Вы находитесь на странице: 1из 4

Nama : Wiranata Putra NIM : 105020307111039 Kelas : CA 1. Dalam PSA No.

55 SA Seksi 320, Baik klien maupun auditor berkepentingan untuk mengirim surat perikatan, lebih baik sebelum dimulainya suatu perikatan, untuk menghindari salah paham berkenaan dengan perikatan tersebut. Surat perikatan dapat pula mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan perikatan, tujuan dan lingkup audit, dan luasnya tanggung jawab auditor kepada klien dan bentuk laporan. Bukti dokumen yang harus disertakan juga dalam Surat Perikatan, yaitu: Pengaturan berkenaan dengan perencanaan auditnya. Harapan untuk menerima konfirmasi tertulis dari manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit. Permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat perikatan audit. Penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor untuk diterbitkan bagi kliennya. Basis perhitungan fee dan pengaturan penagihannya. 2. Informasi yang harus tersedia bagi auditor agar dapat menaksir Harga Pokok Penjualan adalah Persediaan awal dan akhir persediaan, Pembelian persediaan, Penjualan bersih, Retur dan potongan penjualan, Beban angkut pembelian persediaan, Retur dan potongan pembelian. 3. Akun-akun yang memiliki tingkat resiko inheren tinggi didasari dari akun asset yang dirasakan dapat memungkinkan adanya fraud atau kecurangan yang dapat terjadi dalam akun persediaan, piutang, beban maupun hutang perusahaan yang harus selalu diperiksa dan dianalisa auditor dalam menganalisa faktor-faktor yang membentuk risiko inheren dalam perusahaan klien. Selain itu kebijakan mengenai revaluasi aseet terkait dengan pemberian opini wajar dengan syarat pada tahun 2009 dan juga pemberian bonus pada setiap manajer dan asisten manajer juga harus dianalisa lebih mendalam. 4. Dalam PSA No. 7 SA Seksi 326 dijelaskan, Audit yang dilakukan auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya. Jumlah dan jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya memerlukan pertimbangan profesional auditor setelah mempelajari dengan teliti keadaan yang dihadapinya. Dalam banyak hal, auditor independen lebih mengandalkan bukti yang bersifat mengarahkan (persuasive evidence) daripada bukti yang bersifat meyakinkan (convincing evidence). Baik asersi secara individual dalam laporan keuangan maupun gambaran umum bahwa laporan keuangan secara keseluruhan menyajikan posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia adalah sedemikian sifatnya, sehingga seorang auditor yang sangat berpengalaman pun jarang dengan mudah diyakinkan, dalam hubungannya dengan semua aspek laporan keuangan yang diauditnya. b) Auditor dapat mengetahui bahwa bukti telah cukup diperoleh dapat diketahui dari faktor-faktor yang dapat mempertimbangkan kecukupan bukti, yaitu: a. Materialitas dan Risiko Pada akun yang material pada Laporan Keuangan diperlukan bukti yang lebih banyak dibandingkan akun yang tidak material. b. Faktor-faktor Ekonomi

Auditor bekerja dalam batasan ekonomi yang menentukan bahwa kecukupan bukti harus diperoleh dalam batasan waktu dan biaya yang memadai. Auditor seringkali menhadapi keputusan apakah penambahan waktu dan biaya akan memberikan manfaat yang sepadan berupa perolehan bukti audit yang lebih meyakinkan . c. Ukuran dan Karakteristik Populasi Ukuran populasi berkaitan dengan jumlah item yang terdapat dalam populasi tersebut. Ukuran populasi akuntansi mendasari banyak item laporan keuangan yang digunakan dalam penarikan sampel yang diperlukan untuk pengumpulan bukti audit. 5. a) Pengujian substantive memberikan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Selain itu, pengujian substantive juga dapat menemukan keslahan moneter atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo. Perancangan pengujian substantive meliputi penentuan sifat, waktu, luas pengujian, dan penentuan staff audit yang diperlukan guna memenuhi tingkat resiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi. b) Prosedur analitis juga dapat digunakan dalam fase pengujian audit seperti pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu. Dalam kasus yang sama, hal tersebut digunakan sebagai pelengkap pengujian rincian. Dalam kasus lain, prosedur analitis digunakan sebagai pengujian substantif utama. Dalam beberapa hal, prosedur analitik lebih efektif atau efisien daripada pengujian rinci untuk mencapai tujuan pengujian substantif. Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain: Sifat asersi. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan. Ketepatan harapan. 6. Dalam PSA No. 67 SA Seksi 318, Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis yang cukup untuk memungkinkan auditor mengidentifikasi dan memahami peristiwa, transaksi, dan praktik, yang, menurut pertimbangan auditor, kemungkinan berdampak signifikan atas laporan keuangan atau atas laporan pemeriksaan atau laporan audit. Sebagai contoh, pengetahuan tersebut digunakan oleh auditor dalam menaksir risiko bawaan dan risiko pengendalian dan dalam menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit. a) Auditor dapat memperoleh pengetahuan dan informasi tentang industri dan entitas dengan cara, yaitu : 1) Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya. 2) Diskusi dengan orang dalam entitas (direktur, personel operasi senior). 3) Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan review terhadap laporan auditor intern. 4) Diskusi dengan auditor lain dan dengan penasihat hukum atau penasihat lain yang telah memberikan jasa kepada entitas atau dalam industri. 5) Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar entitas (seperti ahli ekonomi industri badan pengatur industri, customers, pemasok, dan pesaing). 6) Publikasi yang berkaitan dengan industri (seperti statistik yang diterbitkan oleh pemerintah survai, teks, jurnal perdagangan, laporan oleh bank, pialang efek, koran keuangan). 7) Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas. 8) Kunjungan ke tempat atau fasilitas pabrik entitas.

9) Dokumen yang dihasilkan oleh entitas (notulen rapat, bahan yang dikirim kepada pemegang saham dan diserahkan kepada badan pengatur, buku-buku promosi, Iaporan keuangan dan laporan tahunan tahun sebelumnya, anggaran, laporan manajemen intern, laporan keuangan interim, panduan kebijakan manajemen, panduan akuntansi dan sistem pengendalian intern, daftar akun, deskripsi jabatan, rencana pemasaran dan penjualan). 7. Dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik Seksi 200, paragraf 2 dijelaskan bahwa, Setiap praktisi tidak boleh terlibat dalam setiap bisnis pekerjaan, atau aktivitas yang dapat mengurangi integritas, objektivitas, atau reputasi profesinya, yang dapat mengakibatkan pertentangan dengan jasa profesional yang diberikannya. Permasalahan yang akan dihadapi KAP dari kompetisi fee audit ini yaitu, ruang lingkup audit diperkecil yang mana akan berdampak pada pengurangan jumlah bukti audit yang dikumpulkan agar KAP tersebut tetap mendapatkan keuntungan dari fee yang akan didapatkannya. Implikasinya di sini yaitu akan menghasilkan laporan audit yang tidak berkualitas dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada KAP dan juga menurunnya independensi, integritas, objektivitas, atau reputasi KAP itu sendiri. 8. Hubungan antara risiko pengendalian dan risiko deteksi adalah Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang pada gilirannya akan berdampak terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan (yang mencakup sifat, saat, dan lingkup pengujian substantif) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit. Jika risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif. Sebaliknya jika risiko pengendalian ditaksir terlalu tinggi, auditor dapat melakukan pengujian substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan sehingga auditor melakukan audit yang tidak efisien. Desain pengujian substantif sangat ditentukan oleh risiko deteksi yang ditetapkan oleh auditor. Desain pengujian substantif mencakup penentuan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi setiap asersi. Auditor dapat menggunakan jenis pengujian substantif berikut, yaitu prosedur analitik, pengujian terhadap transaksi terperinci, dan pengujian terhadap saldo terperinci. Pengujian substantif dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca dan pada atau mendekati tanggal neraca, tergantung risiko deteksi yang ditetapkan oleh auditor. 9. Dalam PSA No. 70 SA Seksi 316 menjelaskan bahwa Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, Auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Seksi ini memberikan panduan bagi auditor untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, yang berkaitan dengan kecurangan, dalam audit terhadap laporan keuangan yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. KAP menaksir resiko kecurangan dengan cara Auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus mempertimbangkan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Dalam melakukan penaksiran ini, auditor harus mempertimbangkan faktor risiko kecurangan yang berkaitan dengan (1) Salah saji yang timbul sebagai akibat kecurangan dalam pelaporan keuangan. (2)

Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva untuk setiap golongan yang bersangkutan. 10. Dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik Seksi 130, menjelaskan bahwa: Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehatihatian profesional mewajibkan setiap praktisi untuk (1) Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi jasa. (2) Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

Вам также может понравиться