Вы находитесь на странице: 1из 25

PRESENTASI KASUS

Sindroma Nefrotik

PENYUSUN: Muhammad Siddiq bin Daud (030.06.323)

PEMBIMBING: Dr. Meiharty B.Z, Sp.A

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, 29 NOVEMBER 2011
1

STATUS PASIEN KEPANITERAAN KLINIK FK TRISAKTI SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Nama Mahasiswa : Muhammad Siddiq bin Daud NIM : 030.06.323 Periode : 21 November 28 Januari 2011 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------A) Identitas Pasien Nama : An. S Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 5 tahun Suku bangsa : Jawa Agama : Islam Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Mei 2006 Alamat : RT 06/RW 06, Kebon Baru, Tebet Pembimbing : Dr. Meiharty B.Z, Sp. A Tandatangan :

Orang tua/wali : Ayah : Nama : Tn. Y Agama : Islam Alamat : RT 06/RW 06, Kebon Baru, Tebet Pekerjaan : Wiraswasta Penghasilan : Rp. 2.000.000/bulan Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : IRT Penghasilan : Suku bangsa : Jawa Ibu : Nama : Ny. I Agama: Islam

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung

B) Anamnesis Dilakukan secara Alloanamnesis Tn. Y dan Ny. I (orang tua pasien) Lokasi : Bangsal Lantai V TImur, Kamar 512 Tanggal/waktu : 10 Desember 2011, 17.30 WIB Tanggal masuk : 10 Desember 2011

Keluhan Utama : Bengkak di seluruh tubuh sejak 2 hari SMRS Keluhan Tambahan : Mencret

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien dibawa orang tua ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh sejak 2 hari SMRS. Tiga hari yang lalu, pasien mengaku timbul bengkak. Bengkak mulai muncul di kedua mata. Bengkak terutama apabila bangun pagi. Keesokan harinya, bengkak yang dirasakan mulai menyebar ke seluruh wajah, kedua tangan, perut dan ke kedua tungkai. Pada pagi hari wajah tampak sembab menjelang sore hari kedua ekstremitas mulai keliatan bengkak. Apabila bengkak ditekan terasa lunak dan meninggalkan bekas setelah ditekan. Perut pasien membuncit tetapi tidak kembung. Pasien tidak pernah sakit kuning sebelumnya. Keluhan bengkak tersebut tidak dirasakan sakit. Bengkak tersebut tidak disebabkan oleh gigitan serangga. Keluhan tidak disertai sesak napas dan batuk. Ibu pasien mengatakan berat badan pasien meningkat. BAK dan BAB lancar dan normal. Ibu pasien menyangkal pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan lain yang menyebabkan badannya bengkak.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat asma dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Kehamilan/Kelahiran: Kehamilan Kelahiran Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal Tempat persalinan Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi Tidak ada Periksa ke bidan 1 kali/bulan, TT 2 kali Rumah bersalin Bidan Spontan 9 bulan Berat bayi lahir 3500 gram Panjang badan 48 cm Langsung menangis Kulit kemerahan

Kesimpulan Riwayat Kehamilan / Kelahiran: Baik Riwayat Tumbuh Kembang: Pertumbuhan gigi : 5 bulan Gangguan perkembangan mental : tidak ada Psikomotor: keluarga os lupa Tengkurap:- lupa Duduk: -lupa Berdiri: -lupa Berjalan: - lupa Bicara: -lupa Membaca dan menulis: - 4 tahun

Kesimpulan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik Riwayat Makanan : Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 Umur di atas 1 tahun Jenis Makanan Nasi/pengganti Sayur Daging Frekuensi dan Jumlah 3 x sehari, 1 piring/kali 1 x sehari, mangkuk/kali 3 x seminggu, 1 potong/kali Takaran/ hari sesuai AKG 3 piring mangkuk/kali Lauk hewani 4 ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi Tim

Telur Ikan Tahu Tempe Susu (merek/takaran) Lain-lain Kesulitan makan: tidak ada

3 kali seminggu, 1 butir/ kali 3 x seminggu, 1 potong/kali 3 x seminggu, 1 potong/kali 3 x seminggu, 1 potong/kali Susu formula SGM, 2-3 kali sehari, 500cc -

1-2 potong Lauk Nabati 1-2 potong

Kesimpulan: Kebutuhan gizi terpenuhi dengan baik Riwayat Imunisasi: Vaksin Dasar (umur) Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan BCG 0 bulan DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan Campak 9 bulan Kesimpulan Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap Riwayat Keluarga: Riwayat pernikahan Ayah Nama Perkahwinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguitas No Tanggal lahir Tn. Y Satu 25 tahun SMA Islam Jawa Baik Tidak ada Ny. I Satu 23 tahun SMA Islam Jawa Baik Tidak ada Ibu Ulangan(umur) 5 tahun 5 tahun 2 tahun

Jenis Hidup Lahir mati Abortu Mati (sebab) Keterangan kelamin s (kesehatan) 1 2006 Laki-laki sehat Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien tidak pernah mengalami keguguran atau lahir mati.

Riwayat Lingkungan Perumahan : Pasien tinggal bersama ayah dan ibu di sebuah rumah tinggal milik sendiri dengan dua kamar tidur, 1 kamar mandi, berdinding tembok, terletak di perumahan sederhana, jarak antara rumah cukup padat. Keadaan rumah bersih, pencahayaan cukup, ventilasi cukup. Sumber air dari pompa air sumur. Air

limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap hari diangkut petugas kebersihan. Jarak antara septic tank dan sumur kurang dari 9 meter. Kesimpulan : kesehatan lingkungan tempat tinggal kurang baik, kondisi rumah yang padat. C) Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada : 10 Desember 2011 Keadaan Umum: tampak sakit sedang Kesadaran: compos mentis Data Antropometri Berat badan : 15,5 kg (asal), sekarang 18 kg Panjang Badan : 103 cm Lingkar Kepala : 43 cm Lingkar Perut Status Gizi BB/U = 15,5 kg/20 kg x 100% = 77,5 % Gizi kurang TB /U = 103cm/110cm x 100% = 93,6 % Baik/normal Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan status gizi pasien baik Tanda Vital Frekuensi Napas Suhu Tubuh Nadi Tekanan darah Kepala dan Leher Kepala: Normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut Wajah: tampak sembab Mata : pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung -/-, oedem palpebra +/+ Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-), napas cuping hidung (-) Telinga: normotia, membrana timpani sulit dinilai, serumen sulit dinilai : 28 x/menit : 37,2 C : 116 x/menit, reguler, isi cukup, ekual kanan kiri : 110/70 mmHg : 49 cm

Mulut: bibir merah muda, bibir kering (-), sianosis (-) Lidah : normoglosia, warna merah muda, lidah kotor (-) Tonsil : tonsil T1-T1 tenang, kriptus -/- , detritus -/Tenggorokan : faring hiperemis -/-, arcus faring simetris, granula (-) Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal

Thorax Paru: Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), spider nevi (-) Palpasi: vokal fremitus hemitoraks kanan dan kiri simetris Perkusi: sonor di kedua hemitoraks Auskultasi: suara napas bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: teraba ictus cordis, thrill (-) Perkusi: redup Auskultasi: BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur(-)

Abdomen Inspeksi: buncit, simetris Palpasi: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan ulu hati (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar. Perkusi: timpani di semua kuadran abdomen, shifting dullness (+) Auskultasi: Bising usus (+) normal

Ekstremitas: akral hangat di keempat-empat anggota gerak, sianosis (-), oedema ,petechiae (-), telapak tangan dan kaki ikterik(-)

+ + + + 7

D) Pemeriksaan Laboratorium Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 10 Desember 2011 Jenis Pemeriksaan Jumlah Leukosit Hemoglobin Jumlah Hematokrit Jumlah Trombosit Glukosa Sewaktu Albumin Globulin Kolesterol Total Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Urin Lengkap Warna Kejernihan Glukosa Bilirubin Keton Berat Jenis pH Albumin Urobilinogen Nitrit Darah Samar Esterase Lekosit Sedimen Leukosit Eritrosit Epitel Silinder Kristal Hasil Pemeriksaan 7 11.7 36 435 100 1.3 2.6 468 26 0.5 140 4.4 109 Nilai Normal 5-10 ribu/ul 11-16 g/dl 40-48 % 150-400 ribu/ul <180 mg/dl 3.8 5.5 g/dl 2.6 3.3 g/dl < 200 mg/dl 10 40 mg/dl 0.5 1.5 mg/dl 135 153 mEg/l 3.5 5.3 mEg/l 98 109 mEg/l

Kuning Keruh Negatif Negatif Negatif 1020 7 3+ 0.2 Negatif 2+ Negatif 4-5 5-7 Positif Negatif Negatif

Jernih Negatif Negatif Negatif 1000 - 1030 5 8.5 Negatif 0.1 1 U.E/dl Negatif Negatif Negatif 1 5/LPB < 1/LPB Positif Negatif Negatif 8

Bakteri Jamur

Negatif Negatif

Negatif Negatif

E) Ringkasan Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh sejak 2 hari SMRS. Tiga hari yang lalu, pasien mengaku timbul bengkak. Bengkak mulai muncul di kedua mata. Bengkak terutama apabila bangun pagi. Keesokan harinya, bengkak yang dirasakan mulai menyebar ke seluruh wajah, kedua tangan, perut dan ke kedua tungkai. Pada pagi hari wajah tampak sembab menjelang sore hari kedua ekstremitas mulai keliatan bengkak. Apabila bengkak ditekan terasa lunak dan meninggalkan bekas setelah ditekan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, tanda-tanda vital di batas normal, wajah tampak sembab, oedem palpebra +/+. Pada abdomen, inspeksi didapatkan perut buncit, perkusi didapatkan shifting dullness (+). Oedem pitting (+) di keempat-empat ekstrimitas. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan, pemeriksaan hematologi didapatkan albumin 1.3 g/dl, kolesterol total 468 mg/dl. Pemeriksaan urin lengkap didapatkan urin keruh, albumin 3+, darah samar 2+, eritrosit 5-7/LPB. F) Diagnosis kerja Sindroma Nefrotik

G) Anjuran Pemeriksaan Penunjang Biopsi Ginjal

H) Penatalaksanaan Bed rest Diet tinggi kalori dan protein Prednisone 3 x 2mg Amoxycillin 2 x 200mg Furosemide 2 x 15mg

I) Prognosis Ad Vitam : Bonam Ad Functionam : Bonam Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

J) FOLLOW UP Pemeriksaan 11 Desember 2011 - Wajah sembab - Tangan dan kaki bengkak - Batuk (+) Tanggal 12 Desember 2011 - Wajah kurang sembab - Tangan dan kaki bengkak - Batuk (+) Sakit Sedang Compos mentis BB : 17,7 kg TD : 120/80 Nadi : 96 x /menit RR : 26 x /menit Suhu : 36,5 C Normocephali kurang sembab oedem palpebra +/+ KGB & tiroid ttm Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1 & S2 reguler 13 Desember 2011 - Kaki masih bengkak - Batuk (+) kadang

Keluhan

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

Sakit Sedang Compos mentis BB : 18,3 kg TD : 120/80 Nadi: 128 x /menit RR : 28 x /menit Suhu : 36,8 C Normocephali sembab oedem palpebra +/+ KGB & tiroid ttm Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1 & S2 reguler

Baik Compos mentis BB : 17,0 kg TD : 110/70 Nadi : 80 x /menit RR : 26 x /menit Suhu : 36,6 C Normocephali tidak sembab oedem palpebra -/ KGB & tiroid ttm Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1 & S2 reguler 10

Kepala Wajah Mata Leher Paru

Jantung

Murmur (-) Gallop (-) Abdomen Buncit, supel, NT epigastrium(-), shifting dullness (+)

Murmur (-) Gallop (-) Buncit, supel NT epigastrium(-) shifting dullness (+)

Murmur (-) Gallop (-) Datar, supel NT epigastrium(-) shifting dullness (-) Akral hangat Oedem pitting (+) di kedua tungkai bawah Sianosis (-) Sindroma Nefrotik - Bed rest - Diet tinggi kalori dan protein - Prednisone 3 x 2mg - Amoxycillin 2 x 200mg - Furosemide 2 x 15mg

Extremitas

Akral hangat Akral hangat Oedem pitting (+) Oedem pitting (+) di semua ekstrimitas di semua ekstrimitas Sianosis (-) Sianosis (-) Sindroma Nefrotik - Bed rest Sindroma Nefrotik - Bed rest - Diet tinggi kalori dan protein - Prednisone 3 x 2mg - Amoxycillin 2 x 200mg - Furosemide 2 x 15mg

Diagnosa

Pengobatan

- Diet tinggi kalori dan protein - Prednisone 3 x 2mg - Amoxycillin 2 x 200mg - Furosemide 2 x 15mg

11

TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar15,5/100.000. 3 Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.2 Di Amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer atau idiopatik 1. Pada pasien sindrom nefrotik angka mortalitas berhubungan langsung dengan proses penyakit primernya, tapi bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik karena 1: 1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia). 2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain. Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi minimal 1,3.Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada anak yang lebih besar dan 12

adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada anak dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit virus lain.3

Etiologi Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab. Penyebab primer diantaranya1: 1. post infeksi 2. Colagen vaskular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis nodosa) 3. Henoch-Schnlein purpura 4. Hereditary nephritis 5. Sickle cell disease 6. Diabetes melitus 7. Amyloidosis 8. Malignancy (leukemia, lymphoma, Wilms tumar, pheochromocytoma) 9. Toxin (sengatan lebah, racun ular)4 10. obat-obatan (probenecid, fenoprofen, catopril, lithium, wafarin, penicilamine, mercury, gold, trimethadione, para metadione, AINS) 4 11. Penggunaan Heroin Penyebab sekunder berhubungan dengan keadaan post infeksi mencakup 1: 1. Group A beta-hemolytic streptococcus 2. syphilis 3. Malaria 4. Tuberkulosis 5. infeksi virus (varicella, hepatitisB, HIV tipe1, infeksi mononukleosis)

13

Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; penyakit lesi minimal sekitar 85%, proliferasi mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis. Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.5

Patofisiologi Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus. Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus begantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula terjadi perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar sehingga protein muatan netral dapat melalui barier. Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya degradasi dalam tubulus renal yang melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya didalam plasma adalah menurunnya -1 globulin. Sedangkan -2globulin, -globulin dan fibrinogen meningkat secara relatif atau absolut. -2globulin meningkat disebabkan oleh retensi selektif protein dengan berat molekul tinggi oleh ginjal sedangkan laju sintesisnya relatif normal. Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan 14

tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

Kelainan Glomerulus Albuminuria

Hipoalbuminemi

Tekanan onkotik koloid plasma Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal & sekresi ADH Edema

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.

15

Kelainan Glomerulus

Retensi Na renal primer Volume plasma

Albuminuria Hipoalbuminemi a

Edema

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia. Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Manifestasi Klinik Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi;menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani. 2 Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri.

16

Pada anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun sekali saat berdiri (orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi. Produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal berkurang. Biasanya renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-tiba. Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitang dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut. 2 Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi psikososial yang merupakan akibat stess nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang. Klasifikasi Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah diketahui. 3 Tetapi bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik sindrom nefrotik sangat terbatas, varians nefrotik sindrom akan diketahui manifestasi klinisnya dengan memastikan proses histopatologinya. Tipe histopatologi juga menentukan dalam hal respon terapi, dan prognosis dari penyakit. Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik yang digunakan sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunoflorosensi. Dibawah ini tabel klasifikasi glomerulus pada sindrom nefrotik primer sesuai laporan ISKDC (1970) dan Habib, kleinknecht (1971). Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomeruloskerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

17

Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intra membran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Komplikasi 1. Infeksi Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5: penurunan kadar imunoglobulin kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM cairan edema yang berperan sebagai media biakan. 2 defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, imunosupresif karena pengobatan, penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng oponisasi bakteria tertentu. Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria tertentu seperti 1 : Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Dan bakteri gram negatif lain 18

Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis. 5 2. Kelainan koagulasi dan trombosis Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism1,2. Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma4. Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda2: peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan: meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit. 3. Pertumbuhan abnormal Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan ( failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal. 1,2 Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui efeknya terhadap somatomedin. 19

4. Perubahan hormon dan mineral Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi trionisasi tetap normal dan menetap.2 5. Anemia Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.

Diagnosis Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk pemeriksaan histopatologis 3. Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1-8 tahun agaknya menderita penyakit lesi minimal yang responsif terhadapt kortikosteroid. Penyalit lesi minimal tetap lazim pada anak usia diatas 8 tahun, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoploriferatif frekuensinya menjadi semakin sering. Pada kelompok ini biopsi ginjal dianjurkan biopsi ginjal untuk menegakan diagnostik sebelum pertimbangan terapi. Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hemeturia mikroskopis, tapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens protein melebihi 2 gr/24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dl (20g/L). Dan kadar kalsium serum total menurun, karena penurunan fraksi terikat albumin. Kadar C3 biasanya normal.5

Penatalaksanaan 1. Terapeutik 20

Obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine. Respon terhadap pengobatan dengan kortikosteroid berhubungan dengan tipe histopatologi sindrom nefrotik. ISKDC melaporkan sekitar 91,8% pasien yang bererpon terhadap kotikosteroid mempunyai kelainan minimal glomeruloneprithis, dibandingkan dengan 25% pasien yang tidak respon. Pada pasien yang tidak berespon terhadap kortikosteroid dan berusia dibawah 6 tahun, 50 % merupakan kelainan minimal glomerulonepritis. Dan pada usia lebuh dari 6 tahun hanya 3,6% yang mempunyai kelainan minimal glomerulonepritis. The Southwest Pediatric Nephrology Study Group melaporkan sekitar 63% pasien dengan diffuse membranous hypercellularity, dan 30% pasien dengan focal glomeruralscerosis berespon terhadap kortikosteroid.
1

Pengobatan kortistreroid (prednison) dimulai dengan dosis 60 mg/m 2/24jam (maksimum dosis 60 mg/ hari), dibagi menjadi tiga atau empat dosis. Waktu yang dibutuhkan untuk berespon dengan prednison sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari berturutturut. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (+2 atau lebih) setelah satu bulan pemberian prednison dosis terbagi secara terus-menerus setiap hari, maka disebut resisten steroid dan terindikasi melakukan biopsi ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang tepat. Lima hari setelah urin bebas protein (negatif, sedikit sekali atau +1 pada dipstick), dosis prednison diubah menjadi 60mg/m2 (maksimal 60mg) diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Setelah periode selang sehari tersebut, prednison dapat dihentikan secara mendadak. Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria. Karena pada anak dengan keadaan ini menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil pasien yang berespon terhadap terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari, penderita demikian disebut tergantung steroid. Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas steroid (muka cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus dipikirkan terapi imuno supresif lain. Siklofosfamid, Dosis siklofosfamid 3 mg/kg/24jam sebagai dosis tunggal, selama total pemberian 12 minggu (8 minggu 1). Terapi prednison tetap diteruskan selama pemberian siklosfosfamid. Selama terapi dengan siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah 5000/mm 3. 21

komplikasi lain berupa supresi sumsum tulang,hair loss, azoospremia, hemorrhagic cystitis, keganasan, mutasi dan infertilitas. Levamison, adalah imunosimultan dengan efek steroid-sparing yang lemah sehingga perlu penghentian terapi prednison. Dosis yang dipakai adalah 2,5 mg/kg selama 4-12 bulan. Efek samping jarang ditemukan, tetapi dilaporkan dapat terjadi neutropenia dan encelopathy. Obat ini tidak umum digunakan. Cyclosporin, adalah inhibitor fungsi limfosit T dan diindikasikan bila terjadi relaps setelah terapi dengan cyclosfosfamid. Cyclosporin lebih disukai digunakan pada anak laki-laki dalam masa pubertas yang beresiko menjadi azoospermia akibat induksi siklosfosfamid. Cyclosporin dapat bersifat nefrotoksik, dan dapat menyebabkan hisurtism, hipertensi dan hipertropi ginggiva. 2. Pengobatan supotif Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja pendekatan farmakologis terhadap penyakit glomerular yang mendasarinya. Tapi juga ditujukan terhadap pencegahan dan pengobatan sekuele yang menyertainya. Pengobatan suportif sangat penting bagi pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan imunosupresif dan karena itu mudah mendapat komplikasi Sindrom nefrotik yang berkepanjangan. terapi dietetik 1,2 masukan garam dibatasi 2gram/hari untuk mengurangi keseimbangan natrium yang positif diet tinggi kalori, protein dibatasi 2 gram/kgBB/hari. Diet vegetarian yang mengandung kedelai lebih efektif menurunkan hiperlipidemia. Pengobatan terhadap edema. Dengan pemberian diuretik tiazid ditambah dengan obat penahan kalium (spirinolakton, triamteren). Bila tidak ada respon dapat digunakan furesemid, asam etekrinat atau bumetamid. Dosis furosemid 25-1000mg/ hari dan paling sering dipakai karena toleransinya baik walau dengan dosis tinggi. Proteinuria dan hipoalbuminemia ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung pada dosis, lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan ACE inhibitor dimulai dengan dosis rendah dan secara progresif ditingkatkan sampai dosis toleransi maksimal.

22

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia sampai 50%, efek ini disebabkan karena menurunnya permeabilitas kapiler terhadap protein, nenurunnya tekanan kapiler intraglomerural dan atau karena menurunnya luas permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan meklofenamat (200-300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai. n-3 asam lemak takjenuh (polyunsaturated fatty acid) dapat mengurangi proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang berarti. Hiperlipidemia Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin dan simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada sindrom nefrotik. Hiperkoagulabilitas Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya resiko tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat dehidrasi, atau saat pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.

Prognosis Pronosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1% pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal. Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun. Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20% terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi 23

proteinuria yang berlanjut dan sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya kurang baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan, tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun. 1

KESIMPULAN Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan fungsi renal yang normal 1 Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar 15,5/100.000. 3 Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori overfille. Gejala awal pada sindroma nefrotik meliputi; menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropi dan urin berbusa. Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan pada deskripsi histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah diketahui. 3 Komplikasi pada sindromnrfrotik antara lain : 1. Infeksi 2. Kelainan koagulasi dan trombosis 3. Pertumbuhan abnormal 4. Perubahan hormon dan mineral 5. Anemia Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk pemeriksaan histopatologis 3 Penatalaksanaan

24

1. Terapeutik, obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine. 2. Pengobatan supotif (Hiperlipidemia,
1,2

Hiperkoagulabilitas,

edema,

Proteinuria

dan

hipoalbuminemi) serta terapi dietetik

Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik

DAFTAR PUSTAKA

1. Agraharkar Mahendra, Nefrotik Syndrome. www.emedicine.com Last Update: september 2, 2004. 2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004 3. Travis Luther, Nephrotic Syndrome. www.emedicine.com. Last Update: april14, 2005. 4. Nephrotic Syndrome, The Merck Manual Diagnosis and Therapy. www.Merckmanual.com. 5. Behram, Kleigman, Arvin. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. EGC Jakarta 2000

25

Вам также может понравиться