Вы находитесь на странице: 1из 13

BABESIOSIS Babesiosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasite babesia yang menginfeksi sel darah merah

yang ditularkan melalui gigitan kutu Ixodes scapularis yang merupakan kutu yang menghisap darah. Babesiosis biasa menyerang mamalia seperti hewan ternak, contohnya adalah sapi, tetapi, saat ini dapat mengenai manusia juga. a. Factor resiko Gigitan kutu terinfeksi selama aktivitas outdoor di area di mana merupakan habitat babesiosis. Transfusi darah dari donor yang menderita silent babesiosis infection (belum ada test skrining untuk mendeteksi babesia dalam darah donor) Transmisi kongenital (tapi, sangat jarang) Orang yang terinfeksi kebanyakan tidak sadar telah tergigit karena kutu yang sangat kecil. Infeksi banyak terjadi saat musim panas, daerah yang berumput dan banyak kayu-kayu. Pekerja peternakan sapi juga bisa terkena. Orang yang sangat muda, sangat tua, imunodefisiensi, tidak mempunyai spleen (splenektomi) dapat mengalami penyakit yang sangat berat. b. Siklus hidup Terdapat 2 host pada siklus hidup babesia. Kutu sebagai hospes definitive. Babesia banyak spesiesnya tergantung di mana parasite ini menyerang mamalia. Babesia canis Babesia felis : anjing : kucing

Babesia bovis dan Babesia bigemina : sapi Babesia equine : kuda

Saat menghisap darah pada manusia , kutu yang terinfeksi babesia akan menginjeksikan sporozoit ke tubuh manusia sporozoit masuk ke dalam sel darah merah berkembang biak secara aseksual di darah, parasite berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan betina gamet jantan dan betina terhisap kutu lagi perkembangbiakan seksual dalam tubuh kutu menghasilkan sporozoit lalu diinjekkan lagi ke tubuh manusia. Begitu seterusnya. c. Patofisiologi Sebenarnya patofisiologinya mrip dengan penyakit malaria. Babesia bereproduksi di sel darah merah dan akam membentuk cross shape inclusion dalam sel darah merah. 4 merozoit berkembang biak secara aseksual dengan saling menempel membentuk budding dan menyebabkan terlihat membentuk struktur seperti huruf X yang akan menyebabkan lisis pada sel darah merah anemia hemolitik. Babesia pada fase eksoeritrosit tidak menimbulkan gejala klinik. Hemoglobinuria (red water) tejadi karena produk lisis dari sel darah merah yang diekskresikan lewat ginjal. Demam yang mencapai 40,50 C disebabkan release dari mediator-mediator inflamasi karena pecahnya merozoit.

d. Manifestasi klinis Kebanyakan asimptomatis : hanya mild fever dan diare ringan. Sering misdiagnosis dengan penyakit malaria karena gejala-gejala yang mirip. Masa inkubasi 1-4 minggu setelah gigitan kutu. Lalu muncul gejala seperti flu, yaitu demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, body aches, mual muntah, nafsu makan menurun, berkeringat waktu malam. Pada tahap selanjutnya dijumpai anemia hemolitik (mirip malaria) dan jaundice. Sumbatan di kapiler pembuluh darah menyebabkan gagal organ.

e. Diagnosis klinik Riwayat ke daerah endemic atau tinggal di daerah endemic, riwayat menerima tranfusi darah dalam waktu 9 minggu, dengan ditambah kriteria selanjutnya. Gejala demam menetap dan anemia hemolitik. Gold standart : identifikasi parasite di hapusan darah tepi yang tipis dengan pewarnaan Giemsa. Ditemukan bentukan Maltese cross formations : untuk membedakan dengan malaria. Perlu hapusan darah berkali-kali. Serologic test untuk antibody IgG dan IgM. Dapat dijumpai negatif palsu pada awal gejala. Membutuhkan seminggu setelah infeksi baru antibody akan naik. PCR tapi mahal. Cerebral babesiosis terdapat neurogical signs (infeksi severe). Pada pemeriksaan post mortem didapatkan bercak merah hemoragik di grey matter cerebral. Terjadi karena eritrosit menyumbat pembuluh kapiler di otak. f. Komplikasi Tekanan darah menurun hingga syok dan tidak stabil Anemia hemolitik Trombositopenia DIC bekuan darah dan akhirnya perdarahan Malfungsi organ vital (ginjal, paru-paru, liver) Kematian ARDS Gagal jantung akibat anemia

g. Pencegahan dan Kontrol Mencegah kutu menghinggapi kulit. Saat bekerja di outdoor gunakan pakaian yang panjang, celana panjang, kaos lengan panjang, kaos kaki, sarung tangan

dan sepatu boot, untuk meminimalisir area kulit yang terpapar dengan dunia luar. Gunakan pakaian berwanra cerah untuk memudahkan melihat adanya kutu yang sedang hinggap. Gunakan repellent anti serangga. Lakukan pengecekan secara menyeluruh jangan sampai ada kutu yang hinggap.

SCHISTOSOMIASIS Terdapat 3 spesies schistosoma yang menginfeksi manusia yaitu: a. Schistosoma mansoni b. Schistosoma japonicum c. Schistosoma haematobium Schistosoma japonicum dan Schistosoma mansoni menyebabkan schistosomiasis intestinal, sedangkan Schistosoma haematobium menyebabkan schistosomiasis vesikalis. Schistosoma japonicum Filum: Kelas: Trematoda Hospes definitif: manusia, anjing, kucing, rusa, tikus, sapi, babi rusa, dan lain-lain. Hospes perantara: siput Oncomelania Habitat cacing dewasa dalam tubuh manusia: vena mesenterika superior (di usus halus) Menyebabkan penyakit skistosomiasis usus Schistosoma mansoni Filum: Kelas: Trematoda Platyhelminthes Platyhelminthes

Hospes definitif: manusia Hospes perantara: bergantung pada lokasi mereka hidup, yaitu: Biomphalaria alexandria (Afrika Utara, Arab Saudi dan Yaman), B. sudanensis, B. rupelli, B. pfeifferi (di bagian Afrika lainnya), B. glabrata (Eropa Barat), Tropicorbio centrimetralis (Brazil). Habitat cacing dewasa dalam tubuh manusia: vena mesenterika inferior (bagian usus besar dan rektal) Menyebabkan penyakit skistosomiasis usus Schistosoma haematobium Filum: Platyhelminthes Kelas: Trematoda Hospes definitif: manusia Hospes perantara: spesies siput Bulinus sp, Physopsis sp. atau Planorbis sp. Habitat cacing dewasa dalam tubuh manusia: pleksus venosa perivesika dan periuretra Menyebabkan penyakit skistosomiasis kandung kemih SIKLUS HIDUP Perbedaan siklus hidup Trematoda Darah Skistosoma Daur hidup S. japonicum

Daur hidup S. mansoni

Daur hidup S. Haematobium

PROSES PATOLOGI BERDASARKAN SIKLUS HIDUP 1. Tahap invasi: cercaria menembus kulit/mukosa secara aktif ( 15 menit) cercaria melepas ekornya schistosomulae bertahan di tempat ( 4-5 hari) dermatitis/gatal sementara swimmer itch/clam-diggers itch/cercarial dermatitis 2. Tahap maturasi: a. 2-8 minggu setelah infeksi b. Akibat invasi hepar dan jaringan lain oleh cacing yang belum dewasa c. Infiltrasi sel radang dan leukosit d. Urtikaria, edema subcutan, hingga astma. 3. Tahap infeksi akut a. Agen utama penyebab proses patologis adalah telur b. Tahap akut: sejak terjadinya produksi telur (10-12 minggu setelah infeksi) penyebaran ke organ lain (usus, hati, paru, kandung kencing, dan jaringan lain)

MORFOLOGI Morfologi umum Panjang 12-26 mm dan lebar 0.3 0.6 mm Mempunyai 2 sucker (oral sucker dan ventral sucker) Ususnya bercabang mulai dari oral sucker kemudian bersatu lagi di bagian posterior Cacing jantan lebih pendek dan tebal serta mempunyai celah dalam tubuhnya (canalis gynecophorus) Schistosoma Japonicum Cacing dewasa Jantan : tubuhnya > betina ; 1,5cm ; seperti daun terlipat; canalis gynecophorus); testis bentuk bulat (6-8buah) ; kutikula halus (tidak ada tonjolan) Betina : tubuh langsing ; 1,9cm ; ovarium di belakang pertengahan tubuh ; uterus berisi telur 50-100 Telur Schistosoma japonicum Bulat ; tampak duri (spine rudimenter) di lateral disebut lateral knob Schistosoma Haematobium Cacing dewasa Jantan : tubuh gemuk ; 1,2cm ; testis (3-4 buah) ; kutikula pada tubuh ada tonjolan kecil Betina : bentuk tubuh langsing ; 2cm ; ovarium posterior ; uterus berisi telur 20-30. Telur Schistosoma haematobium Besarnya 150x60 mikron coklat kekuningan transparan pada posterior terdapat duri (terminal spine) berisi mirasidium

Schistosoma mansoni Cacing dewasa Jantan : tubuhnya lebar ; 1cm ; kutikula ada tonjolan kasar ; testis (6-9 buah) Betina : tubuhnya langsing panjang ; 1,4cm ; ovarium terletak di anterior ; dalam uterus terdapat telur 1-4 butir dengan lateral spine.

Telur Schistosoma mansoni Ukurannya 155x65 mikron coklat kekuningan & transparan

bentuk oval bagian anterior bulat posteriornya sempit terdapat duri pada salah satu sisi (lateral spine) berisi miracidium EPIDEMIOLOGI Schistosoma japonicum Cacing ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Indonesia Sulawesi Tengah yaitu daerah danau Lindu dan Lembah Napu. Infeksi biasanya berlangsung pada waktu orang bekerja di sawah. Kelompok umur yang terkena 5 50 tahun. Schistosoma mansoni Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara arab (Mesir), Amerika Selatan dan Tengah. Di Indonesia endemi di dua daerah di Sulawesi Tengah yaitu di daerah danau Lindu dan lembah Napu. Habitat keong di daerah danau Lindu ada dua macam, yaitu:

1. fokus di daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai lagi atau di pinggir parit di antara sawah. 2. fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah. Schistosoma haematobium Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (Timur Tengah, Lembah Nil) Tidak ditemukan di Indonesia PATOFISIOLOGI Siklus hidup Schistosomes memiliki siklus hidup vertebrata trematoda-invertebrata khas, dengan manusia menjadi tuan rumah definitif. Dalam Siput Siklus hidup dari semua lima schistosomes manusia sangat mirip: telur parasit yang dilepaskan ke lingkungan dari orang yang terinfeksi, menetas pada kontak dengan air segar untuk melepaskan miracidium berenang bebas. Miracidia menginfeksi siput air tawar dengan menembus kaki siput. Setelah infeksi, dekat dengan lokasi penetrasi, miracidium tersebut berubah menjadi sporocyst (ibu) primer. Kuman sel dalam sporocyst primer maka akan mulai membagi untuk memproduksi sekunder (putri) sporocysts, yang bermigrasi ke hepatopancreas siput. Setelah di hepatopancreas itu, kuman sel-sel dalam sporocyst sekunder mulai membagi lagi, kali ini menghasilkan ribuan parasit baru, yang dikenal sebagai serkaria, yang merupakan larva mampu menginfeksi mamalia. Serkaria muncul setiap hari dari tuan rumah siput dalam irama sirkadian, tergantung pada suhu lingkungan dan cahaya. Serkaria muda yang sangat mobile, bergantian antara gerakan ke atas kuat dan tenggelam untuk mempertahankan posisi mereka di dalam air. Kegiatan Cercarial terutama dirangsang oleh turbulensi air, oleh bayangan dan bahan kimia yang ditemukan pada kulit manusia. GEJALA Gejala :

3 Stadium : a. Masa tunas biologik ( fase serkaria menembus kulit sampai jadi dewasa ). b. Stadium akut ( fase cacing betina bertelur ). c. Stadium menahun ( fase penyembuhan jaringan ) A. Masa Tunas Biologik : Gejala kulit dan alergi. Eritema, papul, gatal, panas. Hasil metabolik : urtikaria, edema angioneurotik. Gejala paru. Batuk berdahak, kadang disertai darah Gejala toksemia. Malaise, mual muntah, tidak nafsu makan, sakit perut, tenesmus, hepatosplenomegali B. Stadium Akut : Demam, malaise, berat badan turun. Diare, jika berat akan menjadi disentri. Hepatomegali. Splenomegali.

C. Stadium Menahun : Sirosis hepatis. Asites, ikterus. Edema tungkai. Splenomegali.

DIAGNOSIS Penemuan telur di tinja dan urin Serologis Biopsi rektum, vesica urinaria, hati. Sebagai diagnosis definitif S. mansoni & S. Japonicum : Kadang dalam feses ditemukan darah Ditemukan adanya Hematuri dan disuria

TERAPI Istirahat Diet Medikamentosa Line pertama : praziquantel 40 mg/kgBB bersama makanan atau 3 x 20 mg/kgBB hanya sehari Obat alternatif : ozamniquine 20 mg/kgBB selama 3 hari Metrifonate 10 mg/kgBB

KOMPLIKASI Komplikasi Hipertensi portal Splenomegali Varises esophagi Gangguan fungsi hati: ikterus, asites, koma hepatikum Hipertensi pulmonal dengan korpulmonale, gagl jantng kanan

Gangguan usus besar berupa striktur, granuloma besar, infeksi salmonella yang menetap, poliposis kolon, yang mngakibatkan berak darah, anemia, hipoalbuminemia, dan clubbing finger Kontraktur leher buli buli sering disertai kerusakan M detrusor Batu buli buli Obstruksi ren dan buli buli Gagal ginjal kronik PENCEGAHAN Pencegahan Jangan berenang d air tawar daerah endemik Minum air masak atau aman konsumsi Air mandi dihangatkan dulu 105F selma 5 menit untuk daerah endemik Handuk kering

Вам также может понравиться