Вы находитесь на странице: 1из 47

PENGARUH DIET HIPERTENSI PADA LANSIA TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU DI DESA KUCUR DUSUN KLASEMAN RW 09 KECAMATAN DAU KABUPATEN

MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Gerontologi

Oleh : Kelompok IV PSIK B 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG Lansia adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi

seseorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisis, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-hari (Stanley, 2006). Menurut Hawari (2007) lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang sering disebut sebagai proses penuaan atau senescene dalam bahasa latinnya. Proses menua atau senescene memiliki arti tumbuh menjadi tua dan merupakan suatu siklus kehidupan yang ditandai dengan tahap-tahap menurunnya berbagai fungsi organ tubuh. Penurunan berbagai organ, fungsi, dan sistem tubuh yang terjadi pada lansia dapat bersifat alamiah/fisiologi dan juga bersifat patologis. Perubahan fisiologis meliputi penurunan, fungsi immunitas, fungsi pengindraan, fungsi pendengaran, fungsi pencernaan, fungsi perkemihan, fungsi muskuloskeletal, fungsi kardiovaskuler, dan lain-lain. Penurunan fungsi tersebut disebabkan berkurangnnya jumlah dan kemampuan sel tubuh (Pudjiastuti, 2003). Beberapa penurunan fungsi yang terjadi pada lansia, yang perlu menjadi perhatian adalah sistem kardiovaskuler, karena jumlah lansia yang menderita penyakit akibat penurunan fungsi kardiovaskuler masih dalam jumlah yang banyak. Perubahan

sistem kardiovaskuker meliputi perubahan struktur dan mekanik dan atau fungsi dari dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan penebalan dinding dengan peningkatan kekakuan, lumen yang dengan penurunan melebar dan kemudian diikuti

vascular compliance. Dampak dari perubahan pada

pembuluh darah tersebut mengakibatkan peningkatan tekanan darah (hipertensi) dan penumpukan plak aterosklerosis yang berdampak pada penyakit

kardiovaskuler lainnya seperti penyakit jantung koroner, infark jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah. (Lakatta & Levy, 2003; Klatz & Goldman, 2003; Najjar et al., 2005; Jani & Rajkumar, 2006; Nilson, 2008). Jumlah lansia yang mengalami hipertensi diketahui masih tinggi, diketahui di Indonesia sekitar 50-60% pada populasi lansia menderita hipertensi (Depkes RI, 2009). Hal tersebut juga didukung oleh data yang didapatkan pada lahan Binaan di Dusun Klaseman, Desa Kucur, Kecamatan Dau bahwa pada 3 bulan terakhir (April-Mei) kunjungan terbanyak lansia adalah dengan masalah hipertensi yaitu sebanyak 21 lansia dari 47 lansia. Data tersebut, menunjukkan bahwa masalah kesehatan yang dialami oleh mayoritas lansia di lahan Binaan adalah masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler khususnya penyakit hipertensi. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah persisten/menetap dengan tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg dalam pembuluh darah arteri secara terus - menerus lebih dari satu periode (Price dan Wilson, 2005). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi adalah faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi genetik, umur, seks, dll, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi adalah merokok, obesitas, emosi,

stress dan lain-lain (Bustan, 2007). Selain faktor penyebab, perlu juga diketahui tanda dan gejala penyakit hipertensi. Tanda dan gejala penyakit hipertensi yang dirasakan pada masing-masing invidu adalah berbeda-beda, bahkan ada yang sama sekali tidak memunculkan atau tidak merasakan gejala hipertensi sama sekali, tetapi diketahui menderita hipertensi saat dilakukan pengukuran tekanan darah, sehingga hipertensi sering juga disebut sebagai silent killer atau pembunuh secara diam-diam. Hal tersebut sangat berbahaya mengingat bahwa hipertensi akan memunculkan beberapa komplikasi jika tidak ditangani atau tidak terkontrol akibat sifat silent killer daripada hipertensi. Komplikasi tersebut dapat berupa kerusakan/kematian target organ meliputi retinopati dan penyakit arteri perifer, gagal jantung, insufisiensi ginjal kronis dan CVA atau stroke, dan pada akhirnya akan mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya komplikasi tersebut, maka diperlukannya beberapa menejemen kesehatan baik pada individu yang menderita hipertensi ataupun keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan hipertensi. Menejemen kesehatan dapat berupa perubahan perilaku atau gaya hidup dari yang tidak sehat menuju gaya hidup yang sehat, mengontrol stress, teratur berolah raga, serta mengontrol hipertensi dengan patuh terhadap pengobatan. Tugas profesi keperawatan dalam membantu proses pelaksanaan

menejemen kesehatan tersebut baik pada invidu (lansia) dengan hipertensi maupun pada keluarga yang memiliki anggota keluarga (lansia) dengan hipertensi adalah dengan melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring.

Pelaksanaan menejemen kesehatan baik pada individu maupun keluarga bukan mudah untuk dilakukan, karena mengingat kemungkinan adanya keterbatasan yang dimiliki baik individu maupaun keluarga .Kemungkinan keterbatasan individu meliputi pengobatan hipertensi yang secara kontinu, jika dikaitkan dengan lansia yang secara fisiologis mengalami penurunan daya ingat dan daya serap terhadap informasi yang diberikan, maka hal tersebut akan mempengaruhi lansia dalam proses pengobatan yang sedang atau yang akan dijalankan. Kemungkinan keterbatasan keluarga meliputi kurang pengetahuan akan bahaya yang ditimbulkan akibat dari penyakit hipertensi yang dialami anggota keluarga, ketidakmampuan dalam melakukan pemantauan pengobatan serta penyajian diet, dan lain-lain. Berdasarkan fenomena yang ada di lokasi binaan, melalui survey menejemen hipertensi yang telah dilakukan oleh kelompok melalui kuisioner, didapatkan hasil bahwa mayoritas lansia yang hipertensi di Dusun Klaseman RW 09 memiliki masalah tentang pengetahuan dalam penatalaksanaan diet hipertensi yang tepat. Oleh sebab itu, kelompok tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh diet hipertensi pada lansia dengan hipertensi terhadap perubahan perilaku di. Dusun Klaseman, Desa Kucur, Kecamatan Dau. 1.2. Rumusan Masalah RW 09,

1.2.1. Bagaimana diet hipertensi pada lansia di Dusun Klaseman Desa Kucur, Kecamatan Dau?

1.2.2. Bagaimana perilaku lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau? 1.2.3. Adakah pengaruh diet hipertensi terhadap perubahan perilaku pada lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau?

1.3. 1.3.1.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui perubahan perilaku pada lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau setelah dilakukan intervensi keperawatan

1.3.2.

Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi diet hipertensi pada lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau? 2. Mengidentifikasi perilaku lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau? 3. Mengetahui adakah pengaruh diet hipertensi terhadap perubahan perilaku pada lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau setelah dilakukan intervensi keperawatan?

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1.1. Bagi Lahan Binaan Memberi informasi mengenai diet hipertensi dan perlunya perubahan perilaku lansia dalam mengontrol hipertensi. 1.4.1.2. Bagi Responden Mendapat perubahan pengetahuan, perilaku dan sikap dalam mengontrol hipertensi. 1.4.1.3. Bagi Keluarga Mendapat pengetahuan baru tentang cara merawat,

memanajemen kesehatan dan memaksimalkan dukungan pada lansia dengan hipertensi, sehingga dapat membantu memaksimalkan

kesehatan lansia melalui pengontrolan perilaku dan sikap lansia terhadap diet hipertensi sesuai dengan standar

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Lansia menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari hari dan menerima nafkah dari orang lain (wahyudi, 2000). Sedangkan menurut UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos,1999). Proses penuaan disebut pula

dengan nama senescene, kata ini diambil dari bahasa latin yang artinya tumbuh menjadi tua. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahap-tahap menurunnya berbagai fungsi organ tubuh misalya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin, dan lain sebagainya. (FKUI, 2007). Lansia adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi seseorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisis, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-hari (Ilmu Penyakit Dalam, 2006). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan

tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan berbagai organ, fungsi, dan sistem tubuh itu bersifat alamiah/fisiologi atau patologis. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnnya jumlah dan kemampuan sel tubuh (Pudjiastuti, 2003). 2.1.2 Teori Penuaan 1. Teori Biologis Teori Biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, panjang usia, dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori Biologis yang

mempengaruhi kualitas tidur antara lain: a. Riwayat Lingkungan Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan. b. Teori Imunitas Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan

berkurangnnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit autoimun seperti artritis reumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan lain. c. Teori Neuroendokrin Para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap perintah. 2. Teori Psikososial Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Teori psikososial antara lain : a. Teori Kepribadian Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Jung mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa yang memandang kepribadian sebagai ekstrovert atau introvert.. b. Teori Tugas Perkembangan Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam

kehidupannya untuk mencapai penuaan yang sukses. Tugas utama

lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa. c. Teori Disengagement Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi. d. Teori Aktivitas Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Havighurts yang pertama kali menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut.

e. Teori Kontinuitas Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat

menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan (Stanley, 2006). 2.1.3 Perubahan pada lansia 1. Perubahan fisik a. Perubahan sel Perubahan ini meliputi jumlah sel lebih sedikit dan lebih besar ukurannya, berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, hati, dan sejumlah sel otak menurun, dan terganggunya mekanisme perbaikan sel (Nugroho, 2000 ). b. Sistem Persarafan Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya setiap hari). Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres. Mengecilnya saraf panca indra,

berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu

dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin, kurang sensitif terhadap sentuhan (Nugroho, 2000 ). c. Sistem Pendengaran Hilang atau berkurangnya kemampuan mendengar, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin (Nugroho, 2000 ). d. Sistem Penglihatan Menurunnya lapang pandang, hilangnya daya akomodasi mata. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, glaukoma, ulkus kornea (Nugroho, 2000 ). e. Sistem Kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal, dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho, 2000 ). f. Sistem Respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku. Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas menjadi lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman nafas menurun. Alveoli ukurannya melebar dan jumlahnya berkurang. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. CO2 pada arteri tidak berganti (Nugroho, 2000 ).

g. Sistem Gastrointestinal Kehilangan gigi penyebab utama adanya Peridontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indra pngecap menurun, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa manis, asin, dan pahit. Esofagus melebar. Asam lambung menurun dan waktu untuk mengosongkan lambung menurun. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi (Nugroho, 2000 ). h. Sistem Genitourinaria Pada lansia ukuran nefron mengecil dan menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. Otot-otot vesika urinaria (kandung kemih) menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Kandung kemih susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan pretensi urine. Pembesaran prostat 75% dialami oleh pria usia diatas 65 tahun (Nugroho, 2000 ). i. Sistem Endokrin Sistem endokrin pada lansia terdapat perubahan seperti : toleransi glukosa, terganggu dan insulin serum meningkat, penurunan

testoteron bebas maupun yang bioavaiable, penurunan hormon T3, peningkatan hormon paratiroid (PTH), penurunan produksi vitamin D pada kulit, dan peningkatan kadar homosistein serum (Nugroho, 2000).

j. Sistem Integumen Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses

keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis). Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu. Kuku jari menjadi keras dan rapuh (Nugroho, 2000 ). k. Sistem Muskuloskletal Tulang kehilanglangan cairan dan semakin rapuh. Persendian membesar dan menjadi kaku. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis. Kadar kapur dalam tulang menurun mengakibatkan tulang menjadi keropos (Nugroho, 2000 ). l. System Reproduksi (menopause) Menopause adalah berhentinya siklus perdarahan uterus yang teratur, merupakan satu peristiwa dalam klimakterium. Menopause biasanya terjadi antara usia 45-52 tahun (Price, 2006). Menopause digambarkan sebagai penghentian fisiologis haid berhubungan dengan kegagalan fungsi ovarium, selama fungsi reproduktif menurun dan berakhir (Smeltzer, 2002). Turunnya fungsi ovarium mengakibatkan hormone terutama hormone estrogen dan progesterone sangant berkurang di dalam tubuh. Kekurangan hormone ini menyebabkan beberapa keluhan, salah satunya yaitu insomnia ( sulit tidur). Insomnia lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam hari, wajah memerah, dan perubahan yang lain.

2. Masalah kesehatan jiwa a. Kecemasan Gejala kecemasan yang sering dialami oleh lansia yaitu, perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang terjadi, sulit tidur sepanjang malam, rasa tegang dan cepat marah, dan sering membayangkan hal yang menakutkan. (Maryam, 2008). b. Depresi Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang sering dijumpai pada lansia. Depresi ditandai dngan gejala seperti sering mengalami gangguan tidur, sering kelelahan, kebersihan dan kerapian diri diabaikan, mudah tersinggung, konsentrasi berkurang, dan hilangnya nafsu makan yanf bisa menyebabkan penurunan berat badan. (Maryam, 2008). c. Insomnia Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah , yang terkadang dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat brupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatan pada malam hari. Insomnia pada lansia sering disebabkan oleh kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat sepanjang malam, tertidur sebentarsebentar sepanjang hari, gangguan cemas dan depresi, tempat tidur dan suasana kamar yang kurang nyaman. (Maryam, 2008).

d. Paranoid Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya. Bila kondisi ini berlangsung lama dan tidak ada dasarnya, hal ini merupakan kondisi yang disebut paranoid. (Maryam, 2008). e. Demensia Demensia sinilis merupakan gangguan mental yang berlangsung progresif, lambat, dan serius yang disebabkan oleh kerusakan organik jaringan otak. (Maryam, 2008). 3. Perubahan sosial lansia a. Ketersaingan Terjadinya penurunan kemampuan pada individu dalam

mendengar, melihat, dan aktivitas lainnya, sehingga merasa tersisih dalam masyarakat. b. Post power syndrome Kondisi ini terjadi pada seseorang yang semula mempunyai jabatan pada masa aktif bekerja. Setelah berhenti bekerja, merasa ada sesuatu yang hilang dalam kehidupannya. c. Masalah ekonomi Penerimaan atau pendapatan pada usia lanjut tidak seperti masa produktif, sehingga masalah ekonomi merupakan salah satu masalah yang perlu dipahami. (Mangoenprasodjo, 2005).

2.2 Konsep Hipertensi 2.2.1 Pengertian Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008). Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang, 2008). Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan

serebrovaskuler. Dari uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik yang menetap lebih dari 140 mmHg, atau tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Joint National Committee baru-baru ini telah mengadopsi pedoman hipertensi dan mengklasifikasi ulang menjadi 4 tingkat sebagai berikut: Tabel 2.1 Tingkatan Hipertensi Lansia Tingkat Tekanan Sistolik (mmHg) Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 140 159 160 179 180 209 Tekanan Diastolik (mmHg) 90 99 100 109 110 119

Tingkat 4

210 atau lebih tinggi

120 atau lebih tinggi

Diagnosis dibuat pada setidaknya 2 pengukuran berturut-turut dan diukur dengan posisi klien supine atau duduk, dan kemudian berdiri (kecuali untuk klien-klien yang memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 210 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg, mereka pasti memiliki tekanan darah tinggi pada 1 kali kunjungan). Pada lanjut usia, terdapat pula istilah yang disebut pseudohipertensi. Pseudohipertensi ini adalah hasil dari klasifikasi dinding arterial, perubahan sklerotik ini mengakibatkan rigiditas pada arteri brakialis, menyebabkan kompresi yang inefektif pada arteri brakialis dengan sphygmomanometer. Jadi, pseudohipertensi adalah suatu fenomena peningkatan hasil

pengukuran sistolik akibat ketidakmampuan manset eksternal untuk menekan arteri lanjut usia dengan arteriosclerosis. Pseudohipertensi dapat dicurigai jika : 1. Tekanan darah sistolik sangat tinggi tanpa ada tanda-tanda kerusakan organ dan dengan tekanan darah diastolik normal 2. Ada perbedaan tekanan darah pada ekstrimitas yang berbeda 3. Gejala hipotensi muncul dengan terapi. Oslers maneuver adalah skrening tes untuk pseudohipertensi, walaupun hasilnya masih dipertanyakan. Dilakukan dengan palpasi arteri brakial atau radial setelah memompa manset di atas tekanan sistolik. Arteri normal dapat tak teraba dan jika masih teraba, maka hasilnya berhubungan dengan pembacaan intra arteri (Elnicki, Kotchen, 1993).

2.2.2 Patofisiologi Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler, aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin

menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik pada sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri , 2008). Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah. Pada pertimbangan gerontologis, terjadi perubahan struktural dan fungsional pembuluh darah meliputi atherosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah berakibat menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tahanan perifer sehingga tekanan darah pun mengalami peningkatan.

umur

Jenis kelamin

Gaya hidup

obesitas

Elastisitas

, arteriosklerosis

hipertens iiiiii Kerusakan vaskuler pembuluh darah Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi Gangguan sirkulasi

otak

ginjal

Pembuluh darah

Retina

Resistensi pembuluh darah otak Nyeri kepala

Suplai O2 otak menurun

Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal Blood flow munurun Respon RAA Rangsang aldosteron Retensi Na

sistemik

koroner

Spasme arteriole diplopia

vasokonstriksi

Iskemi miocard Nyeri dada

Gangguan pola tidur

sinkop

Afterload meningkat Penurunan curah jantung

Resti injuri

Gangguan perfusi jaringan

Fatique

Intoleransi aktifitas

edema

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah: a. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus. b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan

bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang

mengakibatkan hipertensi sistolik. d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager, 2008). Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol: 1) Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009). Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007). 2) Umur Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah

yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan

arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. 3) Keturunan (Genetik) Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol: 1) Obesitas Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008). Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. 2) Kurang olahraga Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus

memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008). 3) Kebiasaan Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami

ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007). 4) Mengkonsumsi garam berlebih Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Hans Petter, 2008). 5) Minum alkohol Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007). 6) Minum kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg. 7) Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal

2.2.4 Klasifikasi Hipertensi pada dasarnya diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu: 1. Hipertensi primer yang penyebab pastinya tidak diketahui teteapi terdapat faktor-faktor resiko di atas. 2. Hipertensi sekunder, yaitu peningkatan tekanan darah sebagai hasil dari penyakit yang mendasarinya seperti renal artery disease, parenchymal disorder, gangguan endokrin dan metabolic, gangguan CNS, koartasio aorta dan peningkatan volume intravaskuler. Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada lanjut usia dapat dibedakan menjadi: 1. Hipertensi sistolik saja (Isolated Systolic Hypertension), terdapat pada 6-12 % penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya umur. Terjadi

peningkatan tekanan darah sistolik yang disproporsional terhadap tekanan darah diastolik, mengarah pada peningkatan kekakuan dan rigiditas arterial. 2. Hipertensi diastolik (Diastolic Hypertension), terdapat antara 12 14% penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun dengan bertambahnyua umur. 3. Hipertensi sistolik-diastolik terdapat pada 6-8 % penderita usia lebih dari 60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.

2.2.5 Tanda dan Gejala Seperti semua penyakit pada lanjut usia, hipertensi biasanya tidak memberi gejala apapun atau gejala yang timbul samara-samar (insidious) atau tersembunyi (occult). Seringkali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit, komplikasi atau penyakit yang menyertai. Diagnosis juga seringkali didapatkan pada waktu mengadakan asesmen geriarti atau general check-up. Pada hipertensi ringan sampai sedang, klien dapat asimptomatik. Seiring perkembangan penyakit, klien dapat mengalami kelelahan, pising, vertigo, sesak nafas, dan palpitasi. Pada hipertensi berat klien dapat mengalami sakit kepala berdenyut pada bagian okspital, nyeri dada, epistaksis, bingung, loss of vision, kejang/koma. 2.2.6 Komplikasi Hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan pada beberapa organ, yaitu: 1. Jantung, mengalami Congestive Heart Failure (CHF), ventricular hypertrophy, angina, myocardial infarction, dan kematian mendadak. 2. Sistem Saraf Pusat Transient Ischemia Attack 3. Pembuluh darah perifer Peripheral vascular disease, aneurysm 4. Ginjal serum kreatinin > 133 mmol/L (1,5 mg/100 ml), proteinuria, mikroalbuminemia 5. Mata hemoragi atau eksudat, dengan atau tanpa papiledema

2.2.7 Pencegahan 1. Pencegahan Primer Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata, adanya hipertensi obesitas pada dan anamnesis konsumsi keluarga, garam ras (negro),

tachycardi,

yang

berlebihan

dianjurkan untuk : a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dan sebagainya. b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok. c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam. d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa : a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer. b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin. c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemic yang lain harus dikontrol d. Batasi aktivitas.

2.3 Diit Hipertensi


2.3.1 Bahan Makanan yang dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Bahan Makanan Sumber Karbohidrat Dianjurkan Beras, kentang, singkong, terigu, tapioka, makanan yang diolah dari bahan makanan tanpa garam dapur atau soda Sumber Protein Hewani telur maksimal 1 btr sehari Daging dan ikan maksimal 100 gram per hari, putih telur, daging ayam tanpa kulit Otak, ginjal, sardin, kuning telur, daging asap, ikan yang diawetkan, dendeng, abon, keju, ikan asin, kornet, udang kering,telur asin. Sumber Protein Nabati Semua kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti kacang hijau, kacang merah tahu dan tempe Sayuran Semua sayuran segar, contoh: kangkung, labu siam, sawi, dll Buah-buahan Semua buah-buahan segar Daun singkong, sayuran yang diawetkan dan dimasak dengan santan kental Buah-buahan yang diawetkan seperti buah dalam kaleng dan buah yang bergas seperti durian dan nangka Keju, kacang tanah, dan semua kacang-kacangan yang dimasak dengan garam dapur Tidak Dianjurkan Roti, biskuit, dan kue-kue yang dimasak dengan garam dapur atau soda kue

Sumber Lemak

Minyak goreng, margari, dan Margarin dan mentega biasa mentega tanpa garam

Minuman/camilan Teh, susu rendah lemak Bumbu-bumbu Rempah-rempah

kopi, alkohol, rokok MSG, saos tomat, terasi, kecap, banyak garam

2.3.2 Aturan Diet yang Dianjurkan pada Penderita Hipertensi Diet Rendah Garam adalah diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi. Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diet Rendah Garam. Beberapa syarat Diet Rendah Garam adalah: 1. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin 2. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit 3. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/ atau hipertensi 2.3.3 Macam-Macam Diet Rendah Garam 1. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na) Diet Rendah Garam I diberikan kepada pasien dengan hipertensi berat (>180/100). Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya 2. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na) Diet Rendah Garam II diberikan kepada pasien dengan hipertensi tidak terlalu berat (160/100-179/109). Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Rendah Garam I. Pada pengolahan

makanannya boleh menggunakan sdt garam dapur (2 gr). Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. 3. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na) Diet Rendah Garam III diberikan kepada pasien dengan hipertensi ringan (140/90-159/99). Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Rendah Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gr) garam dapur. 2.3.4 Ukuran Bahan Makanan Sehari-Hari yang Dianjurkan Bahan Makanan Beras Daging Telur ayam Tempe Kacang hijau Sayuran Buah Minyak Gula pasir Berat (gr) 300 100 50 100 25 200 200 25 25 Urt (ukuran rumah tangga) 5 gelas nasi 2 potongan sedang 1 butir 4 potong sedang 2 sdm 2 gelas 2 potong sedang papaya 2 sdm 2 sdm

Ukuran di Atas Disajikan Dengan Pembagian Sebagai Berikut: Pagi Beras 70 gr = 1 gelas nasi Telur 50 gr = 1 butir Sayuran 50 gr = gelas Siang dan Sore Beras 140 gr = 2 gelas nasi Daging 50 gr = 1 potong sedang Tempe 50 gr = 2 potong sedang

Minyak 5 gr = sdm Gula pasir 10 gr = 1 sdm

Sayuran 75 gr = gelas Buah 100 gr = 1 potong sedang Minyak 10 gr = 1 sdm

Pukul 10.00 Kacang hijau 25 gr = 2 sdm Gula pasir 15 gr = 1 sdm 2.3.5 Cara Pengolahan Makanan Pada Penderita Hipertensi 1. Rasa yang kurang asin bisa diperbaiki dengan menggunakan bumbubumbu yang tidak mengandung natrium, seperti bawang, jahe, kunir, daun salam, cuka, dll. 2. Cara memasak yang baik adalah dengan merebus, mengukus, mengungkep, manumis, memanggang, atau membakar. 3. Hindari menggoreng dengan banyak minyak (disesuaikan pada tabel ukuran kebutuhan pada) 4. Sayur bisa dimakan mentah atau dilalap. 5. Ubah olahan makanan bersantan dengan jenis olahan tumis atau lainnya. 2.3.6 Contoh Menu Sehari Pagi Nasi Telur rebus Tumis kacang panjang Nasi Ikan acar kuning Tahu bacam Sayur Sop Pepaya Siang Nasi Daging pepes kukus/pepes tongkol Keripik tempe Cah sayuran Pisang Malam

Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan anda, dalam menyajikan menu diet hipertensi, diharapkan anda melakukan kegiatan memasak sesuai menu di atas. 2.3.7 Beberapa Menu Rekomendasi 1. Tongkol Bumbu Tomat : a. Lumuri ikan tongkol dengan air jeruk nipis, sisihkan. diamkan 10-15 menit, sisihkan. b. Panaskan minyak (disesuaikan pada tabel ukuran kebutuhan pada halaman 5), tumis bawang bombai, bawang putih dan jahe hingga harum. Masukkan tomat, gula pasir, merica dan air. masak diatas api kecil hingga mendidih dan matang. c. Masukkan ikan sesaat sebelum matang. tambahkan daun kemangi dan tutup wajan. Masak hingga matang. angkat dan sajikan. 2. Tahu Telur Asam Manis Bahan:
2 putih telur kocok 50 gram tahu putih, iris kotak 1 batang daun bawang 1 batang daun seledri

Saus :
1 siung bawang putih 1 cm jahe, haluskan sdt merica bubuk 100 ml sari tomat 1 sdm tepung maizena

Cara membuat tahu telur asam manis : 1. Campur tahu, putih telur, daun bawang, daun seledri. aduk rata. Tuang adonan ke dalam cetakan tahan panas, kukus hingga matang. Angkat, sisihkan. 2. Saus : panaskan minyak (disesuaikan pada tabel ukuran kebutuhan), tumis bawang putih dan jahe hingga harum. Masukkan sari tomat dan gula pasir. tambahkan larutan maizena, masak hingga mendidih. 3. Tata tahu telur kukus di atas piring saji lalu siram dengan saus asam manis dan sajikan

BAB III METODE

3.1 Design Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain Pretest posttest group design. Penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam melakukan

penatalaksanaan diit individu dengan hipertensi. 3.2 Populasi Dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua semua lansia dengan hipertensi di dusun Klaseman Selatan Desa Kucur Kecamatan Dau Kabupaten Malang. 3.2.2 Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan tidak

mendasarkan diri pada sastra, random atau daerah, tetapi mendasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2002) dari jumlah populasi 47 orang yang dibatasi oleh kriteria inklusi dan eksklusi dan didapatkan 26 orang. 3.2.3 Kriteria Sampel Sampel pada penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi 1) Lansia di atas umur 60 tahun 2) Lansia menderita hipertensi 3) Lansia yang berada di RW 09 desa Kucur b. Kriteria eksklusi 1) Lansia yang tidak mengalami hipertensi 2) Saat penelitian menolak untuk melanjutkan menjadi responden

3.3 Kerangka Kerja


Rumusan Masalah Bagaimanakah penatalaksanaan diit hipertensi pada lansia terhadap perilaku lansia dalam manajemen diit hipertensi di dusun Klaseman Selatan Desa Kucur Kecamatan Dau Kabupaten Malang. . Desain : Pretest posttest group design

Populasi: Seluruh lansia dengan hipertensi di dusun Klaseman Selatan Desa Kucur kecamatan Dau Kab.Malang. Sampel (kriteria inklusi)

Identifikasi Variabel Independent Penatalaksanaan diit hipertensi pada lansia Penatalaksanaan diit lansia hipertensi Penatalaksanaan keluarga lansia hipertansi

Identifikasi Variabel Dependent Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam diit hipertensi Baik / kurang baik Posiitif/ negatif

Pengumpulan Data Menggunakan lembar monitoring (observasional) Pengolahan data : Editing, Coding, Skoring, Tabulating

Analisa data: Chi Square

Hasil penelitian

Kesimpulan

Gambar 4.3 Kerangka kerja penelitian

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Independent Penatalaksanaan diit hipertensi pada lansia dan keluarga lansia 3.4.2 Variabel Dependent Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam manajemen diit hipertensi. 3.5 Lokasi Dan Waktu Dilaksanakan di dusun Klaseman Selatan desa Kucur kecamatan Dau

kabupaten Malang dari tanggal 3 - 29 Juni 2013. 3.6 Instrumen Lembar observasional 3.7 Metode pengumpulan data Penelitian ini menggunakan data primer dan skunder. Data primer diambil dari responden dengan observasi pengetahuan, sikap, dan perilaku manajemen kesehatan individu (lansia dengan hipertensi) dan keluarga dengan lansia yang menderita hipertensi. Lembar observasi diisi langsung oleh peneliti dengan cara wawancara dan mengamati secara langsung

terhadap responden dan keluarga. Data sekunder diambil dari dokumen-dokumen dan informasi yang ada di Puskesmas, kantor desa maupun posyandu lansia untuk melihat data demografi dan riwayat pengobatan lansia. 3.8 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003)

Tabel 3.8 Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi operasional

Parameter

Alat ukur

Skala

Hasil ukur

1.

Penatalaksanaan diit hipertensi pada Individu (lansia)

Pemberian penatalaksanaan hipertensi

Kemampuan kognitif diit hipertensi Kemampuan afektif diit hipertensi

terhadap Kemampuan psikomotor diit hipertensi

individu dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor (promosi kesehatan/penyuluhan) 2. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dalam Pengetahuan,sikap, dan perilaku

Penggunaan garam, penyedap

Lembar observasi

Nominal

Pengetahuan: - Baik= >=71

setelah Konsumsi kopi, rokok, sayuran yang tidak dianjurkan, makanan

dilakukan

melakukan manajemen diit hipertensi

penatalaksanaan

diit

bersantan/ berminyak, jeroan, ikan asin/ makanan yang diasinkan Kesediaan untuk memilih dan bahan makanan sesuai diit hipertensi, memasak sesuai cara yang dianjurkan Menu masakan diit Rasa masakan Penyajian makanan

- Kurang baik= <=70 Sikap - positif= 3 - negatif=<3 Perilaku: - Patuh=11 - Tidak patuh=<11

hipertensi pada lansia

3.9 Prosedur pengumpulan data Sebelum proses pengumpulan data responden dijelaskan tentang tujuan dan inform consent. Setelah responden diberikan penjelasan, responden diberikan sejumlah pertanyaan dan dilakukan observasi langsung terhadap responden dan keluarga. Setelah pengisian lembar observasi selesai kemudian dilakukan pengolahan data. 3.10 Pengolahan Dan Analisa Data 3.10.1 Pre Analisa Pada pre analisa,dilakukan pengolahan data melalui tahapan, edit (editing), kode (coding), skor (scoring), dan tabulasi (tabulating). a. Editing Data yang telah terkumpul diperiksa kembali satu persatu untuk mengecek apakah telah diisi sesuai dengan petunjuk yang ditentukan. b. Coding Dilakukan dengan cara mengubah identitas responden menjadi kode berupa angka. c. Scoring Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pemberian skor. d. Tabulating Mengelompokkan responden sesuai dengan tingkat kepuasan kerja dan kinerja. Data yang terkumpul diubah dalam bentuk persentase kemudian disajikan dalam bentuk diagram pie chart.

3.10.2 Analisa Data a. Univariat Analisa univariat ini digunakan untuk analisa hasil tabulasi terhadap data perilaku lansia dan keluarga terhadap

penatalaksanaan diit hipertensi 1) Pengolahan untuk data pengetahuan lansia Untuk menghitung data mengenai pengetahuan (kognitif) penatalaksanaan diit lansia hipertensi dengan metode

pengelompokan nominal. Interpretasi hasil dari data penatalaksanaan diit lansia hipertensi yaitu akan dikatakan baik apabila didapatkan skor 50 dan dikatakan buruk apabila didapatkan skor <50 2) Pengolahan untuk data sikap dan perilaku lansia Untuk menghitung data mengenai sikap (afektif) dan perilaku (psikomotor) penatalaksanaan diit lansia hipertensi dengan metode pengelompokan nominal. Interpretasi hasil dari data penatalaksanaan diit lansia hipertensi yaitu akan dikatakan positif apabila didapatkan skor 50 dan dikatakan negatif apabila didapatkan skor <50 b. Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk menganalisa hubungan antara kedua variabel, yakni antara penatalaksanaan diit lansia hipertensi pengaturan dengan perubahan perilaku lansia terhadap diet. Uji bivariat yang digunakan yaitu uji

kemaknaan

dengan

mengunakan

uji

statistik

wilcoxon

(Nursalam,2008) Untuk penghitungannya dengan bantuan komputer program SPSS Versi 16.0 for Windows dengan taraf

signifikansi 5% (0,05). Interpretasi dilakukan dengan kriteria. 3.11 Penyajian Data Penyajian data dalam laporan ini menggunakan tabel dan tekstular. 3.11.1 Penyajian cara tekstular Adalah penyajian data hasil peneltian dalam bentuk kalimat, biasanya digunakan untuk penelitian atau data kuantatif (Notoatmojo, 2002). 3.11.2 Penyajian cara tabel Adalah suatu penyajian yang sistemik dari data numerik yang tersusun dalam kolom atau jajaran yang digunakan untuk data yang sudah diklasifikasikan dan tabualasi (Notoatmojo, 2002). 3.12 Etika penelitian Peneliti melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi : 1) Informed Consent Lembar persetujuan diberikan sebelum penatalaksanaan dilakukan, dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Sebelum responden menandatangani informed consent observer

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Responden yang bersedia kemudiaan menandatangani lembar persetujuan tetapi jika responden

tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden tersebut (Hidayat, 2008). 2) Anonimity Pada laporan ini , nama responden tidak dicantumkan pada lembar alat ukur dan diganti dengan menuliskan kode pada lembar pengumpulan data sehingga hak privasi responden terlindungi dan semua informasi yang di berikan kepada peneliti akan tetap rahasia. 3) Confidentiality Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil laporan baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya dengan tidak mempublikasikan atau membocorkan detail hasil pengumpulan data ke pihak manapun. Hanya data tertentu yang merupakan kesimpulan yang dilaporkan pada hasil riset .

Вам также может понравиться