Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan yang serius diberbagai negara, baik di negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas. Dewasa ini gagal jantung banyak dijumpai dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Begitu juga dengan risiko untuk menderita gagal jantung, 10% untuk kelompok di atas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun. Data dari American Heart Association Society (AHA) 2003 menunjukkan, peran gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan penyebab kematian bertambah. Di AS 4,8 juta penderita dengan gagal jantung dan setiap tahun bertambah 550 ribu. Setiap tahun gagal jantung menyebabkan kematian 290 ribu orang. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita gagal jantung mencapai 22 juta pasien pada tahun 2002. Sedangkan di Indonesia menurut catatan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (bagian kardoiologi FKUI) melaporkan peningkatan dari 9% ditahun 1999 menjadi 11% ditahun 2001, dengan angka kematian 9% ditahun 2004 dengan angka kematian 8% di tahun 2007. Karena itulah, penanganan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal.

BAB II LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien : : Tn. E

Nama

Jenis kelamin : Pria Usia Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Alamat MRS : 47 tahun : Islam : Kutai :: Petani : Kota Bangun Kukar : 20 April 2009

II.

Anamnesa :

Autoanamnesa tgl 21 April 2009 Keluhan Utama : Sesak nafas Keluhan Tambahan : Perut dan kedua kaki bengkak

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu. Sesak sering timbul saat pasien melakukan aktivitas ringan bahkan saat istirahat sekalipun. Pasien juga mengeluhkan dirinya gampang lelah, dan sering terbangun pada malam hari karena sesak. Sesak sedikit berkurang bila pasien beristirahat dengan posisi berbaring setengah duduk. Untuk itu pasien tidur dengan diganjal 2 bantal. Sesak dirasakan semakin berat sejak 2 minggu belakangan ini. Sesak nafas tidak disertai dengan batuk ataupun nafas yang berbunyi. Sesak juga tidak dipengaruhi oleh cuaca panas atau dingin. Pasien

juga mengeluhkan tidak selera makan dan bila makan akan terasa penuh dan semakin sesak. Sebelumnya pasien sudah merasakan timbulnya sesak sejak 9 tahun yang lalu. Dan pasien juga sudah sering ( > 5 x) dirawat di ICCU RS. AWS karena sesaknya itu. Selain itu pasien juga merasakan bengkak pada kedua kakinya sejak 2 minggu sebelum MRS. Bengkak semakin bertambah, tidak nyeri dan lambat kembali saat ditekan. Selain itu pasien juga merasakan perutnya dan tangannya juga membengkak sejak 3 hari sebelum MRS. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama yaitu sesak nafas sejak tahun 2000 (9 tahun yang lalu) Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi Tidak ada riwayat kencing manis

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini. Tidak ada anggota keluarga yang meninggal mendadak karena serangan jantung maupun memiliki riwayat sakit jantung Terdapat riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga. Tidak ada riwayat kencing manis dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan : Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu sebanyak 2 bungkus / hari Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol

III.

Pemeriksaan Fisik : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Cukup

Keadaan Umum Kesadaran Gizi

Berat Badan Tinggi Badan Tanda Vital - Tekanan Darah - Nadi - Pernafasan - Suhu

: 80 kg : 170 cm

: 100 / 60 mmHg : 60 x/menit, frekuensi ireguler, isi lemah : 38 x /menit (cepat & dalam) : 37 0 C (Aksiler)

Status Generalis Kepala

: : Normocephali, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut

Mata

: Pupil bulat isokor, konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)

Telinga Hidung Mulut

: Normotia, sekret -/: septum lurus ditengah, sekret -/: mulut kering (-), lidah kotor (-), papil eutrofi, mukosa tidak hiperemis. Gigi geligi caries -, tidak ada gigi yang tanggal

Tenggorokan Leher

: Tonsil T1/T1 tenang, faring hiperemis (-) : Deviasi trakea (-), JVP 5+4 cm H20, KGB tidak teraba membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thorax depan : Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis tidak teraba :

Batas kanan jantung : ICS IV medial garis parasternal dextra Batas atas jantung Batas kiri jantung Auskultasi : ICS III garis parasternal sinistra : ICS VI garis midklavikular sinistra

: Murmur (+), dengan punctum maximum di apex, fase sistolik, tipe pansistolik, nada rendah dan terdapat penyebaran ke axilla kiri, S3 gallop (+)

Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Gerak nafas simetris, bentuk dada normal : Fremitus raba dextra = sinistra : Sonor pada seluruh lapangan paru : Suara nafas vesikuler, ronchi ( wheezing ( ) )basah halus,

Thorax belakang : Inspeksi : Bentuk simetris, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-), gerak nafas simetris Palpasi Perkusi : Fremitus raba dextra = sinistra : Batas bawah paru kanan Batas bawah paru kiri : thorakal IX : thorakal X

Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi ( wheezing ( ) )basah halus,

Abdomen Inspeksi Palpasi

: : Cembung, sikatriks (-), striae (-), dilatasi vena (-) : Soefl, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar, lien, ginjal sulit dinilai, pembesaran KGB inguinal (-)

Perkusi Auskultasi

:Redup, Shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-) : Bising usus (+) normal

Extremitas

: akral hangat, edema lengan (+/+), edema tungkai (+/+), jenis pitting, sianosis -/-, terdapat bekas luka akibat alergi obat

IV.

Pemeriksaan Penunjang Lab tgl. 20 April 2009 GDS Hb Ht Leukosit Trombosit Ureum Creatinin Na K Cl = 98 mg/dL = 17,9 g/dL = 57,2 % = 9000/mm3 = 189.000/mm3 = 73,4 mg/dL = 1,8 mg/dL = 126 mmol/dL = 4,3 mmol/dL = 93 mmol/dL

Lab tgl. 21 April 2009 GDS = 177 mg/dL Hb = 17,4 g/dL Ht = 55,4 % Leukosit = 10.000/mm3 Trombosit = 178.000/mm3 SGOT = 54 U.I SGPT = 50 U.I Bilirubin total = 3,1 mg/dL Bilirubin direk = 1,5 mg/dL Bilirubin indirek = 1,6 mg/dL Protein total = 7,0 mg/dL Albumin = 2,9 mg/dL Globulin = 4,1 mg/dL Cholesterol = 121 mg/dL Asam urat = 15,5 mg/dL Ureum = 88,7 mg/dL Creatinin = 1,2 mg/dL Na = 124 mmol/dL K = 4,6 mmol/dL Cl = 91 mmol/dL Lab tgl. 24 April 2009 Hb Ht Leukosit Trombosit = 17,8 g/dL = 56,3 % = 8.100/mm3 = 139.000/mm3

Lab tgl. 28 April 2009 GDS Hb = 134 mg/dL = 17,0 g/dL

Ht Leukosit Trombosit Albumin Ureum Creatinin Na K Cl

= 51,0 % = 8.200/mm3 = 169.000/mm3 = 3,6 mg/dL = 111,8 mg/dL = 1,1 mg/dL = 114 mmol/dL = 5,2 mmol/dL = 83 mmol/dL

Lab tgl. 01 Mei 2009 GDS = 151 mg/dL Hb = 17,1 g/dL Ht = 51,2 % Leukosit = 8.600/mm3 Trombosit = 162.000/mm3 SGOT = 73 U.I SGPT = 84 U.I Bilirubin total = 2,7 mg/dL Bilirubin direk = 1,7 mg/dL Bilirubin indirek = 1,0 mg/dL Protein total = 7,6 mg/dL Albumin = 3,0 mg/dL Globulin = 4,6 mg/dL Cholesterol = 99 mg/dL Trigliserida = 68 mg/dL HDL = 40 mg/dL LDL = 50 mg/dL Asam urat = 13 mg/dL Ureum = 121,1 mg/dL Creatinin = 1,4 mg/dL Lab tgl. 05 Mei 2009 GDS Hb Ht Leukosit Trombosit Asam urat Ureum Creatinin = 106 mg/dL = 15,5 g/dL = 50,8 % = 8.600/mm3 = 166.000/mm3 = 11,3 mg/dL = 112,1 mg/dL = 2,6 mg/dL

Lab tgl. 06 Mei 2009 Ureum Creatinin = 108,5 mg/dL = 1,2 mg/dL

Lab tgl. 08 Mei 2009 Ureum Creatinin = 87,7 mg/dL = 1,5 mg/dL

Thorax foto tgl. 20 April 2009 : Cor Pulmo Kesan : CTR = 21 x 100%= 75% 28 : sulit dinilai : Cardiomegali

EKG :

V.

Diagnosis Kerja Decompensatio cordis functional class IV et causa CAD OMI Inferior + Anterior

VI.

Usul Pemeriksaan Tambahan Echocardiography Kateterisasi jantung Treadmill test

VII.

Penatalaksanaan ISDN 3 x 5mg Lasix Tab 2 x 1 Spirolactone 20mg 1-0-0 Captopril 3x 6,25mg Bisoprolol 5mg 0-0- Alprazolam 0,5mg 0-0- Digoxin 0,2gr 1 x 1

VIII.

Prognosis Dubia ad malam

BAB III ANALISA KASUS

I.

Anamnesa FAKTA TEORI

Sesak nafas saat melakukan aktivitas Dispneu on effort ringan Sering terbangun pada malam hari Paroxysmal nocturnal dispneu karena sesak Tidur dengan diganjal 2 bantal untuk Orthopneu mengurangi sesaknya Sesak nafas tidak disertai batuk Gampang lelah Batuk terutama malam hari Fatigue

Tidak selera makan dan bila makan Anorexia akan terasa penuh dan semakin sesak Bengkak pada kedua kakinya sejak 2 Edema tungkai minggu SMRS Perutnya membengkak sejak 3 hari Ascites SMRS Pasien juga sudah sering (>5x) dirawat Riwayat penyakit jantung sebelumnya di ICCU RS. AWS karena sesak sejak tahun 2000

Berdasarkan hasil anamnesa pada pasien, mengarah kepada suatu penyakit jantung dengan keluhan keluhan khas penyakit jantung sesuai dengan kriteria Framingham, dimana pada pasien tersebut didapatkan 1 kriteria mayor (Paroxysmal nocturnal dispneu atau Orthopneu) dan 2 kriteria minor (edema ekstremitas bawah, dispneu on effort) pada saat yang bersamaan, sehingga dari hasil anamnesa ini mengarahkan kita kepada diagnosa decompensatio cordis atau gagal jantung. Dan berdasarkan klasifikasi kelas fungsional NYHA, digolongkan kedalam decompensatio cordis kelas IV dimana pasien tidak dapat melakukan

10

aktivitas fisik dan terasa sesak, mudah lelah sudah timbul walaupun saat pasien istirahat. Pada gagal jantung kongestif akan didapatkan manifestasi klinis yang merupakan gabungan antara gagal jantung kiri dan kanan. Gejala gagal jantung kiri dikenali dari anamnesa yang mengarah kepada dispneu yang khas pada pasien dekompensasi kordis antara lain dispneu on effort, ortopneu dan paroxysmal nocturnal dispneu. Selain itu didapatkan pula gejala fatigue serta penurunan aktivitas. Sedangkan gejala gagal jantung kanan yang terdapat pada pasien yaitu adanya asites dan edema tungkai yang disebabkan oleh adanya hepatomegali kongestif akibat peningkatan tekanan pada vena kava. Anoreksia dengan nyeri abdomen dan rasa penuh berkaitan dengan kongesti hepar dan sistem vena porta.

II.

Pemeriksaan Fisik FAKTA TEORI Dispneu (RR = 40x/menit) Tekanan darah dapat tinggi, normal atau rendah jantung karena perburukan disfungsi

RR = 38 x /menit (cepat & dalam) TD = 100/60

Nadi :

60

x/menit,

frekuensi Pada gagal jantung yang berat, tekanan nadi mungkin berkurang menunjukkan penurunan volume sekuncup Ikterus berkaitan dengan peningkatan

ireguler, isi lemah

Ikterus (+/+)

bilirubin langsung; timbul akibat gangguan fungsi hati sekunder terhadap kongesti paru & hipoksia hepatoseluler berkaitan dengan atropi lobulus sentral.

JVP 5 + 4 Rhonki basah halus pada basal (+) Batas kanan jantung :

Distensi vena jugularis Rhonki basah karena peningkatan tekanan vena pulmonalis ICS IV Cardiomegali (batas jantung bergeser ke lateral dan inferior

medial garis parasternal dextra

11

Batas atas jantung

ICS

III

garis parasternal sinistra Batas kiri jantung : ICS VI Murmur (+) S3 gallop (+) Ascites, terjadi sebagai konsekuensi dari transudasi & timbul akibat meningkatnya tekanan dalam v. Hepatika & vena yang mendrainase peritoneum Edema tungkai Edema tungkai Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda yang memenuhi kriteria mayor dan minor dari Framingham. Kriteria mayor berupa distensi vena jugularis, rhonki basah, cardiomegali dan S3 gallop. Sedangkan kriteria minor berupa edema ekstremitas dan dispneu on effort. Hal ini semakin memperkuat diagnosa kearah decompensatio cordis kelas IV.

garis midklavikular sinistra Murmur (+) S3 gallop (+) Ascites

III.

Pemeriksaan Penunjang FAKTA TEORI ANALISA RR = 38 x /menit RR = 38 x /menit (cepat & dalam) TD = 100/60 (cepat & dalam) TD = 100/60

Nadi : 60 x/menit, Nadi : 60 x/menit, frekuensi ireguler, isi lemah frekuensi ireguler, isi lemah

Ikterus (+/+)

Ikterus (+/+)

12

JVP 5 + 4

JVP 5 + 4

Rhonki basah halus Rhonki basah halus pada basal (+) pada basal (+) Batas kanan jantung : Batas kanan jantung : ICS IV medial garis parasternal dextra Batas atas jantung ICS III : ICS IV medial garis parasternal dextra Batas atas jantung ICS III :

garis

garis

parasternal sinistra Batas kiri jantung ICS VI :

parasternal sinistra Batas kiri jantung ICS VI :

garis

garis

midklavikular sinistra

midklavikular sinistra

Murmur (+) S3 gallop Murmur (+) S3 gallop (+) (+)

IV.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan dari ketiga hal tersebut ternyata sebagian besar memenuhi kriteria Framingham sehingga didapatkan diagnosa decompensatio cordis kelas IV.

V.

Penatalaksanaan FAKTA TEORI Bed rest ANALISA Dengan bed rest diharapkan dapat mengurangi beban fisik jantung.

Bed rest

Oksigen 3 lt/men

Oksigen 3 lt/men

Oksigen relaksan

merupakan paru yang

faktor dapat

13

menurunkan afterload ventrikel kanan sehingga aliran darah paru dapat lebih lancar dan membantu jantung memberikan oksigenasi yang memadai untuk seluruh jaringan tubuh ISDN 3 x 5mg Lasix Tab 2 x 1 Spirolactone 20mg 1-0-0 Captopril 6,25mg Bisoprolol 5mg 0-0- Alprazolam 0,5mg 0-0- Digoxin 0,2gr 1 x 1 3x Ikterus (+/+) Nadi : 60 x/menit, frekuensi isi lemah Oksigen 3 lt/men ireguler,

VI.

Prognosis Prognosis dari kasus ini adalah buruk dengan angka mortalitas sekitar >80% (berdasarkan klasifikasi KILLIP). Hali ini didasarkan pada sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung yaitu sebagai berikut : Keadaan klinis Keluhan dan gejala yang dialami pasien mengarah pada kondisi klinis yang buruk. Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya kegagalan jantung dalam memompa darah untuk menuhi kebutuhan darah seluruh tubuh dan telah timbul berbagai macam komplikasi akibatnya.

14

Hemodinamik Biokimia Pada pasien terdapat hiponatremi. Aritmia

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

IV.1

Definisi Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi

jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan / atau kemampuannya hanya ada bila disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Kegagalan jantung untuk memompa darah atau penurunan kemampuan pompa jantung menyebabkan 2 efek utama yaitu penurunan curah jantung dan pembendungan darah divena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena. Dua hal inilah yang akan menyebabkan berbagai manifestasi klinis pada pasien. Bila terjadi penurunan curah jantung sampai derajat yang membahayakan, akan muncul bahaya reflek sirkulasi pada tubuh yang diaktifkan, diantaranya adalah reflek baroreseptor, reflek kemoreseptor yang akan mengaktifkan sistem saraf pusat. Selain itu sistem renin angiotensin juga berperan penting dalam merespon penurunan curah jantung. Pembendungan darah di vena terjadi karena aliran darah yang tertahan didalam vena, sebagai akibat dari penurunan kemampuan pompa jantung. Penurunan curah jantung ini memberikan pengaruh yang luas terhadap fungsi ginjal. Aliran darah yang rendah mengakibatkan kemampuan ginjalmensekresikan garam dan air menjadi rendah sehingga urin

15

yang dikeluarkan menjadi sedikit. Oleh karena itu mulailah terjadi retensi cairan dan akan berlangsung terus menerus sehingga aliran darah tertahan dalam vena, kecuali jika dilakukan tindakan terapi.

IV.2

Etiologi

Gagal jantung merupakan keadaan klinis yang harus selalu dicari penyebabnya. Penyebab gagal jantung dibagi menjadi 2 yaitu : a. Gangguan fungsi sistolik 1) Gangguan unit miokardium Infark miocard Fibrosis otot jantung Kardiomiopati Miokarditis berat Aritmia Gangguan miokard akibat obat obatan atau alkohol

2) Pembebanan mekanik yang berlebihan dalam waktu lama Kenaikan beban tekanan o Tahanan sentral yang meninkat (misal: pada stenosis katup mitral) o Tahanan perifer yang meningkat (misal: pada hipertensi) Kenaikan beban volume o Regurgitasi katup aorta o Fistula arteriovena b. Gangguan fungsi diastolik Kardiomiopati Fibrosis Amiloidosis

16

IV.3

Faktor Predisposisi

1. Infark miocard Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi, selain tidak ada gejala klinis, kadang kadang infark baru yang terjadi dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu terjadinya gagal jantung. 2. Miokarditis Pada reumatik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lain yang mengenai miokard dapat menggenggu fungsi miokard pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya. 3. Aritmia Pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih

terkompensasi, aritmia merupakan faktor pemicu gagal jantung yang paling sering. Aritmia menimbulkan efek yang mengganggu antara lain : Takiaritmia mengurangi periode waktu yang tersedia untuk pengisian ventrikel Pemisahan yang terjadi antara kontraksi atrium dengan ventrikel yang khas pada kebanyakan aritmia menyebabkan hilangnya mekanisme pompa penguat atrium, karenanya meningkatkan tekanan atrium Aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih terganggu karena hilangnya keselarasan kontraksi ventrikel yang normal Bradikardi yang nyata disertai AV blok komplit atau bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi curah jantung kecuali volume sekuncup meningkat. 4. Hipertensi sistemik Peningkatan tekanan arteri yang cepat, seperti yang terjadi pada beberapa hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena penghentian obat antihipertensi dapat menyebabkan gagal jantung. 5. Emboli paru

17

Pasien yang tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai resiko tinggi membentuk trombus dalam vena tungkai bawah atau panggul. Dalam perjalanan selanjutnya trombus dapat menjadi embolus hingga ke paru. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel. 6. Infeksi Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap infeksi paru. Infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Gejala gejala infeksi seperti demam, takikardi dan hipoksemia serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan memberi tambahan beban kepada miokard yang sebelumnya telah memiliki kelainan dasar. 7. Anemia Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung. Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat dipertahankan oleh jantung normal, tetapi pada jantung yang sakit tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk dialirkan ke perifer. Akibatnya, penghantaran oksigen ke perifer tidak akan memadai dan memicu terjadinya gagal jantung. 8. Endokarditis infektif Kerusakan katup tambahan, anemia, demam dan miokarditis yang seringkali muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat sendiri atau bersama sama memicu gagal jantung. 9. Tirotoksikosis dan kehamilan Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi jaringan yang memadai membutuhkan peningkatan curah jantung. Intensifikasi gagal jantung yang sebenarnya mungkin merupakan salah atu penampakan klinis hipertiroidisme pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasari sebelumya. Demikian juga, gagal jantung tidak jarang terjadi pertama kali selama kehamilan. 10. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan

18

Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat, transfusi darah, kegiatan fisik yang terlalu berat, panas lingkungan yang berlebihan dan stres emosional dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat terkompensasi.

IV.4

Patofisiologi Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban

hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel normal, jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme adaptasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Mekanisme Kompensasi Tiap mekanisme kompensasi jantung berikut memberikan manfaat hemodinamik segera, namun dengan konsekuensi merugikan jika terjadi dalam jangka panjang yang berperan dalam perkembangan gagal jantung kongestif 1. Efek Neurohormonal Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (sistem RAA) Akibat curah jantung yang berkurang akan menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang selanjutnya menstimulasi sistem RAA. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen ginjal, yang

menstimulasi pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis dan menghambat tonus vagal. Selain itu, angiotensin II membantu pelepasan aldosteron dari kelenjar adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air serta eksresi kalium diginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron sehingga meningkatkan kadar

aldosteron lebih lanjut. Aktivasi sistem saraf simpatik Aktivasi sistem saraf simpatik pada gagal jantung kongestif melalui baroreseptor menghasilkan peningkatan kontraktilitas miokard pada awalnya,

19

namun kemudian pada aktivasi sistem RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan tonus vena (preload jantung) dan tonus arteri (afterload jantung), meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif garam dan air serta edem. Stimulasi simpatik kronis menghasilkan regulasi turun-reseptor jantung, menurunkan respon jantung terhadap stimullasi. Kejadian ini bersama dengan gangguan baroreseptor kemudian akan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik lebih lanjut. Peptida natriuretik Peptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal dan sistem saraf pusat. 1) Peptida natriuretik atrial (ANP) dilepaskan dari atrium jantung sebagai respon terhadap peregangan serta menyebabkan natriuresis dan dilatasi. 2) Peptida natriuretik otak (BNP) juga dilepaskan dari jantung, terutama dari ventrikel dan dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi nartium gnjal Peningkatan kadar hormon antidiuretik (ADH) Kadar hormon ADH juga meningkat, menyebabkan vasokontriksi dan berperan dalam retensi air dan hiponatremi. Sekresi endotelin Endotelin merupakan peptide vasokonstriktor poten yang disekresikan oleh sel endotelial vaskuler yang membantu retensi natrium diginjal.

2. Efek Hemodinamik Hipertrofi miokard Pada hipertrofi miokard, terjadi peningkatan massa elemen kontraktil yang memulihkan peningkatan stres dinding ventrikel menjadi normal dan memperbaiki kontraksi sistolik, namun juga meningkatkan kekakuan dinding ventrikel serta menurunkan pengisian ventrikel dan fungsi diastolik Mekanisme Frank-Starling

20

Mekanisme Frank-Starling berupa konstriksi vena sistemik dan retensi natrium serta air meningkatkan tekanan atrium dan tekanan serta volume akhir diastolik ventrikel (meningkatkan preload), pemanjangan sarkomer dan kontraksi myofibril diperkuat. Redistribusi curah jantung Redistribusi ini paling jelas waktu pasien gagal jantung melakukan exercise, tetapi bila gagal jantung berlanjut, redistribusi terjadi bahkan dalam keadaan basal. Aliran darah diredistribusi sehingga penghantaran oksigen keorgan vital seperti otak dan miokard dipertahankan pada kadar yang normal atau mendekati normal, sedangkan aliran ke area yang kurang kritis seperti kutaneus, muskularis dan viscera menjadi berkurang. Vasokontriksi yang diperantarai oleh sistem saraf adrenergik sangat bertanggungjawab untuk banyak manifestasi gagal jantung seperti akumulasi cairan (berkurangnya aliran ginjal), demam derajat rendah (berkurangnya aliran kutaneus) dan kelelahan (berkurangnya aliran otot).

IV.5

Manifestasi Klinis Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,

gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut. Pada gagal jantung kiri akan menyebabkan gejala gejala akibat bendungan darah di paru seperti dyspnea deffort , fatigue, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatigue, edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi

21

P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, splenomegali kongestif, ascites dan edema pitting. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.

Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham) Kriteria mayor 1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea 2. Peningkatan tekanan vena jugularis 3. Ronki basah tidak nyaring 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Gallop S3 7. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O 8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor 1. Edema ekstremitas bawah 2. Batuk malam hari 3. Dyspnea deffort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum 7. Takikardi ( nadi >120x/menit)

Kriteria mayor atau minor Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :

22

Kelas I : Tidak ada batasan; aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan, sesak atau palpitasi Kelas II : Sedikit batasan pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat istirahat tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan kelelahan, sesak atau palpitasi Kelas III : Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat istirahat tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, sesak atau palpitasi Kelas IV : Tidak dapat melakukan aktivitas fisik; keluhan gagal jantung sudah timbul saat pasien istirahat.

IV.6

Pemeriksaan Penunjang

Radiografi thorax Bayangan jantung dapat membesar pada proyeksi PA (CTR >50%). Pembesaran atrium kiri dapat diperlihatkan oleh gambaran double contour. Menonjolnya vena pulmonalis apikal menunjukkan meningkatnya tekanan pengisian atrium kiri. Pada keadaan edema paru, akan didapatkan gambaran infiltrat prekordial pada kedua paru. Efusi pleura dapat dilihat dari keadaan sudut costofrenikus yang tumpul. Proyeksi lateral mengidentifikasi

pembesaran ventrikel kanan dengan adanya penyempitan ruang udara retrosternal. Elektrokardiografi EKG dapat memperlihatkan bukti infark miokardium yang terjadi sebelumnya. Penemuan-penemuan biasanya non spesifik, misalnya kelainan konduksi, aritmia, kelainan ST dan gelombang T. Mungkin terdapat bukti hipertrofi ventrikel kanan atau kiri dan pembesar atrium kanan atau kiri. Echokardiografi Echokardiografi sangat berguna dalam menyingkirkan lesi katup stenotik atau efusi pecicardial. Ukuran ruang ventrikel kiri dan ketebalan dinding dapat dengan teliti diukur untuk menilai efek beban tekanan kronis atau beban
23

volume kronis. Selain itu, kontraktilitas ventrikel kiri dapat diukur dengan suatu fraksi ejeksi (normal, >50%) Kateterisasi jantung Teknik ini adalah alat diagnostik yang terakhir untuk menetapkan penyebab gagal jantung kongesif. Penilaian tekanan intrakardiak dan curah jantung akan menentukan beratnya gangguan fungsi miokardium atau lesi katup. Sineangiografi koroner akan mengidentifikasi penyakit arteri koroner. Sineangiografi ventrikel kiri mengukur volume ventrikel kiri dan faksi ejeksi serta mengukur beratnya regurgitasi mitral. Sineangiografi ventrikel kanan mengevaluasi fungsi sistolik ventrikel kanan dan beratnya regurgitasi trikuspidalis. Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah lengkap direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan infeksi (leukositosis) sebagai pemicu terjadinya gagal jantung Pemeriksaan serum elektroit Diperlukan sebagai referensi sebelum pemberian obat obatan untuk menghindari terjadinya hiponatremia atau hiperkalemia. Tes fungsi ginjal Pada pasien gagal ginjal biasanya terjadi peningkatan serum ureum dan kreatinin karena renal insufisiensi akibat menurunnya aliran darah keginjal karena penurunan cardiac output jantung. Hal ini berpengaruh terhadap onset dan durasi obat obatan yang akan diberikan. Tes fungsi hepar Adanya hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak akan berpengaruh terhadap fungsi hepar yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada serum SGOT / SGPT. Pada kasus gagal jantung akut dapat juga terjadi hiperbilirubinemia. Pepetida natriuretik B (BNP) BNP adalah polipeptida asam amino yang terdiri dari cincin 17 asam amino. BNP plasma disekresi oleh ventrikel jantung sehingga lebih

24

sensitif dan spesifik sebagai pananda adanya disfungsi ventrikel dibandingkan peptida natriuretik lainnya. BNP meningkat seiring dengan peningkatan usia dan pada pasien gagal jantung. Pemeriksaan BNP serum <100 pg/mL menandakan bukan gagal jantung, 100 500 pg/mL kemungkinan gagal jantung dan >500 pg/mL adalah gagal jantung.

IV.7

Penatalaksanaan

Terapi dekompensatio kordis secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen: 1) 2) 3) Menghilangkan faktor predisposisi Memperbaiki penyebab yang mendasari Mengendalikan keadaan dekompensatio kordis, dengan cara: a) Mengurangi beban kerja jantung Mengurangi kegiatan fisis Mengistirahatkan emosi Mengurangi afterload

b) Mengendalikan retensi berlebih garam dan air Diet rendah garam Diuretika Indikasi. Diuretika diindikasikan untuk semua pasien dengan gangguan fungsi jantung sistolik, karena retensi natrium dan air adalah sekuel patofisiologi dalam keadaan ini. Cara kerja. Diuretika meningkatkan ekskresi natrium dan air, memperbaiki gejala kongesti dengan mengurangi tekanan

pengisian, dan memperbaiki fungsi ventrikel dengan mengurangi tekanan dinding ventrikel karena berkurangnya ukuran rongga. Pilihan 1. 2. 3. Diuretika tiazid Diuretika ansa (asam etakrinat, furosemid dan bumetamid) Diuretika hemat kalium (spironolakton, triamteren dan amilorid)

25

Vasodilator Indikasi. Terapi vasodilator telah terbukti dapat mengurangi angka mortalitas pada penderita dekompensatio kordis kelas IV (menurut NYHA). Banyak percobaan yang sedang dilakukan untuk mengevaluasi beberapa kombinasi vasodilator, dengan tekanan khusus pada obat-obat ACE inhibitor. Cara kerja. Bertambahnya aktivitas neurohumoral simpatik adalah suatu mekanisme kompensasi akiut dan kronis yang penting pada dekompensatio kordis. Peningkatan tonus vena yang

diakibatkannya membantu aliran balik vana ke jantung kanan dan kiri. Aktivitas simpatik yang meningkat juga mengakibatkan meningkatnya tonus arteri, yang meningkatkan tekanan dinding dan dapat menekan lebih jauh fungsi ventrikel dan volume sekuncup. Tetapi vasodilator menurunkan resistensi pembuluh darah perifer, memperbaiki volume sekuncup dan curah jantung sambil menurunkan tekanan pengisian yang normal atu berkurang, terapi vasodilator mungkin tidak mengakibatkan perubahan atau

penurunan curah jantung. Pilihan 1. ACE ihibitor Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan untuk meningkatkan morbiditas dan mortilitas. Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. 2. Angiotensin II reseptor bloker (ARB) Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor ARB sama efektifnya dengan ACE inhibitor pada dekompensatio kordis dalam menurunkan morbiditas dan mortilitas. Pada infrak miokard dengan dekompensatio kordis, ARB sama efektif dengan ACE inhibitor dalam menurunkan mortalitas.

26

Dapat dipertimbangkan penambahan ARB pada pemakaian ACE inhibitor pada pasien yang simptomatik guna

menurunkan mortalitas. 3. Hidralazin-Nitrat oral Dapat dipakai sebagai tambahan pada keadaan di mana pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor atau dengan ARB. Kombinasi nitral oral (ISDN 20 mg) dengan kalsium antagonis (hidralazin 37,5 mg), tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan dekompensatio kordis. c) Memperbesar kemampuan kontraksi miokard (inotropik positif) Digitalis Indikasi : Pasien dengan kardiomegali, penurunan fungsi sistolik dan kongesti vena pulmonalis harus dimulai dengan digitalis. Karena hipokalemia yang diakibatkan oleh pemberian terapi diuretika dapat menyebabkan predisposisi untuk aritmia yang berkaitan dengan digitalis, maka elektrolit serum harus dipantau dengan teliti bila obat ini mulai diberikan. Cara kerjA : Daya kerja utama senyawa digialis adalah berlaku sebagai perangsang inotropik positif, yang mungkin sekali berhubungan dengan kerja penghambatan pada natrium-kalium ATPase membran oleh obat ini. Akibatnya adalah peningkatan konsentrasi natrium intrasel, yang menyebabkan peningkatan kalsium intrasel untuk proses kontraksi. Oleh karena itu, efek inotropik positif dari senyawa digitalis tidak diperantarai oleh pelepasan katekolamin atau peningkatan kepekaan terhadap katekolamin dan efek inotropik positif akan tetap ada meskipun terdapat b bloker dalam dosis penuh. Efek elektrofisiologik utama dari digitalis pada jantung diperantarai oleh suatu efek vagus yang kuat dan mungkin oleh penghambatan langsung pada mekanisme pompa natrium-kalium. Perlamatan konduksi oleh AV node disertai dengan pengurangan kecepatan ventrikel, perpanjangan diastolik

27

dan meningkatnya waktu untuk pengisian diastolik. Ini membuat terapi digitalis sangat sesuai untuk penanganan gagal jantung yang disertai dengan komplikasi supraventrikuler takikerdi dan atrial fibrilasi. Pilihan : 1. Digoksin 2. Digitoksin Obat simpatomimetik Cara kerja. Merangsang reseptor b adrenergik. Pilihan. Dobutamin atau dopamin Penghambat fosfodiesterase Cara kerja. Mencegah perusakan cAMP oleh enzim

fosfodiesterase di dalam sel. Pilihan. Amrinon.

IV. 8 Prognosis Studi dari Framingham dengan data selama 30 tahun

menggambarkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun pada pasien gagal jantung adalah 60% pada laki laki dan 45% pada perempuan. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung yaitu sebagai berikut : Keadaan klinis Semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis semakin buruk prognosis. Hemodinamik Semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi ejeksi, semakin buruk prognosis. Biokimia Terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopresin dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremi.dikaitkan dengan prognosis yang buruk.

28

Aritmia Fokus ektopik bentrikel yang sering atau takikardi ventrikel menandakan prognosis yang buruk. Klasifikasi KILLIP Merupakan klasifikasi yang digunakan untuk menentukan prognosis pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Kelas I II III IV Gambaran Klinis Tidak ada tanda disfungsi LV Gallop S3 dengan atau tanpa kongesti paru Edem berat paru akut Syok kardiogenik Mortalitas 0 6% 30% 40% >80%

29

Вам также может понравиться