Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I PENDAHULUAN

Pertumbuhan berarti bertambah besar salam aspek fisik/materi akibat multiplikasisel dan bertambahnya jumlah zat intraseluler. Pertumbuhan dapat diukur contohberat badan dan tinggi badan. Digunakan untuk menilai status gizi anak. Perkembangan digunakan untuk menunjukan bertambahnya keterampilan danfungsi yang kompleks. berkembang Seseorang berkembang dalam pengaturan neuromuscular, memeprgunakan tangan kanannya dan terbentuk pula

dalam

kepribadiannya (mental dan emosi).

BAB II GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

A. Gangguan Bicara dan Bahasa Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan

bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal seperti anak lainnya. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.

B. Cerebral Palsy Lumpuh otak (bahasa Inggris: cerebral palsy, spastic paralysis, spastic hemiplegia, spastic diplegia, spastic quadriplegia, CP) adalah suatu kondisi terganggunya fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir.[1] Penyebab lumpuh otak sampai saat ini belum dapat dipastikan,[2] banyak orang beranggapan bahwa CP disebabkan oleh karena: o Bayi lahir prematur sehingga bagian otak belum berkembang dengan sempurna. o Bayi lahir tidak langsung menangis sehingga otak kekurangan oksigen saat dalam kandungan (bahasa Inggris: hypoxia) o Adanya cacat tulang belakang dan pendarahan di otak.
3

o Secara umum lumpuh otak dikelompokkan dalam empat jenis yaitu: o Spastik (tipe kaku-kaku) dialami saat penderita terlalu lemah atau terlalu kaku. Jenis ini adalah jenis yang paling sering muncul. Sekitar 65 persen penderita lumpuh otak masuk dalam tipe ini. o Atetoid terjadi dimana penderita yang tidak bisa mengontrol gerak ototnya, biasanya mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang aneh. o Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid. o Hipotonis terjadi pada anak-anak dengan otot-otot yang sangat lemah sehingga seluruh tubuh selalu terkulai. Biasanya berkembang menjadi spastic atau athetoid. Lumpuh otak juga bisa berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental, belajar, penglihatan, pendengaran, maupun bicara. Ciri-ciri Gejala lumpuh otak sudah bisa diketahui saat bayi berusia 3-6 bulan, yakni saat bayi mengalami keterlambatan perkembangan. Ciri umum dari anak lumpuh otak adalah: o Perkembangan motorik yang terlambat. o Refleks yang seharusnya menghilang tapi masih ada seperti: o Refleks menggenggam hilang saat bayi berusia 3 bulan o Bayi yang berjalan jinjit atau merangkak dengan satu kaki diseret. Terapi Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan lumpuh otak. Namun tetap ada harapan untuk mengoptimalkan kemampuan anak lumpuh otak dan membuatnya mandiri dengan terapi.

Terapi yang diberikan pada penderita lumpuh otak akan disesuaikan dengan: o o o Usia anak Berat/ ringan penyakit Menimbang dari area pada otak mana yang rusak.

Meski ada bagian otak yang rusak, namun sel-sel yang bagus akan menutupi sel-sel yang rusak, dengan cara mengoptimalkan bagian otak yang sehat seperti pemberian rangsangan agar otak anak berkembang baik. Rangsangan/ stimulasi otak secara intensif bisa dilakukan melalui panca indera. Salah satu cara adalah dengan Compensatory Dendrite Sprouting yaitu rangsangan agar dendrit tersebar dengan berimbang. Beberapa orangtua yang memiliki anak penderita lumpuh otak mengaku berhasil mengoptimalkan kemampuan anaknya lewat metode Glenn Doman . Metode ini digunakan untuk anak dengan cedera otak berupa patterning (pola) untuk melatih : o Gerakan kaki dan tangan (merayap, merangkak) o Menghirup oksigen (masking) untuk melatih paru-paru agar membesar. Sejak tahun 1998, lebih dari 1700 anak cedera otak mengalami perbaikan cukup berarti setelah melakukan terapi ini.

C. Sindrom Down Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Gejala atau tanda-tanda Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.

Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein)[2] seperti pada penderita Alzheimer. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain: o Pemeriksaan fisik penderita o Pemeriksaan kromosom o Ultrasonografi (USG) o Ekokardiogram (ECG) o Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling) Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

D. Perawakan Pendek Perawakan pendek atau short stature adalah keadaan anak dengan panjang

badan/tinggi badan di bawah persentil ke 3 (P<3) pada grafik pertumbuhan NCHS (National Centre for Health Statistics), atau -2 SD dari rata-rata pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Perawakan cebol (dwarfism) adalah bentuk perawakan pendek yang berat bila panjang/tinggi badan < 3 SD dari tinggi badan rata-rata. Patofisiologi Perawakan pendek dapat merupakan variasi normal, atau karena kelainan endokrin dan non endokrin. Terbanyak perawakan pendek adalah familial, rasial atau genetik. Perawakan pendek pathologis terjadi setelah malnutrisi, IUGR, dysmorphisme, masalah psikososial, penyakit sistemik yang kronis. Klasifikasi Klasifikasi perawakan pendek sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Variasi normal. Primer/intrinsik (kelainan pada sel atau struktur dari growth plate) Sekunder/eksternal (kelainan karena pengaruh luar dari growth plate) Idiopatik (umumnya familial atau penyebabnya tidak diketahui)

Pada kelainan genetik (Sindroma Turner), seringkali tak jelas, kemungkinan pengaruh psikososial yang dikaitkan dengan pengaruh lingkungan terhadap fungsi

neurohormonal yang disebut sebagai

functional hypopituitarism dengan akibat

kekurangan gizi pada bayi/anak yang tidak tumbuh (failure to thrive).

Gejala Klinik/Symptom o Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kejarnya tidak sempurna. o Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5 cm/tahun desimal. o Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada kelainan hormonal. o Umur tulang (Bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya. o Tanda-tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak, panjangnya penis dan volume testis). o Wajah tampak lebih muda dari umurnya. o Pertumbuhan gigi yang terlambat. o Pada gangguan psikososial : polidipsia, poliuria, kebiasaan makan abnormal, dari tempat sampah, sering muntah. Mencuri makanan, makan tanah, makan dari WC. Buang air besar/kecil dicelana, terlambat bicara, tempertantrum, insensitif terhadap nyeri, dan berjalan dalam tidur (night wandering). o Keadaan keluarga/rumah kacau karena kurang pengetahuan maka terjadi kegoncangan psikososial didalam keluarga.Yang dirisaukan adalah masalah keturunan. Diagnosis 1. Anamnesis Pada Antenatal, Natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan maturasi dalam keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi kongenital, KMK (Kecil Masa Kehamilan), penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna, kardiovaskuler, organ pernafasan dan ginjal).

10

2. Pemeriksaan o Pengukuran anthropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang lengan, panjang kaki). o Plot TB dan BB pada kurva pertumbuhan NCHS, dinilai menurut persentil yang sesuai. o Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya. o Menghitung kecepatan tumbuh tinggi badan (growth velocity) pada pengukuran ulang sedikitnya 3 bulan setelah pengukuran pertama. o Kelainan kongenital, kelainan saluran cerna, paru, kardiovaskuler, leher (webbed neck) kelenjar tyroid, pertumbuhan gigi. o Tanda-tanda pubertas menggunakan pedoman (standard) dari Tanner. o Mata : Funduskopi, Lapang pandang (visual field) o X-Ray : Bone Age (umur tulang) Tengkorak kepala/Sella Tursica. Bila perlu CT scan atau MRI

o Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit, calcium, fosfatase dan alkali fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone) atas indikasi. o Analisa khromosom. o Endoskopi/Biopsi usus o Pemeriksaan psikologik/psikiatrik. Differensial Diagnosis 1. Keterlambatan konstitusional (Constitutional Delay) : o Perlambatan pertumbuhan linier pada 3 tahun pertama o Maturasi fisik terlambat dibandingkan kelompok umur yang sama o Bone age sesuai dengan umur tingginya
11

o Tinggi badan maksimalnya normal. 2. Keluarga Pendek (familial) disebut juga sebagai variasi normal : o Pemeriksaan fisik normal. o Kecepatan tumbuh > 4 Cm/tahun, sekitar P25. (masih dalam rentang potensi genetik) o Bone age sesuai umur khronologis o Maturasi pubertas normal. 3. Sindrom Turner : o Didapatkan tanpa gejala yang klasik pada 60% kasus. o Leher pendek (webbed neck), jarak papilla mammae lebar, maturasi seks terlambat. o Setelah usia 9-10 tahun, FSH dan LH menunjukkan kegagalan ovarium. o Karyotyping untuk menetapkan diagnosa. 4. Defisiensi Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone Deficiency) o Kecepatan tumbuh < 4 Cm/tahun o Fungsi Tyroid Normal o Bone age terlambat o Uji stimulasi/provokasi untuk hormone pertumbuhan 5. Kelainan Tiroid o T4 rendah dan TSH meningkat kemungkinan : Thyroid binding protein defisiensi, gangguan pituitaria sekunder, gangguan Hipothalamus tertier. o Penderita harus dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut.

12

Penatalaksanaan o Psikoanalisa (pada ahli psikologi) o Medikamentosa o Konseling (Genetika atau Psikiatri) o Pemantauan (monitoring) Medikamentosa : Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar etiologinya. Anak dengan variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan, sedang dengan kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya, antara lain : o Nutrisi. o Organic disease . o Hormonal (pada defisiensi hormon pertumbuhan, sindroma Turner,hipotyroid dan lain-lainnya) o Mechanical/pembedahan (bone lengthening) pada skeletal dysplasia dan tumor. Implikasi : o Orang tua bertubuh pendek, kecepatan tumbuh anak normal, bone age sesuai umur sesungguhnya anak akan tumbuh dewasa yang pendek, dan tidak perlu pengobatan khusus hanya konseling untuk mencegah rasa rendah diri dan hambatan perkembangan. o Kecepatan tumbuh normal, bone age terlambat akan tetapi sesuai dengan umur tingginya, terdapat riwayat keterlambatan pubertas dalam keluarga. Anak akan mengalami pubertas yang terlambat, akan tetapi akan mencapai tinggi badan yang normal. Tidak memerlukan pengobatan khusus.

13

o Kecepatan tumbuhnya subnormal, bone age terlambat, dibanding umur untuk tingginya. Anak perlu diselidiki kemungkinan defisiensi hormon pertumbuhan, hypotiroidi dan penyakit lain.

E. Autisme Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang: o interaksi sosial, o komunikasi (bahasa dan bicara), o perilaku-emosi, o pola bermain, o gangguan sensorik dan motorik o perkembangan terlambat atau tidak normal. Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

14

1.

Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas. Aspergers Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata. Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome). Retts Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 4 tahun.

2.

3.

4.

5.

Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada

15

perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV A. Interaksi Sosial (minimal 2): 1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju 2. 3. 4. Kesulitan bermain dengan teman sebaya Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1): 1. 2. 3. 4. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1): 1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya 2. 3. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti
16

diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka. Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial Komunikasi Perilaku. Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

17

o Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanakkanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal o The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an. o The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka o The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi. Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya. Gejala Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta

18

berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilakuperilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka. Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun. 1. 2. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. 3. 4. 5. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).

19

Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu

penyandangnya. Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut : 1. 2. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,

menggenggam) hingga usia 12 bulan 3. 4. 5. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima lampu merah di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme. Individu dengan autisme Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 an, bayi-bayi yang lahir di California AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak

20

tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum t diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan obat yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu: o Genetic susceptibility different genes may be responsible in different families o Chromosome 7 speech / language chromosome o Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil. Implikasi Diagnosa Autisme Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang
21

disebut sebagai continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang normal. Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguhsungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuankemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga

mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri. Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan
22

kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.

F. Retardasi Mental Retardasi mental dapat diartikan sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap. Ini terutama terlihat selama masa perkembangan sehingga mempengaruhi pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Retardasi mental kadang disertai gangguan jiwa atau gangguan fisik lain.

23

Klasifikasi Klasifikasi retardasi mental dibagi menjadi: 1. Retardasi Mental Ringan Nilai IQ pada Retardasi Mental Ringan 52-69. ketrampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun pra sekolah. Tetapi pada saan anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya. Biasanya mengalami keterlambatan dalam mempelajari bahasa. Namun, masih dapat berbicara untuk keperluan sehari-hari dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari serta terampil dalam perkerjaan rumah tangga. Dan akan mengalami kesulitan dalam pelajaran sekolah. 2. Retardasi Mental Sedang Nilai IQ pada Retardasi Mental Sedang adalah 36-51. ketrampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan dengan Retardasi Mental Ringan. Biasanya lambat dalam perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa. Ketrampilan merawat diri dan ketrampilan motoriknya pun terlambat. Penderita juga memerlukan pengawasan seumur hidup dan program pendidikan khusus demi mengembangkan potensi mereka yang terbatas agar memperoleh beberapa ketrampilan dasar. 3. Retardasi Mental Berat Nilai IQ pada Retardasi Mental Berat 20-35. bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia pra sekolah sudah nyata ada gangguan. Pada masa usia sekolah kemampuan bahasanya berkembang. Kebanyakan dengan gangguan motorik yang berat akibat kerusakan perkembangan pada susunan saraf pusat.

24

4. Retardasi Mental Sangat Berat Nilai IQ Retardasi Mental Sangat Berat di bawah 10. ketrampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi juga masih membutuhkan perawatan orang lain. Patofisiologi Retardasi Mental termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70-75 atau kurang) dan disertai keterbatasanketerbatasan sedikitnya dua area fungsi adaptif yaitu berbicara dan berbahasa, ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana prasarana komunitas, pengarahan diri kesehatan dan keamanan akademik fungsional bersantai dan bekerja. Pada Retardasi Mental terjadi kerusakan muskuloskeletal. Kerusakan neurologis itu meliputi: kerusakan otak, kelainan kongenital dan mikrosefal. Sedangkan kerusakan muskuloskeletal meliputi: anomali ekstremitas konganital, masukan kalori/nutrisi tidak mencukupi, distorsi muskular. Kerusakan neurologis dan kerusakan muskuloskeletal akan menyebabkan terjadinya kurang kesadaran tentang bahaya dan kerusakan fungsi motorik dari otot. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik 1. Uji Laboratorium o Uji intelegensi standar dan uji perkembangan o Pengukuran fungsi adaptif

25

2. EEG (Elektro Esenflogram) o Gejala kejang yang dicurigai o Kesulitan mengerti bahasa yang berat 3. CT ata MRI o Pembesaran kepala o Dicurigai kelainan otak yang luas o Kejang lokal o Dicurigai adanya tumor intra kranial Komplikasi o Serebral Palsi o Gangguan kejang o Gangguan kejiwaan o Gangguan konsentrasi/hiperaktif o Defisit komunikasi o Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan) Penatalaksanaan Medis Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier: 1. Pencegahan primer Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan ini termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional bidang kesehatan, konseling keluarga dan genetik dapat membantu. 2. Pencegahan sekunder; Tujuannya mempersingkat perjalanan penyakit.
26

3. Pencegahan tertier; Tujuannya menekan kecacatan yang terjadi Dalam pelaksanaannya, katiga jenis ini dilakukan bersamaan meliputi: a. Pendidikan untuk anak mancakup latihan ketrampilan adaptif, sosial dan kejuruan. b. Terapi pra luka agresif dan melukai diri c. Kognitif dan psikodinamika d. Pendidikan keluarga e. Intervensi farmakologis: o Obat-obatan psikotropika (Tioridasin/Mellaril) untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri. o Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi/gangguan hiperaktif. o Antidepresan (Imipramin/Trofanil) o Karbamazepin (Tegretol) dan Propanolol (Inderal)

27

KESIMPULAN

Ada beberapa gangguan pada tumbuh kembang anak, yang bisa menjadi masalah jika tidak diperhatikan. Oleh karena itu, memantau sejak dini bisa memberikan penanganan antisipatif.Memonitor tumbuh kembang anak, penting dilakukan. Tujuannya agar bisa diketahui sejak dini, jika ada kelainan yang terjadi, sehingga penanganan antisipatif bisa dengan cepatdiambil. Waktu terbaik untuk melakukan skrining tumbuh kembang adalah pada usia 0-3tahun. Masa 0-3 tahun juga waktu terbaik untuk melakukan intervensi dini penyimpangantumbuh kembang anak.Dalam tumbuh kembang anak, ada beberapa hal yang bisa menjadi masalah dan menghambatperkembangan anak. Jika masalah tidak cepat ditanganni, bisa merugikan anak dilingkungankeluarga dan sosial kelak. Masalah yang sering terjadi pada tumbuh kembang anak Gangguan Bicara dan Bahasa Berbicara merupakan titik sentral penting, bagi seluruh perkembangan anak. Keterlambatanbicara sering terjadi pada anak. Hal tersebut terjadi karena adanya keterlambatan manuritas(kematangan) dari proses saraf pusat yang diperlukan, dalam memproduksi kemampuanberbicara. Kurangnya stimulasi juga bisa menjadi penyebab gangguan ini, dan jika tidak segera ditangani gangguan ini bisa menetap.Menurut beberapa penelitian, penyebab gangguan berbicara terjadi karena adanya gangguanhemisfer dominant. Gangguan ini mengarah ke otak bagian kiri. Beberapa ada juga yangditemukan di otak sebelah kanan, korpus kalosum, dan lintasan pendengaran yang salingberhubungan. Gangguan bicara sering terjadi pada anak laki-laki dan biasanya ringan.Umumnya, kemampuan berbicara akan terlihat baik saat umur 2 tahun.

28

Cerebral Palsy (CP) Cerebal palsy merupakan kondisi yang menyerang pusat kendali pergerakan. Anak dikatakan menderita CP jika mengalami gangguan motorik, ada gangguan pada tonus otot, terutama di gerak motorik yang disebabkan cedera di otak yang sifatnya non progresif. Anak yang mengalami gangguan ini, akan menyebabkan kesulitan dalam memegang obyek,merangkak dan berjalan. Penderita juga mengalami kejang dan gangguan mental. CP beratmenyebabkan anak tidak bisa berjalan dan memerlukan perawatan ekstensif jangka panjang.Sedangkan CP ringan hanya sedikit canggung dalam gerakan, dan membutuhan bantuankhusus. Sindrom Down Gangguan ini merupakan kelainan genetic, disebabkan jumlah kromosom 21 yang lebihbanyak disbanding orang normal. Manusia normal memiliki kromosom 46, sedangkanpendeita sindrom down memiliki kromosom 47. Gangguan ini ditandai dengan wajah yang mirip orang Mongolia dan penderita mengalami cacat mental. Gangguan ini bisa terdeteksisaat masa kehamilan ibu, dengan cara pengambilan contoh air ketuban, dan tes darah sebelumminggu ke 16 masa kehamilan. Autis Autis merupakan kondisi anak sejak lahir, yang membuatnya tidak dapat melakukanhubungan sosial atau berkomunikasi secara normal. Akibatnya, anak merasa terisolasi danmasuk ke dunianya sendiri, aktivitas dan minta yang obsesif. Gejalanya muncul saat anak berumur 3 tahun. Yang dirasakan biasanya komunikasi(terlambat atau tidak bisa berbicara), sulit bersosialisasi, kelainan pengindraan (sensitive terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan rasa), dan perilaku (hiperaktif danpasif). Namun kadang kala bisa terdeteksi sebelum usia 3 tahun.
29

Retardasi Mental Retardasi mental adalah keadaan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masaperkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terjadi perkembangan mentalyang kurang secara keseluruhan. Gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yangterbelakang atau keterbelakangan mental (IQ)

30

DAFTAR PUSTAKA 1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995 2. Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000 3. Blossner, Monika.. Malnutrition: Quantifying the Health Impact at national and Locallevels. Geneva: World Health Organization; 2005 4. Kosim S. Neonatologi 1st ed. Jakarta: Ikatan dokter anak Indonesia; 2010 5. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Available at :http://www.ichrc.org/pdf/pocketbookbahasa.pdf . 6. Pedoman Penegakan Diagnostik Gangguan Jiwa . 2011

31

Вам также может понравиться