Вы находитесь на странице: 1из 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatnya lah kalo ini, penulis bisa menyelesaikan makalah berjudul Gusi Berdarah. Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai Gusi Berdarah, factor penyebabnya dan dampak apabila tidak dilakukan perawatan. Pembaca diharapkan menjadi lebih memahami mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan gusi berdarah khususnya dan penyakit periodontal pada umumnya. Namun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itulah penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bisa member manfaat bagi pembaca.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.1 Daftar Isi..2 BAB I (PENDAHULUAN)....3 BAB II(PEMBAHASAN).5 BAB III (PENUTUP)... 34 Daftar Pustaka 36

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingival yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi. Penyakit periodontal merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang dewasa yang disebabkan infeksi bakteri dan menimbulkan kerusakan pada gingival, tulang alveolar, ligament periodontal, dan sementum. Penyebab utamanya adalah bakteri plak. Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Kunjungan berkala ke dokter gigi sangat berarti untuk mendapatkan diagnosa dinidan perawatan penyakit periodontal. Kira-kira 15% orang dewasa usia 21 50tahun dan 30% usia di atas 50 tahun mengalami penyakit ini. Pada jaringan normal dari penyokong gigi seperti gingival umunya berwarna merah muda, lembut dan kenyal, bertekstur seperti kulit jeruk, bentuknya mengikuti kontur gigi dan tepinya berbentuk seperti kulit kerang sertatidak ada perdarahan pada saat penyikatan gigi. Pada gingival yang mengalami peradangan disebut juga gingivitis

yang umumnya ditandai dengan penumpukan plak di sepanjang tepi gusi, gusi yang terasa sakit, mudah berdarah, dan lunak. Masalah mengenai jaringan periodontal merupakan salah satu masalah mengenai kesehatan gigi dan mulut yang banyak di alami masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bacterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Untuk itulah, penyebab penyakit periodontal harus segera di musnahkan. Gusi berdarah bisa diakibatkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya sebagai tanda awal dari terjadinya gingivitis. Apabila terus diabaikan , pengaruh dari penyakit mulut ini bisa

meluas menjadi periodontitis dan lain-lain. Untuk itulah, makalah ini dibuat. Agar pembaca bisa mengerti dan memahami aspek-aspek seputar penyakit periodontal, terutama gingivitis dan cara menanggulanginya.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah gambaran anatomis dari jaringan periodontal yang sehat? 2. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dari penyakit periodontal! 3. Jelaskan cara menegakkan diagnosis berdasarkan anamneses, pemeriksaan klinik, dan rontgen foto dan bagaimana diagnosanya! 4. Bagaimana mekanisme terjadinya gusi berdarah? 5. Perawatan apa yang cocok pada kasus di scenario dan keuntungan dan kerugian perawatan serta prosedur perawatannya? 6. Instrumen apa saja yang akan kita lakukan dalam melakukan perawatan? 7. Apa dampak yang ditimbulkan apabila kasus yang dialami pasien tidak ditangani? 8. Untuk mengetahui cara menyikat gigi yang benar.

C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran anatomis dari jaringan periodontal yang sehat. 2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit periodontal.

3. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis berdasarkan anamneses, pemeriksaan klinik, dan rontgen foto dan bagaimana diagnosanya. 4. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gusi berdarah. 5. Untuk mengetahui perawatan apa yang cocok pada kasus di scenario. 6. Untuk mengetahui instrumen apa saja yang akan kita lakukan dalam melakukan perawatan 7. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan apabila kasus yang dialami pasien tidak ditangani. 8. Untuk mengetahui cara menyikat gigi yang benar.

BAB II PEMBAHASAN SKENARIO : Seorangwanita,berumur 14 tahun, datang ke praktek dokter gigi untukmerapikan susunangiginya, pasien juga mengeluh gusi sering berdarahpada gigi depan atasapabila menyikat gigi, keadaan ini terlihatberlangsung selama 6 bulanterakhir. Selain berdarah mulut jugaterlihat kotor dan berbau.

JARINGAN PERIODONTAL

Warna Ginggiva

Warna ginggiva normal umumnya merah jambu (coral pink). Hal ini disebabkan oleh adanya pasokan darah, tebal dan derajat lapisan keratin epithelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi untuk setiap orang erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada ginggiva biasanya terjadi pada individu berkulit gelap. Pigmentasi pada gingiva cekat berkisar dari cokelat sampai hitam. Warna pigmentasi pada mukosa alveolar lebih merah, karena mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.

Besar Ginggiva Besar ginggiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan pasokan darah. Perubahan besar ginggiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit periodontal.

Kontur Ginggiva Kontur dan besar ginggiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi-geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kotak proksimal, dan dimensi embrasure (interdental) gingival oral maupun vestibular. Papilla interdental menutupi bagian interdenterdental sehingga tampak lancip.

Konsistensi Gingival melekat erat ke struktur di bawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa sehingga ginggiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.

Tekstur Permukaan ginggiva cekat berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik-bintik ini disebut stipling. Stipling akan terlihat jelas jika permukaan ginggiva dikeringkan. Stipling ini bervariasi dari individu ke individu yang lain dan pada permukaan yang berbeda pada mulut yang sama. Stipling akan lebih jelas terlihat pada permukaan vestibular dibandingkan dengan permukaan oral. Pada permukaan marginal gingival tidak terdapat stipling.

a. KLASIFIKASI PENYAKIT PERIODONTAL Penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh Page dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini, Menetap dan Parah Tiga tahap

pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa periodontitis.

Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anak-anak dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe : 1. Gingivitis kronis 2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ) 3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP) 4. Periodontitis kronis 5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) 6. Periodontitis Prepubertas b. DIAGNOSIS PENYAKIT PERIODONTAL Diagnosis berdasarkan anamnesis,pemeriksaan klinis dan rontgen foto : a. Pemeriksaan Kesehatan Pemeriksaan kesehatanmeliputi riwayat medis dan kesehatan gigi. Riwayat medis Riwayat medis sebaiknya didapat pertama kali melalui kuesioner tertulis. Setelah kuisioner ini dilengkapi, apa yang tertulis sebaiknya dibahas kembali dengan pasien sehingga dapat diberikan penjelasan yang menyeluruh untuk bidang-bidang yang penting. Inilah waktu yang paling tepat untuk merujuk pasien guna menjalani konsultasi medis jika ada kondisi yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit periodontal dan/atau penatalaksanaan pasien. Alasan penting riwayat menis adalah: a. Untuk menemukan manifestasi oral dari kondisi sistemik tertentu seperti diabetes melitus, gangguan hormonal dll. b. Untuk memastikan adanya kondisi sistemik seperti kehamilan, diabetes melitus, kelainan darah, defisiensi nutrisi, dan penyakit kardiovaskuler-hipertensi yang dapat mengubah hormon hospes terhadap bakteri. c. Untuk menentukan ada atau tidaknya kondisi sitemik tertentu yang membutuhkan modifikasi, baik pada terapi periodontal primer maupun suportif.

Riwayat Kesehatan Gigi

Sebelum pemeriksaan intraoral dilakukan, ada baiknya praktisi mencari riwayat kesehatan gigi secara lengkap. Karena dengan melakukannya, praktisi mendapatkan kesempatan untuk menilai perilaku pasien, membangun hubungan, dan mempelajari penyakit gigi yang telah lalu serta responnya terhadap perawatan. Juga penting untuk mengetahui cara pemeliharaan kebersihan mulut yang selama ini dilakukan oleh pasien di rumah yang mencerminkan pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi. Pemeriksaan Gigi Menyeluruh Kesan keseluruhan yang diperoleh dari survai ini menentukan besarnya lingkup permasalahan. Aspek-aspek di bawah ini harus diamati dan dicatat: 1. Pemeriksaan jaringan lunak. Pemeriksaan ini adalah penelusuran adanya kanker rongga mulut. Lesi-lesi lain juga harus diperhatikan, tetapi hanya sedikit yang berlanjut menjadi parah, terutama apabila tidak terdeteksi pada tahap awal atau terabaikan. 2. Posisi gigi. Meliputi kesesuaian lengkung rahang, maloklusi morfologi, dan migrasi gigi-gigi. 3. Karies. Meliputi pemeriksaan lokasi, jenis, dan luas karies. 4. Perawatan restoratif. Sebaiknya diperiksaan apakah protesa dan restorasi yang telah dibuat cukup baik atau tidak. Kemudian, keadaan ini dihubungkan dengan retensi plak, kesulitan membersihkan plak, oklusi traumatik, dan ungkitan berlebihan karena daya toksi protesa. Juga penting untuk melihat adanya kemungkinan tepi restorasi yang melebihi lebar biologis epitel jungsional dan perlekatan jaringan ikat, karena apabila batas ini dilanggar, dapat mengakibatkan cedera iatrogenik yang serius pada jaringan periodontal. 5. Kebiasaan. Misalnya kebiasaan meroko, menjulurkan lidah, bruksisme (mengerot), cleching (menggeletukan gigi), dan kebiasaan yang disengaja serta tidak wajar. 6. Kondisi pulpa gigi, khususnya yang mengalami kehilanmgan tulang yang hebat (terutama gigi yang mengalami restorasi dalam dan/atau kerusakan furkasi. Hubungan antara penyakit pulpa dan jaringan periodontal telah semakin penting dan dapat mengubah rencana perawatan. Sindrom gigi retak dapat mirip atau menyebabkan kelaina pulpa. Fraktur gigi relatif umum terjadi, khususnya pada gigi posterior dan harus selalu dipertimbangkan apabila disertai dengan poket yang dalam dan sempit. 7. Kegoyangan gigi. Ini adalah aspek pertimbangan diagnostik yang sangat penting dan mempengaruhi prognosis. Jaringan Periodontal, Pemeriksaan ini merupakan bagian terpenting dalam proses diagnostic. Probe periodontal berkalibrasi, eksplorer furkasi, kaca mulut, dan pencahayaan yang baik, pelpasi dan

semprotan udara,semua ini harus digunakan dengan optimal untuk memperjelas pemeriksaan visual dari jaringan periodontal. Aspek-aspek yang harus diamati adalah : 1. Warna,bentuk dan konsistensi gingival. Perubahan yang terjadi pada aspek ini menunjukkan adanya penyakit periodontal, tetapi tidak dapat menentukan tingkat keparahan penyakit. 2. Perdarahan dan eksudasi purulen. Merupakan indicator klinis dari aktifnya penyakit dan perlu dicatat. Eksudasi dapat terjadi spontan atau hanya pada saat dilakukan probing atau palpasi. Perdarahan dan eksudasi bukan indikator keparahan penyakit, tetapi dapat berarti adanya ulserasi dinding epitel poket. 3. Kedalaman poket (kedalama probing).Pengukuran poket dilakukan dari tepi gingiva seluruh gigi dengan menggunakan prob berkalibrasi. 4. Jarak antara tepi gingiva ke pertautan sementoemail (resesi). Kedalaman resesi dicatat sebagai garis kontinu pada rekam medik. 5. Hubungan antara pertautan sementoemail dan dasar poket (tingkat perlekatan). Lokasi dasar poket terhadap pertautan sementoemail berpengaruh lebih besar terhadap prognosis individual gigi-gigi dibandingkan kedalaman poket. Kehilangan tingkat perlekatan dapat merupakan tanda aktifnya penyakit. 6. Lebar keseluruhan gingival berkreatin, hubungan antara kedalaman probing dan pertemuan muko-gingiva, dan pengaruh letak frenulum serta perlekatan otot terhadap tepi gingival. 7. Perluasan patologis dari daerah furkasi. Probing yang teliti menggunakan probe furkasi berbentuk kurva dapat membantu menentukan keterlibatan furkasi.

D. Pemeriksaan Radiografi Radiografi merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiografi semata tidak dapat menentukan diagnosa. Interpretasi radiografi sebaiknya disertakan bersama data-data klinis untuk mendapatkan diagnosa akhir yang tepat. Setiap tahap diagnostik berfungsi untuk mengawasi keakuratan tahap diagnostik yang lain. DIAGNOSIS PENYAKIT : GINGIVITIS MARGINALIS KRONIS

c.

FAKTOR PENYEBAB Risk Factor Penyakit Periodontal

Lingkungan rongga mulut yang abnormal merupakan salah satu risk factor bagi penyakit periodontal. Dibawah ini merupakan keadaan lingkungan rongga mulut yang abnormal yang dapat memicu terjadinya penyakit periodontal, yaitu : 1. Oral Hygiene yang buruk Oral hygiene yang buruk dapat menyebabkan adanya penumpukan bakteri dan pembentukan plak sehingga dapat menyebabkan resiko terjadinya penyakit periodontal. 2. Gula dan asam Bakteri yang menyebabkan penyakit periodontal dapat berkembang biak dalam lingkungan yang asam. Oleh karena itu, konsumsi gula dan makanan yang dapat meningkatkan keasaman dalam rongga mulut dalam jumlah yang berlebih, dapat meningkatkan kadar asam dalam rongga mulut sehingga bakteri berkembang biak dan jumlahnya bertambah. 3. Kontur Restorasi yang buruk Kontur restorasi yang buruk, menyebabkan debris terjebak pada gigi dengan restorasi yang buruk sehingga terjadi pembentukan plak. 4. Anatomi Gigi yang abnormal Anatomi gigi yang abnormal dapat meningkatan resiko penyakit periodontal

5. Wisdom Teeth Wisdom teeth, atau yang disebut dengan gigi molar ketiga, dapat menjadi tempat yang baik bagi bakteri yang menyebabkan penyakit periodontal, untuk berkembang biak. Faktanya, pada pasien dengan umur 20an, penyakit periodontal kebanyakan terjadi disekitar gigi molar ketiga. Periodontitis dapat terjadi pada gigi molar tiga yang impaksi. Penyakit periodontal juga dapat terjadi pada pada pasien yang sedang mengalami erupsi gigi molar ketiga tanpa adanya impaksi(Kinane dkk, 2006). Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka menganggap penyakit ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Seperti karies gigi, penyakit periodontal juga lambat perkembangannya dan apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi. Namun studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah dengan pembersihan plak dengan sikat gigi teratur serta menyingkirkan karang gigi apabila ada. Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, dengan tanda klinis

gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah. Gingivitis yang tidak dirawat akan menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk saku (poket) yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak tulang dan jaringan pendukung yang rusak. Bila penyakit ini berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi yang tinggi di Indonesia. Bahkan di Amerika dan Jepang, perhatian dokter gigi mulai beralih lebih kepada penegakan diagnosis penyakit periodontal daripada karies. Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak sehingga penyakit periodontal sering juga disebut penyakit plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1mm plak gigi dengan berat 1mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi di antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral hygiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran saliva. Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa faktor yang menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Faktor ini bisa berada di dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum faktor resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang buruk, penyakit sistemik, umur, jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan.

1. Higiene oral (oral hygiene) Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan

kondisi oral hygiene yang buruk. Loe, et al. melaporkan bahwa pada individu yang mempunyai gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan pembersihan rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan kebersihan mulut maka keradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila tidak ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal. 2. Umur Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai

pada orang tua daripada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging). 3. Jenis Kelamin Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya.

4. Penyakit sistemik Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus (DM) dan penyakit sistemik lainnya. Insiden DM dilaporkan cukup tinggi di beberapanegara yang artinya berdampak negatif bagi kesehatan rongga mulut. Penderita DM lebih rentan terhadap infeksi terutama pada penderita diabetes yang tidak terkontrol. Bila dilakukan skeling pada penderita diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat menyebabkan timbulnya abses periodontal (Fehrenbach,2008). Risk Determinant Penyakit Periodontal Risk determinant disebut juga dengan background characteristic yaitu faktor2 resiko yang tidak dapat dimodifikasi yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit. (Brian BA, 1998) Risk determinant mencakup berbagai hal antara lain : 1. genetik 2. usia 3. jenis kelamin 4. status sosial ekonomi 5. stress (Carranza, 2006)

A. Faktor genetik Faktor genetik berbeda pada setiap individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi keparahan kondisi klinis gingivitis, kedalaman probe poket, loss of attachment, dan tinggi tulang interproksimal. Jumlah total keluarga yang menderita localized atau generalized aggressive periodontitis juga mengindikasikan bahwa factor genetik juga terlibat dalam penyakit (Carranza, 2006). Menurut sebuah penelitian tahun 2000, faktor genetik mungkin memainkan peran penting dalam setengah kasus penyakit periodontal. Sampai dengan 30% dari populasi mungkin memiliki beberapa kerentanan genetik terhadap penyakit periodontal. Sebagai contoh, beberapa orang dengan penyakit periodontal yang memiliki faktor genetik yang

mempengaruhi faktor kekebalan interleukin-1 (IL-1), sebuah sitokin yang terlibat dalam respon inflamasi. Perubahan pada gen IL 1 mungkin merupakan penanda yang valid untuk periodontitis, tetapi penggunaan IL-1 sebagai penanda genetik pada populasi yang lebih besar masih jarang (Carranza,2006). B. Usia Penyakit periodontal pada umumnya dapat menurunkan kualitas hidup pada orang tua. Tingginya prevalensi penyakit periodontal pada orang tua mendapat perhatian karena penyakit periodontal pada pasien secara langsung dapat meningkatkan risiko terbentuknya karies akar, sama halnya dengan kehilangan gigi yang akan menghasilkan defisiensi asupan nutrisi, penurunan kemampuan pengunyahan dan berbicara yang dapat memperburuk kualitas hidup pasien. Pada umumnya, orang-orang yang mengalami permasalahan yang berhubungan dengan pernapasan kronis memiliki imunitas rendah. Sehingga menyebabkan bakteri rongga mulut dengan mudah melekatkan diri pada permukaan dan tepi gingiva yang tidak memiliki sistem pertahanan. Keadaan ini tidak hanya mempercepat perkembangan penyakit periodontal. Oleh karena itu, pada orang tua dengan sejumlah gigi dapat dihubungkan dengan prevalensi bakteri periodontal dalam rongga mulut. Banyak penilitian yang menyatakan bahawa keparahan periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua dari pada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging). Status periodontal dengan usia dan jenis kelamin Gambar 2 menunjukkan status periodontal dengan usia dan jenis kelamin. Pasien lakilaki dan perempuan menunjukkan karakteristik usia, persentase pasien dengan kantongkantong periodontal melalui peningkatan kelompok usia yang lebih tua sampai usia 65. Persentase yang lebih tinggi dari pasien laki-laki memiliki pocket periodontal dibandingkan dengan pasien perempuan dalam setiap kelompok usia, dengan perbedaan lebih menonjol di antara pasien yang lebih muda dan tua.

Pada penelitian yang telah dilakukan di universitas Adelaide di Australia telah menyatakan bahawa persentase pasien dengan kantong mm 4-5 meningkat dalam kelompok usia lebih tua dari 6,6% selama 18-24 tahun sampai dengan 24,0% selama 45-64 tahun, dan 22,9% untuk +65 tahun. pocket periodontal 6 + mm peningkatan kelompok usia yang lebih tua dari 5,3% antara 18-24 tahun sampai dengan 15,5% antara 45-64 tahun-usia, dan 13,3% di antara +65 tahun. Pasien yang lebih muda memiliki kemungkinan lebih rendah memiliki pocket 6 + mm, 0,37 kali lebih rendah selama 18-24-year-olds dan 0,67 kali lebih rendah

selama 25-44 tahun dibandingkan dengan 65 + tahun. Pria memiliki kemungkinan lebih tinggi dari pocket 6 + mm (1,39 kali) dibandingkan dengan pasien perempuan (AIHW, 2002). C. Jenis Kelamin Jenis kelamin berperan dalam penyakit periodontal. Survei National U.S. tahun 1996 menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak kehilangan perlekatan daripada

wanita. Kenyataannya, oral hygeni pria lebih rendah daripada wanita, terkait keberadaan plak dan kalkulus. Karenanya, perbedaan jenis kelamin dalam prevalensi dan keparahan periodontitis menunjukkan hubungan pencegahan daripada faktor genetik lain (Onya Andinisari, 2011).

D. Stress Stress adalah respon tubuh normal terhadap sesuatu peristiwa yangmemicu seseorang untuk menjadi terancam. Stress didefinisikan sebagaiproses dinamis dan interaksi dari suatu system dengan formulasi dan operasionalisasi komponen komponen pada berbagai tingkat ( Lazarus , 2000 ). Definisi dari stress ini sangat penting untuk dijabarkan karena penggunaankalimat ini sering disalahgunakan. Stress berasal dari kata latin Stringere yang berarti ketat atau tegang. Cannon menggambarkan stress sebagai hasil darisuatu proses homeostasis dan menunjukkan system simpatis (Carranza,2006). Sekarang stress didefinisikan sebagai kebingungan secara fisiologi danmetabolis yang diakibatkan oleh berbagai agent yang progresive danmerupakan psiko-fisiologi dari organisme yang menghadapi situasi persepsi menantang atau yang menakutkan. Yang merupakan stressor adalah segala situasi yang memberikan sumbangsih suatu keadaan yang aggresive. Berbagai stressor ini misalnya timbul dari suatu yang diadaptasi setiap hari sampai menciptakan suatu accident (Carranza, 2006). Pengaruh stress terhadap penyakit periodontal Pada rongga mulut stress akan menekan aliran saliva dan meningkatkan pembentukan dental plak. Stress emosional akan memodifikasi ph dari saliva dan komposisi kimianya seperti adanya sekresi dari IgA (ReenersM, 2007 ). Ig A mempunyai peranan salah satunya sebagai imunitas mukosa.Bila sekresi dari IgA ini terganggu atau adanya suatu kelainan maka imunitas dari mukosa akan terganggu, sehingga bakteri pathogen yang seharusnya bisa ditekan oleh imunolglobulin ini akan meningkat patogenitasnya oleh karena tidak ada yang menekan efek dari toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Selain itu juga dental plak merupakan pangkalan dari

bakteri,dengan adanya pangkalan ini , toksin dari bakteri akan bermuara disini danakan semakin mengiritasi jaringan periodontal. Hal ini juga diperparah oleh keadaan seseorang yang mengalami stress yang melupakan kebersihan rongga mulutnya.Stress dihubungkan juga oleh suatu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal yaitu kortisol. Kortek adrenal juga menghasilkan glukokortikoid dan mineralokortikoid.Dalam jangka pendek, hormon kortisolini bermanfaat untuk memobilisasi cadangan energy sehingga efek dari stress yang merusak jaringan bisa diminimalkan.Hormone kortisol diatur oleh hypothalamus dan glandula ptiutary.Peningkatatan hormone kortisol dalam jangka panjang mempunyai efek yang merugikan (ReenersM, 2007 ). Axtelius pada tahun 1998 menunjukkan adanya peranan kortisol padacairan crevicular gingival yang menunjukkan bahwa konsentrasi kortisol padacairan crevicular adalah lebih tinggi pada seseorang yang menunjukkan depresi. Hubungan penyakit periodontal terhadap stress dikemukakan oleh Page et all (1983) yang menggambarkan periodontitis aggressive sebagaipenyakit yang mempunyai hubungan dengan psiko sosial dan hilangnya nafsumakan. Pada tahun 1996, monteira da silva menunjukkan bahwa seseorangdengan Agresive periodontitis lebih tertekan dan secara sosial terisolasidibandingkan dengan orang yang normal.Stress psikologi merangsang juga pada otak, pada tahap ini coping yang tidakadaptive menguatkan stimulasi otak dan coping adaptive akan menghambatnya.

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh factor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar. Faktor Lokal : 1. Plak bakteri 2. Kalkulus 3. Impaksi makanan 4. Pernafasan mulut 5. Sifat fisik makanan

6. Iatrogenik Dentistry 7. Trauma dari oklusi

1. Plak Bakteri Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan kebersihan mulut. Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung dengan jalan : 1. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh. 2. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh 3. Menggerakkan proses immuno patologi. Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai penyebabnya yang merupakan multifaktor, meliputi interaksi antara mikroorganisme pada jaringan periodontal dan kapasitas daya tahan tubuh.

KOMPOSISI PLAK Ada tiga komposisi plak dental yaitu mikroorganisme, matriks interseluler yang terdiri dari komponen organik dan anorganik. Komposisi plak dental adalah mikroorganisme. Lebih dari 500 spesies bakteri ditemukan di dalam plak dental. Awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius, Actinomyces viscosus dan beberapa strain lainnya. Mikroorganisme non bakteri juga ditemukan pada plak antara lain spesies Mycoplasma, Ragi, Protozoa dan Virus. Mikroorganisme ini berada pada matriks interseluler yang juga mengandung sedikit sel-sel dari jaringan pejamu seperti sel epitel, makrofag dan leukosit. Matriks interseluler plak yang merupakan 20%-30% massa plak terdiri dari komponen organic dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkus dan produk bakteri. Bahan organik yang mencakup polisakarida, protein, glikoprotein dan lemak sedangkan komponen

anorganik terdiri dari kalsium, posfor, dan sejumlah mineral lain seperti natrium, kalium dan fluor. Proses Pembentukan Plak Proses pembentukan plak tersebut dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan pematangan plak. Ketiga proses pembentukan plak ini akan dibahas dalam subbab berikut. Pembentukan Pelikel Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel merupakan suatu lapisan organik bebas bakteri dan terbentuk dalam beberapa menit setelah permukaan gigi yang bersih berkontak dengan saliva dan pada permukaan gigi berupa material stein yang terang apabila gigi diwarnai dengan bahan pewarna plak. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan mencegah desikasi (pengeringan) jaringan. Selain itu, pelikel bekerja seperti perekat bersisi dua, satu sisi melekat ke permukaan gigi, sedangkan permukaan lainnya merupakan sisi yang melekatkan bakteri pada permukaan gigi. Kolonisasi Awal pada Permukaan Gigi Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius, Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri. Dalam perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan awal yang bersifat aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram-positif menjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen dengan adanya spesies bakteri anaerob gram-negatif setelah 24 jam.

Kolonisasi Sekunder dan Pematangan Plak Plak akan meningkat jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme terpisah, yaitu: a. Multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi. b. Multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru

Dalam tiga hari, pengkoloni sekunder yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih meningkat, seperti Prevotella intermedia, Prevotella loesheii, spesies Capnocytophaga, Fusobakterium nucleatum dan Prophyromonas gingivalis. Bakteri pengkoloni sekunder akan melekat ke bakteri yang sudah melekat ke pelikel. Interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri pengkoloni sekunder ke bakteri pengkoloni awal dinamakan koagregasi. Fase akhir pematangan plak pada hari ke-7 ditandai dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya bakteri gram negatif.

2. Kalkulus Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara tidak langsung. 3. Impaksi makanan Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi.

Tanda-tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi makanan yaitu a. perasaan tertekan pada daerah proksimal b. rasa sakit yang sangat dan tidak menentu c. inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering berbau. d. resesi gingiva e. pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari soketnya, sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan sensitif terhadap perkusi. f. kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar

4. Pernafasan Mulut Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen misalnya pada anak dengan

kelainan saluran pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan bertambah pada permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal. 5. Sifat fisik makanan Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi. Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi dikulum di dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair, penumpukan makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit. Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yang mempunyai sifat self cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang segar, buah-buahan dan ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi. 6. Iatrogenik Dentistry Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi. Dokter gigi harus memperhatikan masa depan kesehatan jaringan periodontal pasien, misalnya : Waktu melakukan penambalan pada permukaan proksimal (penggunaan matriks) atau servikal, harus dihindarkan tepi tambalan yang menggantung (kelas IIamalgam), tidak baik adaptasinya atau kontak yang salah, karena hal ini menyebabkan mudahnya terjadi penyakit periodontal. Sewaktu melakukan pencabutan, dimulai dari saat penyuntikan, penggunaan bein sampai tang pencabutan dapat menimbulkan rusaknya gingiva karena tidak hati hati. Penyingkiran karang gigi (manual atau ultra skeler) juga harus berhati hati, karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan gingiva. 7. Trauma dari oklusi

Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi. Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh : Perubahan-perubahan tekanan oklusal Misal adanya gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti, kebiasaan buruk seperti bruksim, clenching. Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan oklusal Kombinasi keduanya.

FAKTOR SISTEMIK Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. Faktor-faktor sistemik ini meliputi : 1. Demam yang tinggi 2. Defisiensi vitamin 3. Drugs atau pemakaian obat-obatan 4. Hormonal 1. Demam yang tinggi Pada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita demam yang tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang parah). Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal. 2. Defisiensi vitamin Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal, tetapi adanya iritasi local menyebabkan

jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan). 3. Drugs atau obat-obatan Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri. 4. Hormonal Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan hormone estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit periodontal.

d. MEKANISME TERJADINYA GUSI BERDARAH Di akibatkan berkumpulnya pelikel yang berkolonisasi jadi plaque berkolonisasi Dengan Bakteri dan bermineralisasi menjadi calculus sehinga terjadi perdangan pada jaringan periodontal (gingva) yang merupakan aksi dari system kekebalan tubuh sehingga terjadi pembesaran (banyaknya pasokan pembulu drah pada daerah yang terinfeksi ) sehingga sedikit saja terdapat rangsangan dan stimulus menyebabkan mudahnya terjadi inflamasi e. PERAWATAN

Sering dijumpai pasien datang ke dokter gigi, dengan kasus yang dialami telah lanjut, sehingga tidak mungkin menghambat penyakit tersebut. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menyebabkan trauma bagi pasien usia remaja bila mereka dihadapkan dengan kenyataan bahwa mereka mempunyai penyakit periodontal dan akan kehilangan satu atau semua gigi-giginya bila tidak segera dirawat. Pada kasus ini, pasien harus ditenangkan dari keputusasaan dan diyakinkan bahwa walaupun penyakit tidak dapat dirawat, masih banyak usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan gigi selama bertahun-tahun. Dengan perawatan banyak gigi dapat dipertahankan sampai pasien mencapai dewasa. Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat sesegera mungkin setelah penyebab penyakit itu ditemukan. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih parah dan kehilangan gigi. Menurut Glickman ada empat tahap yang dilakukan dalam merawat penyakit periodontal yaitu : 1. tahap jaringan lunak 2. tahap fungsional 3. tahap sistemik 4. tahap pemeliharaan 1. Tahap jaringan lunak Pada tahap ini dilakukan tindakan untuk meredakan inflamasi gingiva, menghilangkan saku periodontal dan faktor-faktor penyebabnya. Disamping itu juga untuk mempertahankan kontur gingiva dan hubungan mukogingiva yang baik. Pemeliharaan kesehatan jaringan periodontal dapat dilakukan dengan penambalan lesi karies, koreksi tepi tambalan proksimal yang cacat dan memelihara jalur ekskursi makanan yang baik. 2. Tahap fungsional Hubungan oklusal yang optimal adalah hubungan oklusal yang memberikan stimulasi fungsional yang baik untuk memelihara kesehatan jaringan periodontal. Untuk mencapai hubungan oklusal yang optimal, usaha yang perlu dan dapat dilakukan adalah : occlusal

adjustment, pembuatan gigi palsu, perawatan ortodonti, splinting (bila terdapat gigi yang mobiliti) dan koreksi kebiasaan jelek (misal bruksim atau clenching).

3. Tahap sistemik Kondisi sistemik memerlukan perhatian khusus pada pelaksanaan perawatan penyakit periodontal, karena kondisi sistemik dapat mempengaruhi respon jaringan terhadap perawatan atau mengganggu pemeliharaan kesehatan jaringan setelah perawatan selesai. Masalah sistemik memerlukan kerja sama dengan dokter yang biasa merawat pasien atau merujuk ke dokter spesialis. 4. Tahap pemeliharaan Prosedur yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan periodontal yang telah sembuh yaitu dengan memberikan instruksi higine mulut (kontrol plak), kunjungan berkala ke dokter gigi untuk memeriksa tambalan, karies baru atau faktor penyebab penyakit lainnya. Jadi perawatan yang diberikan pada pasien ialah skeling karang gigi dan root planning jika di perlukan. Skeling adalah prosedur awal pembuangan kalkulus, plak, akumulasi materi dan stain dari mahkota gigi dan permukaan akar. Sedangkan root planning adalah teknik untuk menghilangkan sementum atau dentin permukaan yang berubah karena adanya penyakit. Skeling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari permukaan gigi, baik supragingiva maupun subgingiva. Root planning adalah proses membuang sisa-sia kalkulus yang terpendam dan jaringan nekrotik pada sementum untuk menghasilkan permukaan akar gigi yang licin dank eras. Tujuan utama skeling dan root planning adalah untuk mengembalikan kesehatan gusi dengan cara membuang semua elemen yang menyebabkan radang gusi (plak,kalkulus, endotoksin) dari permukaan gigi. Instrumentasi telah terbukti sangat mengurangi jumlah mikroorganisme di subgingival dan menyebabkan pergeseran komposisi bakteri disubgingival, dari plak yang tinggi jumlah bakteri Gram negative anaerob menjadi plak yang dihuni oleh bakteri Gram positif yang fakultatif anaerob, yaitu flora normal yang terdapat pada gusi sehat.

Beberapa hal yang perlu diketahui agar teknik skeling dan root planning memberikan hasil yang baik adalah :

Melakukan pemeriksaan secara teliti pada kalkulus baik letaknya, banyaknya, maupun sifatnya.

Melihat keadaan jaringan gusi di sekeliling kalkulus, misalnya dalamnya saku gusi, warna gusi dan bentuk gusi.

Menanyakan keluhan sakit kepada pasien, karena dari keluhan sakit pasien dapat ditentukan apakah pasien menderita penyakit periodontal yang ringan atau berat.

Mengatur posisi pasien-operator, visibilitas ke daerah kerja dengan mengatur pencahayaan, melakukan retraksi bibir, pipi, maupun lidah pasien, memegang alat dengan benar, melakukan tumpuan, dan melakukan gerakan skeling dengan tepat.

Melakukan skeling dalam system bertahap. Setiap kunjungan dilakukan skeling pada seperempat bagian lengkung gigi atau pada sekelompok gigi tertentu, misalnya pada region kanan atas atau kiri atas, region kanan bawah atau kiri bawah. Dapat juga region gigi depan atau gigi belakang pada keadaan gigi yang tidak lengkap.

f.

INSTRUMENT YANG DIGUNAKAN Alat-alat periodontal didesain untuk tujuan tertentu, seperti untuk mengambil kalkulus, menghaluskan permukaan akar, mengkuretase gingival, dan untuk membuang jaringan yang nekrotik. Seringkali alat-alat ini terbuat dari bahan baja tahan karat (stainless steel ), walaupun beberapa ada juga yang terbuat dari baja yang mengandung kadar karbon yang tinggi, yang sangat disukai oleh beberapa klinisi karena bahan tersebut dinilai sangat berkualitas dan memudahkan pekerjaan skaling. Alat-alat kecil (mikro skaler) direkomendasikan untuk digunakan kedalamsaku gusi tanpa melukai dinding saku atau jaringan lunaknya. Tiap alat periodontal yang dipakai secara manual biasanya terdiri dari 3 bagian yaitu : handle (pegangan), shank (leher) dan working end (sisi aktif alat)

Probe Periodontal Probe periodontal digunakan untuk mengukur kedalaman saku gusi dan untuk menentukan konfigurasinya. Gambaran umum probe adalah suatu alat yang ujungnya mengerucut atau membulat yang mempunyai batas-batas berukuran millimeter dan ujungnya dapat tumpul atau terdapat bulatan (Gambar 7.2).

Desainnya

dapat

bermacam-macam

dengan

berbagai

kalibrasi

millimeter.

Probe WHO mempunyai petanda millimeter dan bola kecil pada ujungnya. Idealnya, suatu probe bentuknya tipis dan lehernya bersudut untuk memudahkan memasukan kedalam saku gusi. Ketika mengukur kedalaman saku, probe dimasukkan dengan tekanan Leher yang probe ringan diarahkan dan hati-hati hingga hingga mencapai dasar saku gusi. gigi.

sejajar

dengan

sumbu

panjang

Beberapa titik pengukuran dipilih untuk menentukan dalamnya perlekatan sepanjang permukaan gigi.

Eksplorer Eksplorer disebut juga sonde, yaitu alat untuk mengetahui luas/batas kalkulus sub gingival dan karies serta mengecek keadaan akar gigi setelah dilakukan root planning. Eksplorer didesain dengan bermacam-macam bentuk dan lekukan

Jenis-jenis Skaler Skaler adalah alat untuk melakukan pembersihan karang gigi dan untuk melakukan root planning Scaler mempunyai 2 ukuran yaitu : (1) Scaler yang berukuran besar (makro skaler) digunakan untuk mengambil kalkulus supragingiva , yaitu kalkulus yang terletak di atas permukaan gusi ; (2) Scaler yang berukuran kecil (mikro skaler) digunakan untuk mengambil kalkulus subgingival yaitu kalkulus yang terletak di bawah permukaan gusi dan jaringanjaringan mati disekitar kalkulus yaitu semen atau gusi yang nekrotik.

Berdasarkan cara penggunaannya, skaler dibedakan menjadi skaler manual dan skaler elektrik. Skaler manual digerakkan dengan tangan biasa sedangkan skaler elektrik dalam penggunaannya memerlukan tenaga listrik.

Skaler Manual: 1.Sickle scaler Sickle skaler yang mempunyai bentuk seperti bulan sabit. Working endnya mempunyai permukaan yang datar dan dua sisi potong yang mengerucut dan membentuk sudut lancip pada ujungnya. Bentuknya sedemikian rupa sehingga alat ini tidak akan patah ketika digunakan. Sickle skaler digunakan untuk mengambil supra/subgingival kalkulus pada permukaan proksimal gigi anterior dan posterior. Sickle skaler yang berleher lurus didesain

untuk gigi-gigi anterior dan premolar, sedangkan bentuk leher yang bersudut digunakan untuk gigi-gigi posterior. 2. Curet Curet adalah alat yang mempunyai bentuk seperti sendok dan digunakan untuk mengambil subgingival kalkulus, menghaluskan permukaan akar dari jaringan semen yang nekrotik, dan mengkuret jaringan lunak nekrotik pada dinding pocket. Curet mempunyai dua sisi potong yang bertemu pada ujung alat dengan bentuk membulat. Dibanding dengan sickle skaler, curet lebih tipis dan tidak mempunyai ujung yang tajam, sehingga curet dapat mencapai poket yang lebih dalam, dan trauma yang ditimbulkan pada jaringan lunak bersifat minimal. Pada potongan melintang, kedua sisi potongnya berbentuk setengah lingkaran sehingga dapat beradaptasi lebih baik dengan permukaan akar dibandingkan dengan sickle scaler. Curet tersedia dalam bentuk single ended atau double ended, tergantung pada kesenangan operator.Ada dua jenis dasar curet yaitu: Curet universal dan curet area spesifik. Curet Universal memiliki sisi potong yang dapat dimasukkan pada sebagian besar area gigigeligi dengan cara mengubah dan mengadaptasikan jari-jari, fulcrum dan posisi tangan operator. Ukuran sisi potong, panjang maupun lekukan lehernya dapat bervariasi, tapi permukaan diantara kedua sisi potongnya membentuk sudut 90 (tegak lurus) dengan leher yang paling bawah jika dilihat dari ujungnya. Curet Area Spesifik misalnya serangkaian Curet Gracey adalah satu set curet yang terdiri dari beberapa instrument yang didesain dan diberi lekukan untuk dapat beradaptasi pada area anatomis tertentu pada gigi-geligi. Alat ini dan modifikasinya mungkin merupakan alat yang paling tepat untuk melakukan skeling subgingival maupun rootplaning karena mampu beradaptasi secara maksimal pada berbagai anatomi akar yang beragam. Curet Gracey yang berujung ganda (double-ended) tersedia dengan nomor yang berpasangan seperti berikut : Gracey # 1-2 dan 3-4 : gigi anterior Gracey # 5-6 : gigi anterior dan premolar Gracey #7-8 dan 9-10 : gigi posterior bagian labial dan lingual Gracey #11-12 : gigi posterior bagian mesial Gracey #13-14 : gigi posterior bagian distal. 3. Hoe scaler Skaler yang mempunyai bentuk seperti cangkul.

Digunakan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan akar sehingga bebas dari sisasisa 4. Chisel scaler Scaler yang mempunyai bentuk seperti pahat. Digunakan pada permukaan proksimal dari gigi-gigi anterior Terutama untuk memecah jembatan kalkulus pada gigi anterior 5. File scaler Skaler yang mempunyai bentuk seperti kikir Alat ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan permukaan akar gigi menjadi kasar. kalkulus dan semen

Prinsip Umum Instrumentasi 1. Prinsip penggunaan skaler adalah Alat scaler harus steril, Alat scaler harus tajam, Penggunaan alat harus sesuai dengan kebutuhan Teknik penggunaan harus tepat Cara Pegang Alat : a. Cara pegang alat scaler ada 2 macam yaitu : pen graph (seperti memegang pensil) palm graph (seperti menggenggam) b. Tumpuan Pada waktu memegang alat, diperlukan suatu tumpuan waktu menggunakannya agar ada support pada alat tersebut dan supaya alat tersebut tidak melukai jaringan lunak sekitar gigi. Dengan mempergunakan jari-jari tangan sebelah kiri seperti ibu jari atau telunjuk/jari tengah, kita dapat melindungi daerah yang sedang dibersihkan daripada kecelakaan. (Tumpuan diwaktu Aktivasi Instrumen (Gerakan Skaling) Melakukan skaling dengan gerakan-gerakan tertentu pada waktu membersihkan karang gigi yaitu gerakan menarik dan mendorong atau menggosok. Pada waktu memulai sesuatu gerakan, selalu harus diperhatikan bahwa alatnya berada di bawah batas terbawah daripada kalkulus, kemudian dengan gerakan tarikan alat digerakkan keatas. Selanjutnya setelah kalkulus pecah, sisanya dapat dibersihkan dengan gerakan drong atau gosok sehingga permukaan gigi menjadi halus. Disamping itu ada pula gerakan tangan yang berpangkal pada jari tangan atau pergelangan tangan. Selanjutnya setelah kalkulus pecah, sisanya dapat dibersihkan dengan gerakan drong atau gosok sehingga permukaan gigi menjadi skaling)

halus. Disamping itu ada pula gerakan tangan yang berpangkal pada jari tangan atau pergelangan tangan. Setelah melakukan skaling dan root planing sebaiknya dilakukan penyemprotan dengan air biasa atau air hangat agar kotoran yang tertinggal dapat dikeluarkan Dalam melakukan skaling dan root planning terdapat beberapa ketentuan a.l : Posisi Dapat berdiri atau duduk tergantung dari keadaan dan bentuk kursi pemeriksa Melakukan skaling dalam system bertahap

Setiap kunjungan dilakukan skaling pada bagian lengkung gigi atau ada sekelompok gigi tertentu, misalnya pada region kanan atas atau kiri atas, region kanan bawah atau bawah kiri. Maksud dilakukan skaling dengan system bertahap adalah supaya dapat membandingkan antara daerah yang belum dibersihkan dengan daerah yang sudah dibersihkan.

Hal ini penting untuk menyadarkan/memberi pengertian pada pasien akan pentingnya dilakukan skaling. Cara memegang alat Teknik Skaling Supragingiva Alat dipegang dengan modifikasi memegang pena Sandaran Sisi jari dilakukan mata pada gigi tetangga atau tempat tumpuan dari lainnya kalkulus. pemotong skaler ditempatkan pada tepi apical

Mata skaler diadaptasikan kepermukaan gigi membentuk amulasi 45 90 Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan skaleran yang pendek bertumpang tindih ke koronal dalam arah vertical dan oblique. Tekanan lateral berangsur-angsur dikurangi sampai shingga diperoleh permukaan gigi yang terbebas dari kalkulus Teknik Skaling Subgingiva & Root planning Alat dipegang dengan modifikasi memegang pena Sandaran jari dilakukan pada gigi tetangga atau tempat bertumpu lain. Pilih sisi pemotong yang sesuai Sisi pemotong diadaptasi kepermukaan gigi dengan angulasi 0, diselipkan dengan hati-hati ke epihtel penyatu Setelah sisi pemotong mencapai dasar saku dibentuk angulasi 4590 Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan skaleran yang pendek secara terkontrol bertumpang tindih dalam arah vertical dan oblique.

Instrumentasi dianjurkan dengan serangkaian sapuan penyerutan akar yang panjang bertumpang tindah dimulai dengan tekanan lateral sedang dan diakhiri dengan tekanan lateral ringan. Instrumentasi pada permukaan proksimal di bawah daerah kontak harus tercapai dengan cara mengatur bagian bawah tangkai kuret sejajar dengan sumbu panjang gigi.

c.

PENCEGAHAN Pencegahan penyakit periodontal merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan personal pendukung. Pencegahan dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan mencegah serangan serta kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan periodontal yang sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan jaringan periodontal dengan mempergunakan teknik sederhana dan dapat dipakai di seluruh dunia. Umumnya penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah perawatan yang lebih parah. Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling

berhubungan satu sama lain yaitu : 1. Kontrol Plak 2. Profilaksis mulut 3. Pencegahan trauma dari oklusi 4. Pencegahan dengan tindakan sistemik 5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik 6. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat 7. Pencegahan kambuhnya penyakit 1. Kontrol Plak Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok pencegahan penyakit periodontal , tanpa control plak kesehatan mulut tidak dapat dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya diberi program kontrol plak.

Bagi pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak berarti pemeliharaan kesehatan.

Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan. Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti mencegah kambuhnya penyakit ini.

Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-kumur dengan air. Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine). 2. Profilaksis mulut Profilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi. Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis mulut harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut : Memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak. Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak-anak. Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh permukaan. Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/pasta gigi Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi. Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang menggantung . Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan. 3. Pencegahan trauma dari oklusi Menyesuaikan hubungan gigi-gigi yang mengalami perubahan secara perlahanlahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching. 4. Pencegahan dengan tindakan sistemik Cara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat.

5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik Prosedur ortodontik sangat penting dalam pencegahan penyakit periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang lengkung rahang. 6. Pendidikan kesehatan gigi masyarakat Agar pencegahan penyakit periodontal menjadi efektif, tindakan pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kepada masyarakat. Hal yang penting diketahui masyarakat ialah bukti bahwa penyakit periodontal dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif dari metode pencegahan karies gigi Pendidikan kesehatan gigi masyarakat adalah tanggung jawab dokter gigi, organisasi kedokteran gigi dan Departemen Kesehatan. Pengajaran yang efektif dapat diberikan di klinik. Sedangkan untuk masyarakat dapat diberikan melalui kontak pribadi, aktivitas dalam kelompok masyarakat, media cetak maupun elektronik, perkumpulan remaja, sekolah dan wadah lainnya. Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada masyarakat, seperti : Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal pada orang dewasa dimulai pada masa anak-anak. Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendapat masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka sudah tua. Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga masyarakat tidak menyadarinya. Pemeriksaan gigi dan mulut secara teratur diperlukan untuk mengetahui adanya karies gigi dan penyakit periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bila ditemukan adanya penyakit Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan berhasil disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan lebih sedikit dan merupakan cara yang paling ekonomis daripada menanggulangi penyakit. Menegaskan manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik dan perawatan gigi yang teratur . Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut harus merupakan inti dari perencanaan kesehatan gigi masyarakat. Pencegahan kambuhnya penyakit

Setelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk pasien anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati pengaturan untuk menjaga higine mulut dan kunjungan berkala, dokter gigi harus membuat kunjungan berkala sebagai pelayanan pencegahan yang bermanfaat.

d. DAMPAK APABILA TIDAK DITANGANI Jika kasus tidak ditangani maka radang gusi bisa maju ke periodontitis di mana plak dapat menyebar dan tumbuh di bawah gusi. Racun yang diproduksi oleh bakteri dalam plak mengiritasi gusi. Racun merangsang inflamasi kronis di mana tubuh pada gilirannya esensi dirinya sendiri, dan akhirnya tulang dan jaringan pendukung gigi menjadi rusak dan hancur. Gusi terpisah dari gigi, kantong periodontal (ruang antara gigi dan gusi) menjadi terinfeksi. Seiring dengan berkembangnya penyakit, kantong memperdalam dan semakin banyak jaringan gusi dan tulang rusak. Terakhir, gigi dapat menjadi longgar dan akhirnya lepas.

e.

METODE MENYIKAT GIGI Menggosok gigi, setelah makan dan sebelum tidur adalah kegiatan rutin sehari-hari. Tujuannya untuk memperoleh kesehatan gigi/mulut dan napas menjadi segar. Terdapat beberapa cara yang berbeda-beda dalam menggosok gigi, yang perlu diperhatikan ketika menggosok gigi adalah: (1) Cara menyikat harus dapat membersihkan semua deposit pada permukaan gigi dan gusi secara baik, terutama saku gusi dan ruang interdental (ruang antar gigi); (2) Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak memberikan tekanan berlebih; (3) Cara menyikat harus tepat dan efisien. (4) Frekuensi menyikat gigi maksimal 3 X sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau minimal 2 X sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam). Telah kita ketahui bahwa frekuensi menggosok gigi adalah sehari 3 X, setiap sehabis makan dan sebelum tidur. Kenyataannya menggosok gigi 3 X sehari tidak selalu dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain. Manson (1971) berpendapat bahwa menggosok gigi sehari cukup 2 X, setelah makan pagi dan sebelum tidur malam.

Menyikat gigi harus dilakukan secara sistematis, tidak ada sisa makanan tertinggal. Caranya menggosok mulai dari gigi belakang kanan/kiri digerakan ke arah depan dan berakhir pada gigi belakang kanan/kiri dari sisi lainnya. Hasil penyikatan akan lebih baik bila menggunakan disclosing solution atau disclosing tablet sebelum dan sesudah penyikatan gigi. Dengan disclosing solution, lapisan-lapisan yang melekat pada permukaan gigi dapat terlihat jelas. Dikenal beberapa macam cara menggosok gigi, yaitu: (a) Gerakan vertikal. Arah gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke pipi (bukal/labial) , sedangkan untuk permukaan gigi yang menghadap lidah/langitlangit (lingual/palatal) , gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan, yaitu bila menggosok gigi tidak benar dapat menimbulkan resesi

gingival/penurunan gusi sehingga akar gigi terlihat. (b) Gerakan horizontal. Arah gerakan menggosok gigi ke depan ke belakang dari permukaan bukal dan lingual. Gerakan menggosok pada bidang kunyah dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah. Kombinasi gerakan vertikal-horizontal , bila dilakukan harus sangat hati-hati karena dapat menyebabkan resesi gusi/abrasi lapisan gigi.

(c) Gerakan roll teknik/modifikasi Stillman. Cara ini, gerakannya sederhana, paling dianjurkan, efisien dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal/bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah keapex/ujung akar, gerakan perlahan melalui permukaan gigi sehingga bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN JARINGAN PERIODONTAL yang sehat dinilai dari Warna Ginggiva, Besar Ginggiva, Kontur Ginggiva, Konsistensi, Tekstur yang dimiliki oleh jaringan periodontal tersebut. KLASIFIKASI PENYAKIT PERIODONTAL : Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anak-anak dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe : 1. Gingivitis kronis 2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ) 3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP) 4. Periodontitis kronis 5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) 6. Periodontitis Prepubertas DIAGNOSIS PENYAKIT PERIODONTAL : gingivitis

FAKTOR PENYEBAB : Secara umum faktor resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang buruk, penyakit sistemik, umur, jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan dan Risk determinant mencakup berbagai hal antara lain : 1. genetik 2. usia 3. jenis kelamin 4. status sosial ekonomi 5. stress (Carranza, 2006) Faktor penyebabnya terbagi menjadi dua : Faktor Lokal : o 1. Plak bakteri o 2. Kalkulus o 3. Impaksi makanan o 4. Pernafasan mulut o 5. Sifat fisik makanan o 6. Iatrogenik Dentistry o 7. Trauma dari oklusi

Faktor Sistemik :

o 1. Demam yang tinggi o 2. Defisiensi vitamin o 3. Drugs atau pemakaian obat-obatan o 4. Hormonal

MEKANISME GUSI BERDARAH : Di akibatkan berkumpulnya pelikel yang berkolonisasijadi plaque berkolonisasi dengan Bakteri dan bermineralisasi menjadi calculus sehinga terjadi perdangan pada jaringan periodontal (gingva) yang merupakan aksi dari system kekebalan tubuh sehingga terjadi pembesaran (banyaknya pasokan pembulu drah pada daerah yang terinfeksi ) sehingga sedikit saja terdapat rangsangan dan stimulus

menyebabkan mudahnya terjadi inflamasi PERAWATAN YANG DIBERIKAN : Jadi perawatan yang diberikan pada pasien ialah skeling karang gigi dan root planning jika di perlukan.

Skeling adalah prosedur awal pembuangan kalkulus, plak, akumulasi materi dan stain dari mahkota gigi dan permukaan akar. Sedangkan root planning adalah teknik untuk menghilangkan sementum atau dentin permukaan yang berubah karena adanya penyakit. Instrumen yang digunakan : Eksplorer, alat oral diagnostic dan skeler dengan berbagai macam jenisnya. Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu : 1. Kontrol Plak 2. Profilaksis mulut 3. Pencegahan trauma dari oklusi 4. Pencegahan dengan tindakan sistemik 5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik 6. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat 7. Pencegahan kambuhnya penyakit

DAMPAK APABILA TIDAK DITANGANI Jika kasus tidak ditangani maka radang gusi bisa maju ke periodontitis di mana plak dapat menyebar dan tumbuh di bawah gusi.

METODE MENYIKAT GIGI : 1. Gerakan Horizontal 2. Gerakan Vertikal 3. Modifikasi Stillman

DAFTAR PUSTAKA :

F. Fedi, Peter, dkk. Silabus Periodonti Hiranya Putri, Megananda, dkk. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. 2009. EGC:Jakarta Newman, Michael G. Carranzas Periodontology.10 ed.2006. Newman, Michael G. Carranzas Clinical Periodontology.10 ed.2006. http://www.indofamily.net/health/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=971 http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/15208105110.pdf http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-PEDODONSIA-DASAR/kgm427_slide_penyakit_periodontal.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf http://www.scribd.com/document_downloads/direct/76948411?extension=docx&ft=1329 658805&lt=1329662415&uahk=kUVAwXeFiWys8qsokGBzsKNWN2I http://www.scribd.com/doc/76948411/presentasi-08 Clinical

Вам также может понравиться