Вы находитесь на странице: 1из 0

K U L I A H

Sindroma Steven Johnson:


Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
Divisi Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya

Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
Korespondensi:
Dr. dr.Ariyanto Harsono SpA(K)
Telp: 031-5501693
Alamat : Divisi Alergi Imunologi/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr.Soetomo-FK Unair
Jl. Prof. dr. Moestopo 6-8 Surabaya
e-mail: ariant_o@pediatrik.com


Abstrak
Sindroma Steven Johnson adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan trias lesi
kulit, mukosa orifisium dan mata. Dasar imunologinya adalah hipersensitifitas tipe III
dan IV. Gambaran klinis sangat dekat dengan Epidermolisis toksik nekrotikan.
Diagnosis terutama berdasar gejala klinis. Penghentian semua obat yang diberikan
sebelumnya merupakan pengobatan utama didukung oleh pengobatan simtomatik
dan perawatan konservatif. Kematian tergantung pada adanya komplikasi yang berat
dan keterlambatan pengobatan.

Kata kunci: Sindroma Steven Johnson, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis

Abtract
Steven Johnson Syndrome is a complex of symptoms characterized by triad lesions
of skin, orifices and eyes. The immunological basis of Steven Johnson Syndrome is
hyprsensitivity type III and IV. The clinical manifestion is very close to Toxic
Epidermolysis Necroticans. Diagnosis is based primarily on clinical appearance.
Discontinuation of previous drugs is the mainstay of treatment supported with
symptomatic and conservative care. Mortality is usually related with severe
complication or delayed treatment.

Key words: Steven Johnson Syndrome, diagnosis, management, prognosis.

Pendahuluan
Sindroma Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala
klinis yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit, mukosa orifisium serta mata
disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain: sindroma de Friessinger-
Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa,
sindroma muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis.

Patofisiologi
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya
berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon
imun terhadap obat. Sekitar 50% penyebab SSJ adalah obat. Peringkat
tertinggi adalah obat-obat Sulfonamid, -lactam, imidazol dan NSAID,
sedangkan peringkat menengah adalah quinolon, antikonvulsan aromatik dan
alopurinol. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya: infeksi
(virus herpes simplex, dan Mycoplasma pneumoniae), makanan (coklat), dan
Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
vaksinasi. Faktor fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X) rupanya
berperan sebagai pencetus (trigger). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum
jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan
IV. Oleh karena proses hipersensitiftas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga
terjadi: 1) kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, 2)
stres hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia
dan glukosuria, 3) kegagalan termoregulasi, 4) kegagalan fungsi imun, dan 5)
infeksi.

Manifestasi Klinis
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lesu, batuk,
pilekl, nyeri menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi di:
Kulit; berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada
hampir seluruh tubuh. Lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula
kurang dari 10% disebut Steven Johnson Syndrome, 10-30% disebut
Steven Johnson Syndrome-Toxic Epidermolysis Necroticans (SJS-TEN),
lebih dari 30% Toxic Epidermolysis Necroticans (TEN). Sekitar 80%
penyebab TEN adalah obat.
Mukosa (mulut, tenggorokan dan genital); berupa vesikel, bula, erosi,
ekskoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah,
Mata; berupa konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea.

Diagnosis
Diagnosis Sindroma Steven Johnson 90% berdasarkan klinis. Jika
disebabkan oleh obat, ada korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya
gejala. Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias
kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab
yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan
pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara
Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologis, biakan kuman serta uji
resistensi dari darah dan tempat lesi, dan pemeriksaan histopatologik biopsi
kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit
biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar
IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan
dapat dideteksi adanya circulating immune complex. Biopsi kulit
direncanakan bila lesi klasik tak ada. Pemeriksaan histopatologi dan
imunohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosis.

Diagnosis Banding
Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma Steven Johnson:
1. Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma Steven Johnson sangat
dekat dengan TEN. SSJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit
ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada seluruh
kulit. Biasanya mukosa tidak terkena.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama adalah menghentikan obat yang diduga
sebagai penyebab SSJ, sementara itu kemungkinan infeksi herpes simplex
dan Mycoplasma pneumoniae harus disingkirkan. Selanjutnya perawatan
lebih bersifat simtomatik.
1. Antihistamin dianjurkan untuk mengatasi gejala pruritus / gatal bisa
dipakai feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan
dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15
mg/dosis, diberikan 3 kali/hari, diphenhidramin hidrokloride
(Benadril) 1mg/kg BB tiap kali sampai 3 kali per hari. Sedangkan untuk
setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 25 tahun: 2.5
mg/dosis,1 kali/hari; >6 tahun: 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.
2. Blister kulit bisa dikompres basah dengan larutan larutan burowi.
3. Papula dan makula pada kulit baik intak diberikan steroid topikal,
kecuali kulit yang terbuka.
4. Pengobatan infeksi kulit dengan antibiotika. Antibiotika yang paling
beresiko tinggi adalah -lactam dan sulfa jangan digunakan. Untuk
Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
terapi awal dapat diberikan antibiotika spektrum luas, selanjutnya
berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi
kulit dan darah. Terapi infeksi sekunder menggunakan antibiotika yang
jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan
tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin 8-16 mg/kg/hari secara
intravena, diberikan 2 kali/hari.
5. Kotikosteroid: deksametason dosis awal 1mg/kg BB bolus intravena,
kemudian dilanjutkan 0,2-0,5 mg/kg BB intravena tiap 6 jam.
Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi. Beberapa peneliti
menyetujui pemberian kortikosteroid sistemik beralasan bahwa
kortikosteroid akan menurunkan beratnya penyakit, mempercepat
konvalesensi, mencegah komplikasi berat, menghentikan progresifitas
penyakit dan mencegah kekambuhan. Beberapa literatur menyatakan
pemberian kortikosteroid sistemik dapat mengurangi inflamasi dengan
cara memperbaiki integritas kapiler, memacu sintesa lipokortin,
menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu kortikosteroid dapat
meregulasi respons imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin.
Mereka yang tidak setuju pemberian kortikosteroid berargumentasi
bahwa kortikosteroid akan menghambat penyembuhan luka,
meningkatkan resiko infeksi, menutupi tanda awal sepsis, perdarahan
gastro-intestinal dan meningkatkan mortalitas. Faktor lain yang harus
dipertimbangkan yaitu harus tappering off 1-3 minggu. Bila tidak ada
perbaikan dalam 3-5 hari, maka sebaiknya pemberian kortikosteroid
dihentikan. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
6. Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0.5 mg/kg BB pada
hari 1, 2, 3, 4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan
menghambat reseptor FAS dalam proses kematian keratinosit yang
dimediasi FAS.
Perawatan konservatif ditujukan untuk:
1. Perawatan lesi kulit yang terbuka, seperti perawatan luka bakar.
Koordinasi dengan unit luka bakar sangat diperlukan.
2. Terapi cairan dan elektrolit. Lesi kulit yang terbuka seringkali disertai
pengeluaran cairan disertai elektrolit.
Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
3. Alimentasi kalori dan protein secara parenteral. Lesi pada saluran
cerna menyebabkan kesulitan asupan makanan dan minuman.
4. Pengendalian nyeri. Penggunaan NSAID beresiko paling tinggi
sebaiknya tidak digunakan untuk mengatasi nyeri.

Konsultasi
Konsultasi ke bagian oftalmologi untuk kelainan pada mata. Biasanya
dokter mata memberikan airmata artifisial, atau gentamisin tetes mata bila
ada dugaan infeksi sekunder. Secara rutin pasien juga kita konsulkan ke
bagian kulit dan kelamin untuk perawatan yang komprehensif. Konsultasi ke
bagian bedah plastik sehubungan dengan perawatan lesi kulit terbuka yang
biasanya dirawat sebagaimana luka bakar.

Komplikasi
Sindroma Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi pada mata
berupa simblefaron dan ulkus kornea. Komplikasi lain adalah timbulnya
sembab, demam atau malahan hipotermia, dan yang terberat adalah sepsis.

Prognosis
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan
terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus
berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak
memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian
biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis.

Ringkasan
Diagnosis Sindroma Steven Johnson terutama dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada umumnya disebabkan reaksi terhadap obat terutama
sulfa, -lactam, imidazol dan NSAID, walaupun infeksi dengan virus herpes
simpleks dan kuman Mycoplasma pneumoniae harus juga dipikirkan. Lesi
kulit terutama eritema eksudativum multiforme dengan karakteristik lesi target
yang mungkin disertai blister kurang dari 10%. Penatalaksanaan lebih bersifat
Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
simtomatik dan koservatif, kecuali lesi terbuka perlu koordinasi dengan unit
luka bakar.
Prognosis cukup baik dengan kemungkinan timbulnya simblefaron dan angka
kematian kurang dari 0.5%


Daftar Pustaka
1. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity
syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001;108:48592.
2. Darmstadt GL, Sidbury R. Steven Johnson Syndrome. In: Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds): Textbook of Pediatrics. 17
th
Ed
Philadelphia, WB Saunders 2004; 2181-4.
3. Elizondo AE, DiPascuale MA, Gao YY, Baradaran-Rafi A, Kuo CL,
Tseng SCG. Detection of blink related microtrauma by kinetic analysis
of tears interference images in patients with Steven Johnson Syndrome
and Toxic Epidermal Necrolysis Syndrome. Invest Ophthalmol Vis Sci
2005;46: 2654-5.
4. Gruchalla R: Understanding drug allergies. J Allergy Clin Immunol
2000;105:S63744.
5. Metry DW, Jung P, Levy ML. Use of Intravenous Immunoglobuline in
children with Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis: Seven cases and review of literature. Pediatrics
2003;112:1430-6.
6. Reilly TP, Lash LH, Doll MA. A role for bioactivation and covalent
binding within epidermal keratinocytes in sulfonamide-induced
cutaneous drug reactions. J Invest Dermatol 2000;114:116473.
7. Scheuerman O, Nofech-Moses Y, Rachmel A, Ashkenazi S. Successful
treatment of anti-epileptic drug hypersensitivity syndrome with
intravenous immune globuline. Pediatrics 2001;107:1-2.
8. Volcheck GW. Clinical evaluation and management of drug
hypersensitivity. Immunol Allergy Clin N Am 2004;24:357-71.
9. Yawalkar N, Egli F, Hari Y. Infiltration of cytotoxic T cells in drug-
induced cutaneous eruptions. Clin Exp Allergy 2000;30:84755.
Continuing Education XXXVI
Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan penatalaksanaan.
Ariyanto Harsono
10. Yawalkar N, Shrikhande M, Hari Y. Evidence for a role for IL-5 and
exotoxin in activating and recruiting eosinophils in drug-induced
cutaneous eruptions. J Allergy Clin Immunol 2000;106:11716.

Вам также может понравиться