Вы находитесь на странице: 1из 26

REFLEKSI KASUS MODUL EXODONSI GIGI NEKROSIS DISERTAI PULPA POLIP dan GRANULOMA

Nama Mahasiswa NIM

: Lisna Kurnia Rezky : 20070340056

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

LAPORAN KASUS MODUL EXODONSI GIGI NEKROSIS DISERTAI PULPA POLIP dan GRANULOMA
Nama Mahasiswa NIM Tempat Kegiatan : Lisna Kurnia Rezky : 20070340056 : RSGM UMY Bangsal Multazam B.48

I. DESKRIPSI KASUS
Pemeriksaan subjektif : Pasien mengeluhkan gigi geraham kiri bawah yang berlubang besar terasa risih dan ingin giginya dicabut. Pasien menyatakan bahwa dulu 10 tahun yang lalu gigi tersebut

berlubang kecil namun terasa sakit hingga ke kepala. Kemudian pasien minum obat untuk mengurangi sakit giginya namun tidak ada perubahan. Setelah 2 minggu pasien datang ke puskesmas untuk menambalkan giginya dengan tambalan yang sewarna gigi. Tambalan tersebut bertahan 5 tahun, namun kemudian tambalan itu lepas dan hingga saat ini belum ada ditambal lagi. Gusi di sekitar gigi tersebut pernah bengkak 3-4 tahun yang lalu selama 5 hari namun tidak diobati. Kemudian dari dalam gigi tiba-tiba berdarah 3 tahun yang lalu dan saat dilihat ada daging yang tumbuh dari dalam lubang gigi. Saat ini gigi tersebut tiba-tiba berdarah, namun terkadang juga berdarah saat sikat gigi. Dalam 1 minggu berdarah 1x. pasien rutin menyikat gigi 2 kali sehari (pagi dan sore) dan terakhir ke dokter gigi 10 tahun yang lalu untuk dilakukan penambalan gigi. pasien mengkonsumsi teh dan kopi dalam seminggu 3-4 gelas dan merokok setiap hari 3 batang. pasien mengunyah dengan sisi kanan sejak gigi geraham kiri bawah tersebut saki ( 10 tahun yang lalu). pasien dan anggota keluarganya yang lain tidak dicurigai menderita penyakit sistemik.

Pemeriksaan objektif : a. Pemeriksaan Vital Sign Tekanan darah Nadi Nafas Suhu : 120/70 mmHg : 70 X / menit : 20 X / menit : Afebris

b. Pemeriksaan Ekstra Oral Tidak ada kelainan/ keluhan pada jaringan sekitar kepala, leher, TMJ dan jaringan limponodi pasien. c. Pemeriksaan Intra Oral Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan suatu temuan klinis pada gigi 36 tampak adanya gigi 36 yang karies dengan kavitas yang besar hingga kedalaman pulpa, dan terdapat jaringan lunak yang berwarna kemerahan yang muncul dari dalam kavitas, konsistensi lunak, berdarah saat disentuh, palpasi tidak sakit, dengan ujung jaringan yang mengarah ke sisi mesial. Sondasi Perkusi Palpasi CE OHI : (-) : (-) : (-) : (-) linu : DI+CI = (16+0) = 2,6 (sedang) 6 Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan radiografi, hasil rontgen menunjukkan tampak area radiolusen yang luas pada bagian oklusal hingga pulpa gigi 36 dan diintepretasikan sebagai kavitas dari karies, tampak area radiolusen pada bagian furkasio dan diintepretasikan sebagai lesi furkasio, lamina dura sudah tidak tampak kontinuitasnya, akar tampak pipih dan lurus, tampak radiolusen pada apikal akar mesial dengan batas yang jelas dan diintepretasikan sebagai granuloma. Operator tidak melakukan biopsi atau pemeriksaan histopathologi terhadap jaringan lunak. 6

Penampakan klinis :

Penampakan Radiografik:

Differential diagnosa : 1. Gigi nekrosis dengan pulpa polip disertai granuloma periapikal.

II. PENATALAKSANAAN
1. Premedikasi R/ Amoxicillin tab mg 500 No. IX S.3.dd tab I pc 2. Rontgen periapikal gigi 36 3. Ekstraksi gigi 36 dengan anastesi Blok Mandibula, injeksi infiltasi dan injeksi intraligamen (2 ampul pehacain). 4. Dep bleeding post ekstraksi dengan spongostan. 5. Resep obat post ekstraksi gigi 36 R/ Amoxicillin tab mg 500 No. X S.3.dd tab I pc R/ Cataflam tab I mg 50 No. X S.2.dd tab I pc R/ Asam traneksamat tab mg 500 No. IX S.3.dd tab I pc 6. Observasi 7. Kontrol

Dilakukan pencabutan gigi 37 dengan blok anestesi n. Alveolaris inferior, n. Lingualis dan infiltrasi bukal. Alat dan bahan yang digunakan: Alat diagnostik (kaca mulut, sonde, ekskavator, pinset) Tang mahkota, tang radix Bur untuk separasi bifurkasi Bein Kassa Cotton ball / cotton pellet Povidone iodine Spuit injeksi Topikal anestesi (Benzotop) Pehacaine Iod gliserin

Tahap Persiapan Pasien Vital sign Tekanan darah Nadi Nafas Suhu : 120/80 mmHg : 72 X / menit : 20 X / menit : Afebris

Dari anamnesa didapat informasi bahwa pasien tidak dicurigai mempunyai penyakit sistemik. Tahap Pelaksanaan 1. Aplikasi povidone iodine 2. Aplikasi topikal anestesi 3. Anestesi blok nervus alveolaris inferior 4. Separasi bifurkasi karena diprediksikan pencabutan gigi dengan granuloma sekaligus kavitas yang hampir mencapai bifurkasi akan mengalami kesulitan jika tidak dilakukan separasi bifurkasi 5. Separasi gingiva dari serviks menggunakan ekskavator/sonde sekaligus untuk mengecek efek anestesi

6. Luksasi gigi menggunakan bein 7. Apabila sudah luksasi, dilanjutkan mengunakan tang 8. Tekanan kearah bukal, lalu ke arah lingual dan kadang-kadang dapat ditambah tekanan sedikit rotasi ke mesio-distal lalu gigi ditarik kearah bukal.

Tahap Pasca ekstraksi Cek soket, jangan sampai ada bagian yang tajam Kontrol perdarahan dengan cotton ball + iod gliserin(dep soket) Instruksi pasca ekstraksi Resepkan obat antibiotik dan analgetik Kontrol dan evaluasi Instruksi Pasca Ekstraksi : 1. Gigitlah kapas selama kurang lebih 30 menit 2. Bekas pencabutan jangan isap-isap / sedot-sedot 3. Jangan minum atau makan yg panas 4. Jangan gigit-gigit bibir atau lidah yang terasa tebal atau keanehan yg terjadi di dalam rongga mulut 5. Minumlah obat sesuai aturan Pasca pencabutan pasien diberi resep R/ amoxicilin mg 500 no IX S. 3 dd. Tab I R/ asam mefenamat mg 500 no VI S. p.r.n

III. PERTANYAAN KRITIS


1. 2. 3. 4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi? Jelaskan prinsip-prinsip ekstraksi gigi? Jelaskan bahan dan teknik anastesi ? Apa saja metode pencabutan gigi?

5.

Apa definisi dan etiologi pulpa polip dan granuloma periapikal?

6. 7.

Apa saja diagnosis banding granuloma periapikal? Bagaimana proses penyembuhan luka bekas pencabutan?

IV. LANDASAN TEORI dan REFLEKSI 1. Indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi
Indikasi ekstraksi a. Gigi sebagai fokus infeksi b. Gigi dengan pulpa nonvital yang tidak dapat dirawat c. Gigi dengan periodontoclasia berat d. Gigi yang tidak dapat dirawat Apicoectomy , Opdent, Endodonsi e. Gigi impaksi, supernumerary mengganggu f. Sisa akar

g. Malposisi ekstrem h. Gigi yang menyebabkan trauma jaringan lunak. Kontraindikasi exodonsi a. Sistemik: uncontrolled heart disease o o o o o o o o Kelainan darah Diabetes militus Penyakit Ginjal/hepar Toxic goiter Kehamilan Terapi koagulan

b. Lokal : Radang akut Infeksi akut Malignancy oral

2. Prinsip Exodonsi : Asepsis Rongga mulut : aplikasi PI/IG pada area pencabutan Operator : pemakaian masker dan handscoon steril Ruangan Alat dan bahan : penggunaan alat dan bahan yang steril Alat : tang molar bawah, bein, cryer, bone file, syringe dll. Bahan : bahan anestesi, PI/IG

Atraumatik

Kegiatan exo yang terencana : pemilihan teknik exodonsi yang tepat akan mengurangi resiko o Close methods atau simple technique, yaitu teknik pencabutan gigi

tanpa pembedahan, hanya mengunakan prosedur pencabutan dengan menggunakan tang, elevator maupun kombinasi dari keduanya. o Open method , adalah suatu teknik pencabutan gigi dengan menggunakan prosedur bedah (surgical extraction) yang biasa disebut dengan istilah pencabutan trans-alveolar, yang biasanya didahului dengan pembuatan flap maupun alveolectomi Anestesi Bahan anestetikum : Komponen dalam sediaan larutan anestesi : Agent anestesi lokal Vasokonstriktor Sodium metabisulfite (antioxidan untuk vasopresor) Methilparabean Sodiumclorida Pemilihan bahan anestesi : Pehacain (lidocain+vasokonstriktor) Hemostasis Faktor yang berperan dalam mekanisme hemostasis: a. Pembuluh darah b. Trombosit c. Faktor koagulasi d. Sistim fibrinolisis e. Inhibitor 3. Bahan dan Teknik Anestesi Lokal Teknik dan Jenis Bahan Anestesi untuk Pencabutan Gigi molar. Untuk pencabutan gigi biasanya menggunakan anestesi lokal. Anestesi lokal digunakan untuk

menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran. Bahan anestesi pada kedokteran gigi. a. Golongan ester.

Anestesi golongan ini kurang stabil dan metabolismenya lebih mudah. Contohnya: Prokain, kokain dan tetrakain. b. Golongan amida. Anestesi golongan amida lebih stabil dan metabolismenya lambat. Contohnya: Lignokain, prilokain, mervakain.

ANASTESI LOKAL

Klasifikasi Teknik Anestesi Lokal Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat dibedakan menjadi : Nerve Block Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama, sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve block. Field Block Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak seluas pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang atas. Lokal infiltrasi Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi jaringan lunak. Topikal anesthesia Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada permukaan mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada ujung-ujung saraf bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan pada tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum. Berdasarkan tepat insersi jarum, teknik injeksi anestesi lokal dapat dibedakan menjadi: Submucosal injection Jarum diinsersikan dan cairan anestesi dideponir ke dalam jaringan di bawah mukosa sehingga larutan anestesi mengadakan difusi pada tempat tersebut.

Paraperiosteal injection Jarum diinsersikan sampai mendekati atau menyentuh periosteum, dan setelah diinjeksikan larutan anestesi mengadakan difusi menembus periosteum dan porositas tulang alveolar. Intraosseous injection Injeksi dilakukan ke dalam struktur tulang, setelah terlebih dahulu dibuat suatu jalan masuk dengan bantuan bur. Interseptal injection Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik intraosseous, dimana jarum disuntikkan ke dalam tulang alveolar bagian interseptal diantara kedua gigi yang akan dianestesi. Teknik ini biasanya dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan injeksi intraosseous. Intraperiodontal injection Jarum diinjeksikan langsung pada periodontal membran dari akar gigi yang bersangkutan. Pappilary Injection Teknik ini sebenarnya termasuk teknik submukosa yang dilakukan pada papila interdental yang melekat dengan periosteum. Teknik ini diindikasikan terutama pada gingivectomy, yang memerlukan baik efek anestesi maupun efek hemostatis dari obat anestesi. Teknik anastesi untuk pencabutan gigi molar mandibula. Pada rahang bawah biasanya digunakan anestesi blok mandibula. Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari

telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linea oblik. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di antara kedua premolar pada sisi yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibular dan gerakan jarum di antara ramus dan ligamen serta otot yang menutupi fasies interna ramus diteruskan sampai ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 ml obat anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi bervariasi tergantung ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan pertambahan umur). Dapat juga menganestesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan obat anestesi pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.

TEKNIK-TEKNIK ANASTESI BLOK PADA MANDIBULA : a. Anestesi blok n.mentalis Nervus mentalis merupakan cabang dari N.Alveolaris Inferior yang berupa cabang sensoris yang berjalan keluar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu, kulit dan membrana mukosa labium oris inferior. Teknik Anestesi Blok N.Mentalis

Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Ketika blok nervus maxilaris atau alveolaris inferior sukses, maka tidak perlu dilakukan injeksi. Jarum pendek yang berukuran 25 gauge dimasukkan (setelah jaringan yang akan dipreparasi diberikan antiseptik) dalam mucobuccal fold di dekat foramen mentale dengan bevel di arahkan ke tulang. Foramen dapat diraba atau dapat terlihat dengan menggunakan sinar x dan biasanya berada di antara gigi premolar. Pasien mungkin saja merasakan sakit ketika nervus telah teraba pada foramen.5 Lakukan penembusan jaringan dengan kedalaman 5 mm, lakukan aspirasi dan injeksikan anestetikum sebanyak 0,6 cc. Teknik ini menyebabkan efek anestesi pada jaringan buccal bagian anterior di depan foramen, bibir bagian bawah, dan dagu. Tariklah pipi ke arah bukal dari gigi premolar. Masukkan jarum ke dalam membrana mukosa di antara kedua gigi premolar kurang lebih 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi syringe membentuk sudut 450 terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang. Kurang lebih cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar kemudian ujung jarum digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen, dan deponirkan kembali cc anestetikum dengan hati-hati. Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap membentuk sudut 45o terhadap permukaan bukal mandibula untuk menghindari melesetnya jarum ke balik periosteum dan untuk memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen. Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang lain juga harus di blok. Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual. b. Teknik Anestesi Blok N. Bucalis Teknik Injeksi N.Buccalis Nervus buccal tidak dapat dianestesi dengan menggunakan teknik anaestesi blok nervus alveolaris inferior. Nervus buccal menginervasi jaringan dan buccal periosteum sampai ke molar, jadi jika jaringan halus tersebut diberikan perawatan, maka harus dilakukan injeksi nervus buccal. Injeksi tambahan tidak perlu dilakukan ketika melakukan pengobatan untuk satu gigi. Jarum panjang dengan ukuran 25 gauge digunakan (karena injeksi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan injeksi blok nervus alveolaris inferior, jadi jarum yang sama dapat digunakan setelah anestetikum terisi). Jarum disuntikan pada membran mukosa bagian disto bucal sampai pada molar terakhir dengan bevel menghadap ke arah tulang setelah jaringan telah diolesi dengan antiseptik. Jika jaringan

tertarik kencang, pasien lebih merasa nyaman. Masukkan jarum 2 atau 4 mm secara perlahanlahan dan lakukan aspirasi.4 Setelah melakukan aspirasi dan hasilnya negatif, maka depositkan anestetikum sebanyak 2 cc secara perlahan-lahan. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus mandibulae, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada waktu memasukkan jarum melalui jaringan. Pasien harus berada dalam posisi semisupine. Operator yang menggunakan tangan kanan berada dalam posisi searah dengan jarum jam delapan sedangkan operator yang kidal berada pada posisi searah dengan jarum jam empat. Injeksi ini menganestesi jaringan bukal pada area molar bawah. Bersama dengan injeksi lingual, jika diindikasikan, dapat melengkapi blok n.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi. In jeksi ini tidak selalu diindikasikan dalam pembuatan preparasi kavitas kecuali jika kavitas bukal dibuat sampai di bawah tepi gingival.

4. Metode pencabutan gigi

Pada dasarnya hanya ada dua cara pencabutan gigi, cara pertama yang sering dilakukan pada kebanyakan kasus biasanya disebut pencabutan dengan tang, yang terdiri atas pencabutan gigi atau akar gigi dengan menggunakan tang atau elevator (bein) atau keduanya. Metode ini disebut juga pencabutan intra-alveolar. Metode yang lain adalah dengan pembelahan gigi atau akar gigi dari perlekatan tulangnya. Pemisahan ini dilakukan dengan membuang sebagian tulang yang menutupi akar gigi, kemudian pencabutan dilakukan dengan menggukan bein dan tang, metode ini disebut pencabutan trans-alveolar. a. Pencabutan intra-alveolar Pencabutan intra-alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan

menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini sering juga disebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa dilakukan pada sebagian besar kasus pencabutan gigi. Dalam metode ini instrumen yang digunakan yaitu tang atau bein ditekan masuk ke dalam ligamen periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang alveolar. Bila akar telah terpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kearah buko-lingual atau buko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari soketnya. Gerakan rotasi kemudian dilakukan setelah

dirasakan gigi agak goyang. Tekanan dan gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga fraktur gigi dapat dihindari. b. Pencabutan trans-alveolar Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan metode intraalveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dilakukan pencabutan dengan metode trans-alveolar. Metode pencabutan ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini juga sering disebut metode terbuka atau metode bedah yang digunakan pada kasus-kasus: 1.) Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar 2.) Gigi yang mengalami hipersementosis atau ankilosis 3.) Gigi yang mengalami germinasi atau dilaserasi 4.) Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris. 5. Definisi, etiologi, dan pathogenesis pulpa polip dan granuloma periapikal Pulpitis hiperplastik kronis (pulpa polip) adalah suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang luas pada pulpa muda. Gangguan ini ditandai dengan adanya jaringan granulasi, kadang-kadang ditutupi oleh epitelium yang disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama. Pulpa polip sebagian besar terjadi diawali dengan adanya karies dan trauma yang terus menerus terhadap permukaan gigi seperti kasus overhanging restorasi sehingga timbul beban oklusi yang lebih besar dari normal, dan selanjutnya pulpa akan mengadakan respon terhadap stimulasi tersebut dengan terjadinya inflamasi secara kontinu. Inflamasi dilakukan oleh jaringan yang terkena stimulus yakni pada jaringan pulpa, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan pada jaringan epiteliumnya akan lebih tipis dan rapuh padahal di dalam pulpa banyak saraf (namun yang terbanyak adalah saraf insensitif) dan pembuluh darah (yang mengalami vasodilatasi akibat inflamasi). Oleh sebab itulah, pada kasus pulpa polip akan lebih sering terjadi perdarahan spontan, namun tidak sakit. Sebagian besar kasus pulpa polip menunjukkan gambaran klinis yang sama, namun ada beberapa kasus yang berbeda dimana pulpa polip yang terjadi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan pulpa polip pada umumnya. Pada laporan kasus Faryabi dan Adhami tahun 2007 menunjukkan pulpa polip pada gigi Molar ketiga rahang bawah yang tidak hanya muncul di dalam kavitas gigi, akan tetapi juga meluas hingga keluar gigi. Kasus-kasus yang jarang ditemukan seperti kasus dalam laporan kasus tersebut menjadi lebih valid diagnosanya dengan adanya pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan

histopathologis. Pada kasus ini berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif dan radiografik menunjukkan bahwa gigi nekrosis, dan terdapat lesi bifurkasio dan granuloma periapikal. Karies terjadi karena 4 faktor utama yakni anatomi gigi, substrat makanan, bakteri, dan waktu. Adanya keterlibatan bakteri dalam proses karies yang telah mencapai bagian pulpa tersebut memberikan kontribusi dalam menstimulasi respon pulpa berupa inflamasi pulpa salah satunya pulpa polip dengan penampakan klinisnya antara lain terbentuk jaringan granulasi dan rupturnya jaringan epitel serta vasodilatasi pembuluh darah. struktur anatomis gigi yang sudah tidak utuh (mahkota klinisnya) menyebabkan beban oklusi yang diterima tidak dapat didistribusikan secara merata ke jaringan periodontal sehingga terdapat bagian yang menerima beban yang berlebih seperti pada bagian bifurkasio dan apikal akar gigi sehingga timbulah lesi periapikal. Granuloma itu sendiri merupakan suatu pertumbuhan jaringan granulomatous yang bersambung dengan ligamen periodontal disebabkan oleh infeksi pulpa dan difusi produk toksin bakteri dari saluran akar ke dalam jaringan periradikuler secara kronis (Grossman, 1995). Granuloma periapikal merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang berprolifersi diantara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen periodontal. Gambaran radiografi yaitu Tampak gambaran radiolucent dengan batas tepi yang kadang terlihat jelas pada periapikal. Umumnya berbentuk bulat. Gigi yang bersangkutan akan menunjukkan hilangnya gambaran lamina dura. Biasanya tidak disertai adanya resorbsi akar, namun ada juga yang menunjukkan gambaran resorbsi akar. Granuloma periapikal dapat disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan periapikal. Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus; dan non-organisme seperti: iritan mekanis, thermal, dan kimia. Penelitian yang dilakukan terhadap spesimen periapikal granuloma, sebagian besar merupakan bakteri anaerob fakultatif dan organisme yang tersering adalah Veillonella species (15%), Streptococcus milleri (11%), Streptococcus sanguis (11%), Actinomyces naeslundii (11%), Propionibacterium acnes (11%), dan Bacteroides species (10%).3 Sedangkan faktor non-organisme adalah karena iritan mekanis setelah root canal therapy, trauma langsung, trauma oklusi, dan kelalaian prosedur endodontik; dan bahan kimia seperti larutan irigasi.

Secara klinis dental granuloma tidak dapat dibedakan dengan lesi keradangan periapikal lainnya. Untuk membedakan dengan lesi periapikal lainnya diperlukan pemeriksaan radiografi. Ukurannya bervariasi, mulai dari diameter kecil yang hanya beberapa millimeter hingga 2 centimeter. Granuloma periapikal terdiri dari jaringan granulasi yang dikelilingi oleh dinding berupa jaringan ikat fibrous. Pada dental granuloma yang sudah cukup lama, cenderung memberikan gambaran adanya sel plasma, limfosit, neutrofil, histiosit, dan eusinofil, serta sel epithelial rests of Malassez. Pada gigi dengan karies perforasi pada pemeriksaan mikrobiologi akan didapatkan mikroaerofilik bacterium actynomices. Etiologi Granuloma Periapikal oleh kelainan patologis dari reaksi keradangan pulpa yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks. Pulpitis itu sendiri dapat disebabkan oleh infeksi karies sekunder, trauma, atau kegagalan perawatan saluran akar. Nekrosis pulpa akan menstimulasi reaksi radang pada jaringan periodontal gigi yang bersangkutan. Patofisiologi dari granuloma periapikal juga dapat disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan periapikal. Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus; dan nonorganisme seperti: iritan mekanis, thermal, dan kimia timbul akibat nekrosis pulpa, penyebaran pertama dari inflamasi pulpa ke jaringan periradikuler. Granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari abses periapikal akut. Iritannya meliputi mediator inflamasi dari pulpa yang terinflamasi irreversible atau toksin bakteri dari pulpa yang nekrotik. Patogenesis yang mendasari granuloma periapikal adalah respon system imun untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan masuk bagi bakteri pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan dengan respon inflamasi. Terdapat tiga karakteristik utama pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi. Pertama, pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara adekuat karena dibatasi oleh dinding pulpa yang keras. Inflamasi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatnya volume jaringan karena transudasi cairan. Kedua, meskipun pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun hanya disuplai oleh satu pembuluh darah yang masuk melalui saluran sempit yang disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal, sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, terlebih lagi edema

jaringan pulpa akan menyebabkan aliran darah terputus, menyebabkan pulpa menjadi nekrosis. Ruangan pulpa dan jaringan pulpa yang nekrotik akan memudahkan kolonisasi bakteri. Ketiga, karena gigi berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen apikal menuju jaringan periapikal. Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya radiolusen dengan batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi merupakan kunci diagnostik, satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik; gambaran histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan gambaran histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan yang bervariasi, dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut. Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau diluar sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis imunoglobulin. Granuloma periapikal merupakan reaksi inflamasi kronis yang berada di sekitar apex gigi yang merupakan kelanjutan dari keradangan pada pulpa yang disebabkan oleh berbagai macam iritan, seperti bakteri, trauma mekanis, dan bahan kimia. Patogenesis yang mendasarinya adalah reaksi dari sistem imun tubuh terhadap adanya iritan. Granuloma periapikal biasanya tidak bergejala dan ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiografi sebagai gambaran radiolusen, diagnosis bandingnya termasuk kista periapikal dan abses periapikal, yang hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan mikroskopis. terapi dapat dilakukan dengan penanganan endodontik non pembedahan maupun pembedahan. Prognosis dari granuloma periapikal adalah baik. Granuloma periapikal umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala yang pasti. Gigi yang bersangkutan akan memberikan respon negative pada perkusi, tes termal, dan tes elektrik pulpa. Pada dental granuloma yang terus berlanjut dan dibiarkan tanpa perawatan dapat berubah menjadi kista periapikal. Lesi inflamasi apikal umumnya disebabkan oleh adanya produk toksik yang dihasilkan oleh bakteri yang ada di saluran akar, sehingga keberhasilan perawatan tergantung pada eliminasi bakteri pada gigi yang bersangkutan.

Pada gigi yang masih dapat dipertahankan dapat dilakukan perwatan saluran akar. Sedangkan pada gigi yang tidak dapat dilakukan restorasi maka harus dilakukan ekstraksi. Pada gigi yang dirawat saluran akar perlu dilakukan evaluasi pada tahun pertama dan kedua untuk memastikan apakah lesi bertambah besar atau telah sembuh. Kebanyakan dari periapikal granuloma ditemukan secara tidak sengaja selama pemeriksaan rutin. Karena granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari nekrosis pulpa maka pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tes thermal yang negatif dan tes EPT yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi yang berukuran kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat sebagai gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang. Kegagalan proses penyembuhan bisanya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : - Berubah menjadi bentukan kista - Kegagalan perawatan saluran akar - Fraktur akar vertical - Adanya penyakit periodontal Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya radiolusen dengan batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi merupakan kunci diagnostik, satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik; gambaran histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan gambaran histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan yang bervariasi, dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut. Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau diluar sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis imunoglobulin. 6. Diagnosis banding granuloma periapikal Granuloma periapikal biasanya tidak bergejala dan ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiografi sebagai gambaran radiolusen, diagnosis bandingnya termasuk

kista periapikal dan abses periapikal, yang hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan mikroskopis. terapi dapat dilakukan dengan penanganan endodontik non pembedahan maupun pembedahan. a. Abses periapikal Abses adalah daerah jaringan yang terbentuk dimana didalamnya terdapat nanah yang terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri berbahaya yang menyebabkan infeksi. Sistim imun mengirimkan sel darah putih untuk melawan bakteri. Sehingga nanah atau pus mengandung sel darah putih yang masih aktif atau sudah mati serta enzim. Abses terbentuk jikalau tidak ada jalan keluar nanah/pus. Sehingga nanah atau pus tadi terperangkap dalam jaringan dan terus membesar. Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal. Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses. Penyebab Abses Periapikal adalah Tubuh menyerang infeksi dengan sejumlah besar sel darah putih; nanah adalah sekumpulan sel darah putih dan jaringan yang mati. Biasanya nanah dari infeksi gigi pada awalnya dialirkan ke gusi, sehingga gusi yang berada di dekat akar gigi tersebut membengkak. Nanah bisa dialirkan ke kulit, mulut, tenggorokan atau tengkorak, tergantung kepada lokasi gigi yang terkena. Gejala Abses Periapikal yaitu gigi terasa sakit, bila mengunyah juga timbul nyeri. Kemungkinan ada demam disertai pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Jika absesnya sangat berat, maka di daerah rahang terjadi pembengkakan. Orang yang memiliki daya resistensi tubuh yang rendah, memiliki resiko tinggi untuk menderita abses. Pada awalnya, penderita abses mengalami sakit gigi yang bertambah parah. Sehingga saraf di dalam mulut juga dapat terinfeksi. Jika absesnya tersembunyi di dalam gusi, maka gusi bisa berwarna kemerahan. Untuk menterapinya, dokter gigi membuat jalan di permukaan gusi agar pus bisa berjalan keluar. Dan ketika pus sudah mendapatkan jalan

keluar, kebanyakan rasa sakit yang diderita oleh pasien berkurang drastis. Jika abses tidak di irigasi/drainasi dengan baik, hanya sekedar pecah. Maka infeksi tadi akan menyebar ke bagian lain di mulut bahkan bisa menyebar ke leher dan kepala. Gejala awal adalah pasien akan merasakan sakit yang berdenyut-denyut di daerah yang terdapat abses. Lalu gigi akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsang panas dan dingin serta tekanan dan pengunyahan. Selanjutnya pasien akan menderita demam, kelenjar limfe di bagian rahang bawah akan terasa lebih menggumpal/sedikit mengeras dan terasa sakit jika diraba. Pasien juga merasa sakit pada daerah sinus. Jika pus mendapat jalan keluar, atau dengan kata lain bisulnya pecah, akan menimbulkan bau busuk dan rasa sedikit asin dalam mulut anda. Biasanya para dokter gigi dapat mendiagnosa adanya abses dalam rongga mulut dengan memeriksanya secara langsung. Dokter gigi juga dapat melakukan diagnosa pulpa, untuk mengetahui apakah gigi anda masih vital atau tidak. Dan untuk lebih memastikan, dokter gigi juga mengambil gambaran radiografi. Gambaran radiografi dari abses ini tampak gambaran radiolusen berbatas difus di periapikal. Patofisologi : Umumnya disebabkan oleh infeksi kuman dari proses karies. Dengan perkembangan karies, atau beberapa antigen dapat menyebabkan respons keradangan jaringan pulpa. Oleh karena pulpa tertutup oleh struktur padat dentin maka tidak terdapat ruangan untuk perluasan eksudat radang dan melalui saluran akar akan menyebar ke jaringan periapikal membentuk abses periapikal akut dan bila prosesnya kronik akan menjadi kelainan berupa abses kronik, granuloma dan kista radikular. Kuman saluran akar merupakan penyebab utama abses periapikal, dan umumnya berupa Gram positif, Gram negatif baik aerob dan anaerob yang akan invasi ke jaringan periapikal dan akhirnya dapat menyebabkan kerusakan. Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-tanda peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi dapat ditemukan tanda-tanda sensitifitas dengan derajat yang bervariasi. Pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen periodontal hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas. Abses atau selulitis diatasi dengan menghilangkan infeksi dan membuang nanah melalui bedah mulut atau pengobatan saluran akar. Untuk membantu menghilangkan infeksi seringkali diberikan antibiotik. Tindakan yang terpenting adalah mencabut pulpa yang terkena dan mengeluarkan nanahnya.

Pada pemerikasaan rontgen akan tampak gambaran radiolusen berbatas difus di periapikal. Terapi yang dilakukan adalah insisi, drainase dan pemberian antibiotik. b. Kista radikuler Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan bahan setengah cair atau gas biasanya berdinding jaringan ikat dan berisi cairan kental atau semi likuid, dapat berada dalam jaringan lunak ataupun keras seperti tulang. Rongga kista di dalam rongga mulut selalu dibatasi oleh lapisan epitel dan dibagian luarnya dilapisi oleh jaringan ikat dan pembuluh darah. Kista radikuler disebut juga kista periapikal. Kista ini merupakan jenis kista yang paling sering ditemukan. Kista radikuler terbentuk oleh karena iritasi kronis gigi yang sudah tidak vital. Kista ini tumbuh dari epitel rest of Malassez yang mengalami proliferasi oleh karena respon terhadap proses radang yang terpicu oleh karena infeksi bakteri pada pulpa yang nekrosis. Kista periapikal adalah kista yang terbentuk pada ujung apeks (akar) gigi yang jaringan pulpanya sudah nonvital/mati. Kista ini merupakan lanjutan dari pulpitis (peradangan pulpa). Dapat terjadi di ujung gigi manapun, dan dapat terjadi pada semua umur. Ukurannya berkisar antara 0.5-2 cm, tapi bisa juga lebih. Bila kista mencapai ukuran diameter yang besar, ia dapat menyebabkan wajah menjadi tidak simetri karena adanya benjolan dan bahkan dapat menyebabkan parestesi karena tertekannya syaraf oleh kista tersebut. Dalam pemeriksaan rontgen kista radikuler akan terlihat gambaran radiolusen berbatas jelas. Pola umum pertumbuhan suatu kista terjadi karena adanya stimulasi (cytokinase) pada sisa-sisa sel epitel pertumbuhan yang kemudian mengalami proliferasi dan di dalam pertumbuhannya tidak menginvasi jaringan sekitarnya. Sisa epitel tersebut kemudian akan berproliferasi membentuk massa padat. Kemudian massa akan semakin membesar sehingga sel-sel epitel di bagian tengah massa akan kehilangan aliran darah, sehingga aliran nutrisi yang terjadi melalui proses difusi akan terputus. Kematian sel-sel dibagian tengah massa kista tersebut akan menyebabkan terbentuk suatu rongga berisi cairan yang bersifat hipertonis. Keadaan hipertonis akan menyebabkan terjadinya proses transudasi cairan dari ekstra lumen menuju ke dalam lumen. Akibatnya terjadi tekanan hidrostatik yang berakibat semakin membesarnya massa kista. Proses pembesaran massa kista dapat terus berlangsuung, kadang sampai dapat terjadi parastesia ringan akibat ekspansi massa menekan daerah saraf sampai timbulnya rasa sakit. Kista ini tidak menimbulkan keluhan atau rasa sakit, kecuali kista yang terinfeksi. Pada pemeriksaan radiografis, kista periapikal memperlihatkan gambaran seperti dental granuloma

yaitu lesi radiolusen berbatas jelas di sekitar apeks gigi yang bersangkutan dan tepinya seperti lapisan tipis yang kompak seperti lamina dura. Hampir semua kista radikuler berasal dari granuloma periapikal yang terjadi sebelumnya. Kista ini juga disebabkan oleh berlanjutnya peradangan yang awalnya terjadi pada pulpa, yang kemudian meluas hingga jaringan periapikal di bawahnya. Patofisiologi dari kista radikuler yaitu diawali dari peradangan jaringan pulpa yang lama kelamaan menyebabkan inflamasi periapikal. Inflamasi ini merangsang the malassez ephitelial rest yang terdapat pada ligamentum periodontal sehingga menghasilkan pembentukan granuloma periapikal yang dapat bersifat terinfeksi atau steril. Akhirnya epitelium mengalami nekrosis karena kehilangan suplai darah dan granuloma berubah menjadi kista. Kista residual merupakan kista yang disebabkan oleh keradangan pada fragmen akar yang tertinggal saat pencabutan atau adanya sisa granuloma yang tidak terambil saat pencabutan. Pada pemeriksaan klinis didapatkan rahang tidak bergigi dengan sejarah pernah dilakukan ekstraksi dan pada gambaran radiologi ditemukan gambaran radiolusen. Secara histopatologis ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel yang tidak mengalami keratinisasi squamosa dan mempunyai ketebalan yang bervariasi. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel neutrofil pada dinding kista. Perawatan kista residual adalah dengan melakukan enukleasi dan pada umumnya tidak terjadi rekuren. Perawatan terdiri dari perawatan saluran akar, atau pencabutan gigi yang bersangkutan kemudian kista dikuretase. Dapat juga diterapi dengan cara Marsupialisasi dan enukleasi.

7.

Bagaimana proses penyembuhan luka bekas pencabutan?

Setelah tindakan pencabutan gigi secara normal, proses penyembuhan melalui beberapa tahap. Pertama terjadi perdarahan pada bekas luka pencabutan. Kedua, darah akan mengalami penjendalan yang akan menutup luka tersebut yang pada tahap selanjutnya jaringan granulasi yang baru akan menggantikan bekuan darah tersebut. Ketiga, jaringan granulasi yang baru tersebut akan digantikan dengan jaringan ikat dan jaringan pre-osseus dan setelah kurang lebih 2 hari pada tulang mulai terbentuk trabekula yang akan menyelimuti kurang lebih 2/3 dari alveolus. Setelah hari keempat akan terjadi regenerasi epithelium yang akan menutup permukaan alveolus, dan setelah 24-25 hari akan tertutup sempurna oleh jaringan yang baru.

Fase-Fase Penyembuhan Luka :

1. Respon Awal Proses Penyembuhan Luka (Hemostasis) Kerusakan pada permukaan membran mukosa biasanya disebabkan karena kerusakan vaskular & perdarahan, deposisi fibrin, agregasi platelet, & koagulasi untuk membentuk gumpalan darah dalam waktu beberapa menit setelah luka. Gumpalan darah ini membentuk barier hemostatik yang menyatukan margin luka & melindungi jaringan yang terbuka. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat dengan jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.

2. Fase Inflamasi (Reaktif) Terjadi pada hari ke 5 Fase vaskular: perdarahan & tubuh akan mencoba menghentikannya melalui

vasokonstriksi, pengerutan jung PD yg putus dan reaksi hemostasis. Fase selular: pergerakan leukosit menembus dinding PD (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yg membantu mencerna bakteri & debris pd luka. Sel mayor pada inflamasi: leukosit PMN, MN (makrofag & limfosit), sel mast. Sel inflamasi ini berasal dari 3 sumber: o Sel normal yang berada pada jaringan. o Sel yang keluar ketika pembuluh darah rusak o Sel-sel yang berasal dari diapedesis Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat lemah.

3. Fase Proliferatif (Fibroplasia) Akhir minggu ketiga, ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, & epitelisasi. Fibroblast memproduksi ekstrasel matriks, kolagen primer, dan fibronectin utk migrasi dan proliferasi sel. Angiogenesis: terbentuknya formasi PD baru & dimulainya pertumbuhan saraf pd ujung luka. Pada fase ini, serat2 dibentuk & dihancurkan kembali utk penyesuaian diri dgn tegangan pd luka yg cenderung mengerut. Pada fase ini luka dipenuhi o/ sel radang, fibroblast & kolagen mbentuk jaringan bwarna kemerahan dgn permukaan yg berbenjol halus yg disebut jaringan granulasi.

Pada saat ini, keratinosit berproliferasi & bermigrasi dari tepi luka utk melakukan epitelisasi menutup permkaan luka, menyediakan barier pertahanan alami terhadap kontaminan & infeksi dari luar. Epitel tepi luka yg tdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya & berpindah mengganti permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yg trbentuk dari proses mitosis. Proses ini terhenti ketika sel epitel saling menyentuh & menutup sluruh permkaan luka.

4. Fase Remodelling / Maturasi/ Pematangan Terjadi perubahan bentuk, kepadatan, & kekuatan luka. Jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya, pengerutan maksimal dari luka, terjadi peningkatan kekuatan luka. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan & dnyatakan berakhir bila semua tanda radang sudah hilang. Setelah beusaha menormalkan kembali semua yg abnormal karena adanya proses penyembuhan luka Pembentukan jaringan parut merupakan suatu proses fisiologis & bukanlah suatu hal yang dapat dihindarkan pada proses penyembuhan luka yang bertujuan untuk mengembalikan integritas jaringan.

PENYEMBUHAN LUKA POST EKSTRAKSI Penyembuhan soket setelah ekstraksi gigi terjadi melalui penyembuhan sekunder. Segera setelah gigi diekstraksi dari soket gigi, maka pada soket akan terisi darah & mebentuk gumpalan darah (mekanisme hemostasis) Saat ini juga sel akan berproliferasi & bermigrasi menuju gumpalan darah. Dilatasi pembuluh darah pada ligamentum periodonal yang diikuti dengan migrasi leukosit & pembentukan lapisan fibrin. Pada minggu pertama diikuti dengan fase inflamasi dengan sel pertama adalah neutrofil & makrofag Setelah itu, terjadi akumulasi osteoklas sepanjang tulang alveolar & sel mulai untuk meresorpsi jaringan nekrotik dan mulai terjadi proses pembentukan tulang. Proses pembentukan tulang dimulai 10 hari setelah gigi diekstraksi. Pada saat ini juga terjadi proses angiogenesis pd ligamentum periodontal.

Pada minggu ke 2 gumpalan darah akan berreorganisasi & mebentuk pembuluh darah baru yang mulai berpenetrasi mnuju pusat gumpalan darah Pada minggu 3, soket akan terisi jaringan granulasi & tulang mulai terkalsifikasi. Permukaan luka mengalami reepitelisasi secara sempurna dgn sedikit atau tanpa jaringan parut. Pada saat ini terjadi juga remodelling tulang secara aktif dgn deposisi dan resorpsi yang berlangsung selama beberapa minggu ke depan. Antibiotik dan antiperdarahan yang diberikan kepada pasien yakni Amoxicillin dan asam

traneksamat. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami ataupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khusunya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik Amoxicillin memiliki sasaran kerja dengan menginhibitor sintesis dinding sel bakteri dan bekerja pada spektrum yang luas. Farmakokinetik Amoksisilin : Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel tersusun atas polimer polisakarida dan polisakarida yang berikatan silang kompleks yakni peptidoglikan (murein, mukopeptida) polisakarida ini mengandung gula amino yang berselang seling yakni Nasetilglukosamin dan asam Nasetilmuramat. Suatu peptida mengandung lima asam amino dikaitkan dengan gula asam Nasetilmuramat dan berahir di D-alanil-D-alanin. Penisilin Binding Protein (PBP suatu enzim), memotong alanin terminal tersebut pada proses pembentukan suatu ikatan silang dengan peptida didekatnya. Ikatan silang tersebut membuat struktur dinding sel menjadi kaku. Antibiotik betalaktam secara struktural merupakan analog substrat PBP yaitu D-ala-Dalamia berikatan secara kovalen dengan tempat aktif di PBP. Ikatan ini menghambat reaksi transpeptidase, menghentikan sintesis peptidoglikan, sehingga sel akan mati. Farmakodinamik Amoksisilin 1. Absorpsi Amoksisilin Absorpsi di saluran cerna. Dengan dosis oral amoksisilin 2x lebih tinggi mencapai kadar dalam darah. Penyerapannya tidak terhambat pleh adanya makanan di lambung 2. 3. Distribusi. Distribusinya luas yakni ke hati, ginjal, empedu, usus, limfa. Ekresinya melalui proses sekresi di tubuli ginjal Pemberian amoksisilin dianggap tepat karena telah sesuai dengan indikasi pemberian obat yakni pasca pencabutan gigi (bakteri spektrum luas). Sedangkan asam traneksamat adalah Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan

benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas. Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat, dapat diberikan per oral, bekerja dengan cara memblok tempat ikatan pada lisin yang biasanya berinteraksi dengan plasmin, menghambat secara kompetitif terhadap aktivator plasminogen. konsumsi obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal : mual, muntah, sakit kepala, anoreksia. Asam traneksamat diabsorbsi dari saluran cerna dengan konsentrasi plasma puncak tercapai setelah 3 jam. Bioavailabilitasnya sekitar 30-50%, didistribusikan hampir ke seluruh permukaan tubuh dan mempunyai ikatan protein yang lemah. Berdifusi ke plasenta dan air susu. Waktu paruh eliminasi adalah 3 jam, diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah. Setelah dievaluasi pemberian obat asam traneksamat dianggap kurang tepat karena pemberian obat tersebut adalah untuk pasien yang menderita penyakit darah sistemik, sehingga lebih baik pasien diberi vitamin K untuk membantu menghentikan perdarahan. Kesulitan pada penatalaksanaan kasus ini adalah pangkal dari pulpa polip berada pada akar mesial gigi 36, sedangkan pada saat proses pencabutan gigi 36 mengalami fraktur akar mesial. Operator kemudian menggunakan bur tulang dengan kecepatan rendah untuk membuat tumpuan dalam melakukan pengungkitan dengan bein. Jaringan pulpa polip terambil berikut dengan terambilnya akar mesial. Kondisi gigi 36 dengan ukuran yang lebih besar dari normalnya menyebabkan terjadinya luka bekas pencabutan yang cukup besar dan terjadi perdarahan yang banyak. Operator melakukan dep yang lebih kompleks yakni dengan pemberian spongostan dan peresepan obat hemostatik. V. KESIMPULAN Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gigi nekrosis disertai granuloma sehingga perlu dilkukan ekstraksi. Dalam kasus ini, karena terdapat granuloma
periapikal, maka di beri premedikasi kemudian dilakuakan ekstraksi menggunakan metode close method dengan anestesi blok n. alveolaris inferior dengan bahan anaestesi pehacain setelah mempertimbangkan indikasi dan kontraindikasi ekstraksi.

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya. 2011. Diakses 28 September 2012, dari http://id.scribd.com/doc/58524335/8/Farmakokinetik-dan-Dinamik-Amoksisilin. 2. Anonim. Diakses 25 September 2012, dari

http://id.scribd.com/doc/71833394/Traneksamat. 3. Faryabi dan Adhami. 2007. Unusual Presentation of Chronic Hyperplastic Pulpitis: A case report. Iran : University of Medical Sciences and Health Services. 4. Kidd, E.A.M., & Joyson Bechal, S. 1992. Dasar- Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC, hal: 4, 6696. 5. Grossman,dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC, hal: 96. 6. Penderson, G.W. (1996). Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Penerjamah. Purwanto dan Basoeseno. Jakarta. EGC

Вам также может понравиться