Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi.

Penyelidikan tentang kromatografi menurun untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (KLT) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kroinatografi cair tetapi seperangkat

umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960 an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.

Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, pada dasamya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960 an, semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan Tinggi atau High Preformance = Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed = Kecepatan Tinggi dan Modern = moderen) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepatnya sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian membuat instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah matang dan dengan cepat KCKT mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas. Sekarang ini, kromatografi sangat diperlukan dalam memisahkan suatu campuran senyawa. HPLC didefinisikan sebagai kromatografi cair yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang distribusi ukuranya sempit ( kolom ) dan fase gerak yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relative singkat. HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi; lingkungan; bioteknologi; polimer; dan industri- industri makanan. Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa

keterangan

tentang penggunaan

HPLC

High

Performance

Liquid

Chromatography). B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk : Untuk mengetahui prinsip kerja dari HPLC. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode analisis dengan HPLC. Untuk mengetahui tentang HPLC Fluoresensi. Mengetahui tentang eksitasi molekul. Untuk mengetahui bagaimana suatu senyawa dapat di deteksi dengan detektor flourescen. Untuk mengetahui senyawa apa saja yang dapat di analisa dengan menggunakan detektor flourescen.

BAB II TEORI DASAR

A. Pengertian Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga disebut dengan Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik. Sistem Peralatan HPLC Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam. Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :

1. Wadah Fase gerak dan Fase gerak Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik

2. Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert

terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan

3. Tempat penyuntikan sampel Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Posisi pada saat memuat sampel

Posisi pada saat menyuntik sampel

4. Kolom dan Fase diam Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.

Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional, yakni:

Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 l/menit).

Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.

5. Detektor HPLC Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri

massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel. 2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil. 3. Stabil dalam pengopersiannya. 4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. 5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier). 6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak. 7. Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada HPLC dengan karakteristik detektor seperti berikut :

Detektor

Sensitifitas Kisaran (g/ml) linier 104 105 105

Karakteristik

Absorbansi Uvvis Fotometer filter 5 x 10-10 5 x 10-10 Sensitivitas bagus, paling sering digunakan, selektif terhadap gugus-gugus dan struktur-struktur tidak jenuh. 10-12 104 yang

Spektrofotometer > 2 x 10-10 spektrometer photo-diode array Fluoresensi

Sensitifitas sangat bagus, selektif, Tidak peka

terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase

gerak. Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal akan tetapi sensitivitasnya sedang. Sangat sensitif

terhadap suhu, dan tidak dapat digunakan pada

elusi bergradien Elektrokimia Konduktimetri Amperometri 10-8 10-12 104 105 Peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak, tidak dapat digunakan bergradien. mendeteksi pada elusi Hanya solut-solut

ionik. Sensitifitas sangat bagus, timbul adanya elektroda. selektif tetapi

masalah dengan kontaminasi

B. Pengertian Flourosensi

Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (deeksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik.

Fluoresensi spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang lebih rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk biokimia dan aplikasi medis, dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, fluoresensi mentransfer resonansi energi, dan pencitraan fluoresensi seumur hidup. Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom

diperlukan nyala api. Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali ke segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga hanya radiasi fluoresensiyang dideteksi oleh detektor setelah melalui monokromator. Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan konsentrasi unsur. Fluoresensi adalah jenis tertentu dari luminescence, dicirikan bahwa zat yang mampu menyerap energi sebagai bagian radiasi elektromagnetik dan kemudian memancarkan energi itu sebagai radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang yang berbeda. Total energi yang dipancarkan oleh cahaya selalu kurang dari total energi yang diserap dan perbedaan antara energi tersebut yang hilang sebagai panas. Dalam kebanyakan kasus, panjang gelombang yang dipancarkan lebih besar, dan karena itu, energi yang lebih rendah daripada yang diserap, namun, jika radiasi eksitasi adalah intens, maka mungkin saja elektron menyerap dua foton, dalam penyerapan bifotonic. Panjang gelombang yang dipancarkan lebih pendek dari yang diserap, namun dalam kedua kasus total energi yang dipancarkan lebih kecil dari total energi yang diserap. Umumnya zat neon menyerap energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik berbentuk gelombang pendek (P misalnya radiasi gamma, sinar-x, UV, biru muda, dll), dan kemudian lagi memancarkan gelombang yang lebih panjang, misalnya dalam spektrum terlihat paling mencolok dari fluoresensi terjadi ketika cahaya yang diserap berada dalam kisaran ultraviolet dari spektrum tak terlihat oleh mata manusia dan cahaya yang dipancarkan berada di kawasan yang terlihat.

10

Mekanisme fluoresensi melibatkan tiga langkah berurutan, masingmasing disebut penyerapan (1), non-radiasi disipasi (2) dan emisi (3). Siklus penyerapan ini sangat singkat, lamanya waktu berlalu dalam urutan nanodetik.

Mekanisme

fluoresensi

juga

berkaitan

erat

dengan

proses

chemiluminescence. Zat yang mampu memancarkan cahaya ketika menyala oleh berbagai jenis radiasi yang disebut fluorophores. Hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan berbagai macam warna dengan fluoresensi, tergantung pada panjang gelombang memancarkan senyawa neon. Dalam fenomenanya fluoresensi memungkinkan penyerapan energi oleh elektron, dari keadaan dasar (S0) untuk keadaan tereksitasi (S1), kemudian elektron kembali dalam keadaan dasar disertai dengan pelepasan kelebihan energi oleh radiasi yang dipancarlan. Dalam seluruh proses fluoresensi terjadi dalam waktu kurang dari 0,00001 detik sama dengan pendar, tapi dengan proses yang cepat. Perbedaan sehubungan dengan pendar, yaitu fluoresensi berlangsung hanya selama stimulus. Fenomena fluoresensi memiliki banyak penggunaan di antaranya digunakan dalam mineralogi, gemology, sensor kimia (fluoresensi

spektroskopi), pigmen dan pewarna, detektor biologis dan lampu neon. Kita ambil contoh Penggunaan dari fenomena fluoresensi ini adalah lampu neon, fluoresensi bekerja saat di mana zat putih yang menutupi kristal dalam memancarkan cahaya ketika arus listrik yang dibuat di dalam tabung. Penggunaan lainnya adalah mendeteksi tiket palsu, karena hanya dicetak aktual membawa pewarna fluorescent yang terlihat hanya dengan bantuan sebuah "cahaya hitam".

11

BAB III PEMBAHASAN

A. Suatu Senyawa Dapat di Ukur Dengan Detektor Flouresensi

Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal tersebut terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen penyusunnya (kumpulan-kumpulan molekul atau atom yang relatif homogen) dengan mengasumsikan bahwa dimensi partikel sangat tipis sehingga proses absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami hambatan atau gangguan. Pada saat cahaya eksitasi datang menuju medium yang berisi partikel-partikel, cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh partikel-partikel sebesar IA dan sebagian diteruskan (tanpa absorbsi) sebesar IT (persamaan 2.13). Cahaya yang diabsorbsi selanjutnya dikonversi menjadi emisi cahaya fluoresensi (IF) oleh faktor efisiensi kuantum F. Hubungan antara intensitas fluoresensi dan absorbansi suatu partikel akibat eksitasi dari suatu sumber cahaya dinyatakan dengan menggunakan hukum Beer-Lambert. Intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh sejumlah konsentrasi partikel N sebesar IT(E) pada luasan medium a dan sepanjang arah rambat cahaya eksitasi. Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik. Fluoresensi spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang lebih rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk biokimia dan aplikasi medis, dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, fluoresensi mentransfer resonansi energi, dan pencitraan fluoresensi seumur hidup. Menurut diagram Jablonski (Gambar 7.1), energi emisi lebih rendah dibandingkandengan eksitasi. Ini berarti bahwa emisi fluoresensi yang lebih

12

tinggi terjadi padapanjang gelombang dari penyerapan (eksitasi). Perbedaan antara eksitasi dan panjanggelombang emisi dikenal sebagai pergeseran Stoke. Langkah pertama (1) adalah eksitasi, di mana cahaya diserap oleh molekul,yang ditransfer ke keadaan tereksitasi secara elektronik yang berarti bahwa sebuahelektron bergerak dari keadaan dasar singlet S0, ke keadaan singlet tereksitasi S1. I n i diikuti dengan relaksasi getaran atau konversi internal (2), dimana molekul inimengalami transisi dari elektronik atas ke yang lebih rendah S1, tanpa radiasiapapun. Akhirnya, emisi terjadi (3), biasanya 10 8 detik setelah eksitasi, ketika kembali elektron kekeadaan dasar lebih stabil, S0 memancarkan cahaya pada panjanggelombang yang sesuaidengan perbedaan energi antara kedua negara elektronik.Dalam molekul, masing-masing kondisi elektronik memiliki beberapa kondisibagian getaran terkait. Dalam keadaan dasar, hampir semua molekul menempatitingkat vibrasi terendah. Dengan eksitasi dengan sinar UV atau terlihat, adalahmungkin untuk mempromosikan molekul yang tertarik ke salah satu tingkat getaranbeberapa tingkat tereksitasi secara elektronik yang diberikan. Ini berarti bahwa emisifluoresensi tidak hanya terjadi pada satu panjang gelombang tunggal, melainkanmelalui distribusi panjang gelombang yang sesuai untuk transisi vibrasi

beberapasebagai komponen dari transisi elektronik tunggal. Inilah sebabnya mengapa eksitasidan spektrum emisi diperoleh untuk menggambarkan secara rinci karakteristik molekul fluoresensi. B. Senyawa Yang Dapat di Deteksi Dengan Detektor Flouresensi Hanya sedikit ion anorganik yang berpendar, yang paling dikenal adalah ionuranil, UO22+. Umumnya alanisis fluorometrik melibatkan molekul organik. Ada beberapa senyawa kelat logam yang berpendar yang memberikan metode yang peka untuk beberapa ion logam. Seringkali kelat logam diekstraksi dari dalam larutan berair menjadi suatu pelarut organik sebelum pengukuran, suatu proses dan sekaligus memisahkannya dari ion-ion pengganggu dan

mengkonsentrasikan spesies yang berpendar. Misalnya, banyak terdapat reagensia flourometrik untuk Aluminium dan Berilium. Logam-logam yang

13

lebih berat seperti Fe2+, Co2+, Ni2+ dan Cu2+ sebaliknya cenderung mematikan flourosens yang diperagakan oleh banyak zat pengkelat itusendiri, hadinya logam itu dalam kompleks mendorong dibuangnya energi yangdiserap secara tak radiantif. Kadang suatu analit yang tidak berpendar dapat diubah menjadi suatu molekulyang berpendar kuat, dengan suatu reaksi yang cepat dan kuantitatif, yang denganmuadah digabungkan ke dalam suatu prosedur analitik keseluruhan. Misalnya, hormon epinefrin (adrenalin) mudah diubah menjadi adrenolutin. Dalam larutan basa,anion folat dari adrenolutin berpendar dengan kuat (eksitasi 360 nm, pancaran 530 nm). Pasien dengan tumor tertentu pada kelenjar adrenalin dan juga beberapa penderita tekanan darah tinggi menunjukkan kadar efinefrina yang meningkat dalamair seninya. Hormon yang terdapat pada kadar yang sangat rendah dapat dipekatkan dari dalam volume besar air seni dengan suatu prosedur penukar ion pada suatu pHdimana nitrogen amino diprotonkan untuk membentuk suatu kation R-NH2-CH2, dielusi dalam sedikit volume dengan ditukar-ganti dengan H+ dan diolah seperti diatas untuk membentuk flourofor. Beberapa vitamin dapat ditetapkan secara fluorometrik. Oksidasi lembut tiamina (vitamin B1) oleh Fe(CN)63-, misalnya akan menghasilkan suatu produk yang disebut tiokrom yang memperagakan fluoresens biru pada kondisi yang tepat. Jika pancaran pendaran itu diukur terhadap dua porsi sampel, satu diolah dengan ferisianida dan yang lain tidak, orang dapat mengurangi kontribusi pengganggu non-tiamina yang berpendar untuk meningkatkan selektivitas. Riboflavin (vitamin B1) dan piridoksin (B6) merupakan vitamin lain yang dapat ditetapkan oleh fluoresensi. Meskipun kebanyakan asam amino tidak berpendar, tetapi mudah bereaksi dengan reagen fluoresamina untuk membentuk senyawa yang sangat berpendar yangtelah digunakan dalam biokimia untuk mendeteksi kuantitas. Metode fluoresensi sangat baik untuk menetapkan beberapa hidrokarbon aromatik polisiklik yang telah dikelompokkan sebagai polutan prioritas oleh Jawatan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA), yang mengatakan bahwafluoresens memberi deteksi yang sangat peka terhadap komponen-komponen sampeltertentu dalam kromatografi cairan. Misalnya pada produk Susu : Produk-produk susu mengandung beberapa

14

fluorophores intrinsik. Misalnya asamamino aromatik dan asam nukleat, triptofan, tirosin dan fenilalanin dalam protein, vitamin A dan B2, Nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) dan klorofil, dan berbagai senyawa lainnya yang dapat ditemukan pada konsentrasi rendah atau sangat rendah di produk makanan.

C. Proses Terjadinya Eksitasi Molekul

Molekul zat menyerap energi cahaya yang dipancarkan panjang gelombang ultraviolet, terlihat (inframerah) wilayah spektrum fluoresensi, sesuai dengan karakteristik spektral dan intensitas analisis kualitatif dan kuantitatif zat, analisis ini adalah analisis fluoresensi molekul. 1. Proses yang terjadi molekul fluoresensi Molekul neon terjadi terutama mencakup tiga proses: 1, eksitasi molekul, 2 molekul untuk mengaktifkan, 3, fluoresensi terjadi. Termasuk singlet bersemangat dan triplet tereksitasi keadaan tereksitasi, sebagian besar molekul berisi bahkan jumlah elektron dalam keadaan dasar, pasangan elektron dari atom atau molekul hadir dalam setiap orbit, berputar dipasangkan dalam arah yang berlawanan, elektron spin bersih nol: S = (- ) = 0, multiplisitas M = 2S 1 = 1 (M adalah bilangan kuantum magnetik), oleh karena itu, molekul anti-(anti-) magnet, itu bisa tingkat tanpa medan magnet eksternal dan divisi, yang disebut "keadaan singlet." Ketika sepasang molekul keadaan dasar menyerap radiasi sinar elektron sangat tertarik untuk energi yang lebih tinggi transisi orbital, biasanya tidak mengubah arah spin, yaitu S = 0, maka masih keadaan tereksitasi singlet, yaitu, "tunggal (re) bersemangat negara", jika proses transisi elektron, juga disertai dengan perubahan arah spin, maka akan memiliki dua elektron tidak berpasangan berputar, spin bersih tidak sama dengan nol, dan sama dengan 1: S = 1/2 1 / 2 = 1 multiplisitas: M = 2S 1 = 3, yaitu molekul yang dipengaruhi oleh medan magnet menghasilkan membelah energi, negara ini bersemangat disebut "tiga baris (berat) keadaan

15

tereksitasi "triplet exciton" daripada "singlet bersemangat negara" energi yang lebih rendah. Tingkat terluar elektron energi molekul, termasuk S0 (keadaan dasar), dan S1 keadaan tereksitasi, S2, ....., ..... T1, dan masing-masing mencakup serangkaian tingkat energi elektronik sangat dekat dengan tingkat getaran. Molekul dalam keadaan tereksitasi tidak stabil, dalam waktu singkat melalui berbagai saluran dalam kelebihan melepaskan energi (radiasi atau transisi radiasi) menyatakan Kembali bersemangat, proses yang dikenal sebagai "deaktivasi", saluran tersebut adalah: (1) relaksasi getaran, (2) konversi internal, (3)konversi eksternal, (4) lompatan antar sistem, (5) emisi fluoresensi, (6) emisi berpendar. Molekul dalam keadaan tereksitasi, saluran yang berbeda melalui ke keadaan dasar, yaitu, terjadinya fluoresensi. Cara yang lebih cepat, yang berarti terjadi istimewa. Jika - begitu bersemangat molekul proses penonaktifan fluoresensi lebih cepat dibandingkan dengan proses lainnya, kemungkinan terjadinya fluoresensi tinggi dan kekuatan. Jika begitu cepat proses penonaktifan molekul fluoresensi lambat dibandingkan dengan proses lainnya, fluoresensi lemah atau tidak terjadi.

2. Eksitasi spektrum dan spektrum fluoresensi Fluoresensi cahaya eksitasi dengan monokromator spektral, terus mengubah panjang gelombang eksitasi, emisi panjang gelombang tetap, penentuan panjang gelombang eksitasi yang berbeda dari cahaya yang dipancarkan oleh zat solusi fluoresensi intensitas (F), sebagai F-l mengatakan spektrum eksitasi. Dari spektrum eksitasi dapat ditemukan pada intensitas fluoresensi yang terkuat eksitasi panjang gelombang lex, pilihan terbesar intensitas fluoresensi lex dapat diperoleh. Pilih lex sebagai sumber eksitasi, monokromator dengan zat lain dipancarkan spektroskopi fluoresensi, merekam setiap panjang gelombang F, F-l disebut spektrum spektroskopi fluoresensi. Panjang gelombang fluoresensi intensitas fluoresensi dari lem terkuat. lex dan

16

lem umumnya digunakan dalam analisis kuantitatif dari panjang gelombang yang paling sensitif.

3. Fluoresensi dan Struktur Molekul Hanya mereka dengan p-p molekul terkonjugasi ikatan ganda untuk memancarkan fluoresensi kuat, terkonjugasi besar tingkat p-elektron, semakin besar intensitas fluoresensi (lex dan pergeseran panjang lem) yang berisi sebagian besar cincin aromatik, heterosiklik senyawa fluoresensi, dan pelektron terkonjugasi lagi, F adalah. Cincin Benzena tersubstitusi

menyumbangkan elektron-kelompok, peningkatan konjugasi p- intensitas fluoresensi meningkat: as-CH3,-NH2,-OH,-OR, dll (Benzena) menggantikan kelompok penarik elektron, bahkan ketika intensitas fluoresensi menurun Off: misalnya:,-COOH,-CHO,-NO2,-N = N. Tinggi atom nomor atom,

meningkatkan terjadinya sistem persimpangan intersystem, neon melemah atau bahkan padam. Seperti: Br, I. Juga fluorescein planar konfigurasi, struktur memiliki kekakuan yang sangat substansi neon, sedangkan fenolftalein molecular structure planar mudah untuk mempertahankan, substansi neon tidak.

17

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik. Proses yang terjadi molekul fluoresensi : Molekul neon terjadi terutama mencakup tiga proses: 1, eksitasi molekul, 2 molekul untuk mengaktifkan, 3, fluoresensi terjadi.

18

DAFTAR PUSTAKA

Watson, David G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Herman, Blaschke G. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI Jakarta. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI Jakarta. Lindsay, S. 1992. High performance liquid chrotomagraphy Edisi II. UI Press. Rucker, G. 1988. Analisa Farmasi Instrumen : Spektroskopi, Kromatografi. UI Press.

19

Вам также может понравиться