Вы находитесь на странице: 1из 9

FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA LOBSTER (Cherax sp.

Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten : : : : : Amalia RizQytiasti B1J011099 V 3 Arviani Ramadhaningrum

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Vertebrata memiliki sistem indera yang lebih berkembang daripada invertebrata. Indera yang umum dikenal pada organisme ada lima yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan perasa. Secara luas, kemampuan indera-indera tersebut dibagi menjadi tiga jenis yaitu mechanoreseptor, fotoreseptor, dan chemoreseptor (Radiopoetro, 1977). Mechanoreseptor merupakan organ indera yang distimulasi oleh suatu bentuk energi kinetik. Yang termasuk mechanoresptor adalah organ-organ indera yang memantau fungsi-fungsi internal seperti tensi otot atau posisi sendi, dan juga indera peraba, keseimbangan dan pendengaran. Fotoreseptor yaitu indera yang merespon energi elektromagnetik dalam bentuk foton. Contoh fotoresptor pada organisme adalah indera penglihatan (Radiopoetro, 1977). Sedangkan Chemoreseptor merupakan alat indera yang bereaksi terhadap zat-zat kimia, antara lain pakan. Chemoreseptor digunakan untuk mengenali

stimulus yang berasal dari sumber yang jauh dari tubuh, alat itu berupa rambutrambut pada antenulla dengan nilai ambang yang sangat rendah. Chemoreseptor berfungsi untuk mendeteksi dan mengetahui adanya makanan, dan tempat hidupnya, mengenal satu sama lain dengan menunjukkan tingkah laku masak kelamin (mating), dan mendeteksi adanya musuh. Hanya dengan stimulus berupa gas berkonsentrasi rendah, chemoreseptor telah dapat mengenali. Chemoreseptor juga digunakan oleh udang untuk mengetahui adanya predator, lawan jenis, serta makanan. Lokasi makanan, tingkah laku penghindaran terhadap predator pada lobster, serta pendekatan lawan jenis, diperantarai oleh antenulla. Dalam antennula terdapat sel-sel yang dapat membaui adanya rangsang kimia dari lingkungan terutama peka terhadap asam-asam amino dan karbohidrat dari pakan (Storer, 1975).

1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui fungsifungsi chemoreseptor pada lobster.

II. MATERI DAN METODE

2.1 Materi Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, stopwatch, gunting kecil, dan baskom. Bahan yang digunakan adalah Lobster (Cherax sp.) dan pelet.

2.2 Metode 1. Akuarium diisi dengan air tawar bersih, kemudian lobster (Cherax sp.) masing-masing dimasukkan sebanyak dua ekor 2. Lobster (Cherax sp.) 1 diberi perlakuan ablasi pada antennula, udang 2 diberi perlakuan ablasi pada mata 3. 4. Lobster (Cherax sp.) 3 dibiarkan utuh sebagai kontrol Pakan disajikan ditengah akuarium, bersamaan dengan pakan tersebut disentuh lobster (Cherax sp.), tombol pada stopwatch ditekan 5. Gerakan lobster (Cherax sp.) didalam akuarium diamati dan dicatat waktu yang diperlukan bagi udang 1, 2, dan 3 sejak pakan disajikan sampai pakan tersebut dimakan 6. Pengamatan dilakukan selama 2 x 10 menit

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Hasil Pengamatan fungsi Chemoreseptor pada Lobster (Cherax sp.) Perlakuan Ablasi Antenulla Waktu 10 (I) 10 (II) Ablasi Mata 10 (I) Flicking 20 31 1.25 1.30 2.08 2.22 2.59 3.25 3.45 4.11 4.25 6.04 6.31 6.43 7.03 7.55 9.30 10.00 3.18 5.00 5.21 5.30 5.42 5.55 6.17 6.25 6.40 7.20 8.00 9.00 9.52 Withdraw 6.06 7.34 Rotation 4.30 Wiping 4 8.28 9.58 MP 09.07 05.16

10 (II)

3.33 7.30 9.06

3.20 4.50 5.07 5.14 5.28 5.57 7.15 8.59

Ablasi Total

10 (I) 10 (II)

Normal

10 (I)

1.59 8.29

3.10 3.45

5.46

7.52 9.05

1.21 30 2.27 4.15 5.44 1.25 3.1

4.56 7.18 10 (II) 1.32 9.56 3.55 3.03 3.25 6.04 7.40

3.58 5.03 8.55 1.28 3.33 5.44 6.29 7.56 8.30

3.2 Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan antar perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perlakuan yang normal menunjukkan bahwa pada pengamatan 10 menit pertama dan kedua tetap responsif terhadap pakan. Begitu pula perlakuan ablasi mata menunjukkan bahwa lobster masih tetap responsif. Lobster dengan perlakuan ablasi antenula hanya memberikan repon gerak mendekati pakan sekali pada 10 menit pertama dan kedua. Lobster dengan ablasi total pada 10 menit pertama terlihat lebih responsif daripada 10 menit kedua. Hasil percobaan gerakan antennula yang dilakukan pada perlakuan ablasi mata melakukan gerakan flicking, withdraw, wipping, rotation, dan mendekati pakan tidak dilakukan. Lobster dengan perlakuan ablasi antenulla dan ablasi total, tidak melakukan gerakan antennula karena antennula telah dipotong, pada ablasi total terjadi gerakan mendekati pakan lebih sering daripada lobster dengan ablasi antennula. Utuhnya antenulla pada lobster normal menyebabkan udang dapat menerima rangsangan dari lingkungannya sehingga ia memerlukan waktu singkat untuk mendeteksi pakan (Roger, 1978). Lobster yang diablasi antenullanya sudah tidak dapat melakukan flicking, wipping, withdraw, dan rotation, tetapi hanya dapat mendekati pakan. Lobster dengan perlakuan ablasi mata masih bisa melakukan gerakan seperti flipping, wipping, withdraw, rotation dan mendekati pakan. Sedangkan udang dengan ablasi total tidak dapat melakukan gerakan apapun kecuali mendekati pakan. Gerakan flicking, wipping, dan withdraw pada udang kontrol mendominasi gerak antenulla. Menurut Radiopoetro (1977), pada perlakuan ablasi total dan antenulla, tidak terjadi gerakan karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang. Lobster yang paling responsif terhadap pakan adalah lobster dengan perlakuan normal dan perlakuan ablasi mata. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Storer (1957), yang menyatakan bahwa antenulla pada lobster merupakan struktur sensor yang dapat bergerak untuk mencari perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta menghindari predator. Oleh karena itu udang yang tidak diberi perlakuan ablasi antenulla akan berespon terhadap pakan, karena fungsi dari antenulla tersebut akan hilang jika dilakukan ablasi atau pemotongan salah satu organ tertentu. Fungsi dari antenulla menengkap stimulus kimia berupa pheromon dari hewan lawan jenis juga untuk mengetahui posisi tubuh. Maka, bagian yang berfungsi sebagai chemoreseptor pada lobster adalah antenulla.

Chemoreceptor sangat penting untuk semua hewan, namun sedikit yang diketahui tentang genetika chemoreception pada organisme perairan. Kemampuan Daphnia untuk mendeteksi isyarat-isyarat kimia yang dikeluarkan oleh mangsa atau predator telah dilihat melalui studi tentang perilaku makan dan menghindari predator. Daphnia menolak partikel makanan, mengatur makan arus menurut ketersediaan pangan, kualitas dan isyarat kimia di sekitarnya, dan tampaknya berenang dan tetap di tempat di mana makanan berlimpah, tetapi kehadiran mereka dalam makanan berlimpah daerah dapat diubah oleh kehadiran predator, dan dan distribusi vertikal mereka sering dikaitkan dengan kehadiran atau tidak adanya predator ( PenalvaArana, 2009 ). Teknik ablasi ckup efektif dalam merangsang perkembangan gonad, tetapi penghilangan organ penghasil hormone akan mengganggu system endokrin dalam tubuh udang. Ablasi unilateral menyebabkan kerusakan permanen pada mata dan menurunkan 50% sintesis neurohormon oleh kelenjar sinus. Hal ini menyebabkan kemampuan udang untk mengatur berbagai proses fisiologis tidak berjalan dengan baik (Tarsim, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan-gerakan antenulla udang (flicking, wipping, withdraw dan rotation) antara lain adalah penyalaan dan pemadaman lampu ruangan, gerakan sorotan lampu senter dan merespon adanya pakan. Gerakan merespon mendekati pakan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari udang itu sendiri, meliputi keadaan fisiologis udang dan stress tidaknya udang. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan luar, antara lain, jumlah pakan, dimana semakin banyak pakan maka makin cepat respon udang dalam mendekati pakan tersebut, cahaya, suhu dan tingkat kejenuhan pada akuarium karena senyawa kimia pakan. Kondisi antenulla, dimana antenulla berfungsi dengan baik maka respon udang akan lebih baik (Radiopoetro,1978).

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Fungsi chemoreseptor pada lobster (Cherax sp.) adalah untuk mendeteksi adanya pakan, mencarinya sampai menemukan pakan dan memberikan respon terhadap pakan tersebut. 2. Lobster dengan ablasi mata masih dapat melakukan gerakan flicking, wipping, withdraw, dan rotation sedangkan udang dengan ablasi antenula dan ablasi total tidak dapat melakukan gerakan-gerakan tersebut karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang, tetapi masih dapat merespon adanya pakan.

DAFTAR REFERENSI

Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta. Roger, W. 1978. Physiology of Animal. Prentice-Hall Inc, New Jersey. Storer, T.I. 1975. General Zoology. Mc Graw Hill Book Company, New York. Penalva-Arana , D. Carolina et al. 2009. The chemoreceptor genes of the waterflea Daphnia pulex: many Grs but no Ors. BMC Evolutionary Biology 2009, 9:79 doi:10.1186/1471-2148-9-79 Tarsim, M. Zalrin Jr., E. Rlan. 2007. Rangsangan Perkembangan Ovari Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dengan Penyuntikan Estradiol-17. Ilmu Kelautan, IPB Bogor.

Вам также может понравиться