Вы находитесь на странице: 1из 45

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III OTITIS MEDIA

Di susun oleh Kelompok 1 1. Hajar Qurrota Ayyun 2. Sayyadi 3. wigi agus hariyadi (09600023) (09600063) (20101660006) (20101660040)

4. Anik Mudifah

5. Nurviki Ledi Martviakristy (20101660023) 6. Inayatur R 7. SebtiAKMELYA F.R 8. Moch. Maksum Arip 9. Moch. Ibrahim (20101660025) (20101660052) (20101660055) (20101660015)

S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2013

Daftar Isi

Cover......................................................................................................................... Daftar Isi.................................................................................................................... Kata Pengantar........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1.2 Permasalahan....................................................................................................... 1.3 Tujuan.................................................................................................................. 1.4 Metode Penelitian............................................................................................... BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Otitis Media....................................................................................... 2.2 Etiologi Otitis Media............................................................................................ 2.3 Patofisiologi Otitis Media..................................................................................... 2.4 Tanda dan Gejala pada Otitis Media ..................................................................... 2.5 Gambaran Umum yang Khas pada OtitisMedia..................................................... 2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Otitis Media............................................................. 2.7 Komplikasi pada Otitis Media................................................................................. 2.8 Prognosa Otitis Media............................................................................................. 2.9 Pencegahan pada Otitis Media................................................................................ 2.10 Penatalaksanaan pada Otitis Media....................................................................... BAB III Asuhan Keperawatan pada pasien anak dengan Otitis Media 3.1 Pengkajian Keperawatan......................................................................................... 3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................................ 3.3 Intervensi Keperawatan........................................................................................... 3.4 Implementasi Keperawatan.................................................................................... 3.5 Evaluasi Keperawatan............................................................................................ BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 4.2 Saran.................................................................................................................... Daftar Pustaka.............................................................................................................

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah dengan judul Asuhan Keperawatan OTITIS MEDIA dapat terselesaikan. Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntunan secara global dan local atau otonomi. Untuk mewujudkannya maka perawat Indonesia harus mampu memberikan Asuhan Keperawatan secara profesional kepada pasien dan berpartisipasi secara aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta. Sehingga masyarakat (masyarakat umum dan masyarakat profesional) mengenal dan mengakui eksistensi profesi keperawatan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bu Eni S.Kep, Ns. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III, apabila terdapat kesalahan dalam

penulisan makalah ini, maka mohon dimaaafkan dan demi kesempurnaan makalah ini kami memerlukan kritik, saran, maupun masukan dari dosen mata kuliah dan rekanrekan. Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi semua.

Surabaya, September 2013

Kelompok 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001). Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka sarafsaraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001). Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan proses yang alami, timbul tanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya terjadi secara otomatis dan tanpa kita sadari, padahal untuk dapat mendengar bunyi atau suara percakapan harus melalui suatu tahapan atau proses. Proses mendengar sebenarnya sudah terjadi segera setelah bayi dilahirkan normal ke dunia, bahkan organ pendengaran sudah berfungsi seperti layaknya orang dewasa tatkala janin berusia 20 minggu kehamilan. Janin sudah dapat memberikan reaksi ketika diberikan stimulus berupa nada murni berfrekwensi tinggi melalui microphone yang ditempatkan pada perut ibu seperti yang dilaporkan pertama kali oleh seorang peneliti yang bernama Johansson et al pada tahun 1964. Kemudian dalam perjalanan hidupnya sejak dilahirkan, bayi akan mendapat input suara-suara yang ada dilingkungan sekitarnya sehari-hari secara terus menerus. Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan direkam dan

dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga anak dapat mengenal suara yang pernah didengarnya. Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran. Dari uraian diatas sangatlah jelas hubungan antara kemampuan anak untuk mendengar dan kemampuan untuk berbicara. Apabila terjadi gangguan pendengaran sejak dini maka akan terjadi pula gangguan perkembangan bicara

2. 2.1

Tujuan Tujuan umum Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah dengan kasus gangguan persepsi dan sensori pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.

2.2 1.

Tujuan khusus Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi system persepsi dan sensori pendengaran.

2.

Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada gangguan sistem persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.

3.

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.

4.

Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia

5.

Mahasiswa mampu memahami system pelayanan kesehatan untuk pasien dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran.

6.

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pencegahan primer, sekunder, dan tersier pada masalah system persepsi dan sensori pendengaran

7.

Mahasiswa mampu mengklasifikasi kasus dan mampu memprioritaskan masalah keperawatan dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran

8.

Mahasiswa mampu melakukan fungsi advocacy pada kasus gangguan system pendengaran

9.

Mahasiswa mampu menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah system persepsi dan sensori pendengaran.

10. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovasi sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif dengan memperhatikan aspek legal dan etik.

3.

Rumusan masalah Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan, pendidikan kesehatan, pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah penelitian dan mengatasi masalah keperawatan dengan kasus system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia dengan tetap memperhatikan aspek legal dan etis ?

4.

Metode penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan data, yaitu studi kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber teoritis yang berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system persepsi sensori. Sistematika Penulisan digunakan untuk menyusun urutan makalah secara lebih rinci dan jelas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari penulisan makalah ini,maka penulis menguraikan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis, meliputi Anatomi dan Fisiologi System Pendengaran, Konsep Dasar Penyakit Otitis Media (OM), Asuhan Keperawatan BAB III Pembahasan Kasus, meliputi Scenario Kasus 1 dan Jawaban Scenario. BAB IV Penutup.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Otitis Media Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998). Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustaruchius,antum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non superativ (=otitis media sorusa,otitis media sekrotoria,otitis media musinosa,otitismedia efusi(OME) masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis,yaitu otitis media supuratif akut(otitis media akut = OMA)dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media surosa akut (barotruma =aerotitis ) dan otitis media serosa kronis . selain itu terdapat otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkolosa atau otitis media sifilitika . otitis media yang lain ialah otitis media adhesive. (dr.Bambang Hermani,Sp.THT.2001) Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990) Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999) Otitis media koronik adalah perforasi pada gendang telinga ( warmasif, 2009) Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya satu bulan serta orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007) Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak anak di bawah usia 15 tahun. Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling

sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998). Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu : A. Otitis Media Akut Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan 3 tahun. B. Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi) Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan glue ear. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi. C. Otitis Media Kronik Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan

kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak

2.2 Pembagian Otitis Media Otitis media terbagi atas : 1. Otitis media supuratif a. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut b. Otitis media supuratif kronik 2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa a. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis) b. Otitis media serosa kronik (glue ear) 3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa. 4. Otitis media adhesiva 2.3 Otitis Media Akut 2.3.1 Pengertian

Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan 3 tahun.

2.3.2 Etiologi Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan

invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal. Streptococcus. Stapilococcus. Diplococcus pneumonie. Hemopilus influens. Gram Positif Gram Negatif : S. Pyogenes, S. Albus. : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.

Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.

2.3.3 Patogenesis Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

a Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

Pathway Otitis Media Otitis Media

Otitis media supuratif

Otitis media non Supuratif (Otitis media serosa)

Otitis media akut (OMA)

Otitis media serosa akut

(lebih 2 bulan) Otitis media supuratip kronis (OMSK) Otitis media serosa kronis (Glue ear)

2.3.4 Manifestasi Klinis


Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus da da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri.

Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.

Anak Lebih Mudah Terserang OMA Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal

sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan. saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

MANIFESTASI KLINIS A. Otitis Media Akut Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia )

Sakit telinga yang berat dan menetap. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara . Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5C Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol. Demam Anoreksia Limfadenopati servikal anterior

B. Otitis Media Serosa Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

C. Otitis Media Kronik Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran. Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas Derajat ketulian nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu : 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 1520 dB 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan Radiologi. 1. Proyeksi Schuller Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. 2. Proyeksi Mayer atau Owen, Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. 3. Proyeksi Stenver Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.

4. Proyeksi Chause III Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom. Bakteriologi Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar

saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.1 Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.4 Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. 2.4 Tanda dan Gejala pada Otitis Media 1. Telinga Berair (Otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat. 3. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. 2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Otitis Media 1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar 2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani 3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani). 2.7 Komplikasi pada Otitis Media Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. A. Komplikasi ditelinga tengah : 1. Perforasi persisten membrane timpani 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi telinga dalam 1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural)

C. Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan: 1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak 2. Menembus selaput otak. 3. Masuk kejaringan otak.

Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari satu atau dua telinga.

Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi sangat umum.

Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan mengeringkannya selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.

Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.

Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati.

Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.

Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.

Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.

Komplikasi yang serius adalah:


Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis) Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)

Kelumpuhan pada wajah Tuli Peradangan pada selaput otak (meningitis) Abses otak. sakit kepala tuli yang terjadi secara mendadak vertigo (perasaan berputar) demam dan menggigil.

2.8 Prognosa Biasanya , infeksi telinga adalah kondisi sederhana tanpa komplikasi . Sebagian besar anak-anak akan memiliki kecil , gangguan pendengaran sementara selama dan tepat setelah infeksi telinga . Kehilangan pendengaran permanen sangat jarang , tetapi risikonya meningkat jika anak memiliki banyak infeksi telinga . Komplikasi potensial lainnya termasuk : Pecah atau berlubang gendang telinga , yang biasanya sembuh sendiri Kronis , infeksi telinga berulang Adenoid membesar atau amandel Mastoiditis , infeksi pada tulang di sekitar tengkorak Pidato atau keterlambatan bahasa pada anak yang menderita gangguan pendengaran yang berlangsung dari beberapa , infeksi telinga berulang , sangat jarang mendukung Penelitian 2.9 Penatalaksanaan pada Otitis Media Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral (melalui mulut). Pilihan pertama adalah amoxicillin, tetapi untuk penderita dewasa bisa diberikan penisilin dosis tinggi. Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba eustakius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin. Miringotomi dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah atau diare atau jika gendang telinga menonjol.

Pada prosedur ini dibuat sebuah lubang pada gendang telinga untuk mengeluarkan cairan dari telinga tengah. Pembuatan lubang ini tidak akan mengganggu fungsi pendengaran penderita dan nantinya akan menutup kembali dengan sendirinya II. Terapi 1. Tipe tubetimpanal stadium aktif: o Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150

300 mg oral) Per hari selama 5 7 hari o o o o Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%) Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).

2. Tipe degeneratif : o o Atikoantrotomi (5.203) Timpanoplastik (5.195).

3. Tipe meta plastik / campuran Mastoidektomi radikal (5.203) Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.

Untuk OMK dengan penyulit : Abses retroaurikuler 1. Insisi abses 2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 500mg oral / sup / hari.

3. Mastoid dektomi radikal urgen. B. Obat-obatan Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral (melalui mulut). Pilihan pertama adalah amoxicillin, tetapi untuk penderita dewasa bisa diberikan penisilin dosis tinggi. Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba eustakius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin. Miringotomi dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah atau diare atau jika gendang telinga menonjol. Pada prosedur ini dibuat sebuah lubang pada gendang telinga untuk mengeluarkan cairan dari telinga tengah. Pembuatan lubang ini tidak akan mengganggu fungsi pendengaran penderita dan nantinya akan menutup kembali dengan sendirinya Ibuprofen , asetaminofen - Tanyakan kepada dokter Anda tentang penggunaan obat oral over-the -counter untuk rasa sakit atau demam , seperti ibuprofen ( Advil , Motrin ) atau acetaminophen ( Tylenol ) . Anak di bawah 19 sebaiknya tidak menggunakan aspirin , karena risiko mengembangkan penyakit langka tapi serius yang disebut sindrom Reye . Bedah dan Prosedur Lain Tabung Drainase ( myringotomy ) - Jika anak Anda telah berulang infeksi telinga yang tidak merespon terhadap antibiotik atau jika cairan di telinga mempengaruhi pendengarannya , dokter mungkin menyarankan menempatkan dalam tabung drainase . Selama operasi ini , yang membutuhkan anestesi umum , menyisipkan ahli bedah drainase tabung kecil melalui gendang telinga . Cairan di belakang gendang telinga bisa mengalir keluar , menyamakan tekanan antara telinga tengah dan luar , yang harus meningkatkan pendengaran anak Anda . Tabung biasanya keluar pada mereka sendiri sebagai anak Anda tumbuh dan lubang drainase menyembuhkan . OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.

Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.

Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik

diberikan.4,6 American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia

Diagnosis pasti

Diagnosis meragukan

< 6 bln 6 bln 2 th 2 thn

Antibiotik Antibiotik

Antibiotik Antibiotik jika gejala berat; observasi jika gejala ringan

Antibiotik jika gejala berat; observasi jika gejala ringan

Observasi

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi. British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin.

Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.

Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.

WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.

AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:

Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.4

Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin

Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazoletrimethoprim.

Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan amoxicillin.

Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.

Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.

Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.

Analgesia/pereda nyeri

Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau ibuprofen.

Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.

Obat lain

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak memberikan manfaat bagi anak.

Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan. Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasuskasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.

Cairan yang keluar harus dikultur. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki bukti yang cukup.

BAB III Asuhan Keperawatan pada pasien anak dengan Otitis media 3.1 Pengkajian Keperawatan 3.1 Asuhan Keperawatan Teori pada Otitis Media, meliputi : I. Diagnosis 1. Anamnesis 2. Otorea terus menerus / kumat kumatan lebih dari 6 8 minggu Pendengaran menurun (Tuli).

Pemeriksaan b) Tipe tubotimpanal (Hipertrofi, benigna).(382.1). a) Perforasi sentral

b) Mukosa menebal

c)

Audiogram: Tuli konduktif dengan air bone gab sebesar kl 30 dB

d) X foto mastoid : Sklerotik. c) Tipe degeneratif (382.1). a) Perforasi sentral besar Audiogram : tuli konduktif/campuran dengan penurunan 50 60 dB d) X-foto mastoid : sklerotik. d) Tipe metaplastik (atikoantral, maligna). (385.3) a) Perforasi atik atau marginal

b) Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani c)

b) Terdapat kolesteatom c) Desttruksi tulang pada margotimpani

d) Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih. e) X- foto mastoid : sklerotik/rongga.

e)

Tipe campuran (degeneratif, metaplastik). (385.3) a) Perforasi marginal besar atau total

b) Granulasi dan kolesteatom c) Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih d) X- foto mastoid : sklerotik / rongga.

3.

Pemeriksaan tambahan : Pembuatan audiogram dan X- foto mastoid (seperti diatas).

II. 1. 2. 3.

Penyulitan Abses retro airkula (383.0) Paresis atau paralisis syaraf fasialis (351) Komplikasi intrakranial : Meningitis Abses ekstradural Abses otak

III. Terapi 1. Tipe tubetimpanal stadium aktif:

Antibiotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 300 mg oral) Per hari selama 5 7 hari

Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)

Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).

2. Tipe degeneratif : Atikoantrotomi (5.203) Timpanoplastik (5.195).

3. Tipe meta plastik / campuran Mastoidektomi radikal (5.203) Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi. Untuk OMK dengan penyulit : ABSES RETROAURIKULER 1. 2. Insisi abses Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 500mg oral / sup / hari. 3. Mastoid dektomi radikal urgen.

PARESIS ATAU PARALISIS SYARAF FASIALIS 1. Menentukan lokasi lesi : Dengan test Scrimer supra atau infra ganglion Refleks stapedeus : Positif : lesi di bawah N. Stapedeus Negatif : lesi di atasnya Tes pengecapan pada lidah : Positif : lesi di bawah korda timpani Negatif : lesi di atasnya 2. 3. Mastoidektomi urgen dan dekompresi saraf fasialis Rehabilitasi.

LABIRINGITIS 1. 2. Tes fistel Mastoidektomi urgen.

MENINGITIS 1. 2. Perawatan bersama dengan bagian syaraf Antibiotik: 3. ampicilin 6 x 2-3 g/ hari i.v di tambah Kloranfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1 2 g / hari i.v

Bila meningitis sudah tenang segera di lakukan mastoidektomi radikal.

ABSESE EKSTRADURAL 1. 2. 3. 4. 5. Antibiotik : Ampisilin 4-6 X 2-3 gram/hari i.v ditambah metronodazol 3 X 500mg Sup / hari. Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf Drainase abses oleh bagian bedah syaraf Bila sudah tenang dilakukan matoiddektomi radikal

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN Pengumpulan data Riwayat Identitas Pasien Riwayat adanya kelainan nyeri Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang Riwayat alergi. OMA berkurang.

Pengkajian Fisik a) Nyeri telinga

b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran c) Suhu Meningkat

d) Malaise e) f) Nausea Vomiting Vertigo

g) Ortore h) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

Pengkajian Psikososial a) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi

b) Aktifitas terbatas c) Takut menghadapi tindakan pembedahan.

Pemeriksaan Laboratorium.

pemeriksaan Diagnostik a) Tes Audiometri : AC menurun

b) X ray : terhadap kondisi patologi Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid. Pemeriksaan pendengaran a) Tes suara bisikan

b) Tes garputala

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan 4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan presepsi pendengaran

INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnose 1 Tujuan: Memberikan rasa nyaman, mengurangi rasa nyeri, Mencegah penyebaran infeksi. Beri aspirin/analgesik sesuai instruki

Kompres dingin di sekitar area telinga Atur posisi Beri sedatif sesuai indikasi Ganti balutan tiap hari sesuai keadaan Observasi tanda tanda infeksi lokal Ajarkan klien tentang pengobatan Amati penyebaran infeksi pada otak : menggigil, kaku kuduk. Diagnosa 2 Monitor gangguan sesori Catat status pendengaran Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal mastoidectomi pengamanan. Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa karena perlukaan (injuri) saraf wajah. Diagnosa 3 H.E Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinu sesuai aturan Beritahu komplikasi yang mungkin terjadi dan bagaimana melaporkannya Tekankan hal hal yang penting yang perlu di follow up,evaluasi pendengaran Diagnosa 4 Terapi medik Antibiotik dan tetes telinga : Steroid Pengeluaran debris dan drainase pus untuk melindungi jaringan dari kerusakan : miringotomy Interfensi bedah Indikasi jika terdapat chaolesteatoma Indikasi jika terjadi nyeri, vertigo,paralise wajah, kaku kuduk, (gejala awal meningitis atau obses otak) Tipe prosedur Simpel mastoid decstomi karena gangguan telinga dalam. Berikan tindakan

Radical mastoiddectomi Posteronterior mastoiddectomi

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.


Penyakitnya muncul mendadak (akut) Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
o o o o

menggembungnya gendang telinga terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
o o

kemerahan pada gendang telinga nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel.4,6,7 Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.6 Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).6 Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.4 Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).6 Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah

usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.8 OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.4 Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi Nyeri telinga, demam, rewel Efusi telinga tengah Gendang telinga suram Gendang yang menggembung Gerakan gendang berkurang Berkurangnya pendengaran + + + + + + +/+ +/+ -

3.1.2 Fokus Intervensi 1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga Tujuan : nyeri berkurang atau hilang Intervensi: (a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri. (b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri. (c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema) (d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi Intervensi: (a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi perluasan lebih lanjut. (b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme (c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah. (d) Kolaborasi pemberian antibiotik Evaluasi: infeksi tidak terjadi 3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan Intervensi: (a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh (b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh. (c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh (d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan

3.2 Asuhan Keperawatan Pada Otitis Media

Ruang Pengkajian diambil tanggal

: THT Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo. : 1 Oktober 2009 Jam BBWI

1.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Suku/Bangsa Agama Pekerjaan Pendidikan : An. N : 11 Tahun : Perempuan : Jawa/Indonesia : Islam :: SD : Indonesia

Bahasa yang digunakan Alamat Tanggal MRS Diagnosa Medis

: Surabaya : 1Oktober 2009 : Otitis Media Kronika

Keluhan Utama : Keluar cairan dan darah dari telinga kiri dan pendengaran berkurang

2.

RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY) 1) Riwayat Penyakit Dahulu Pada usia 2 tahun klien pernah menderita Malaria dan sering kejangkejang. Setelah kejang-kejang bagian ekstrimitas lemah. Klien pernah menderita Meningitis. Sejak usia 2 tahun pada telinga kiri klien sering mengeluarkan cairan dan darah.

2) Riwayat Penyakit Sekarang Klien post op Radikal Maestoidektomi Sinistra hari pertama 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat ini. 4) Keadaan Kesehatan Lingkungan Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih. 3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK 1) Keadaan Umum : Lemah dan pucat. 2) Tanda-tanda vital Suhu Nadi : 370 C : 92 X/menit.

Tekanan darah : 100/60 mmHg. Respirasi 3) Body Systems (1) Pernafasan (B 1 : Breathing) Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur, tidak terlihat gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak terlihat keringat pada dahi, tidak terdengar suara nafas tambahan, dentuk dada simetris. : 20 x/menit

(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding) Nadi 92 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 100/60 mmHg, Suhu 37 0C, perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur tidak ada.

(3) Persyarafan (B 3 : Brain) Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4) Verbal : Orientasi baik (5) Motorik : Menurut perintah (6)

Compos Mentis

: Pasien sadar baik.

Persepsi Sensori : Pendengaran Penciuman Pengecapan Penglihatan Perabaan : Tuli konduksi sinistra : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder) Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning. (5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, Rectum normal, klien buang air besar 1 X/hari. (6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas

Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak, Ekstrimitas Atas : : Tidak ada kelainan

Bawah : Tidak ada kelainan Tulang Belakang : Tidak ada kelainan Warna kulit Akral Turgor : Coklat : Dingin : Baik

Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus. (7) Sistem Endokrin Terapi hormon :-

Hipoglikemia Polidipsi Poliphagi Poliuri

::::-

Postural hipotensi : Kelemahan :

4. DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratoriun Hb :11,5 gr%

Otoskopi/Mikroskopik tanggal 17 April 2002 Telinga Hidung Tenggorokan 5. ANALISA DATA : Kapum timpani : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan. : Penebalan mukosa (-), Granulasi (+).

NO 1.

DATA PENUNJANG S : Klien mengatakan telinga kiri sakit O: Telinga kiri bekas operasi. Klien pucat. Mimik wajah

ETIOLOGI Kerusakan kulit jaringan pada tempat operasi

MASALAH Nyeri akut

menahan kesakitan. 2. Perfusi dingin Nyeri akut Pola istirahat tidur.

S : Klien menyatakan tidak bisa tidur. O:

Keadaan umum klien lemah.

3.

Mata sayu. gangguan persepsi pendengaran Resiko tinggi trauma

S : Klien mengatakan telinga kiri kurang pendengaran O: Telinga sebelah kiri tuli kondoksi Telah radikal mastoidektomi. dilakukan

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. 2. 3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan pada tempat operasi Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri akut Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan persepsi pendengaran

7. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Tanggal : 1 Oktober 2009 1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan pada tempat operasi Tujuan : Klien dapat mengekspresikan penurunan nyeri/tidaknyamanan dalam waktu 2 X 24 jam. Kriteria hasil : Klien tampak rileks Mampu tidur atau istirahat dengan tepat RENCANA TINDAKAN 1. Kaji keluhan nyeri, RASIONAL perhatikan 1. Membantu dalam mengidentifikasi derajat kebutuhan analgesik. 2. Mempengaruhi kemampuan klien untuk rileks dan tidur/istirahat secara efektif. 3. 3. Berikan tindakan kenyamanan dasar. Dorong ambulasi teknik dini dan Meningkatkan relaksasi, membantu untuk mengalihkan perhatian dan dapat mengalihkan koping. ketidaknyamanan untuk dan

lokasi, lamanya dan intensitas (skala 0 10). Perhatikan reaksi verbal dan non verbal. 2. Bantu klien dengan posisi nyaman.

keefektifan

menggunakan bimbing terapeutik. 4.

relaksasi, sentuhan

imajinasi,

Kompres dingin di sekitar area 4. telinga.

Untuk akut/hebat.

menghilangkan

nyeri

5.

Kolaborasi pemberian analgesik.

2. Diagnosa Keperawatan

: Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri akut

Tujuan Kriteria hasil

: Klien dapat istirahat atau tidur secara adekuat : Klien tidur 6 8 jam sehari. Beristirahat minimal sesuai kebutuhan. Mengutarakan perasaan segar pada waktu bangun.

RENCANA TINDAKAN 1. Berikan kesempatan

RASIONAL untuk 1. Karena aktifitas fisik dan mental dapat mengakibatkan kelelahan. 2. Karena nyeri dapat mengganggu istirahat/tidur.

beristirahat/tidur sejenak 2. Evaluasi tingkat nyeri.

3.

Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur.

3.

Penundaan

waktu

tidur

memungkinkan pembuangan energi. 4. Meningkatkan relaksasi dengan

4.

Berikan makanan kecil dan susu hangatpada waktu sore hari.

perasaan mengantuk. 5. Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar

5.

Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.

mandi/berkemih selama malam hari. 6. Menurunkan stimulasi sensori

6.

Putarkan musik yang lembut.

dengan menghambat suara-suara lain disekitar yang akan membuat tidur nyeyak. 7. Sedatif dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomnia.

7.

Kolaborasi pemberian sedatif

3. Diagnosa Keperawatan

: Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan presepsi pendengaran

Tujuan

: Setelah diberikan intervensi keperawatan klien menurunkan faktor resiko cedera dan melindungi diri dari cedera.

Kriteria hasil

: Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera. Mengungkapkan suatu maksud untuk melakukan pencegahan.

RENCANA TINDAKAN 1.

RASIONAL Klien mampu mengidentifikasi mencegah

Orientasikan klien pada sekeliling, 1. jelaskan bantuan. penggunaan alarm/bel

lingkungan kecelakaan. Untuk

untuk

2.

Awasi individu secara ketat selama 2. beberapa malam pertama.

mengkaji

keananan

dan

adaptasi klien Untuk meningkatkan keamanan

3.

Gunakan cukup.

penerangan/lampuyang 3.

ruangan dan rangsangan penglihatan. Mengurangi resiko cedera.

4.

Anjurkan untuk meminta bantuan 4. jika diperlukan.

5.

Jelaskan berkaitan

tentang dengan

kondisi

klien

penurunan

5.

Keterbukaan dan penjelasan yang sesungguhnya tentang kondisi klien akan membantu proses penerimaan klien pada kondisinya.

pendengaran.

8. TINDAKAN KEPERAWATAN TANGGAL 1 Oktober 2009 JAM TINDAKAN KEPERAWATAN Mengkaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas (skala 0 10). Memperhatikan reaksi verbal dan non verbal. Membantu klien dengan posisi nyaman. Memberikan tindakan kenyamanan dasar. Mendorong ambulasi dini dan menggunakan teknik relaksasi, bimbing imajinasi, sentuhan terapeutik. mengompres dingin di sekitar area telinga. Mengkolaborasikan pemberian analgesik.

1 Oktober 2009

Memberikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak. Mengevaluasi tingkat nyeri. melengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Memberikan makanan kecil dan susu hangat pada waktu sore hari. Menurunkan jumlah minum pada sore hari. menganjurkan berkemih sebelum tidur. Memutarkan musik yang lembut. Mengkolaborasikan pemberian sedatif.

1 Oktober 2009

Mengorientasikan klien pada sekeliling, jelaskan penggunaan alarm/bel bantuan. Mengawasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama. Menggunakan penerangan/lampuyang cukup.

Menganjurkan untuk meminta bantuan jika diperlukan. Menjelaskan tentang kondisi klien berkaitan dengan penurunan pendengaran.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran. Apabila pendengaran mengalami gangguan pada telinga seperti otitis media yang tekait dengan kasus ini.

4.2

Saran Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun. Tindakan seperti itu biasanya hanya memasukkan lilin lebih banyak dan bisa merusakkan gendang pendengar dan akan mengalami penyumbatan pada bagian telinga dalam.Sabun dan air di atas sehelai waslap menyediakan higienis telinga eksternal yang memadai.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/ 2. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/ 3. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/ 4. Dunna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders. 5. Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan 6. Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta. 7. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta. 8. Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998. Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI : Jakarta. 9. Vouloumanou EK , Karageorgopoulos DE , Kazantzi MS , Kapaskelis AM , Falagas ME . Antibiotik dibandingkan dengan plasebo atau menunggu waspada untuk otitis media akut : meta - analisis dari percobaan terkontrol acak . J Antimicrob Chemother . 2009; 64 ( 1 ) :16 - 24 . 10. Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders. 11. Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta. 12. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta. 13. Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998). Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI : Jakarta

45

Вам также может понравиться

  • Journal Translate Plastic Bag
    Journal Translate Plastic Bag
    Документ16 страниц
    Journal Translate Plastic Bag
    Rayhan Harimurthi
    100% (4)
  • WALIMATUL
    WALIMATUL
    Документ2 страницы
    WALIMATUL
    Khoirul Huda Milanisti
    Оценок пока нет
  • SISTEM INTEGUMEN
    SISTEM INTEGUMEN
    Документ44 страницы
    SISTEM INTEGUMEN
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Askep Urolithiasis
    Askep Urolithiasis
    Документ9 страниц
    Askep Urolithiasis
    Rizka Yunita
    Оценок пока нет
  • Meraih Sukses Bersama Bni
    Meraih Sukses Bersama Bni
    Документ2 страницы
    Meraih Sukses Bersama Bni
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Bagian Isi
    Bagian Isi
    Документ8 страниц
    Bagian Isi
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ10 страниц
    Bab 4
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Berita Acara Kuliah Tamu
    Berita Acara Kuliah Tamu
    Документ6 страниц
    Berita Acara Kuliah Tamu
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Struktur Pengurus Hima S1 Keperawatan 2011
    Struktur Pengurus Hima S1 Keperawatan 2011
    Документ1 страница
    Struktur Pengurus Hima S1 Keperawatan 2011
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Cover Gadar
    Cover Gadar
    Документ3 страницы
    Cover Gadar
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • 07 Implementasi Tumor Cavum Nasi
    07 Implementasi Tumor Cavum Nasi
    Документ1 страница
    07 Implementasi Tumor Cavum Nasi
    Asyiaah Valdesyiah
    Оценок пока нет
  • Struktur Pengurus Hima S1 Keperawatan 2011
    Struktur Pengurus Hima S1 Keperawatan 2011
    Документ1 страница
    Struktur Pengurus Hima S1 Keperawatan 2011
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Penguatan Aspek Keamanan Pangan Melalui Komik Dan Permainan Kartu Kuartet Sebagai Metodologi Pembelajaran Bagi Anak Sekolah Dasar Dan Pola Pembinaan Pedagang Jajanan Di Lingkungan Sekolah
    Penguatan Aspek Keamanan Pangan Melalui Komik Dan Permainan Kartu Kuartet Sebagai Metodologi Pembelajaran Bagi Anak Sekolah Dasar Dan Pola Pembinaan Pedagang Jajanan Di Lingkungan Sekolah
    Документ1 страница
    Penguatan Aspek Keamanan Pangan Melalui Komik Dan Permainan Kartu Kuartet Sebagai Metodologi Pembelajaran Bagi Anak Sekolah Dasar Dan Pola Pembinaan Pedagang Jajanan Di Lingkungan Sekolah
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Win
    Win
    Документ2 страницы
    Win
    Denzel Cedric Lyra
    Оценок пока нет
  • 07 Implementasi Tumor Cavum Nasi
    07 Implementasi Tumor Cavum Nasi
    Документ1 страница
    07 Implementasi Tumor Cavum Nasi
    Asyiaah Valdesyiah
    Оценок пока нет
  • Dwig
    Dwig
    Документ2 страницы
    Dwig
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Krisis Kejiwaan
    Krisis Kejiwaan
    Документ16 страниц
    Krisis Kejiwaan
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Jiwa 2
    Jiwa 2
    Документ19 страниц
    Jiwa 2
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Kelompok 2
    Kelompok 2
    Документ23 страницы
    Kelompok 2
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Frakturfemur
    Frakturfemur
    Документ53 страницы
    Frakturfemur
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Anatomi
    Anatomi
    Документ12 страниц
    Anatomi
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • AUTISME
    AUTISME
    Документ15 страниц
    AUTISME
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • KESEHATAN KOMUNITAS
    KESEHATAN KOMUNITAS
    Документ20 страниц
    KESEHATAN KOMUNITAS
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Документ1 страница
    Abs Trak
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Kelompok 2
    Kelompok 2
    Документ23 страницы
    Kelompok 2
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Krisis Kejiwaan
    Krisis Kejiwaan
    Документ16 страниц
    Krisis Kejiwaan
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • ASKEP Gagal Jantung
    ASKEP Gagal Jantung
    Документ6 страниц
    ASKEP Gagal Jantung
    M Rizkan Nafarin
    Оценок пока нет
  • Cover Jiwa
    Cover Jiwa
    Документ2 страницы
    Cover Jiwa
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет
  • Sipp
    Sipp
    Документ23 страницы
    Sipp
    Rizky Zentalian
    Оценок пока нет