persentase kecil pada pasien RHL yang sering mengalami peristiwa deforming pada RHL. Acyclovir 400 mg dua kali sehari terbukti mengurangi frekuensi dan keganasan RHL. Acyclovir maupun penciclovir tersedia pada sediaan topical, digunakan pada untuk mempercepat waktu penyembuhan pada RHL kurang dari 2 hari (Cawson dan Odell, 2002). 2.6 Penatalaksanaan Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat menghambat perkembangbiakan herpesvirus. Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati (Anonim, 2007). Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer. Asiklovir (zovirax) digunakan secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi herpes 14

berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif berulang. Namun, telah dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten terhadap acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir barubaru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan acyclovir intravena (Anonim, 2002). Beberapa kasus yang ringan mungkin tidak membutuhkan pengobatan. Orang-orang yang telah parah atau lanjut, orang dengan masalah sistem kekebalan, atau mereka yang sering mengalami rekuren akan baik jika diberikan obat antivirus seperti asiklovir, famciclovir, dan valacyclovir. Orang-orang yang telah lama menderita oral rekuren atau herpes genital atau manifestasi klinis berat dapat melanjutkan penggunaan obat antivirus untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan rekuren (Moses S, 2010). Pengobatan spesifik pada infeksi herpes, misalnya gejala akut dari herpetic keratitis dan stadium awal dendritic ulcers diobati dengan trifluridin atau adenine arabisonide (vidarabine, via-A atau Ara-A) dalam bentuk ophthalmic ointment atau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes mata kecuali dilakukan oleh seorang ahli mata yang sangat berpengalaman. Acyclovir IV sangat bermanfaat untuk mengobati herpes simpleks encephalitis tetapi mungkin tidak dapat mencegah terjadinya gejala sisa neurologis (Anonim, 2002). 2.7 Prognosis Lesi oral atau genital biasanya sembuh sendiri dalam 7 sampai 14 hari. Infeksi mungkin lebih parah dan bertahan lebih lama pada orang yang memiliki kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh (Dugdalle, 2009). Setelah infeksi terjadi, virus menyebar ke sel-sel saraf dan menetap dalam tubuh seumur hidup seseorang. Mungkin akan kembali dan menyebabkan gejala, atau 15

kambuh. Rekuren dapat dipicu oleh kelebihan sinar matahari (UV), demam, stres, penyakit akut, obat-obatan atau kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh (seperti kanker, HIV/AIDS, atau penggunaan kortikosteroid) (Dugdalle, 2009). 2.8 Pencegahan 1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius. 2. Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan infeksius. 3. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular. 4. Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir, karena risiko yang tinggi terjadinya infeksi neonatal (30-50%). Penggunaan elektrida pada kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelah infeksi berulang lebih rendah (3-5%) dan operasi Cesar disarankan hanya jika terjadi lesi aktif pada saat persalinan. 5. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual mengurangi risiko infeksi; belum ada anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun acyclovir mungkin dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien dengan defisiensi imunitas (Anonim, 2002).

16

BAB III KESIMPULAN Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu HSVTipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II). HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes). Gejala klinis yang ditimbulkan beragam, dari yang tidak menimbulkan gejala sama sekali hingga yang berakibat fatal. Manifestasi yang ditimbulkan dalam rongga mulut diantaranya herpes ginggivostomatitis, herpes simplex kronis dan herpes labialis. Penggunaan antivirus efektif untuk pengobatan HSV. Pencegahan yang perlu dilakukan antara lain meminimalisir penularan virus HSV dengan cara menjaga kebersihan dan menggunakan alat pengaman diri bagi mereka yang beresiko tinggi untuk tertular.

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. Manifestasi Oral dari Penyakit Infeksi Karena Virus dalam Makalah Tutorial Infeksi-Karena-Virus) 2. 3. Anonim. Herpes simplex. 2010. (http://www.scribd.com/doc/20911610/Herpes-Simplex). Brightman V. Sexually Transmitted and Bloodborne Infection dalam Buku Burkets Oral Medicine Diagnosis and Treatment Edisi 9. Lippincott-Raven Publisher. Philadelphia. 1997. Hal: 629-713. 4. Cawson dan Odell. Disease of the Oral Mucosa : Introduction and Mucosal Infection dalam Buku Cawsons Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine Edisi 7. Churchill Livingstone. London. 2002. Hal: 178-191. 5. 6. Dugdalle. Herpes Simplex. 2009. (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001324.htm) Masdin. Pengaruh Sinar Ultraviolet terhadap Kulit: Efek Akut dan Kronis . 2010. 7. 8. Moses (http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/01/pengaruh-sinar-ultravioletS. Oral Herpes. 2008. terhadap.html) (http://www.fpnotebook.com/ent/mouth/orlhrps.htm) Pamungkas dkk. Prevalensi Antibodi Herpes Simplex Virus 1 Pada Macaca fascicularis Dari Beberapa Lokasi Di Indonesia. 2002. (http://web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php? view=penelitian/hasilcari&status=buka&id_haslit=X017) 9. Sardjito R. Herpesviridae dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta. 2003. Hal: 303-323. FKG Unpad. 2007. (http://www.scribd.com/doc/20853525/Manifestasi-Oral-Dari-Penyakit-

18

Вам также может понравиться