Вы находитесь на странице: 1из 109

UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE EFFERVESCENT

SKRIPSI

ASVINASTUTI RIKASIH 0906531216

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI DEPOK JULI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE EFFERVESCENT

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ASVINASTUTI RIKASIH 0906531216

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI DEPOK JULI 2013 ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama NPM

: Asvinastuti Rikasih : 0906531216

Tanda Tangan Tanggal

: : 1 Juli 2013

iii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 28 Juni 2013

Asvinastuti Rikasih

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Asvinastuti Rikasih NPM : 0906531216 Program Studi : Sarjana Farmasi Judul Skripsi : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran dan Aspartam sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl dengan Metode Effervescent

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Penguji III

: Dr. Katrin, M.S., Apt.

Ditetapkan di Tanggal

: Depok : 1 Juli 2013 v

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan terima kasih kepada: (1) Dr.Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini; (2) Dr. Iskandarsyah, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya, serta atas kesabarannya dalam membimbing, memberikan petunjuk dan memberikan banyak sekali masukan selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini; (3) Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan perhatian dan bimbingan selama pendidikan di Fakultas Farmasi UI; (4) Dr. Dra. Berna Elya, M.Si selaku pembimbing akademis atas berbagai masukan dan saran selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi UI; (5) Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu pengetahuan dan didikannya selama ini; (6) Keluargaku, khususnya Bapak dan Mama atas kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan semangat, doa, dan dukungan baik moral maupun finansial yang selama ini diberikan. Juga Nia dan Oskar atas dukungan yang diberikan; vi

vii

(7) Seluruh laboran dan Karyawan Fakultas Farmasi UI atas seluruh bantuannya selama penelitian, khususnya Pak Eri dan Mas Slamet yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium Formulasi Tablet Fakultas Farmasi UI; (8) Teman-teman Paraben (Fanny, Nia, dan Ncess) dan teman-teman penelitian KBI Teknologi Formulasi dan juga Farmasetika atas semua pertolongan, persahabatan, dan kenangan bersama kalian selama ini, serta teman-teman Farmasi angkatan 2009 yang telah berjuang bersama selama 4 tahun dalam menempuh pendidikan di Farmasi. (9) Kak Dika atas arahan, saran, dan diktat yang telah diberikan serta berbagi pengalaman dan cerita selama kuliah. Juga temanku Cyntia W. yang selama masa kuliah rela mengurus jadwal kuliah dan lain-lain. (10) Kepada 30 orang panelis yang telah rela merasakan tablet hasil penelitian. (11) Perusahaan Farmasi, khususnya P.T. Kimia Farma dan P.T. Indofarma atas hibah bahan-bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam penelitian; (12) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya teknologi farmasi di Indonesia.

Penulis 2013

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIT UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya : Asvinastuti Rikasih : 0906531216 : S1 Farmasi : Farmasi : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran dan Aspartam sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl dengan Metode Effervescent beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di

: Depok

Pada tanggal : 1 Juli 2013 Yang menyatakan

(Asvinastuti Rikasih)

viii

ABSTRAK

Nama : Asvinastuti Rikasih Program Studi : Farmasi Judul : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran dan Aspartam sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl dengan Metode Effervescent Tablet cepat hancur merupakan tablet yang dapat hancur di dalam mulut dengan bantuan saliva tanpa memerlukan air karena penggunaan eksipien penghancur yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi konsentrasi superdisintegran dan pemanis yang digunakan untuk menghasilkan tablet cepat hancur yang memiliki waktu disintegrasi cepat dan rasa yang dapat diterima. Pada penelitian ini, dibuat formulasi tablet cepat hancur yang mengandung 4%, 8% dan 12% crospovidone yang kemudian diuji waktu disintegrasinya. Optimasi konsentrasi aspartam dievaluasi menggunakan uji kesukaan dan dianalisis dengan program SPSS. Tablet dibuat menggunakan aspartam dengan konsentrasi sebesar 6% dan 12%. Dari hasil uji waktu disintegrasi, diperoleh waktu hancur paling singkat selama 17,831,87 detik pada tablet yang mengandung crospovidone sebesar 12%. Analisis program SPSS dari data hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara formulasi tablet yang mengandung konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%. Kata kunci : aspartam, crospovidone, superdisintegran, tablet cepat hancur, uji kesukaan, uji waktu disintegrasi xvi + 91 halaman : 11 gambar; 16 tabel; 35 lampiran Daftar acuan : 36 (1986-2012)

ix

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Asvinastuti Rikasih Program Study : Pharmacy Judul : Optimization of Crospovidone concentration as Superdisintegrant and Aspartame as Sweetener on Fast Dissolving Metoclopramide HCl Tablet Formulation by Effervescent Method Fast dissolving tablet is a tablet that can be dissolved in the mouth with the help of saliva without additional water because of the use of compatible disintegrant excipient. The aim of this study is to optimize superdisintegran and sweetener concentration to get fast dissolving tablet that have rapid disintegration time and acceptable taste. In this study, formulation of fast dissolving tablet that contain 4%, 8% and 12% of crospovidone were made, then disintegration time was tested. Optimization of the concentration of aspartam was evaluated by hedonic test and analyzed by SPSS program. Tablet was made using aspartame in concentration of 6% and 12%. From disintegration time test result, shortest disintegration time obtained during 17,831,87 second from tablet that contain 12% of crospovidone. SPSS program analysis of hedonic test data showed that no significant differences of taste among tablet formulations containing aspartame concentrations of 6% and 12%. Keywords xvi + 91 pages Bibliography : aspartame, crospovidone, disintegration time test, fast dissolving tablet, hedonic test, superdisintegrant : 11 pictures; 16 tables; 35 appendices : 36 (1986-2012)

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... viii ABSTRAK ......................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1. 1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1. 2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2. 1 Tablet ...................................................................................................... 2. 2 Tablet Cepat Hancur ............................................................................... 2. 2. 1 Pendahuluan ........................................ ....................................... 2. 2. 2 Sifat dan Karakteristik Umum .................................................... 2. 2. 3 Pemilihan Obat .......................................................................... 2. 2. 4 Teknologi Formulasi Tablet Cepat Hancur ............................... 2. 3 Effervescent ............................................................................................ 2. 4 Superdisintegran...................................................................................... 2. 4. 1 Kriteria Pemilihan Superdisintegran .......................................... 2. 4. 2 Metode Penggabungan Superdisintegran ............................. 2. 4. 3 Mekanisme Aksi Superdisintegran ............................................ 2. 5 Crospovidone ................................................................................. 2. 6 Aspartam ........................................................................................ 2. 7 Metoklopramid Hidroklorida ................................................................ BAB 3. METODE PENELITIAN...................................................................... 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 3. 2 Bahan .............................. ........................................................................ 3. 3 Alat ......................................................................................................... 3. 4 Cara Kerja ........................................................ ....................................... 3. 4. 1 Pembuatan Tablet cepat hancur dengan Metode Effervescent ........................................................................ 3. 4. 2 Evaluasi Massa Tablet ............................................................... 3. 4. 3 Evaluasi Tablet Metoklopramid Hidroklorida .......................... 4 4 7 7 10 11 11 15 18 18 20 20 26 28 29 31 31 31 31 31 31 34 37

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 43 4. 1 Pembuatan Tablet Cepat Hancur ........................................................... 43 xi
Universitas Indonesia

4. 2 Evaluasi Massa Tablet Cepat Hancur ..................................................... 4. 2. 1 Laju Alir dan Sudut Istirahat (angle of repose) ..................... 4. 2. 2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner .......................... 4. 3 Evaluasi Tablet Metoklopramid Hidroklorida ................................. 4. 3. 1 Penampilan Tablet .............................................................. 4. 3. 2 Keseragaman Ukuran .......................................................... 4. 3. 3 Uji Kekerasan ..................................................................... 4. 3. 4 Uji Keregasan ..................................................................... 4. 3. 5 Uji Waktu Disintegrasi in vitro ............................................ 4. 3. 6 Uji Waktu Pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption Ratio) ..................................................... 4. 3. 7 Keseragaman Kandungan .................................................... 4. 3. 8 Uji Kesukaan ......................................................................

44 44 46 47 47 49 50 51 53 55 57 58

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 61 5. 1 Kesimpulan .................................................................................... 61 5. 2 Saran .............................................................................................. 61 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 62

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 4.1

Proses mengembang (swelling) ................................................ Proses porositas dan kapilaritas (Wicking) ............................... Proses gaya repulsif partikel .................................................... Proses deformasi .................................................................... Struktur kimia crospovidone .................................................... Struktur kimia aspartam ........................................................... Struktur kimia metoklopramid HCl .......................................... Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 1-3 kp....................................................................... Gambar 4.2 Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 3-5 kp....................................................................... Gambar 4.3 Penampilan fisik tablet cepat hancur F4 dan F5 ........................ Gambar 4.4 Grafik hasil evaluasi waktu disintegrasi formula E0-3 pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp .....................................................

21 22 23 24 26 28 29 48 48 48 54

xiii

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa contoh enzim sebagai disintegran ................................ Tabel 2.2 Jenis superdisintegran ................................................................. Tabel 3.1 Formulasi optimasi konsentrasi crospovidone pada tablet cepat hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent .... Tabel 3.2 Formulasi optimasi konsentrasi aspartam pada tablet cepat hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent .............. Tabel 3.3 Sudut istirahat dan keterangannya ............................................... Tabel 3.4 Kategori indeks kompresibilitas dan rasio Hausner ...................... Tabel 4.1 Hasil evaluasi laju alir dan sudut istirahat FE 0-F5 ........................ Tabel 4.2 Hasil evaluasi kompresibilitas dan rasio Hausner FE0-F5 ............ Tabel 4.3 Hasil evaluasi keseragaman ukuran FE0-F3 pada kekerasan 13 kp dan 3-5 kp ........................................................................... Tabel 4.4 Hasil evaluasi keseragaman ukuran F4 dan F5 ............................ Tabel 4.5 Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur FE 0-F3 ................... Tabel 4.6 Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur F4 dan F5 .............. Tabel 4.7 Hasil evaluasi keregasan tablet cepat hancur FE 0-F3 pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp ..................................................... Tabel 4.8 Hasil evaluasi waktu pembasahan FE0-F3 ................................... Tabel 4.9 Hasil evaluasi rasio penyerapan air ( water absorption ratio) FE0-F3 ........................................................................................ Tabel 4.10 Hasil evaluasi keseragaman kandungan F4 dan F5 .......................

24 25 33 34 35 36 45 46 49 50 50 51 51 56 57 58

xiv

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2.

Gambar proses pembasahan FE0 (kontrol effervescent) ........... Gambar proses pembasahan FC0 (kontrol superdisintegran) .................................................................... Lampiran 3. Gambar proses waktu pembasahan tablet cepat hancur formula 1, 2, dan 3 ................................................................. Lampiran 4. Kurva serapan standar metoklopramid HCl 10 ppm dalam dapar fosfat pH 6,8 ................................................................. Lampiran 5. Kurva kalibrasi standar metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 pada panjang gelombang 272, 4 nm .................. Lampiran 6. Kurva serapan sampel tablet F4 yang mengandung metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ....................... Lampiran 7. Kurva serapan sampel tablet F5 yang mengandung metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ....................... Lampiran 8. Tabel hasil uji laju alir massa tablet cepat hancur FE 0 - F5 .... Lampiran 9. Tabel hasil uji sudut istirahat massa tablet cepat hancur FE0 - F5.................................................................................. Lampiran 10. Tabel hasil uji indeks kompresibilitas massa tablet cepat hancur FE0-F5 ....................................................................... Lampiran 11. Tabel hasil uji rasio Hausner massa tablet cepat hancur FE0-F5 ................................................................................... Lampiran 12. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp ................................................ Lampiran 13. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp ................................................ Lampiran 14. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur F4 dan F5 ................................................................................... Lampiran 15. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp .................................................................... Lampiran 16. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE 0-F3 pada kekerasan 3-5 kp .................................................................... Lampiran 17. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 .............. Lampiran 18. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur F4 dan F5 .......... Lampiran 19. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp..................................... Lampiran 20. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp..................................... Lampiran 21. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0F3 pada kekerasan 1-3 kp ....................................................... Lampiran 22. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0F3 pada kekerasan 3-5 kp ....................................................... Lampiran 23. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp ............................................... xv

65 66 67 68 68 69 69 70 70 70 71 72 73 74 75 75 76 76 76 77 77 78 78

Universitas Indonesia

Lampiran 24. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp ............................................... Lampiran 25. Lembar peniliaian uji kesukaan tablet cepat hancur ................ Lampiran 26. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan variabel penampilan tablet cepat hancur ..................... Lampiran 27. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan variabel penampilan tablet melalui uji Kai Kuadrat (Chi Square Test) ..................................................... Lampiran 28. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan variabel rasa tablet cepat hancur ................................. Lampiran 29. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan variabel rasa tablet melalui uji Kai Kuadrat (Chi Square Test) .................................................................. Lampiran 30. Hasil pencatatan waktu hancur terhadap 30 panelis pada uji kesukaan. .......................................................................... Lampiran 31. Sertifikat analisis Metoklopramid HCl ................................... Lampiran 32. Sertifikat analisis crospovidone .............................................. Lampiran 33. Sertifikat analisis Natrium Bikarbonat .................................... Lampiran 34. Sertifikat analisis Asam Sitrat................................................. Lampiran 35. Sertifikat analisis Avicel PH 102 ...........................................

79 80 81

81 82

82 83 84 85 87 88 90

xvi

Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Rute oral merupakan rute yang paling disukai untuk administrasi obat, karena memberikan kepatuhan pasien yang tinggi (Kumar, Gupta, dan Sharma, 2012). Tablet dan kapsul gelatin keras menempati bagian besar dari sistem penghantaran obat yang saat ini tersedia. Namun, banyak golongan pasien, seperti lanjut usia, anak-anak, pasien yang mengalami gangguan mental, yang mengalami mual dan muntah atau yang menjalani diet (mengurangi pemasukan cairan) mengalami kesulitan dalam menelan sediaan tersebut. Selain itu, pasien yang bepergian atau mengalami kesulitan dalam memperoleh air juga mengalami kesulitan yang sama (Jesmeen dan Uddin, 2011). Studi lain menunjukkan bahwa sekitar 50% dari populasi mengalami masalah ini (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Studi ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak terhadap sediaan baru yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Sediaan padat yang dapat segera melarut dan hancur di mulut untuk memudahkan menelan sangat diinginkan untuk pasien anak-anak dan lanjut usia, begitu juga dengan pasien lain yang lebih memilih kenyamanan dalam penggunaan sediaan obat. Untuk memenuhi kebutuhan medis tersebut, ahli teknologi farmasi telah mengembangkan bentuk sediaan oral baru yang dikenal dengan tablet cepat hancur (Jesmeen dan Uddin, 2011). Selama dekade terakhir, permintaan untuk pengembangan tablet cepat hancur meningkat karena memiliki dampak yang signifikan terhadap kepatuhan pasien. Hal ini menyebabkan permintaan tablet cepat hancur semakin tinggi di pasaran (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Banyak penelitian dilakukan menggunakan berbagai zat aktif, dilakukan pula optimasi menggunakan berbagai eksipien dan metode untuk memperoleh tablet cepat hancur yang lebih baik dari segi penampilan, rasa, kecepatan disintegrasi, maupun bioavaibilitasnya.

Universitas Indonesia

Penelitian menggunakan berbagai modifikasi eksipien sudah banyak dilakukan, dan penggunaannya pun terbukti bermanfaat untuk pengembangan tablet cepat hancur. Namun, sayangnya eksipien modifikasi tersebut masih jarang diproduksi dalam skala industri. Oleh karena itu, pilihan lain untuk pengembangan tablet cepat hancur yaitu dengan menggunakan metode yang efektif. Saat ini tablet cepat hancur dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode diantaranya freeze-drying technology, kempa langsung (direct

compression method), nanonisation, sublimasi (sublimation), mass extrusion, molding, spray drying, cotton candy process, dan phase transition process (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010). Dari beberapa metode diatas, masih terdapat beberapa kekurangan misalnya proses yang rumit atau biaya yang tinggi karena memerlukan peralatan khusus pada metode Freeze-drying, Nanonisation, Sublimasi (Sublimation), Mass extrusion, Spray Drying, Cotton candy process, Phase transition process. Sedangkan menurut Kumar, Gupta, dan Sharma (2012) pada metode molding atau cetak, dihasilkan tablet dengan kekuatan mekanik yang buruk. Saat ini, salah satu metode yang dapat digunakan sebagai pilihan dalam pembuatan tablet cepat hancur yaitu menggunakan metode effervescent. Metode ini relatif lebih mudah dan sederhana, dilakukan dengan cara menambahkan agen effervescent untuk membantu disintegrasi tablet selain penggunaan

superdisintegran. Pada penggunaan metode effervescent dalam pembuatan tablet cepat hancur, menurut Swamy, Divate, Shirshand dan Rajendra (2009), konsentrasi agen effervescent yang optimal adalah sebesar 12%. Namun, proses optimasi untuk menentukan konsentrasi superdisintegran dan pemanis yang sesuai masih diperlukan untuk menghasilkan tablet yang dapat memberikan waktu disintegrasi yang cepat dengan rasa yang menyenangkan. Rasa merupakan parameter yang perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh kepada penerimaan pasien terhadap tablet yang dibuat. Untuk meningkatkan rasa, digunakan pemanis yaitu aspartam. Tablet cepat hancur dibuat dengan cara kempa langsung menggunakan

Universitas Indonesia

superdisintegran yang sesuai, yaitu crospovidone (Kumar, Gupta, dan Sharma, 2012). Metoklopramid hidroklorida yang merupakan antiemetik digunakan untuk pembuatan sediaan (Stosik, et al, 2008). Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan tablet cepat hancur dengan karakteristik yang baik dengan penambahan agen effervercent sebagai metode pilihan yang dapat digunakan dalam pembuatan tablet cepat hancur, mendapatkan formulasi yang dapat mempercepat waktu disintegrasi dari tablet cepat hancur metoklopramid hidroklorida dan memperbaiki rasa dari tablet yang dihasilkan agar penerimaan pasien pun meningkat.

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Optimasi konsentrasi superdisintegran crospovidone yang optimal kecepatan disintegrasinya pada formulasi tablet metoklopramid HCl dengan metode effervescent. 2. Optimasi konsentrasi pemanis aspartam yang memiliki rasa yang dapat diterima
oleh pasien pada formulasi tablet metoklopramid HCl dengan metode

effervescent.

Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet Rute oral dari pemberian obat memiliki penerimaan yang luas hingga 5060% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat populer karena mudahnya pemberian, dosis yang akurat, dapat digunakan sendiri, tanpa rasa sakit dan penerimaan pasien yang baik. Bentuk sediaan padat yang umum adalah tablet dan kapsul (Parmar, Baria, Tank, dan Faldus, 2009). Kelemahan utama kapsul dibanding tablet adalah tingginya biaya yang diperlukan karena kapsul memerlukan selongsong tempat mengisi obat. Selain itu ada lagi ongkos pengisian yang lebih tinggi dari ongkos total produksi tablet biasa. Setelah metode kempa langsung ditemui dalam pembuatan tablet, proses pengisian kapsul menjadi sangat lambat dibanding proses pengempaan tablet (Lachman, Lieberman, & Kanig, 1994). Oleh karena itu, sediaan tablet lebih banyak menjadi pilihan. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok. Definisi lain dari tablet menurut United States of Pharmacopeia Convention (2006), tablet adalah sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi yang sesuai. Karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas sebagai sediaan obat, tablet terbukti menujukkan suatu bentuk yang efisien, sangat praktis, dan ideal untuk pemberian zat aktif terapi secara oral. Keuntungan penggunaan bentuk sediaan tablet sebagai berikut (Lachman, Lieberman, & Kanig, 1994): a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah. b. Merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah. 4
Universitas Indonesia

c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak. d. Mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim. e. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul. f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah atau hancurnya tablet segera terjadi. g. Dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan di usus atau produk lepas lambat. h. Mudah untuk di produksi besar-besaran. i. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik. Selain keuntungan tablet, terdapat pula kerugian tablet menurut Lachman, Lieberman, & Kanig (1994) sebagai berikut: a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis. b. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang menghasilkan bioavailabilitas obat cukup. c. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila

memungkinkan) atau memerlukan penyalutan dulu. d. Sukar diberikan kepada anak-anak (pediatrik) dan lanjut usia (geriatrik) karena kesulitan untuk menelan. e. Efek terapi lebih lambat bila dibandingkan dengan sediaan dalam bentuk yang lain, misalnya injeksi.
Universitas Indonesia

Menurut Anief (1996), pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik, selain tablet biasa yang ditelan masuk perut, terdapat pula yang lain seperti: a. Tablet Bukal, digunakan dengan cara dimasukkan diantara pipi dan gusi dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid, absorbsi terjadi melalui mukosa mulut masuk ke peredaran darah. b. Tablet Sublingual, digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah, biasanya berisi hormon steroid. Absorbsi terjadi melalui mukosa masuk peredaran darah. c. Tablet Implantasi, berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan secara implantasi dalam kulit badan. Selain untuk pengobatan sistemik, tablet juga dapat digunakan untuk pengobatan lokal. Penggunaan tablet pada pengobatan lokal misalnya: a. Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, digunakan sebagai antiinfeksi anti fungi, penggunaan hormon secara lokal. b. Lozenges, trochisci, digunakan untuk efek lokal di mulut dan tenggorokan, umumnya digunakan sebagai anti infeksi. Berdasarkan metode pembuatan, sediaan tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak (molded tablet) dan tablet kempa (compressed tablet). Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Contoh dari tablet kempa, yaitu tablet effervescent; tablet bukal dan tablet sublingual; tablet kunyah; serta tablet hisap. Sedangkan, tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembap dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Contoh dari tablet cetak, yaitu tablet vaginal dan rektal; tablet dispensing dan triturat; serta tablet hipodermik. Secara umum, terdapat 3 cara pembuatan tablet, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan
Universitas Indonesia

kempa. Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Pembuatan tablet dengan proses granulasi basah merupakan metode yang paling banyak digunakan pada bahan farmasi, teknik ini melibatkan sejumlah zat yang higroskopik. Proses pembuatan secara kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada granulasi basah dan kering. Walaupun demikian, sifat fisik masing-masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa langsung (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

2.2 Tablet Cepat Hancur 2.2.1 Pendahuluan Selama dekade terakhir, permintaan untuk pengembangan tablet cepat hancur meningkat karena memiliki dampak yang signifikan terhadap kepatuhan pasien. Tablet cepat hancur memiliki keuntungan bagi pasien yang mengalami disfagia atau kesulitan dalam menelan. Hal tersebut diketahui terjadi pada pasien segala usia, terutama pada anak, pasien geriatri atau lanjut usia dan pasien yang mengalami mual, muntah, serta mabuk perjalanan (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). Studi lain menunjukkan bahwa sekitar 50% dari populasi mengalami masalah ini. Studi ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak terhadap sediaan baru yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Untuk memenuhi kebutuhan medis tersebut, ahli teknologi farmasi telah mengembangkan bentuk sediaan oral baru yang dikenal dengan tablet cepat hancur (Jesmeen dan Uddin, 2011). Tablet cepat hancur juga dikenal sebagai tablet cepat meleleh (fast melting tablets), tablet larut mulut (mouth-dissolving tablets), tablet orodispersibel (orodispersible tablets), tablet terdisintegrasi cepat (fast disintegrating tablet), tablet terdisintegrasi secara oral (orally disintegrating tablets), tablet berpori (porous tablet), tablet cepat larut (quick dissolving tablets), dan sebagainya
Universitas Indonesia

(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). United States Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan orally disintegrating tablets sebagai suatu sediaan padat yang mengandung substansi medisinal atau bahan aktif yang terdisintegrasi secara cepat dalam hitungan detik ketika ditempatkan di atas lidah. Teknologi tablet cepat hancur yang membuat tablet terdisintegrasi di dalam mulut tanpa dikunyah atau tanpa menggunakan air telah menarik banyak perhatian (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Semakin cepat obat terlarut, semakin cepat absorbsi obat dan onset dari efek terapi. Beberapa obat diabsorbsi dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun menuju perut. Bioavaibilitas dari beberapa obat dapat meningkat terkait absorbsi pregastrik dari saliva yang mengandung obat yang terlarut. Lebih jauh lagi, jumlah obat yang dimetabolisme lintas pertama akan berkurang jika dibandingkan dengan tablet standar. (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Golongan yang memerlukan sediaan tablet cepat hancur diantaranya (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011): a. Pasien geriatrik terutama yang menderita kondisi seperti disfagia. b. Pasien pediatrik yang tidak dapat menelan dengan mudah karena sistem saraf pusat dan otot internalnya belum berkembang secara sempurna. c. Pasien yang bepergian, yang menderita mabuk perjalanan dan diare atau yang sulit mendapatkan air. d. Pasien gangguan mental, pasien yang terbaring di tempat tidur, dan pasien yang berhubungan dengan penyakit jiwa. e. Pasien dengan mual parah yang tidak dapat menelan selama periode waktu yang lama. Terutama pasien kanker yang setelah menjalani kemoterapi akan sangat mual untuk menelan penghambat H2 (H2 blocker) yang diresepkan untuk menghindari ulserasi lambung. Keuntungan dari sistem penghantaran tablet cepat hancur antara lain (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010): a. Meningkatkan kepatuhan pasien.

Universitas Indonesia

b. Waktu mula kerja obat atau onset cepat dan menawarkan peningkatan bioavaibilitas. c. Berguna untuk pasien pediatrik, geriatrik dan pasien gangguan jiwa. d. Sesuai selama bepergian dimana air tidak tersedia. e. Tidak membutuhkan kemasan dengan persyaratan khusus. f. Perasaan yang halus di mulut dan rasa yang dapat diterima. g. Peralatan pembuatan konvensional. h. Hemat biaya atau cost effective. i. Memiliki stabilitas kimia yang baik sebagai sediaan padat oral konvensional. Namun, selain keuntungan terdapat pula keterbatasan dari tablet cepat hancur antara lain (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011): a. Obat dengan dosis yang relatif lebih besar sulit diformulasi ke dalam tablet cepat hancur, misalnya antibiotik seperti ciprofloxacin dengan dosis dewasa tablet mengandung sekitar 500 mg obat. b. Tablet biasanya tidak memiliki kekuatan mekanik yang cukup. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan secara hati-hati. c. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak pada mulut jika tidak diformulasikan dengan baik. Kriteria untuk sistem penghantaran obat yang cepat larut yaitu (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009): a. Tidak memerlukan air untuk menelan, tetapi harus melarut atau terdisintegrasi dalam mulut pada hitungan detik. b. Kompatibel dengan bahan lainnya. c. Mudah dibawa tanpa adanya resiko kerapuhan. d. Memberikan kenyamanan di mulut (meninggalkan sedikit atau tanpa residu pada mulut setelah pemberian oral). e. Menunjukkan sensitifitas yang rendah terhadap kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban. f. Memungkinkan pembuatan tablet menggunakan proses konvensional dan peralatan pengemasan dengan harga relatif rendah.
Universitas Indonesia

10

2.2.2 Sifat dan Karakteristik Umum Tablet cepat hancur berisi bahan untuk meningkatkan waktu hancur tablet dalam rongga mulut dan dapat berlangsung hingga satu menit untuk menghancurkan sepenuhnya. Pendekatan dasar dalam pengembangan tablet cepat hancur adalah dengan menggunakan superdisintegran yang dapat memberikan disintegrasi instan dari tablet setelah diletakkan pada lidah, obat akan dilepaskan pada saliva (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Karakteristik tablet cepat hancur adalah larut dalam air liur beberapa detik setelah penempatan di lidah tanpa perlu air, stabilitas bagus dalam air liur, sangat ringan dan rapuh, ukuran molekul kecil sampai sedang, di mulut terasa nyaman dan rasa halus, berat tablet lebih dari atau sama dengan 500 mg, rentan terhadap suhu dan kelembaban, ukuran diameter tablet 10-15 mm, kerapatan rendah, porositas tinggi dan kekerasan rendah (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Sedangkan, karakter dari sistem penghantaran obat terdisintegrasi cepat yaitu (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009): a. Obat terdisolusi dan diabsorbsi secara cepat yang akan menghasilkan onset yang cepat, berguna pada kasus seperti saat mabuk, serangan alergi yang tiba-tiba atau batuk. b. Beberapa obat diabsorbsi dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun menuju ke lambung. Hal ini akan menyebabkan bioavaibilitas obat meningkat. c. Absorbsi pregastrik dapat menghasilkan peningkatan bioavaibilitas dan dosis dikurangi; peningkatan terapi sebagai hasil pengurangan dari efek yang tidak diinginkan. d. Peningkatan bioavaibilitas, pada obat-obat yang tidak larut dan hidrofobik, terkait dengan disintegrasi dan disolusi yang cepat dari tablet ini. e. Stabilitas untuk waktu yang sama, sejak diproduksi hingga dikonsumsi, sehingga mengkombinasikan keuntungan stabilitas dari sediaan padat dan bioavaibilitas dari sediaan cair.

Universitas Indonesia

11

2.2.3 Pemilihan Obat Obat yang sesuai untuk tablet cepat hancur sebagai berikut (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010): a. Tidak memiliki rasa yang pahit. b. Stabil dalam air dan saliva. c. Memiliki dosis serendah mungkin. Obat yang tidak sesuai untuk tablet cepat hancur meliputi (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010): a. Waktu paruh pendek dan dosis yang sering. b. Obat memiliki rasa yang sangat pahit. c. mengharuskan pelepasan terkontrol atau diperpanjang.

2.2.4 Teknologi formulasi tablet cepat hancur Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk pembuatan sistem penghantaran tablet cepat hancur antara lain (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010): a. Freeze-drying technology Freeze-drying merupakan proses dimana air disublimasi dari produk setelah dibekukan (Lailla, dan Sharma, 1997). Teknologi freeze-drying dikenal pula dengan liofilisasi. Liofilisasi dapat digunakan untuk membuat tablet yang memiliki jaringan matriks terbuka yang sangat berpori yang menyebabkan saliva secara cepat masuk untuk

mendisintegrasi massa yang terliofilisasi (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). Prosedur yang digunakan yaitu melarutkan atau mendispersikan bahan aktif dalam suatu larutan sebagai carrier atau polimer. Campuran ini ditimbang lalu dituang pada dinding kemasan blister. Kemasan blister dilewatkan pada saluran pembeku nitrogen cair untuk membekukan larutan obat atau dispersi. Kemudian kemasan blister beku diletakkan pada lemari pembeku untuk melanjutkan pengeringan beku. Setelah pengeringan beku selesai, alumunium foil digunakan pada mesin
Universitas Indonesia

12

penutupan atau penyegelan blister. Terakhir blister dikemas dan didistribusikan (Renon, dan Corveleyn, 2000). Teknik kering beku menunjukkan peningkatan absorbsi dan meningkatkan bioavailabilitas. Kekurangan utama dari teknik liofilisasi adalah mahal dan membutuhkan waktu lama; kerapuhan membuat kemasan konvensional tidak sesuai untuk produk ini dan stabilitas buruk pada kondisi di bawah tekanan (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). b. Kempa langsung (Direct compression method) Pada metode ini, tablet dibuat secara langsung dengan pengempaan campuran obat dan eksipien tanpa perlakuan pendahuluan. Hanya sedikit obat yang dapat dikempa secara langsung menjadi tablet dengan kualitas yang dapat diterima, jenis dan konsentrasi disintegran yang digunakan harus diperttimbangkan. Campuran yang akan dikompresi harus memiliki sifat alir yang baik. Faktor penting lainnya yaitu ukuran partikel, kekerasan, ukuran pori dan kapasitas absorbsi air (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). Kempa langsung menunjukkan teknik pembuatan tablet yang paling sederhana dan hemat biaya (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). c. Nanonisation Teknologi Nanomelt yang belakangan ini dikembangkan

melibatkan reduksi ukuran partikel obat hingga ukuran nano dengan menggiling obat menggunakan teknik penggilingan basah yang sesuai. Kristal nano obat distabilisasi dari aglomerasi dengan adsorbsi permukaan pada penstabil yang digunakan, yang kemudian diinkorporasi ke dalam tablet. Teknik ini khususnya berguna untuk obat yang sukar larut dalam air. Keuntungan lain dari teknologi ini termasuk disintegrasi atau disolusi cepat dari nanopartikel yang mendorong peningkatan absorbsi dan bioavailabilitas yang lebih baik serta penurunan dosis; proses pembuatan dengan biaya yang efektif; kemasan konvensional karena daya tahan yang baik; dan kisaran dosis yang besar (hingga 200 mg obat per unit) (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).
Universitas Indonesia

13

d. Sublimasi (Sublimation) Sublimasi digunakan untuk menghasilkan tablet cepat hancur dengan porositas yang tinggi. Matriks berpori terbentuk dengan pengempaan bahan volatil dengan eksipien lainnya dalam tablet, yang akhirnya disublimasi (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). Bahan yang sangat mudah menguap seperti ammonium bikarbonat, ammonium karbonat, asam benzoat, kampora, naftalen, urea dan ftalat anhidrat dapat dikompresi bersama eksipien lainnya hingga terbentuk tablet. Bahan volatil ini kemudian dihilangkan dengan sublimasi dan menghasilkan matriks yang berpori. Tablet yang dihasilkan dengan teknik ini dilaporkan biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik. (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). e. Mass extrusion Teknologi ini melibatkan pelunakan campuran aktif menggunakan campuran pelarut dari polietilen glikol larut air, menggunakan metanol dan pengeluaran massa lunak melalui extruder atau syringe untuk mendapatkan silinder dari produk menjadi ruas-ruas menggunakan mata pisau yang telah dipanaskan untuk membentuk tablet. Silinder kering juga dapat digunakan untuk menyalut granul dari obat yang rasanya pahit, dengan demikian akan menutupi rasa pahit (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). f. Tablet moulding Proses percetakan terdiri dari dua tipe, yaitu metode pelarutan dan metode pemanasan. Metode pelarutan termasuk serbuk yang dibasahi dengan pelarut hidro alkohol yang diikuti dengan kompresi dengan tekanan yang rendah pada piringan pencetak untuk mendapatkan masa yang terbasahi. Pelarut kemudian dihilangkan dengan pengeringan udara. Tablet yang dibuat dengan cara ini kurang padat dibandingkan dengan tablet kompresi dan memiliki struktur pori di dalamnya. Proses pencetakkan panas dibuat dari suspensi yang mengandung obat, agar dan gula (seperti manitol atau laktosa) dan suspensi dituang pada sumuran
Universitas Indonesia

14

kemasan blister, pemadatan agar pada temperatur kamar hingga membentuk gel dan pengeringan pada suhu 30C di bawah kondisi vakum. Kekuatan mekanik dari tablet cetak menjadi perhatian utama, sehingga terkadang bahan pengikat perlu ditambahkan. Penutup rasa dari obat dibuat dengan cara penyemprotan suatu campuran dari minyak biji kapas terhidrogenasi, natrium karbonat, lesitin, dan polietilen glikol. Dibandingkan dengan teknik liofilisasi, tablet yang diproduksi dengan teknik pencetakan lebih mudah untuk di scale-up pada pembuatan skala industri (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). g. Spray drying Spray drying dapat menghasilkan serbuk sangat berpori dan halus yang larut secara cepat. Teknik ini berdasarkan atas matriks pendukung partikel, yang disiapkan dengan spray drying. Komposisi aqueous

mengandung matriks pendukung dan komponen lain untuk membentuk serbuk yang sangat berpori dan halus. Kemudian dicampur dengan bahan aktif dan dikempa menjadi tablet. Formulasi menggunakan gelatin sebagai bahan pendukung, dan bahan pangasam seperti asam sitrat dan/atau bahan alkalin (seperti natrium bikarbonat) untuk meningkatkan disintegrasi dan disolusi. Tablet yang dibuat dari serbuk semprot kering telah dilaporkan dapat terdisintegrasi dalam waktu dalam 20 detik pada medium berair (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010). h. Cotton candy process Cotton candy process memanfaatkan mekanisme pemintalan yang khas untuk menghasilkan struktur kristal mirip serat sutera yang pendek. Proses ini memanfaatkan pembentukan matriks dari polisakarida atau sakarida dengan aksi simultan flash melting dan pemintalan. Matriks yang terbentuk terrekristalisasi sebagian untuk meningkatkan sifat alir dan kompresibilitas. Matriks ini kemudian digiling dan dicampur dengan bahan aktif dan eksipien, setelah itu dikempa menjadi tablet yang terdisintegrasi secara oral. Proses ini dapat mengakomodasi dosis obat
Universitas Indonesia

15

yang lebih besar dan menawarkan peningkatan kekuatan mekanik (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010). i. Phase transition process Metode ini menyimpulkan bahwa kombinasi alkohol gula dengan titik leleh rendah dan tinggi, sebagaimana transisi fase dalam proses pembuatan, sangat penting dalam pembentukan tablet cepat hancur tanpa alat khusus. Tablet diproduksi dengan serbuk yang mengandung erythrol (titik leleh: 122C) dan xylitol (titik leleh: 93-95C) yang dikompresi, dan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 93C selama 15 menit. Setelah pemanasan, ukuran pori median tablet meningkat begitu juga kekerasan tablet (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).

Menurut Kumar, Gupta, dan Sharma (2012), selain beberapa teknologi di atas, terdapat teknik lain sebagai tambahan yang baru-baru ini mulai dikembangkan oleh para peneliti, yaitu metode penambahan agen effervescent (Effervescent Agent Addition Method) dan metode penutupan rasa (Taste Masking Method). Pada metode penambahan agen effervescent, campuran asam tartrat dan substansi basa seperti natrium bikarbonat disiapkan dan dipanaskan pada suhu 80C untuk membantu menghilangkan residu atau kelembaban yang terabsorbsi. Campuran kemudian dicampur dengan superdisintegran dan akhirnya dicetak ke dalam bentuk tablet. Disintegrasi cepat dicapai menggunakan agen effervescent. Sedangkan pada metode penutupan rasa, biasanya mikroenkapsulasi digunakan untuk menutupi rasa pahit dari obat. Zat aktif obat dienkapsulasi dalam matriks lepas cepat.

2.3 Effervescent Effervescent merupakan bentuk sediaan farmasi yang menarik,

memberikan keuntungan yang khas dibandingkan dengan tablet konvensional. Tablet effervescent dimaksudkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dengan menghasilkan CO2 secara serentak (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Tablet effervescent mengandung asam dan karbonat atau bikarbonat yang bereaksi
Universitas Indonesia

16

dengan cepat pada penambahan air dengan melepaskan gas karbondioksida (Lindberg et al.,1992). Keuntungan tablet effervescent sebagai bentuk obat adalah kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Menurut Stahl (2003), keuntungan tablet effervescent dibanding bentuk sediaan oral lain meliputi: a. Menjadi kesempatan bagi formulator untuk meningkatkan rasa. b. Menghasilkan aksi yang lebih ringan pada lambung pasien. c. Aspek pemasaran (soda tablet mungkin memiliki daya tarik lebih dibanding bentuk sediaan konvensional). Kerugian tablet effervescent adalah kesulitan dalam menghasilkan produk yang stabil secara kimia, hal ini juga yang merupakan salah satu alasan terbatasnya pemakaian tablet effervescent. Kelembaban udara selama pembuatan produk dapat memulai reaktivitas effervescent. Selama reaksi berlangsung, air yang dibebaskan dari bikarbonat menyebabkan autokatalis dari reaksi.

Kelembaban udara di sekitar tablet sesudah wadahnya dibuka juga dapat menyebabkan penurunan kualitas yang cepat dari produk, setelah sampai di

tangan konsumen. Karena itu, tablet effervescent dikemas secara khusus dalam kantong lembaran alumunium kedap udara atau kemasan padat di dalam tabung silindris dengan ruang udara yang minimum. (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Tablet khususnya dibuat dengan cara mengempa bahan-bahan aktif dengan campuran asam-asam organik, seperti asam sitrat atau asam tartrat dan natrium bikarbonat. Menurut Stahl (2003), effervescent terdiri dari asam organik larut dan garam karbonat logam alkali, salah satunya terkadang menjadi bahan aktif. Karbondioksida terbentuk jika campuran ini berkontak dengan air. Contoh jenis dari asam dan basa yang digunakan meliputi: a. Asam sitrat b. Asam tartrat c. Asam malat d. Asam fumarat
Universitas Indonesia

17

e. Asam adipat f. Natrium bikarbonat g. Natrium karbonat h. Natrium seskuikarbonat i. Kalium bikarbonat j. Kalium karbonat Dari beberapa contoh di atas, kombinasi yang paling sering digunakan yaitu asam sitrat dengan natrium bikarbonat. Bila tablet seperti ini dimasukkan ke dalam air, terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Stahl, 2003): 3NaHCO3(aq) + H3C6H5O7.H2O(aq) 4H2O(aq) + 3CO2(g) + Na3C6H5O7(aq) Na.bikarbonat Asam sitrat air karbondioksida Na-sitrat

Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu satu menit atau kurang. Disamping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu. Apabila diinginkan tablet yang menghasilkan larutan yang jenuh, maka obat yang terkandung dalam tablet harus dapat larut pada pH netral atau pH sedikit alkalis, dan semua pelincir atau aditif lain yang digunakan untuk mempermudah pengempaan tablet harus dapat larut dalam air (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Proses pembuatan tablet effervescent memerlukan penanganan secara khusus dari faktor lingkungan. Mulai dari tahun 1930, diketahui dengan jelas bahwa penting untuk menjaga kelembaban (RH) tidak lebih dari 20%. Sebagai tambahan, keseragaman suhu sebesar 21C juga diharapkan. Kelembaban maksimum pada 25% pada suhu ruang terkontrol sebesar 25C atau kurang biasanya cukup untuk menghindari masalah yang disebabkan oleh kelembaban atmosfer (Swarbrick, 2007).

Universitas Indonesia

18

2.4 Superdisintegran Disintegran merupakan bahan atau campuran bahan yang ditambahkan dalam formulasi obat, yang memfasilitasi dispersi atau pecahnya tablet dan isi kapsul menjadi partikel yang lebih kecil untuk disolusi cepat (Shihora dan Panda, 2011). Disintegran mendorong penetrasi kelembaban dan dispersi dari matriks tablet. Fungsi utama disintegran adalah untuk menyeimbangkan fungsi pengikat tablet dan gaya fisik yang bekerja pada pengempaan untuk membentuk struktur tablet (Pahwa dan Gupta, 2011). Beberapa tahun belakangan, beberapa agen terbaru telah dikembangkan yang dikenal dengan Superdisintegran. Bahan ini bersifat lebih efektif pada konsentrasi yang lebih rendah serta menghasilkan efisiensi disintegran dan kekuatan mekanik yang jauh lebih besar (Sharma, Arora, dan Ray, 2010). Superdisintegran terdispersi secara fisik dalam matriks pada sediaan dan akan membesar ketika sediaan berada pada lingkungan basah (Pahwa dan Gupta, 2011). Pada saat kontak dengan air, Superdisintegran mengembang, terhidrasi, mengalami perubahan volume atau bentuk dan menghasilkan perpecahan pada tablet (Sharma, Arora, dan Ray, 2010). Superdisintegran umumnya digunakan pada konsentrasi yang rendah pada sediaan padat, sekitar 1 - 10 % berat relatif terhadap berat total sediaan. Partikel dari superdisintegran umumnya kecil dan berpori, yang memungkinkan disintegrasi tablet secara cepat tanpa rasa yang tidak menyenangkan di mulut baik dari adanya partikel besar maupun pembentukan gel. Superdisintegran yang efektif menyediakan kompresibilitas, kompatibilitas yang lebih baik, dan juga tidak memiliki dampak negatif pada kekuatan mekanik dari formula yang mengandung obat dalam dosis yang tinggi (Pahwa dan Gupta, 2011). 2.4.1 Kriteria Pemilihan Superdisintegran Disintegrasi dari suatu sediaan tergantung pada berbagai faktor fisik dari disintegran/superdisintegran. Meliputi (Shihora dan Panda, 2011): a. Persentase disintegran dalam formulasi b. Proporsi disintegran yang digunakan c. kompatibilitas dengan eksipien lain
Universitas Indonesia

19

d. Adanya surfaktan e. Kekerasan tablet f. Sifat zat aktif obat g. Proses pencampuran atau tipe penambahan. Selain sifat pengembangannya, disintegran harus memenuhi karakteristik sebagai berikut (Shihora dan Panda, 2011): a. Kelarutan dalam air yang buruk dengan kapasitas hidrasi yang baik b. Sifat pembentukan gel (gel formation) yang buruk c. Memiliki sifat alir yang baik d. Memiliki kompresibilitas yang baik e. inert f. Non-toxic g. Memiliki persyaratan digunakan dalam jumlah kecil Meskipun superdisintegran umumnya mempengaruhi laju disintegrasi, tetapi ketika digunakan pada konsentrasi yang tinggi dapat pula mempengaruhi rasa di mulut, kekerasan dan juga friabilitas tablet. Oleh karena itu, beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam pemilihan superdisintegran dalam formulasi tertentu harus (Sharma, Arora, dan Ray, 2010): a. Bekerja untuk memperoleh disintegrasi cepat, ketika tablet berkontak dengan saliva dalam mulut atau rongga mulut. b. Cukup kompaktibel untuk menghasilkan tablet dengan friabilitas yang rendah. c. Menghasilkan perasaan nyaman di mulut pasien. Karena itu, ukuran partikel yang kecil lebih dipilih untuk mencapai pemenuhan pasien. d. Memiliki aliran yang baik, karena superdisintegran harus dapat meningkatkan sifat alir dari keseluruhan campuran.

Universitas Indonesia

20

2.4.2 Metode Penggabungan Superdisintegran Terdapat tiga tipe utama metode penggabungan superdisintegran dalam sediaan, yaitu (Shihora dan Panda, 2011): a. Intragranular atau selama granulasi. Pada proses ini, superdisintegran dicampur dengan serbuk lain sebelum campuran serbuk digranulasi sehingga superdisintegran tergabung di dalam granul. b. Ekstragranular atau sebelum kompresi. Superdisintegran ditambahkan pada granul dengan cara dicampur sebelum proses kompresi. c. Penggabungan dari superdisintegrant pada tahap intradan

ekstragranular. Pada proses ini, sebagian superdisintegran ditambahkan secara intragranular dan sebagian lagi secara ekstragranular. Metode ini biasanya memberikan hasil disintegrasi yang lebih baik dibandingkan tipe 1 dan 2.

2.4.3 Mekanisme Aksi Superdisintegran Superdisintegran digunakan untuk meningkatkan efikasi dari sediaan padat melalui berbagai mekanisme. Mekanisme dimana tablet pecah menjadi bagian kecil dan kemudian membentuk suspensi homogen adalah sebagai berikut: a. Mengembang (Swelling) Pengembangan mungkin merupakan mekanisme yang secara luas diterima untuk tablet terdisintegrasi (Sharma, Arora, dan Ray, 2010). Partikel disintegran mengembang saat kontak dengan media yang sesuai dan meningkatkan gaya mengembang sehingga memicu pecahnya matriks. Tablet dengan porositas yang tinggi menunjukkan disintegrasi yang buruk terkait dengan berkurangnya gaya mengembang. Di samping itu, gaya mengembang yang cukup berada pada tablet dengan porositas yang rendah. Perlu diperhatikan bahwa jika pengempaan terlalu kuat, cairan tidak dapat berpenetrasi ke dalam tablet dan disintegrasi akan menurun (Pahwa dan Gupta, 2011).

Universitas Indonesia

21

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.1. Proses mengembang (swelling) b. Porositas dan kapilaritas (Wicking) Disintegran efektif yang tidak mengalami pengembangan dipercaya memberikan mekanisme disintegrasi melalui mekanisme porositas dan kapilaritas. Porositas tablet menyediakan jalur untuk penetrasi cairan ke dalam tablet. Ketika kita meletakkan tablet kepada medium cair yang sesuai, medium berpenetrasi ke dalam tablet dan menggantikan udara yang terabsorbsi dalam partikel, yang akan melemahkan ikatan intermolekuler dan memecah tablet menjadi partikel halus. Pengambilan air oleh tablet bergantung pada hidrofilisitas dari obat/eksipien dan kondisi pembuatan. Untuk disintegran tipe ini, menjaga struktur pori dan tegangan antar muka yang rendah kepada cairan penting untuk membantu proses disintegrasi dengan menciptakan suatu jaringan hidrofilik di sekitar partikel obat (Pahwa dan Gupta, 2011).

Universitas Indonesia

22

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.2. Proses porositas dan kapilaritas (Wicking) c. Heat of wetting Ketika disintegran dengan sifat eksotermis dibasahi, tekanan lokal terbentuk akibat adanya ekspansi kapiler udara yang dapat membantu disintegrasi tablet. Penjelasan ini terbatas hanya pada beberapa jenis disintegran dan tidak dapat menggambarkan aksi dari sebagian besar agen disintegrasi modern (Pahwa dan Gupta, 2011). d. Reaksi Kimia (Acid-Base reaction) Tablet secara segera hancur oleh pembebasan internal dari CO2 dalam air akibat interaksi antara asam tartrat dan asam sitrat (asam) dengan logam alkali karbonat atau bikarbonat (basa) dengan adanya air. Tablet terdisintegrasi akibat timbulnya tekanan dalam tablet. Akibat pembebasan gas CO2, disolusi dari bahan aktif farmasi dalam air meningkat sebagaimana efek penutupan rasa (taste masking). Karena disintegran memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kecil tingkat kelembaban dan suhu, kontrol yang ketat dari lingkungan diperlukan selama proses pembuatan tablet. Campuran effervescent sebaiknya ditambahkan segera sebelum kompresi atau dapat pula ditambahkan dalam dua bagian yang terpisah dalam formula (Pahwa dan Gupta, 2011).

Universitas Indonesia

23

e. Gaya repulsif partikel Guyot-Hermann mengajukan suatu teori repulsi partikel berdasarkan penelitian dari partikel yang tidak bisa mengembang juga menyebabkan tablet terdisintegrasi. Peneliti menemukan bahwa repulsi merupakan kejadian yang menyebabkan wicking (Sharma, Arora, dan Ray, 2010). Pada teori repulsi partikel, air berpenetrasi ke dalam tablet melalui pori hidrofilik membentuk jaringan yang berkesinambungan yang mampu membawa air dari satu partikel ke partikel lainnya, menghasilkan tekanan hidrostatik yang signifikan. Air kemudian berpenetrasi diantara butir partikel karena afinitas pada permukaanyang menyebabkan pecahnya ikatan hidrogen dan gaya lain yang menjaga keutuhan tablet (Pahwa dan Gupta, 2011).

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.3. Proses Gaya repulsif partikel

f. Deformasi (Deformation recovery) Teori deformasi menyatakan bahwa bentuk dari partikel disintegran terdistorsi selama pengempaan dan partikel kembali ke bentuk sebelum pengempaan setelah pembasahan, kemudian peningkatan ukuran dari partikel yang terdeformasi menyebabkan tablet pecah. Fenomena

tersebut mungkin menjadi aspek penting dalam mekanisme aksi

Universitas Indonesia

24

disintegran seperti crospovidone dan pati (starch) yang menunjukkan sedikit atau tidak terjadinya pengembangan (Pahwa dan Gupta, 2011).

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.4. Proses deformasi g. Reaksi Enzimatik (Enzymatic reaction) Keberadaan enzim dalam tubuh juga berperan sebagai disintegran. Enzim tersebut mengurangi binding action dari pengikat dan membantu disintegrasi. Karena adanya pengembangan, tekanan diberikan ke arah luar yang menyebabkan tablet pecah atau adanya percepatan absorbsi air menyebabkan peningkatan volume granul yang sangat besar yang memicu disintegrasi (Pahwa dan Gupta, 2011).

Tabel 2.1. Beberapa contoh enzim sebagai disintegran Enzim Amilase Protease Selulase Invertase Pengikat Amilum atau Pati Gelatin Selulosa dan derivat selulosa Sukrosa
[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Saat ini, berbagai macam superdisintegran baik sisntetik, alami, maupun koproses telah digunakan untuk sistem penghantaran obat tablet cepat hancur
Universitas Indonesia

25

(Pahwa dan Gupta, 2011). Menurut Anwar (2012), jenis superdisintegran terdapat pada tabel berikut.

Tabel 2.2. Jenis superdisintegran


Superdisintegran Crosscarmellose Ac-Di-Sol

Jenis

Mekanisme Kerja Mengembang 4-8 detik Dengan mekanisme swelling dan wicking Sangat sedikit mengembang, ukuran

Keterangan Mengembang dalam

Nymce ZSX Primellose Solutab


Crosslinked cellulose

dua dimensi Dapat digunakan dalam cetak langsung maupun granulasi

Crosspovidone Crosspovidon M Kollidon


kembali ke ukuran Crosslinked PVP semula setelah pengempaan dan mekanisme berdasarkan kapilaritas.

Tidak larut air dan berpori sehingga menghasilkan tablet yang berpori.

Polyplasdone

Sodium starch glycolate Explotab Primojel Crosslinked starch

Mengembang dalam 3 Mengembang 7-12 kali kurang dari 30 detik. Dengan cepat dimensi dan dapat digunakan untuk matriks sediaan lepas lambat. Menyebabkan disintegrasi baik pada granulasi kering maupun basah. Tidak menganudng pati Superdisint egran alami atau gula. Digunakan dalam produk nutrisional. Sangat berpori Berdasarkan mekanisme wicking Ringan Konsentrasi optimum 20-40% [Sumber: Anwar, 2012] Universitas Indonesia

Alginic acid NF Satialgine

Crosslinked alginic acid

mengembang dalam media air, atau dengan mekanisme wicking.

Soy polysaccharides Emcosoy

Kalsium silikat

26

Dipercaya bahwa tidak ada satu mekanisme pasti yang berkaitan dengan aksi dari sebagian besar disintegran, tetapi lebih seperti hasil dari hubungan antar mekanisme utama yang telah disebutkan sebelumnya. Sejak tahun lalu, terdapat lebih banyak pengambangan dalam proses pembuatan sediaan tablet terdisintegrasi termasuk perubahan proses pembuatan dari granulasi basah menjadi kempa langsung. Hal ini membutuhkan pengembangan dari berbagai eksipien fungsional, terutama

superdisintegran yang digunakan untuk mencapai formulasi dan efek yang diinginkan.

2.5 Crospovidone Crospovidone (CPVP) merupakan eksipien sintetis, tidak larut air, dan merupakan hasil taut silang dari homopolimer N-vinil-2-pirolidon. Crospovidone dibuat dari monomer vinil pirolidon dengan teknik popcorn polymerization menggunakan katalis. Terdapat beberapa nama lain dari crospovidone, seperti polivinilpirolidon taut silang, polivinil pirolidon, crospolividon, povidon and 1vinil-2-pirolidon. Selama beberapa tahun yang lalu, crospovidone telah dikembangkan sebagai pembawa obat dan secara luas digunakan sebagai agen disintegran, eksipien tablet (disintegran dan pengikat) dan eksipien pelarut pada formulasi sediaan padat. Crospovidone juga digunakan sebagai superdisintegran yang tidak mengiritasi saluran cerna dan dapat digunakan dalam jumlah sedikit dalam formulasi (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012).

[Sumber: Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012]

Gambar 2.5. Struktur kimia crospovidone

Crospovidone tersedia dalam bentuk amorf, serbuk putih atau hampir putih dengan luas permukaan yang besar. Berat molekulnya sekitar (111,1)n dan
Universitas Indonesia

27

memiliki berat jenis bulk sekitar 0.2-0.45 g/ml. Crospovidone praktis tidak berasa atau berbau, memiliki sifat alir dan kompatibilitas kompresi yang baik dan memiliki bentuk popcorn yang mengandung banyak rongga yang tidak meleleh selama pemanasan. Karena crospovidone bersifat tidak larut, sehingga dapat dicuci dengan air untuk memperoleh derajat kemurnian yang sangat tinggi (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). . Liew et al. melaporkan klasifikasi crospovidone dalam tiga kelas, yaitu kasar, sedang (32 m) dan kecil (20 m). Terdapat pula dua tipe struktur partikel, tipe A yaitu struktur partikel dari crospovidone normal dan tipe B yaitu struktur partikel dari crospovidone termikronisasi. Perbedaan pada distribusi ukuran partikel memainkan peran yang sangat penting dalam sifat alir dan pengembangan (swelling) dari crospovidone. Tallon et al. melaporkan bahwa reaksi dari proses pembuatan crospovidone seperti Polyplasdone XL (XL) and Kollidon CL (CL) berbeda. XL menggunakan hidroksida logam alkali dan sejumlah kecil air, sedangkan CL menggunakan N,N-divinilimidazolidon sebagai agen taut silang (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). . Crospovidone memiliki sifat yang berguna pada proses pembuatan berbagai produk dan sediaan farmasi. Sifat yang paling penting dari crospovidone sebagai penolong yaitu efek peningkat disintegrasi dan disolusi. Higroskopisitas dari crospovidone dapat digunakan untuk mengadsorbi air dalam pembuatan dari obat yang sensitif terhadap kelembaban untuk meningkatkan stabilitasnya (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). Aplikasi crospovidone dalam pembuatan produk farmasi biasanya digunakan sebagai peningkat kelarutan, adsorben, bahan penyalut, inhibitor

rekristalisasi, pembawa, disintegran, superdisintegran, atau bahan pembantu ekstrusi-sferonisasi. Crospovidone dibutuhkan pada obat yang memiliki kelarutan dalam air yang buruk guna meningkatkan kelarutannya. Meskipun crospovidone tidak larut dalam air, juga dapat digunakan sebagai pembawa untuk meningkatkan laju pelepasan obat. Adsorbsi molekul obat dalam permukaan crospovidone dapat menurunkan ukuran partikel obat dan meningkatkan luas permukaan obat yang tersedia dalam medium disolusi sehingga dapat meningkatkan disolusi, dan akhirnya mempengaruhi bioavailabilitas.
Universitas Indonesia

28

Crospovidone digunakan secara luas sebagai disintegran tablet karena karakter hidrofilik yang tinggi, pengambilan air ( water uptake) yang cepat dan sifat pengembangan yang baik. Crospovidone biasanya digunakan sebagai disintegran pada konsentrasi 2% hingga 5% pada sediaan padat. Efek

crospovidone sebagai disintegran terutama berdasarkan pada sifat pengembangan tanpa membentuk gel. Sebagai superdisintegran, sebagian besar campuran antara crospovidone dan obat memberikan amorfisasi obat yang tidak sempurna. Bolhuis et al. (1997) menyatakan bahwa efisiensi disintegrasi dari crospovidone berdasarkan mekanisme kapilaritas dari pada sifat pengembangan.

2.6 Aspartam

[Sumber: Pharmaceutical Press, 2009]

Gambar 2.6. Rumus kimia aspartam Aspartam berwarna putih,berupa serbuk kristal hampir tidak berbau dengan rasa sangat manis. Aspartam digunakan secara luas sebagai agen pemanis dalam produk minuman, produk makanan, vitamin, sediaan farmasi termasuk tablet, dan secara umum diketahui sebagai bahan yang bersifat non-toxic. Aspartam meningkatkan rasa dan dapat digunakan untuk menutupi beberapa karakteristik rasa yang tidak enak; perkiraan daya pemanisnya adalah 180-200 kali sukrosa. Tidak seperti beberapa pemanis intens lainnya, aspartam dimetabolisme dalam tubuh dan memiliki beberapa nilai gizi, yaitu tiap 1 g mengandung sekitar 17 kJ (4 kkal). Pada prakteknya, konsumsi sejumlah kecil aspartam memberikan efek nutrisi yang minimal.

Universitas Indonesia

29

Namun, penggunaan aspartam telah menimbulkan beberapa kekhawatiran karena pembentukan metabolit metanol, asam aspartat, dan fenilalanin yang berpotensi beracun. Dari bahan-bahan tersebut, pada asupan aspartam normal hanya produksi fenilalanin yang perlu mendapatkan perhatian. Pada individu sehat yang normal fenilalanin yang dihasilkan tidak berbahaya, namun, dianjurkan bahwa aspartam dihindari atau dibatasi asupannya pada orang-orang dengan fenilketonuria. WHO telah menetapkan jumlah asupan harian yang dapat diterima untuk aspartam sampai 40 mg/kg berat badan. Selain harus dihindari oleh

penderita fenilketonuria, aspartam didokumentasikan dengan baik bersifat nongenotoxic dan tidak ada (Pharmaceuticah Press, 2009) bukti bahwa aspartam bersifat karsinogenik

2.7 Metoklopramid Hidroklorida

[Sumber: Department of Health for Great Britain, 2009]

Gambar 2.7. Rumus kimia metoklopramid HCl

Metoklopramid hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0 persen dan tidak lebih dari 101,0 persen 4-Amino-5-kloro-N-[2-(dietilamino)etil]-2metoksibenzamin hidroklorida, dihitung berdasarkan zat anhidrat.

Metoklopramid hidroklorida berwarna putih atau hampir putih, berupa serbuk kristal atau kristal. Memiliki kelarutan sangat larut dalam air, sangat mudah larut dalam alkohol, sedikit larut dalam metilen klorida. Formulasi metoklopramid hidroklorida mencerminkan bentuk garam hidroklorida dari metoklopramid (British Pharmacopoeia Commission, 2008).
Universitas Indonesia

30

Metoklopramid, sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin, telah ditemukan hampir 40 tahun lalu (Henzi, Walder, dan Tramer, 1999). Metoklopramid, sebagai antiemetik, bekerja baik secara perifer maupun di pusat, mendorong aksi asetilkolin pada sinaps muskarinik dan mengantagonis dopamin (Takeuchi, Matsukawa, Sugiyama, Iwase, dan Mano, 1996). Metoklopramid hidroklorida menstimulasi motilitas pada saluran gastrointestinal bagian atas tanpa mempengaruhi sekresi lambung, empedu, atau pankreas dan meningkatkan peristaltik lambung, memicu percepatan pengosongan lambung. Peristaltik duodenum juga meningkat dengan penurunan waktu transit di usus. Tekanan sfingter gastroesofagus meningkat sedangkan sfingter pilorus mengalami relaksasi. Metoklopramid memiliki aktifitas parasimpatomimetik dan juga antagonis reseptor dopamin dengan efek langsung pada daerah pemicu kemoreseptor. Zat ini juga mungkin memiliki sifat antagonis reseptor serotonin (5-HT3). Metoklopramid digunakan dalam gangguan atau penurunan motilitas saluran cerna seperti gastroparesis; refluks esofagus dan dispepsia; mual dan muntah yang berhubungan dengan berbagai gangguan saluran cerna, migrain, setelah operasi, dan terapi kanker. Metoklopramid tidak berhubungan dengan pencegahan atau pengobatan mabuk perjalanan. Metoklopramid hidroklorida 10.5 mg setara dengan sekitar 10.0 mg bahan anhidrat, yang setara dengan sekitar 8,9 mg basa anhidrat. Untuk sebagian besar tujuan dosis harian total tidak boleh lebih dari 500 mikrogram/kg; penurunan dosis disarankan untuk gangguan ginjal dan hati (Pharmaceutical press, 2009). Metoklopramid merupakan obat yang banyak dikenal, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan autonomik karena akan menyebabkan terjadinya hipotensi (Takeuchi, Matsukawa, Sugiyama, Iwase, dan Mano, 1996). Terdapat beberapa efek samping dari Metoklopramid yaitu gejala ekstrapiramidal, efek sedasi dan kantuk, pusing dan vertigo, dan sakit kepala (Henzi, Walder, dan Tramer 1999). Efek samping lain diantaranya muncul kegelisahan, pusing, gemetar, dan diare. Hipotensi, hipertensi, pusing, sakit kepala, dan depresi mungkin terjadi. Gangguan konduksi jantung telah dilaporkan dengan metoklopramid intravena (Pharmaceutical press, 2009).
Universitas Indonesia

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Tablet Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari hingga Mei 2013.

3.2 Bahan Metoklopramid HCl (IPCA, India); Natrium Bikarbonat (Honghe Chemicals, Cina); Asam sitrat (Budi Acid Jaya, Indonesia); Crospovidone (BASF, Singapura); Avicel PH 102 (Mingtai Chem, Taiwan); Manitol; Aspartam; Talk; Asam Stearat (Sumi Asih Oleochemicals Industry, Indonesia); NaOH; KH2PO4 ; dan aquademineralisata.

3.3 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak tablet (Erweka, Jerman), Spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu, Jepang); pengayak; friability Tester tipe TAR (Erweka, Jerman); Hardness Tester tipe TBH 28 (Erweka, Jerman); Flowmeter tipe GDT (Erweka, Jerman); Bulk Density Tester (Erweka, Jerman); cawan petri, jangka sorong (Tricle Brand, Cina); pH meter (Eutech pH 510,Singapura); timbangan analitik (Adam AFA-210 LC, Amerika Serikat); Oven (Inventum, India); humidifier (Kris, Jepang); stopwatch ; cawan penguap; mortar dan alu; alat-alat gelas.

3.4 Cara Kerja 3.4.1 Pembuatan Tablet cepat hancur dengan Metode Effervescent Proses pembuatan tablet cepat hancur dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama untuk optimasi konsentrasi crospovidone menggunakan formula 1 hingga formula 3, seperti pada Tabel 3.1. Setelah diperoleh formulasi dengan konsentrasi crospovidone yang optimal, dilakukan tahap kedua untuk optimasi 31
Universitas Indonesia

32

konsentrasi aspartam dari tablet cepat hancur yang dihasilkan dengan formula 4 dan 5, seperti pada Tabel 3.2. Pembuatan tablet cepat hancur metoklopramid hidroklorida menggunakan metode effervescent dilakukan secara kempa langsung. Metoklopramid

hidroklorida merupakan zat aktif dalam tablet, natrium bikarbonat dan asam sitrat digunakan sebagai agen effervescent, crospovidone sebagai superdisintegran, Avicel PH 102 sebagai pengikat sekaligus sebagai bahan pembantu kompresi tablet (compression aid), aspartam sebagai pemanis, talk sebagai glidan, asam stearat sebagai lubrikan, dan manitol sebagai pengisi. FE0 digunakan untuk formula kontrol effervescent dan FC0 digunakan untuk formula kontrol superdisintegran crospovidone. Konsentrasi agen effervescent yang digunakan masing-masing sebesar 12% (Swamy, Divate, Shirshand dan Rajendra, 2009). Pada Formula 1-3, digunakan variasi konsentrasi yang berbeda dari crospovidone sebesar 4%, 8%, dan 12%. Cara pembuatan tablet yaitu metoklopramid HCl, crospovidone, Avicel PH 102, manitol, dan aspartam masing-masing ditimbang dengan seksama, kemudian diayak pada ayakan No.44. Natrium bikarbonat dan asam sitrat dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80C untuk menghilangkan kelembaban yang terabsorbsi. Natrium bikarbonat dan

asam sitrat yang telah dipanaskan sebelumnya kemudian dihomogenkan, lalu ditambahkan dalam bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur hingga homogen. Ditambahkan talk dan asam stearat lalu dicampur kembali hingga homogen. Setelah homogen, massa yang didapat dievaluasi dengan menggunakan uji massa tablet. Massa tablet tersebut kemudian dicetak menggunakan metode cetak langsung menggunakan mesin pencetak tablet dengan berat 100 mg. Setelah tablet tersebut selesai dicetak, dilakukan evaluasi terhadap tablet yaitu dengan menggunakan uji kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran, uji waktu disintegrasi in vitro dan uji waktu pembasahan untuk mengetahui konsentrasi crospovidone yang menghasilkan waktu disintegrasi paling optimal.

Universitas Indonesia

33

Tabel 3.1. Formulasi optimasi konsentrasi crospovidone pada tablet cepat hancur Metoklopramid HCL dengan metode effervescent Bahan Metoklopramid HCl Na bikarbonat Asam sitrat Crospovidone Avicel PH 102 Aspartam Talk Asam Stearat Manitol Total (mg) FE0 10 12 12 20 2 2 1 41 100 FC0 10 8 20 2 2 1 57 100 F1 10 12 12 4 20 2 2 1 37 100 F2 10 12 12 8 20 2 2 1 33 100 F3 10 12 12 12 20 2 2 1 29 100

Setelah didapat konsentrasi crospovidone yang optimal maka dibuat formula 4 dan 5 untuk dievaluasi dan digunakan untuk uji kesukaan. Formula 4 dan 5 mengandung aspartam masing-masing sebesar 6% dan 12%. Cara pembuatan tablet sama dengan sebelumnya, yaitu metoklopramid HCl, crospovidone, Avicel PH 102, manitol, dan aspartam masing-masing ditimbang, kemudian diayak pada ayakan No.44. Natrium bikarbonat dan asam sitrat dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80C, kemudian dihomogenkan, lalu ditambahkan dalam bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur hingga homogen. Ditambahkan talk dan asam stearat lalu dicampur kembali hingga homogen. Setelah homogen, massa yang didapat dievaluasi dengan menggunakan uji massa tablet, kemudian dicetak menggunakan metode cetak langsung menggunakan mesin pencetak tablet dengan berat 100 mg. Setelah tablet tersebut selesai dicetak, lakukan evaluasi terhadap tablet yaitu dengan menggunakan uji kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran, keseragaman sediaan dan uji kesukaan.

Universitas Indonesia

34

Tabel 3.2. Formulasi optimasi konsentrasi aspartam pada tablet cepat hancur Metoklopramid HCL dengan metode effervescent Bahan Metoklopramid HCl Na bikarbonat Asam sitrat Crospovidone Avicel PH 102 Aspartam Talk Asam Stearat Manitol Total (mg) F4 10 12 12 12 20 6 2 1 25 100 F5 10 12 12 12 20 12 2 1 19 100

3.4.2 Evaluasi Massa Tablet Tablet cepat hancur Metoklopramid dibuat dengan cara kempa langsung dengan penambahan agent effervescent. Awalnya, semua bahan dicampur hingga homogen, campuran ini disebut massa tablet yang kemudian dievaluasi. Evaluasi massa tablet meliputi uji laju alir, sudut istirahat, indeks kompresibilitas dan rasio Hausner.

3.4.2.1 Laju alir dan Sudut istirahat (angle of repose) Laju alir serbuk diukur dengan menggunakan flowmeter. Sejumlah sampel dimasukkan kedalam corong flowmeter sampai penuh dan diratakan bagian atasnya tanpa tekanan. Alat dijalankan dan waktu yang diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju aliran dinyatakan dalam gram/detik. Sudut istirahat (angle of repose) merupakan karakter yang berhubungan dengan friksi interpartikulat atau resistensi untuk pergerakan partikel (British Pharmacopoeia Commission, 2006). Sudut istirahat diperoleh dengan mengukur

Universitas Indonesia

35

tinggi (h) dan jari-jari (r) sampel serbuk yang mengalir tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995). Sudut istirahat diperoleh dengan persamaan berikut: dimana: = sudut istirahat h = tinggi serbuk r = jari-jari serbuk Tabel 3.3. Sudut istirahat dan keterangannya Sudut istirahat () 250 - 300 310 - 350 36 - 40 41 - 45
0 0 0 0

Keterangan Istimewa Baik Cuku Baik Agak Baik Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sekali

460 - 550 560 - 650 > 60

[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2006]

3.4.2.2 Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner Menurut British Pharmacopoeia Commission (2006), beberapa tahun terakhir, indeks kompresibilitas yang sekaligus berhubungan dengan rasio hausner telah menjadi metode yang sederhana, cepat, dan terkenal untuk memprediksi sifat alir serbuk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner ditentukan dengan mengukur baik volume bulk maupun volume mampat dari serbuk. Walaupun terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan Indeks kompresibilitas dan Rasio Hausner, prosedur dasar dilakukan dengan mengukur volume sebelum dimampatkan (Vo) dan volume mampat (Vf) serbuk setelah bahan dimampatkan hingga tidak terjadi perubahan volume.

Universitas Indonesia

36

Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner dihitung menggunakan persamaan berikut:

Sebagai alternatif, Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner dapat dihitung dengan mengukur nilai berat jenis bulk (bulk) dan berat jenis mampat (mampat) sebagai berikut:

Dimana,

Tabel 3.4. Kategori indeks kompresibilitas dan rasio Hausner Indeks Kompresibilitas (%) <10 11-15 16-20 21-25 26-31 32-37 >38 Sifat alir Istimewa Baik Cukup baik Agak baik Buruk Sangat buruk Sangat buruk sekali Rasio Hausner 1,00 1,11 1,12 1,18 1,19 1,25 1,26 1,34 1,35 - 1,45 1,46 1,59 >1,6

[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2006]

Universitas Indonesia

37

3.4.3 Evaluasi Tablet Metoklopramid hidroklorida 3.4.3.1 Penampilan fisik Penampilan umum suatu tablet sangat penting bagi penerimaan konsumen, pengontrolan keseragaman antar bahan dan antara tablet satu dengan lainnya, serta memantau pembuatan yang bebas kesalahan. Penampilan tablet diamati dengan sejumlah parameter seperti bentuk, warna, ada atau tidaknya bau, rasa, bentuk permukaan dan ada atau tidaknya cacat fisik (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Pada tablet yang digunakan di rongga mulut, rasa merupakan salah satu parameter penerimaan konsumen yang penting dan sangat berhubungan dengan ketepatan jenis dan jumlah zat perasa dalam produk. Pengujian rasa tablet lebih lanjut dilakukan dengan uji kesukaan.

3.4.3.2 Uji keseragaman ukuran Perbandingan diameter dan ketebalan tablet ada kaitannya dengan penampilan yang menarik sebagai hasil perkiraan bobot per tablet sesuai dengan jumlah bahan obat yang dikandungnya (Banker dan Rhodes, 1989). Uji keseragaman ukuran dilakukan dengan mengambil sebanyak 20 tablet secara acak dari masing-masing formula, lalu diameter dan ketebalan tablet diukur dengan cara menjepitkan tablet pada alat jangka sorong. Tablet yang memenuhi persyaratan keseragaman ukuran adalah jika diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (Departemen Kesehatan RI, 1979).

3.4.3.3 Uji kekerasan Kekerasan dari tablet cepat hancur dipertahankan pada nilai yang rendah untuk memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam mulut (Siddiqui, Garg, Sharma, 2010). Alat penguji kekerasan tablet yang digunakan adalah Hardness Tester Erweka TBH 28. Pada penelitian ini, jumlah tablet yang digunakan dalam uji kekerasan adalah enam tablet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1979). Tablet diletakkan secara horizontal kemudian ditekan tombol start. Dengan gaya motorik, sebuah beban peluncur bergerak pada sebuah rel mendekati tablet dan akhirnya menekan tablet hingga pecah. Pada saat tablet pecah, peluncur segera
Universitas Indonesia

38

berhenti dan tekanan akan ditunjukkan oleh angka digital pada alat. Satuan yang digunakan adalah kilopond (kp). Pengukuran kekerasan tablet ini dilakukan pada saat proses pencetakan sedang berjalan untuk mendapatkan tablet dengan kekerasan tertentu yang dapat diatur pada peralatannya.

3.4.3.4 Uji Keregasan Keregasan tablet diukur dengan menggunakan alat friability Tester tipe TAR. Sebanyak 20 tablet dibersihkan dari debu (fine), kemudian ditimbang (W1). Kemudian 20 tablet tersebut dimasukkan ke dalam alat uji keregasan. Alat dijalankan dengan kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit (100 kali putaran). Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang (W2). Hitung selisih berat sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan jika kehilangan berat antara 0,5% -1% (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).

Dimana: W1 = berat awal tablet W2 = berat akhir tablet 3.4.3.5 Uji waktu disintegrasi in vitro Waktu disintegrasi in vitro ditentukan dengan menempatkan satu tablet dalam beaker yang berisi 10 mL dapar fosfat pH 6,8 pada suhu 370,5C. Ditentukan waktu yang diperlukan tablet hingga hancur sempurna sebagai waktu disintegrasi in vitro tablet (Shirsand, Ramani, dan Swamy, 2010).

3.4.3.6 Uji waktu pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption Ratio) Kertas saring digulung sebanyak dua kali diletakkan dalam cawan petri yang memiliki diameter dalam 10 cm, mengandung 10 mL aquades. Sebuah tablet diletakkan dengan hati-hati pada permukaan kertas saring dalam cawan petri.

Universitas Indonesia

39

Waktu yang diperlukan untuk air mencapai permukaan atas tablet dicatat sebagai waktu pembasahan (Shirsand, Ramani, dan Swamy, 2010). Rasio penyerapan air (R) ditentukan dengan persamaan berikut:

Dimana: wa = berat tablet setelah penyerapan air wb = berat tablet sebelum penyerapan air

3.4.3.7 Uji keseragaman kandungan Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode yaitu keragaman bobot atau keragaman kandungan. Persyaratan keragaman bobot dapat diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot, satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain, jika ada dalam jumlah lebih kecil, ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995). A. Pembuatan Larutan Standar 1) Ditimbang 100 mg standar Metoklopramid hidroklorida kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml 2) Diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian sambil dikocok hingga homogen sambil di-adkan hingga batas (c = 100 mg/100ml = 100.000 g/100 ml = 1.000 ppm) 3) Kemudian dipipet 10,0 ml larutan (2) dan dituangkan ke dalam labu ukur 100,0 ml 4) Diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian sambil dikocok hingga homogen sambil di-adkan hingga batas (c = 10 ml/100 ml x 1.000 ppm = 100 ppm) 5) Dari larutan (4) dipipet sebanyak 3,0 ml; 5,0 ml; 6,0 ml; 7,0 ml; 10,0 ml; dan 8,0 ml. Kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diadkan sedikit demi sedikit dengan dapar fosfat pH 6,8. 6) Untuk pembuatan spektrum serapan, dipipet 5,0 ml dari larutan (4). Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diadkan
Universitas Indonesia

40

sedikit demi sedikit dengan dapar fosfat pH 6,8. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 10g/ml atau 10 ppm.

B. Pembuatan spektrum serapan 1) Kuvet dibilas dengan larutan standar 10 ppm yang telah dibuat sebelumnya sebanyak dua kali 2) Dimasukkan larutan standar 10 ppm ke dalam kuvet hingga 2/3 volumenya 3) Dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang 220 nm sampai 350 nm dengan interval 5 nm. 4) Ditentukan panjang gelombang maksimumnya. Setiap perubahan panjang gelombang, serapan dibuat nol dengan blanko dapar fosfat pH 6,8

C. Pembuatan kurva kalibrasi 1) Panjang gelombang diatur sesuai dengan yang diperoleh pada butir B di atas 2) Kuvet diisi dengan larutan blanko, bilas dua kali, kemudian isi kuvet hingga 2/3 volumenya dengan blanko. Nol-kan serapannya. 3) Kuvet diisi dengan larutan standar 2 ppm. Catat serapan yang terbaca. 4) Diulangi percobaan (3) dengan menggunakan larutan standar berikutnya, yaitu 6 ppm, 12 ppm, 14 ppm, 16 ppm, dan 20 ppm 5) Hasil serapan yang diperoleh dicatat. Dibuat kurva kalibrasi kemudian ditentukan persamaan regresi liniernya, untuk selanjutnya digunakan pada perhitungan kadar sampel.

Universitas Indonesia

41

D. Penetapan kadar Metoklopramid Hidroklorida (Shirshand, Ramani, dan Swamy, 2010) 1) Sebanyak 10 tablet masing-masing ditimbang, lalu digerus hingga menjadi serbuk. Serbuk yang diperoleh kemudian dituangkan dalam labu ukur 100,0 ml 2) Dilarutkan dengan aquadest kemudian kocok hingga larut sempurna sambil di adkan hingga batas labu ukur (c = 10 mg/100 ml = 10.000 g/100 ml = 100 ppm) 3) Disaring larutan b dengan filter membran 0.22 mm, lalu filtrat ditampung pada erlenmeyer 4) Dibuang 3,0 ml filtrat pertama kemudian dipipet 12,0 ml filtrat kemudian ditampung pada labu ukur 100,0 ml 5) Diadkan dengan aquades hingga batas sambil dikocok hingga homogen (c = 12/100 x 100 ppm = 12 ppm) 6) Dibilas kuvet dengan aquadest 2-3 kali kemudian diisi dengan larutan (5) hingga 2/3 kali volumenya 7) Diukur serapan pada panjang gelombang maksimumnya (pada literatur, = 273 nm dan 309 nm (Pharmaceutical Press, 2005)). Serapan yang didapat kemudian dicatat. 8) Dihitung kadar dengan menggunakan kurva kalibrasi standar. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan keseragaman dosis dipenuhi, jika jumlah metoklopramid HCl dalam masingmasing dari 10 satuan sediaan seperti yang ditetapkan dari cara keseragaman bobot atau dalam keseragaman kandungan terletak antara 85,0-115,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995). Jika 1 satuan terletak di luar di luar rentang 85,0-115,0% seperti yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75% hingga 125% dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi itu tidak terpenuhi, lakukan uji 20 satuan tambahan.
Universitas Indonesia

42

Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 satuan terletak di antara rentang 85,0-115,0% dari yang tertera di etiket dan tidak ada satupun yang terletak di luar rentang 75,0-125,0% dari yang tertera di etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan tidak lebih dari 7,8% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).

3.4.3.8 Uji kesukaan Pengujian dilakukan terhadap 30 orang panelis yang diambil secara acak. Panelis diminta mencicipi satu tablet dari salah satu formula terpilih, lalu panelis diminta memberi pendapatnya terhadap penampilan, rasa, dan waktu hancur melalu kuesioner yang diberikan. Uji ini menggunakan 30 orang panelis dengan tujuan untuk mewakili sampel dan mengurangi variabel-variabel yang mungkin akan mengganggu hasil dari uji ini (Morten, Gail, dan Thomas, 2000).

Universitas Indonesia

43

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Pembuatan Tablet Cepat Hancur Pada penelitian ini, tahap pertama yang dilakukan yaitu mengoptimasi konsentrasi crospovidone pada formulasi tablet yang telah dibuat. Pada optimasi ini masing-masing formula yaitu F1, F2 dan F3 mengandung crospovidone dengan kadar yang berbeda, yaitu 4%, 8%, dan 12%. Hal ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara konsentrasi crospovidone yang digunakan dengan kecepatan disintegrasi dan waktu pembasahan dari tablet cepat hancur. Selain itu, dibuat pula FE0 sebagai formula kontrol effervescent yang tidak mengandung crospovidone (superdisintegran). Sedangkan FC0 digunakan untuk formula kontrol superdisintegran yang tidak mengandung Natrium bikarbonat-Asam sitrat (agen effervescent). Pada tahap awal pembuatan tablet dilakukan penimbangan sesuai dengan masing-masing formulasi yang dibuat, kemudian dilakukan pencampuran semua eksipien maupun zat aktif. Setelah tahap pencampuran eksipien dan bahan aktif, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi massa tablet meliputi uji laju alir, uji sudut istirahat, uji indeks kompresibilitas dan uji rasio Hausner. Seluruh proses awal pembuatan massa tablet dilakukan di ruangan khusus effervescent dengan kelembaban dan suhu yang dijaga untuk meminimalkan kontak massa tablet yang mengandung agen effervescent dengan kelembaban di sekitar agar tidak menginisisasi terjadinya reaksi effervescent. Pada ruang effervescent yang terdapat di Fakultas Farmasi UI, penelitian dilakukan pada kelembaban dengan RH 36% 42% pada suhu 25C. Pada pembuatan sediaan effervescent murni, batas kelembaban ruangan atau RH yang diperbolehkan maksimal sebesar 25% untuk mencegah penguraian dan ketidakstabilan produk akibat kelembaban lingkungan. Namun, karena pada penelitian ini sediaan yang dibuat berupa tablet cepat hancur dengan penggunaan agen effervescent dalam jumlah sedikit (12%) sehingga kestabilan sediaan masih dapat dijaga pada penggunaan ruangan dengan RH sebesar 36% - 42%. 43
Universitas Indonesia

44

Proses pencetakan tablet dilakukan sebagai tahap akhir pembuatan tablet. Pencetakan tablet cepat hancur dilakukan dengan metode kempa langsung karena metodenya sederhana. Pencetakan tablet dilakukan dalam dua proses, yaitu pencetakan dengan kekerasan tablet 1-3 kp dan 3-5 kp. Setelah diperoleh konsentrasi crospovidone yang memiliki waktu disintegrasi dan waktu pembasahan yang optimal, kemudian dilanjutkan ke proses optimasi terhadap rasa dari tablet cepat hancur. Optimasi rasa dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi dari aspartam sebagai pemanis. Sebagai uji pendahuluan, dibuat formulasi dengan variasi konsentrasi aspartam sebesar 2%, 4%, dan 6%. Namun, karena rasa tablet masih terlalu pahit akibat rasa zat aktif belum tertutupi sehingga dibuat formulasi dengan konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%. Perbedaan konsentrasi yang digunakan cukup besar agar parameter rasa yang diuji dapat memberikan hasil yang jelas. Kemudian, pada tablet cepat hancur yang dihasilkan dilakukan uji keseragaman kandungan dan uji kesukaan.

4. 2 Evaluasi Massa Tablet Cepat Hancur 4. 2. 1 Laju alir dan Sudut Istirahat (angle of repose) Sifat alir serbuk meliputi waktu alir dan sudut istirahat (angle of repose) merupakan faktor yang sangat penting dalam pengisian ruang kompresi pada proses kempa langsung yang juga akan berpengaruh pada keseragaman bobot tablet yang dihasilkan (Syukri & Mulyanti, 2007). Laju alir massa tablet ditunjukkan pada Tabel 4.1, berkisar antara 0,658,68 gram/detik. F5 memiliki laju alir yang paling rendah, yaitu 0,65 gram/detik. Laju alir F5 sangat rendah dikarenakan jumlah manitol yang digunakan paling sedikit akibat tingginya konsentrasi aspartam dalam formula. Selain itu juga mungkin terjadi karena kurang homogennya Talk yang digunakan sebagai glidan yang tujuan penggunaannya untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan di antara partikel-partikel (Anwar, 2012). Laju alir terbesar dimiliki oleh FC0, yaitu sebesar 8,68 gram/detik karena jumlah manitol yang digunakan dalam formula paling banyak dibanding formula lainnya (Tabel 3.1),
Universitas Indonesia

45

hanya mengandung crospovidone, dan tidak mengandung agen effervescent yang sifatnya higroskopik yang dapat menghambat laju alir serbuk. Menurut Pharmaceutical Press (2009), baik manitol maupun crospovidone memiliki sifat free flowing. Granul manitol dapat mengalir dengan baik dan mampu meningkatkan sifat alir dari bahan lain dalam formulasi, oleh karena itu manitol dipilih sebagai pengisi pada formulasi yang dibuat.

Tabel 4.1. Hasil evaluasi laju alir dan sudut istirahat FE0-F5 Formula E0 C0 1 2 3 4 5 laju alir (gram/detik) 3,76 0,49 8,68 1,86 4,65 0,61 4,48 0,32 4,05 1,10 5,04 0,89 0,65 0,27 Sudut Istirahat () 27,87 1,59 16,81 1,66 21,58 2,77 25,30 0,41 25,37 0,35 31,64 0,43 25,19 0,17

Selain laju alir, sifat alir juga dipengaruhi oleh sudut istirahat. Semakin kecil sudut isitirahat yang dihasilkan maka semakin baik laju alirnya (Liberman, Lachman, dan Schwartz, 1989). Pada Tabel 4.1 diketahui bahwa formulasi E0 sampai 5 memiliki sudut istirahat yang dikategorikan baik sampai istimewa. FE0 memiliki sudut istirahat yang bisa dikategorikan paling baik yaitu sebesar 16,81. Sudut istirahat yang baik diperoleh karena selain penggunaan manitol, juga digunakan avicel yang merupakan pengikat sekaligus compression aid yang dapat digunakan untuk mencapai karakteristik kompresi yang diinginkan, salah satunya yaitu sifat alir massa tablet. Sifat alir yang baik akan membuat pengisian die terpenuhi secara merata sehingga keseragaman bobot tablet tidak menyimpang (Lachman, Lieberman dan Kanig, 1986).

Universitas Indonesia

46

4. 2. 2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner menentukan kemampuan kempa dari suatu massa tablet.

Tabel 4. 2. Hasil evaluasi kompresibilitas dan rasio Hausner FE0-F5 Formulasi FE0 FC0 F1 F2 F3 F4 F5 Indeks Kompresibilitas (%) 27,79 0,38 31,93 0,61 30,02 0,95 29,68 0,96 30,59 0,52 30,82 0,08 34,7 0,00 Rasio Hausner 1,38 0,01 1,47 0,01 1,43 0,02 1,42 0,02 1,44 0,01 1,45 0,00 1,53 0,00

Pada Table 4.2 terlihat bahwa kisaran rasio Hausner yang dihasilkan dari formulasi E0 sampai 5 berkisar antara 1,38-1,53 artinya rasio Hausner yang dihasilkan masuk dalam kategori buruk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner berada dalam rentang buruk disebabkan karena pemilihan eksipien berupa manitol sebagai pengisi. Manitol tetap digunakan karena memberikan kenyamanan dengan rasa yang enak, sedikit manis, halus, dan dingin pada saat tablet berada di mulut. Sedangkan, jika menggunakan pengisi lain yang umum digunakan seperti laktosa, memungkinkan terjadinya reaksi Maillard antara laktosa dengan gugus basa amin dalam metoklopramid HCl yang menyebabkan perubahan warna (Anwar, 2012). Formulasi C0 mengandung konsentrasi manitol paling besar dibanding formulasi lain sehingga menyebabkan terjadinya penurunan indeks kompresibilitas. Nilai kompresibilitas serbuk manitol sebesar 41,41 % yang termasuk kategori sangat buruk sekali (Pharmaceutical Press, 2009). Hal itu terjadi karena manitol yang memiliki ukuran yang halus dapat menempati rongga-rongga tablet yang kosong menyebabkan sedikitnya volume akhir saat melakukan uji indeks kompresibilitas. Namun, kategori indeks kompresibilitas yang sangat buruk juga terdapat pada
Universitas Indonesia

47

formula 5 yang mengandung manitol paling sedikit. Walaupun begitu, kemungkinan konsentrasi aspartam yang tinggi sehingga mempengaruhi secara signifikan nilai indeks kompresibilitasnya. Menurut Pharmaceutical Press (2009), aspartam memiliki kompresibilitas sebesar 44% yang termasuk kategori sangat buruk sekali. Turunnya indeks kompresibilitas secara langsung mengurangi porositas tablet.

4. 3 Evaluasi Tablet Cepat Hancur 4. 3. 1 Penampilan Tablet Evaluasi penampilan fisik dari tablet cepat hancur dilakukan dengan cara mengamati bentuk, warna, dan permukaan tablet, serta kerusakan pada tablet. Penampilan fisik merupakan hal pertama yang mempengaruhi penerimaan pasien terhadap suatu sediaan. Penampilan fisik kelima formula tablet cepat hancur ditunjukkan oleh Gambar 4.1 untuk tablet dengan kekerasan 1-3 kp, Gambar 4.2 untuk tablet dengan kekerasan 3-5 kp, dan Gambar 4.3 untuk tablet F4 dan F5. Tablet yang dihasilkan dari ketujuh formula umumnya berbentuk bulat pipih dengan garis di tengah dan berwarna putih. Pada formulasi tablet E0 sampai 3 yang dicetak menggunakan tekanan 3-5 kp permukaannya terlihat lebih mengkilat dan halus dibanding dengan formula yang dicetak dengan tekanan 1-3 kp. Hal tersebut berhubungan dengan keregasan tablet.

Universitas Indonesia

48

Gambar 4. 1. Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 1-3 kp

Gambar 4. 2. Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 3-5 kp

Gambar 4. 3. Penampilan fisik tablet cepat hancur F4 dan F5


Universitas Indonesia

49

4. 3. 2 Keseragaman Ukuran Keseragaman ukuran dievaluasi dengan mengukur tebal dan diameter tablet cepat hancur yang dihasilkan menggunakan jangka sorong. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa berdasarkan hasil pengukuran pada 20 tablet secara acak terhadap kelima formula tablet cepat hancur pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp menunjukkan bahwa diameter tablet cepat hancur berada pada rentang 1,7 2,0 kali tebal tablet cepat hancur. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formulasi tablet cepat hancur memenuhi persyaratan keseragaman ukuran menurut Farmakope Indonesia edisi III yang menyatakan bahwa suatu sediaan tablet dianggap seragam ukurannya jika diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga tebal tablet. Selain itu juga terlihat bahwa tablet yang memiliki kekerasan yang lebih tinggi (3-5 kp) memiliki tebal yang lebih kecil akibat kekuatan pengempaan yang lebih besar dibandingkan pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp.

Tabel 4. 3. Hasil evaluasi keseragaman ukuran FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp Formula E0 Kekerasan (kp) 1-3 3-5 C0 1 1-3 3-5 1-3 3-5 2 1-3 3-5 3 1-3 3-5 Diameter (cm) 0,607 0,002 0,606 0,004 0,609 0,003 0,607 0,003 0,610 0,003 0,611 0,003 0,616 0,004 0,610 0,003 0,613 0,004 0,616 0,005 Rata-rata SD Tebal (cm) 0,313 0,004 0,304 0,004 0,342 0,011 0,326 0,009 0,334 0,015 0,327 0,013 0,355 0,016 0,340 0,015 0,356 0,006 0,327 0,012 d/tebal 1,942 0,032 1,993 0,026 1,779 0,055 1,862 0,052 1,828 0,078 1,871 0,072 1,735 0,071 1,794 0,082 1,725 0,029 1,884 0,060

Universitas Indonesia

50

Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa formulasi 4 dan 5 dapat dinyatakan seragam ukurannya karena telah memenuhi persyaratan keseragaman ukuran menurut Farmakope Indonesia edisi III, dengan perbandingan diameter per tebal sebesar 1,995 dan 2,006. Laju alir, homogenitas campuran dan kestabilan tekanan punch adalah faktor-faktor yang menyebabkan ukuran tablet menjadi seragam.

Tabel 4. 4. Hasil evaluasi keseragaman ukuran F4 dan F5. Formula 4 5 Rata-rata SD Diameter (cm) 0,611 0,002 0,611 0,002 Tebal (cm) 0,306 0,004 0,305 0,007 d/tebal 1,995 0,025 2,006 0,045

4. 3. 3 Uji Kekerasan Kekuatan tablet ditentukan dengan cara mengukur kekerasan dan keregasan tablet. Kekerasan berguna sebagai metode pengontrolan fisik selama proses pembuatan (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).

Tabel 4.5. Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 Formulasi E0 C0 1 2 3 Rata-rata SD cetak 1 (1-3 kp) 2,14 0,51 1,78 0,69 2,00 0,63 1,81 0,65 1,97 0,62 cetak 2 (3-5 kp) 3,70 0,64 4,22 0,69 3,90 0,36 3,96 0,60 3,77 0,58

Kekerasan tablet cepat hancur kelima formula pada dua proses cetak dengan kekerasan yang berbeda ditunjukkan oleh Tabel 4.5. Selama proses pencetakan tablet, kekerasan diatur dan diuji untuk menjaga agar tekanan yang dihasilkan tetap stabil pada rentang yang diinginkan. Dibuat tablet cepat hancur
Universitas Indonesia

51

FE0-F3 dengan kekerasan 1-3 kp, tetapi setelah dilakukan uji keregasan terhadap tablet yang dibuat, diperoleh hasil uji keregasan yang tidak memenuhi syarat sehingga dilakukan proses pencetakan kedua untuk menghasilkan tablet yang memiliki kekerasan 3 5 kp agar memenuhi syarat dalam uji keregasan. Kekerasan tablet formula 4 dan 5 ditunjukkan oleh Tabel 4.6

Tabel 4.6. Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur F4 dan F5 Formulasi 4 5 Rata-rata SD Kekerasan (kp) 4,26 0,46 3,67 0,63

4. 3. 4 Uji Keregasan Cara menentukan kekuatan tablet selanjutnya adalah dengan mengukur keregasan tablet. Keregasan tablet berguna untuk mengetahui ketahanan tablet terhadap guncangan yang terjadi selama proses pembuatan, pengemasan dan pendistribusian (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986). Syarat keregasan tablet konvensional adalah kurang dari 1% (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986). Keregasan tablet cepat hancur dari kelima formula pada optimasi konsentrasi crospovidone dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil evaluasi keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp Formulasi E0 C0 1 2 3 1-3 kp 0,71% 9,09% 2,29% 2,26% 2,21% 3-5 kp 0,47% 2,25% 0,81% 0,79% 0,40%

Universitas Indonesia

52

Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa formula yang dicetak menggunakan kekerasan lebih rendah, yaitu 1-3 kp, memiliki keregasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula yang dicetak dengan kekerasan 3-5 kp. Pada kekerasan 1-3 kp, formulasi C0, 1, 2, dan 3 memiliki keregasan di atas 1% sehingga tidak memenuhi persyaratan keregasan tablet. Formulasi C0 yang hanya mengandung crospovidone dan tidak mengandung agen effervescent memiliki keregasan yang paling besar, yaitu 9,09%. Hal itu mungkin terjadi karena pencetakan tablet dilakukan dengan metode kempa langsung dengan penambahan crospovidone yang berbentuk fine dalam keadaan kering sehingga meningkatkan jumlah fine dalam tablet yang mempengaruhi keregasan. Hanya formulasi E0 (tidak mengandung crospovidone) yang memenuhi persyaratan keregasan tablet. Pada formulasi 1-3 diperoleh hasil berturut-turut 2,29%, 2,26%, dan 2,21%. Pada kekerasan 3-5 kp, semua formulasi, kecuali formula C0 memenuhi persyaratan keregasan dengan nilai di bawah 1%. Formula C0 pada kekerasan 3-5 kp memiliki keregasan sebesar 2,25%. Hal tersebut menunjukkan meskipun kekerasan ditingkatkan, keregasan formulasi kontrol tanpa mengandung agen effervescent (hanya mengandung crospovidone) belum dapat diperbaiki karena masih memiliki keregasan yang besar. Pada formula 1,2, dan 3 diperoleh hasil penurunan keregasan sama seperti pada kekerasan 1-3 kp, sehingga diketahui dalam formulasi tablet yang mengandung gabungan antara crospovidone dengan agen effervescent, semakin besar konsentrasi crospovidone yang digunakan semakin kecil keregasannya. Pada formulasi untuk optimasi konsentrasi Aspartam, diperoleh hasil uji yang memenuhi syarat uji keregasan dengan hasi uji keregasan F4 sebesar 0,35% dan F5 0,31%. Keregasan tablet dapat ditingkatkan dengan proses granulasi. Selain itu, juga dengan penggunaan binder atau pengikat yang lebih kuat, namun hal ini mungkin akan mempengaruhi waktu disintegrasi tablet sehingga tidak dilakukan. Tablet cepat hancur umumnya memiliki keregasan yang tinggi, oleh karena itu tablet cepat hancur dikemas secara khusus agar ketika berada di tangan pasien tablet masih dalam keadaan utuh dan dalam kondisi baik (Abu Izza, Li, Look, Parr, dan Schineller, 2009).
Universitas Indonesia

53

4. 3. 5 Uji Waktu Disintegrasi in vitro Waktu disintegrasi adalah parameter paling penting pada tablet cepat hancur. Metode evaluasi waktu disintegrasi tablet cepat hancur berbeda dengan tablet konvensional. Oleh karena itu, modifikasi evaluasi waktu hancur dilakukan dengan cara membuat suatu kondisi yang hampir sama dengan rongga mulut manusia (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Menurut Farmakope Eropa tablet cepat hancur terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 3 menit. Hasil uji waktu disintegrasi ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada grafik terlihat bahwa dari semua formula pada dua kekerasan yang berbeda, formula E0 atau formula kontrol effervescent memiliki waktu disintegrasi paling besar, diikuti dengan formula C0 sebagai kontrol superdisintegran. Hal tersebut terjadi karena hanya satu mekanisme disintegrasi yang terjadi pada kedua formula tersebut. Pada formula E0, terjadi mekanisme reaksi effervescent dimana dibutuhkan kontak dengan air (H2O) agar antara asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam tablet bereaksi membentuk gas CO2 yang mendorong pecahnya tablet. Dari hasil uji diketahui bahwa peningkatan kekerasan dapat meningkatkan waktu disintegrasi secara signifikan pada formula ini karena pada kekerasan yang lebih tinggi, kompaktibilitas akan semakin tinggi sehingga proses kontak dengan air membutuhkan waktu yang lebih lama hingga seluruh tablet hancur. Pada formula C0, crospovidone sebagai superdisintegran secara umum bekerja dengan mekanisme swelling karena kemampuannya mengembang tanpa membentuk gel. Namun, dinyatakan bahwa sifat kapilaritas ( wicking) dalam crospovidone pengembangan lebih dari efektif dibanding sifat jika pengembangannya. dibandingkan Sifat dengan

crospovidone

lemah

superdisintegran lain akibat tidak adanya gugus kation atau ion yang bermuatan positif dalam molekul crospovidone. Mekanisme kapilaritas crospovidone yaitu dengan menarik air secara maksimal dan memberikan disintegrasi secara cepat akibat interaksi dari penyusunan partikel superdisintegran. Selain itu, morfologi permukaan partikel crospovidone yang berbentuk seperti sponge meningkatkan porositas intrapartikel (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). Pada
Universitas Indonesia

54

formula ini, peningkatan kekerasan juga menyebabkan peningkatan waktu disintegrasi. Kekerasan yang lebih tinggi menyebabkan menurunnya porositas tablet sehingga aksi kapilaritas berjalan dengan lebih lambat.

300 Waktu disintegrasi (detik) 250 200 150 100 50 0 FE0 FC0 91,68 38,45
45,12 257,05

Series1 1-3 Kp

3-5 Kp Series2

25,2
20,77

23,08
18,73

21,78
17,83

F1 F2 Formulasi Tablet

F3

Gambar 4.4. Grafik hasil evaluasi waktu disintegrasi formula E0-3 pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp.

Pada formula 1-3, diperoleh waktu disintegrasi yang lebih cepat dari formulasi kontrol karena adanya gabungan dua mekanisme dalam proses disintegrasi tablet, yaitu terjadinya reaksi effervescent dan proses kapilaritas serta swelling dari crospovidone. Dari grafik terlihat bahwa semakin besar konsentrasi crospovidone maka semakin cepat waktu disintegrasinya. Namun, dari dua perbandingan kekerasan yang berbeda, dapat dilihat pad grafik bahwa F1-F3 pada kekerasan 3-5 kp memiliki waktu disintegrasi yang lebih cepat dibanding pada kekerasan 1-3 kp. Jadi, formulasi yang memiliki waktu disintegrasi paling singkat yaitu formulasi 3 yang mengandung crospovidone sebesar 12% dengan kekerasan 3-5 kp. Mekanisme kapilaritas tidak dapat menjelaskan hal tersebut karena dengan peningkatan kekerasan, struktur pori tablet akan berkurang sehingga

memperlambat ambilan air dari luar. Menurut Pahwa dan Gupta (2011), deformasi mungkin menjadi aspek penting dalam mekanisme aksi crospovidone. Teori ini mungkin dapat menjelaskan hal ini, karena dalam teori deformasi dinyatakan bahwa bentuk dari partikel disintegran terdistorsi selama pengempaan dan partikel
Universitas Indonesia

55

kembali ke bentuk sebelum pengempaan setelah pembasahan, kemudian peningkatan ukuran dari partikel yang terdeformasi menyebabkan tablet pecah. Dengan peningkatan kekerasan selama pengempaan, maka saat pembasahan terjadi deformasi partikel dengan gaya yang lebih besar yang menyebabkan waktu disintegrasi menjadi lebih cepat.

4. 3. 6 Uji waktu pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption Ratio) Waktu pembasahan erat hubungannya dengan struktur dalam tablet dan hidrofilisitas dari eksipien (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Hasil uji waktu pembasahan ditunjukkan oleh Tabel 4.8. Dari tabel dapat dilihat perbedaan waktu pembasahan pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dengan tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Diketahui formula C0 memiliki waktu pembasahan paling singkat yaitu 17,32 detik pada kekerasan 1-3 kp dan 25,53 detik pada kekerasan 3-5 kp yang terjadi karena mekanisme utama pembasahan tablet hanya dari crospovidone. Crospovidone sebagai superdisintegran bekerja dengan aksi kapilaritas sebagai mekanisme utama. Menurut Pharmaceutical Press (2009), crospovidone secara cepat menunjukkan aktifitas kapiler dan kapasitas hidrasi yang tinggi dengan kecenderungan pembentukan gel yang rendah. Pada formula E0, waktu pembasahan lambat dengan mekanisme utama terjadinya reaksi effervescent. Pada uji pembasahan, permukaan tablet yang berkontak dengan air sangat sedikit sehingga membutuhkan waktu yang lama agar tablet bereaksi dengan air. Selain itu, untuk membasahi seluruh permukaan atas tablet, harus melalui reaksi effervescent pada bagian bawah tablet yang sama artinya dengan disintegrasi tablet pada luas permukaan kontak yang kecil antara tablet dengan air.

Universitas Indonesia

56

Tabel 4.8. Hasil evaluasi waktu pembasahan FE0-F3 Formulasi E0 C0 1 2 3 Waktu pembasahan (detik) 1-3 kp
122,13 35,41 17,32 1,30 187,12 39,43 181,28 25,13 140,65 11,94

3-5 kp
231,28 77,62 25,53 5,32 166,73 46,24 120,37 21,53 128,12 18,02

Pada formula 1-3, diperoleh waktu disintegrasi yang lebih lambat dari formulasi kontrol. Pada uji waktu disintegrasi, gabungan dua mekanisme pada ketiga formulasi tersebut menguntungkan dengan semakin cepatnya waktu disintegrasi. Namun, pada uji waktu pembasahan, gabungan antara reaksi effervescent dan proses kapilaritas dari crospovidone menghasilkan waktu pembasahan yang lebih lambat. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada kedua mekanisme tersebut membutuhkan kontak dengan air, sedangkan jumlah air pada uji waktu pembasahan terbatas. Sebelum terjadi proses kapilaritas, air yang masuk secara spontan akan bereaksi dengan agen effervescent dalam tablet. Untuk menunggu reaksi effervescent selesai memerlukan waktu yang lama. Sama seperti pada data waktu disintegrasi, waktu pembasahan semakin cepat pada formulasi dengan konsentrasi crospovidone yang semakin besar dan pada kekerasan 3-5 kp. Teori deformasi juga dapat menjelaskan mengapa pada kekerasan yang lebih tinggi diperoleh waktu pembasahan yang lebih cepat. Selain mengukur waktu pembasahan tablet, juga dihitung rasio absorbi air pada kelima formulasi tersebut. Rasio penyerapan air merupakan salah satu kriteria yang penting untuk mengetahui kapasitas dari disintegran dalam mengembang (swelling) dalam sejumlah kecil air (Nagendrakumar, Raju, Shirshand, dan Para, 2010). Rasio penyerapan air dari formula kontrol effervescent sebesar -12,24 pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dan 6,34 pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Rasio penyerapan air yang bernilai negatif terjadi karena adanya reaksi effervescent antara asam dan basa dengan adanya air yang
Universitas Indonesia

57

menghasilkan gas karbondioksida (CO2) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan bobot tablet. Sedangkan, rasio penyerapan air dari formula kontrol superdisintegran sebesar 82,00 pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dan 76, 41 pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Rasio penyerapan air ketiga formula uji tablet cepat hancur ditunjukkan oleh Tabel 4.9. Pada tabel terlihat bahwa semakin besar konsentrasi crospovidone yang digunakan, rasio penyerapan airnya juga semakin besar yang menandakan bahwa crospovidone berperan dalam mengabsorbsi air dalam tablet meskipun swelling bukan mekanisme utamanya. Berdasarkan perbandingan rasio

penyerapan air pada dua kekerasan yang berbeda, diketahui bahwa rasio penyerapan air lebih kecil pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp dibanding 1-3 kp. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tekanan dalam tablet yang semakin besar sehingga menyebabkan semakin sulitnya air mengabsorbsi dalam tablet. Pada tekanan 1-3 kp, tablet lebih berpori sehingga air lebih mudah mengabsorbsi ke dalam tablet melalui celah pori maupun aksi kapilaritas dari crospovidone.

Tabel 4.9. Hasil evaluasi rasio penyerapan air ( water absorption ratio) F1-F3 Formulasi 1 2 3 Rasio penyerapan Air (%) SD 1-3 kp 25,02 5,96 38,95 0,73 54,13 1,89 3-5 kp 17,72 6,26 36,83 5, 17 49,66 1,18

4. 3. 7 Uji Keseragaman Kandungan Pengujian keseragaman kandungan dilakukan dengan metode spektrofotometri diawali dengan pembuatan spektrum serapan, dihasilkan maks pada 272,4 nm. Dilanjutkan dengan pembuatan kurva kalibrasi. Dari hasil serapan sampel yang diperoleh dihitung kadar sampel berdasarkan persamaan regresi linier yang diperoleh dari pembuatan kurva kalibrasi. Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa formula 4 memiliki kadar antara 94,98% - 99,13% dengan hasil perhitungan simpangan baku sebesar 0,01 dan formula 5 memiliki kadar antara
Universitas Indonesia

58

91,56% - 99,04% dengan hasil perhitungan simpangan baku sebesar 0,02. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa formula 4 dan 5 seragam kandungannya. Karena kedua formulasi tersebut memenuhi persyaratan uji keseragaman kandungan pada Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa tablet dinyatakan seragam kandungannya jika tidak ada satupun tablet yang kurang dari 85% dan tidak satupun tablet yang lebih dari 115% dan simpangan baku yang dihasilkan tidak lebih dari 6,0%. Selain itu, hasil uji keseragaman kandungan kedua formula juga memenuhi uji penetapan kadar dari tablet Metoklopramid HCl dengan syarat kadar antara 90,0% - 110,0% berdasarkan British Pharmacopoeia 2007.

Tabel 4.10. Hasil evaluasi keseragaman kandungan F4 dan F5 kadar (%) Sampel ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata-rata SD F4 95,77 99,13 96,27 97,79 96,11 94,99 96,56 94,92 96,59 94,98 96,311 0,01 F5 95,01 97,85 97,98 99,04 95,20 96,95 99,02 96,77 91,56 95,45 96,483 0,02

4. 3. 8 Uji Kesukaan Uji kesukaan dilakukan terhadap 30 panelis secara acak untuk menilai parameter penampilan dan rasa pada tablet formulasi 4 yang mengandung aspartam sebanyak 6% dan formulasi 5 yang mengandung aspartam sebanyak 12%. Selain parameter penampilan dan rasa, dalam uji ini juga dinilai waktu hancur tablet pada tiap panelis untuk memperkirakan waktu hancur tablet di
Universitas Indonesia

59

dalam mulut. Data statistik yang diperoleh dari parameter penampilan dan rasa kemudian diolah dengan metode Kai Kuadrat ( Chi Square method) menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0. Untuk membantu dalam penarikan kesimpulan pada pengujian parameter penampilan tablet, dibuat hipotesis sebagai berikut: H0 : Tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang dihasilkan. H1 : Ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang dihasilkan. Dari hasil analisis menggunakan SPSS, diperoleh hasil tabulasi silang antara variabel Formulasi Tablet dengan kategori-kategori variabel Penampilan Tablet beserta persentase dari tiap frekuensi data yang diperoleh (Lampiran 26). Hasil pengujian menampilkan keterkaitan antar kedua variabel ini melalui uji ChiSquare, dimana diperoleh nilai 2hitung sebesar 1,420 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,492. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa nilai 2 hitung (1,420) < 2tabel[(2-1)(5-1);0,05] (9,490) serta nilai signifikansi (0,492) > (0,05) sehingga H0 gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang dihasilkan. Selanjutnya, pada pengujian parameter rasa, dalam penarikan kesimpulan dibuat hipotesis sebagai berikut: H0 : Tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan. H1 : Ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan. Hasil tabulasi silang antara variabel Formulasi Tablet dengan kategorikategori variabel Rasa Tablet beserta persentase dari tiap frekuensi data yang diperoleh terdapat pada Lampiran 28. Hasil pengujian menampilkan keterkaitan antar kedua variabel ini melalui uji Chi-Square, dimana diperoleh nilai 2 hitung sebesar 1,726 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,631. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa nilai 2 hitung (1,726) < 2tabel[(2-1)(5-1);0,05] (9,490) serta nilai signifikansi (0,631) > (0,05) sehingga
Universitas Indonesia

60

H0 gagal ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan, maka tidak dapat ditentukan rasa dari formulasi mana yang lebih disukai oleh responden. Sebagian panelis menyatakan formula 4 lebih baik dari segi rasa, namun sebagian lain menyatakan formula 5 lebih baik. Menurut panelis, kedua formulasi tablet yang diujikan masih pahit. Aspartam yang digunakan belum cukup untuk menutupi rasa pahit dari zat aktif. Selain itu, agen effervescent yang digunakan juga memberikan sensasi yang tidak disukai bagi sebagian panelis. Waktu hancur rata-rata tablet cepat hancur yang diujikan pada 30 orang panelis yaitu sebesar 101,47 84,89 detik untuk F4 dan 103,56 78,19 untuk F5 (Lampiran 30). Hasil yang diperoleh tersebut sangat bervariasi tiap individunya, dapat dilihat dari nilai standar deviasi yang besar. Pada F4, waktu hancur yang tercepat sebesar 20,5 detik dan yang terlama sebesar 317,00 detik. Sedangkan pada F5, waktu hancur yang tercepat sebesar 15,00 detik dan yang terlama sebesar 307,76 detik. Berdasarkan hasil tersebut, tidak dapat diketahui hubungan yang jelas mengenai formulasi mana yang lebih cepat waktu hancurnya maupun rentang waktu hancur pada kedua formulasi uji. Bila dilihat lebih jauh data pada tabulasi silang saat menguji signifikasi antara formulasi tablet dengan rasa memperlihatkan hasil yang tidak diinginkan karena seharusnya antara formulasi tablet dengan rasa terdapat hubungan atau perbandingan yang bermakna untuk menentukan formulasi yang lebih baik dari parameter rasa, padahal perbedaan konsentrasi aspartam yang digunakan cukup bermakna yaitu 6% : 12% (1:2). Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan pada waktu sampling dan penggunaan panelis. Seharusnya menyampling atau melakukan uji kesukaan dilakukan pada satu waktu dan panelis yang dipilih pun seharusnya yang telah terlatih (Morten, Gail, dan Thomas, 2000). Selain itu, menurut Goatcher & Church (2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi rasa seseorang baik yang merupakan faktor lingkungan maupun faktor intraorganik yaitu sifat dan suhu dari medium perasa, penampilan objek, penyakit, status nutrisi, genetik, dan mungkin juga pengalaman, jenis kelamin dan faktor psikologis misalnya tingkat stress.
Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan 1. Penggunaan crospovidone yang optimal diperoleh pada konsentrasi 12% pada formula 3 dengan waktu disintegrasi selama 22 detik pada kekerasan 1-3 kp dan 18 detik pada kekerasan 3-5 kp. 2. Berdasarkan hasil analisis program SPSS menggunakan metode Chi Square, tidak terdapat perbedaan rasa secara signifikan (p > 0,05) dari formulasi yang dibuat dengan memvariasikan konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%. 3. Formulasi tablet yang dibuat dengan kekerasan 3-5 kp lebih baik dibandingkan dengan tablet dengan kekerasan 1-3 kp dari segi keregasan, waktu disintegrasi in vitro, dan waktu pembasahan.

5. 2 Saran Untuk mendapatkan tablet cepat hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent yang memiliki rasa yang dapat diterima, perlu dilakukan modifikasi misalnya dengan melakukan mikroenkapsulasi, pembentukan

kompleks atau penyalutan terhadap zat aktif untuk menutupi rasa pahit dari metoklopramid HCl.

61

Universitas Indonesia

62

DAFTAR ACUAN

Abu-Izza, Khawla A., Li, Vincent H., Look, Jee L., Parr, Graham D. & Schineller, Matthew K. (2009). Fast Dissolving Tablet. Dalam : Bhupendra G Prajapati and Nayan Ratnakar. A Review on Recent Patents on Fast Dissolving Drug Delivery System. International Journal of PharmTech Research, 1(3): 790-798. Anief, M. (1998). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anwar, E. (2012). Eksipien dalan Sediaan farmasi: Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat. Banker, G. S. & Rhodes, C.T. (1989). Modern Pharmaceutics (2nd ed). New York: Marcel Dekker, Inc.
Bhowmik, D., Chiranjib B., Krishnakanth, Pankaj & Chandira, R. M. (2009). Fast Dissolving Tablet : An Overview. J. Chem. and Pharm. Research, 1(1): 163177.

British Pharmacopoeia Commission. (2006). British Pharmacopeia 2007. London: Crown. British Pharmacopoeia Commission. (2008). British Pharmacopeia 2009. London: Crown. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta, 6-7,755. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta, 4, 555-556, 1065. Fu, Y., Yang, S., Jeong, S. H., Kimura, S. & Park, K. (2004). Orally Fast Disintegrating Tablets: Developments, Technologies, Taste-Masking and Clinical Studies. Critical Reviews in Therapeutic Drug Carrier Systems, 21(6): 433475.

62

Universitas Indonesia

63

Henzi, I., Walder, B. & Tramer, M. R. (1999). Metoclopramide in the Prevention of Postoperative Nausea and Vomiting: A Quantitative Systematic Review of Randomized, Placebo-Controlled Studies. British Journal of

Anaesthesia, 83(5):761-771. Jesmeen, T. & Uddin, R. (2011). Orodispersible Tablets: A Short Review. Stamford Journal of Pharmaceutical Sciences, 4(1): 96-99. Kiran, Dhakane, Rajebahadur, M., Gorde, P. & Salve, P. (2011). Fast Dissolving Tablet: A Future Prospective. Journal of Pharmacy Research,4(11): 41764180. Kumar, S., Gupta, S. K. & Sharma, P. K. (2012). A Review on Recent Trends in Oral Drug Delivery-Fast Dissolving Formulation Technology. Advances in Biological Research, 6 1): 06-13. Lachman, L., Lieberman, H. A. & Kanig, J. L. (1986). The Theory and Practice of Industrial Pharmacy (2nd ed). Philadelphia: Lea dan Febiger, 648-662. Lailla, J. K. & Sharma, A.H. (1993). Freeze-drying and Its Applications. Indian Drugs, 31: 503-513. Mohamed, M., Talari, M. K., Tripathy, M. & Majeed, A. B. A. (2012). Pharmaceutical Applications of Crospovidone: A Review. International Journal of Drug Formulation and Research 3(1): 13-28. Morten C. M., Gail V.C. & Thomas Carr. (2000). Sensory Evaluation Technique. Florida: CRC Press, 25-27. Negendrakumar, D., Raju S. A., Shirshand S. B. & Para M. S. (2010). Design of Fast Dissolving Granisetron HCl Tablets using Novel Co Processed Suprdisintegrants. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 1(1): 58-62. Pahwa, R. & Gupta, N. (2011). Superdisintegrants in the Development of Orally Disintegrating Tablets: A Review. International Journal of

Pharmaceutical Sciences Research, 2(11): 2767-2780.

Universitas Indonesia

64

Patil, J., Kadam, C., Vishwajith, V. & Gopal, V. (2011). Formulation, Design and Evaluation of Orally Disintegrating Tablets of Loratadine Using Direct Compression Process. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 2(2): 389-400. Pharmaceutical Press. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition. London: Pharmaceutical Press. Pharmaceutical Press. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. London: Pharmaceutical Press. Renon, J. P. & Corveleyn,S.(2000). Freeze-dried Rapidly Disintegrating Tablets. US Patent No.6,010,719. Shailendra, K. S., Dina N.M., Rishab Jassal, dan Pankaj Soni.(2009). Fast Disintegrating Combination Tablets of Omeprazole And Domperidone. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 2. Sharma, V., Arora, V., & Ray, C. (2010). Use of Natural Superdisintegrant in Mouth Dissolving Tablet- an Emerging Trend. International Bulletin of Drug Research. , 1(2): 46-54. Shiddiqui, Md. N., Garg, G. & Sharma, P.K. (2010). Fast Dissolving Tablets: Preparation, Characterization and Evaluation: An Overview. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 15(4): 87-96. Shihora, H. & Panda, S. (2011). Superdisintegrants, Utility in Dosage Forms: A Quick Review. Journal of Pharmaceutical Science and Bioscinetific Research, 1(3), 148-153. Sirshand, S.B., Ramani, R. G. & Swamy, P. V. (2010). Novel Co-Processed Superdisintegrants in the Design of Fast Dissolving Tablets. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 1(1): 1-12. Stahl, H. (2003). Effervescent Dosage Manufacturing. Pharmaceutical

Technology Europe,15(4): 25-28. Swamy, P. V., Divate, S. P., Sirshand, S.B. & Rajendra, P. (2009). Preparation and Evaluation of Orodispersible Tablets of Pheniramine Maleate by Effervescent Method. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71(2): 151-154.
Universitas Indonesia

65

Syukri, Y. & Mulyanti, E. (2007). Pengembangan Formulasi Tablet Prednison secara Kempa Langsung dengan Teknik Disperi Padat. Jurnal Farmasi Indonesia, 3(3): 149 154. Takeuchi, Y., Matsukawa, T., Sugiyama, Y., Iwase, S. & Mano, T. (1996). Effect of metoclopramide on muscle sympathetic nerve activity in humans. Journal of the Autonomic Nervous System, 58:115-120. The United States of Pharmacopeia Convention. (2006). United States Pharmacopeia 30. USA. The United States of Pharmacopeia Convention. (2008). United States Pharmacopeia 32. USA. Wagh, M. A., Dilip, K. P., Salunkhe, K. S., Chavani, N. V. & Daga, V. R. (2010). Techniques used in orally disintegrating drug delivery system.

International Journal of Drug Delivery, 2:98-107.

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

65

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Lampiran Gambar Lampiran Tabel Lampiran Sertifikat

............................................................................. ............................................................................. .............................................................................

No. 1-5 6 - 18 19 - 25

66

Lampiran 1. Gambar proses pembasahan FE0 (kontrol effervescent)

67

Lampiran 2. Gambar proses pembasahan FC0 (kontrol superdisintegran)

68

Lampiran 3. Gambar proses waktu pembasahan tablet cepat hancur formula 1, 2, dan 3

69

Lampiran 4. Kurva serapan standar metoklopramid HCl 10 ppm dalam dapar fosfat pH 6,8

Lampiran 5. Kurva kalibrasi standar metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 pada panjang gelombang 272, 4 nm
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4

Serapan (A)

0,3 0,2
0,1 0 0 5 10

y = 0,0391x + 0,0039 R = 0,9999

15

20

25

Konsentrasi (ppm)

70

Lampiran 6. Kurva serapan sampel tablet F4 yang mengandung metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8

Lampiran 7. Kurva serapan sampel tablet F5 yang mengandung metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8

71

Lampiran 8. Tabel hasil uji laju alir massa tablet cepat hancur FE0 - F5 Percobaan 1 2 3 rata-rata (g/detik) SD Formula E0 10,22 9,20 6,62 8,68 1,86 C0 4,27 3,72 3,29 3,76 0,49 1 4,89 5,11 3,96 4,65 0,61 2 4,85 4,32 4,27 4,48 0,32 3 3,83 5,24 3,07 4,05 1,10 4 5,26 4,07 5,80 5,04 0,89 5 0,36 0,91 0,67 0,65 0,27

Lampiran 9. Tabel hasil uji sudut istirahat massa tablet cepat hancur FE0 - F5 Percobaan 1 2 3 rata-rata () SD Formula E0 16,86 15,12 18,44 16,81 1,66 C0 28,07 29,36 26,19 27,87 1,59 1 24,78 19,98 19,98 21,58 2,77 2 25,12 25,77 25,02 25,30 0,41 3 25,39 25,71 25,02 25,37 0,35 4 31,61 32,08 31,22 31,64 0,43 5 25,02 25,35 25,20 25,19 0,17

Lampiran 10. Tabel hasil uji indeks kompresibilitas massa tablet cepat hancur FE0-F5 Percobaan 1 2 3 rata-rata (%) SD Formula E0 27,66 27,50 28,22 27,79 0,38 C0 31,58 31,58 32,63 31,93 0,61 1 29,52 31,11 29,41 30,02 0,95 2 30,23 28,57 30,23 29,68 0,96 3 30,77 31,00 30,00 30,59 0,52 4 30,77 30,91 30,77 30,82 0,08 5 34,78 34,78 34,78 34,78 0,00

72

Lampiran 11. Tabel hasil uji rasio Hausner massa tablet cepat hancur FE0-F5 Percobaan 1 2 3 rata-rata SD Formula E0 1,38 1,38 1,39 1,38 0,01 C0 1,46 1,46 1,48 1,47 0,01 1 1,42 1,45 1,42 1,43 0,02 2 1,43 1,40 1,43 1,42 0,02 3 1,44 1,45 1,43 1,44 0,01 4 1,44 1,45 1,44 1,45 0,00 5 1,53 1,53 1,53 1,53 0,00

75

Lampiran 12. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp
Tablet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 rata-rata SD F0 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,607 0,002 Tebal (cm) 0,32 0,31 0,31 0,31 0,32 0,32 0,31 0,32 0,32 0,32 0,32 0,31 0,315 0,31 0,32 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,313 0,004 d/tebal 1,89 1,97 1,97 1,97 1,92 1,92 2,00 1,92 1,89 1,89 1,92 1,95 1,94 1,95 1,92 1,98 1,95 1,97 1,97 1,95 1,942 0,032 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,609 0,003 F00 Tebal (cm) 0,34 0,335 0,33 0,335 0,345 0,34 0,34 0,34 0,34 0,34 0,34 0,34 0,34 0,34 0,35 0,33 0,36 0,37 0,36 0,36 0,342 0,011 d/tebal 1,79 1,82 1,83 1,81 1,77 1,79 1,78 1,81 1,82 1,78 1,82 1,78 1,84 1,81 1,76 1,86 1,69 1,65 1,72 1,69 1,781 0,055 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,610 0,003 F1 Tebal (cm) 0,36 0,36 0,34 0,33 0,32 0,32 0,32 0,33 0,33 0,35 0,32 0,34 0,33 0,36 0,33 0,32 0,36 0,33 0,32 0,35 0,334 0,015 d/tebal 1,69 1,72 1,82 1,86 1,91 1,92 1,91 1,85 1,86 1,75 1,91 1,82 1,88 1,73 1,88 1,91 1,69 1,85 1,91 1,76 1,831 0,078 d (cm) 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,616 0,004 F2 Tebal (cm) 0,36 0,34 0,36 0,36 0,33 0,34 0,34 0,35 0,34 0,38 0,37 0,36 0,36 0,36 0,38 0,38 0,36 0,34 0,36 0,37 0,355 0,016 d/tebal 1,71 1,82 1,69 1,69 1,85 1,82 1,82 1,76 1,84 1,63 1,68 1,75 1,73 1,75 1,63 1,63 1,72 1,82 1,72 1,68 1,738 0,071 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,62 0,62 0,62 0,61 0,62 0,62 0,61 0,62 0,60 0,62 0,62 0,62 0,61 0,62 0,62 0,62 0,62 0,613 0,004 F3 Tebal (cm) 0,36 0,36 0,35 0,35 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36 0,37 0,36 0,36 0,356 0,006 d/tebal 1,69 1,69 1,74 1,76 1,71 1,78 1,69 1,73 1,73 1,77 1,73 1,69 1,71 1,76 1,73 1,72 1,73 1,68 1,71 1,75 1,725 0,029

73

74

Lampiran 13. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE 0-F5 pada kekerasan 3-5 kp
Tablet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 rata-rata SD F0 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,60 0,61 0,61 0,60 0,61 0,61 0,61 0,61 0,60 0,60 0,61 0,61 0,61 0,606 0,004 Tebal (cm) 0,31 0,30 0,31 0,30 0,30 0,31 0,31 0,31 0,31 0,30 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,30 0,30 0,31 0,30 0,304 0,004 d/tebal 1,98 2,02 2,00 2,03 2,05 2,00 2,00 1,97 1,98 2,02 1,97 1,97 1,97 1,95 1,98 1,97 2,00 2,02 1,97 2,02 1,993 0,026 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,607 0,003 F00 Tebal (cm) 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,35 0,32 0,32 0,35 0,33 0,32 0,33 0,33 0,35 0,33 0,33 0,33 0,32 0,33 0,33 0,326 0,009 d/tebal 1,91 1,89 1,89 1,91 1,89 1,75 1,91 1,92 1,75 1,86 1,89 1,86 1,86 1,75 1,86 1,85 1,88 1,91 1,88 1,85 1,863 0,052 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,62 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,62 0,611 0,003 F1 Tebal (cm) 0,32 0,30 0,32 0,34 0,33 0,32 0,34 0,32 0,35 0,34 0,35 0,32 0,34 0,33 0,32 0,34 0,34 0,34 0,32 0,32 0,327 0,013 d/tebal 1,94 2,03 1,92 1,79 1,85 1,94 1,84 1,91 1,77 1,81 1,78 1,94 1,82 1,88 1,94 1,82 1,82 1,81 1,94 1,95 1,874 0,072 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,62 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,610 0,003 F2 Tebal (cm) 0,37 0,32 0,35 0,36 0,35 0,34 0,36 0,32 0,33 0,32 0,33 0,33 0,34 0,35 0,34 0,36 0,33 0,33 0,34 0,36 0,340 0,015 d/tebal 1,65 1,91 1,77 1,70 1,74 1,82 1,69 1,91 1,86 1,89 1,85 1,86 1,81 1,74 1,82 1,69 1,88 1,85 1,82 1,68 1,798 0,082 d (cm) 0,62 0,61 0,61 0,62 0,62 0,62 0,61 0,61 0,61 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,63 0,616 0,005 F3 Tebal (cm) 0,32 0,31 0,33 0,32 0,32 0,33 0,31 0,31 0,32 0,33 0,33 0,35 0,34 0,34 0,34 0,35 0,34 0,33 0,33 0,34 0,327 0,012 d/tebal 1,95 1,97 1,85 1,95 1,95 1,89 1,95 2,00 1,89 1,91 1,86 1,80 1,82 1,85 1,81 1,80 1,85 1,88 1,88 1,87 1,887 0,060

74

75

Lampiran 14. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur F4 dan F5 Tablet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ratarata SD d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,611 0,002 F4 Tebal (cm) 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,30 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,30 0,31 0,31 0,31 0,30 0,31 0,30 0,306 0,004 d/tebal 1,97 1,97 1,97 1,97 2,02 2,03 2,00 1,97 2,00 1,97 2,00 2,00 2,00 2,03 1,98 2,00 2,00 2,03 1,97 2,03 1,995 0,025 d (cm) 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 0,61 0,611 0,002 F5 Tebal (cm) 0,31 0,32 0,31 0,32 0,30 0,32 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,31 0,30 0,30 0,31 0,305 0,007 d/tebal 1,98 1,94 1,97 1,92 2,03 1,91 2,03 2,03 2,03 2,03 2,05 2,03 2,03 2,03 2,03 2,03 1,97 2,03 2,05 1,97 2,006 0,045

75

76

Lampiran 15. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp Tablet ke1 2 3 4 5 6 rata-rata SD FE0 1,63 1,73 1,93 2,03 2,54 2,95 2,14 0,51 FC0 1,01 1,32 1,42 1,73 2,34 2,85 1,78 0,69 F1 1,12 1,42 2,14 2,24 2,24 2,85 2,00 0,63 F2 1,12 1,32 1,42 2,03 2,14 2,85 1,81 0,65 F3 1,01 1,52 1,93 2,24 2,34 2,75 1,97 0,62

Lampiran 16. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 3-5 kp Tablet ke1 2 3 4 5 6 rata-rata SD FE0 3,05 3,16 3,36 3,66 4,38 4,58 3,70 0,64 FC0 3,05 3,81 4,28 4,48 4,79 4,89 4,22 0,69 F1 3,66 3,66 3,66 3,87 3,97 4,58 3,90 0,36 F2 3,16 3,56 3,77 4,07 4,28 4,89 3,96 0,60 F3 3,05 3,36 3,46 3,87 4,38 4,48 3,77 0,58 F4 3,56 4,07 4,07 4,38 4,58 4,89 4,26 0,46 F5 3,05 3,16 3,46 3,66 3,87 4,79 3,67 0,63

77

Lampiran 17. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 1,3 kp Formula W0 2,19 2,04 2,07 2,07 2,05 Wt 2,18 1,85 2,03 2,02 2,00 % keregasan 0,71 9,09 2,29 2,26 2,21 W0 2,14 2,22 2,08 2,14 2,00 3-5 kp Wt 2,13 2,17 2,06 2,13 2,00 % keregasan 0,47% 2,25% 0,81% 0,79% 0,40%

FE0 FC0 F1 F2 F3

Lampiran 18. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur F4 dan F5 Formula F4 F5 W0 1,98 1,91 Wt 1,97 1,90 % keregasan 0,35 0,31

Lampiran 19. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0F3 pada kekerasan 1-3 kp Tablet ke1 2 3 4 5 6 rata-rata SD FE0 (detik) 76,40 86,40 87,70 88,90 100,70 110,00 91,68 11,85 FC0 (detik) 34,80 37,00 37,20 37,50 41,40 42,80 38,45 3,02 F1 (detik) 23,80 24,00 24,00 25,70 26,10 27,60 25,20 1,53 F2 (detik) 21,50 21,90 23,30 23,50 24,10 24,20 23,08 1,13 F3 (detik) 20,40 21,00 21,50 22,10 22,60 23,10 21,78 1,01

78

Lampiran 20. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0F3 pada kekerasan 3-5 kp Tablet ke1 2 3 4 5 6 rata-rata SD FE0 (detik) 76,40 86,40 87,70 88,90 100,70 110,00 91,68 11,85 FC0 (detik) 34,80 37,00 37,20 37,50 41,40 42,80 38,45 3,02 F1 (detik) 23,80 24,00 24,00 25,70 26,10 27,60 25,20 1,53 F2 (detik) 21,50 21,90 23,30 23,50 24,10 24,20 23,08 1,13 F3 (detik) 20,40 21,00 21,50 22,10 22,60 23,10 21,78 1,01

Lampiran 21. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp Tablet ke1 2 3 4 5 6 rata-rata SD FE0 (detik) 172,60 79,50 134,00 111,20 146,10 89,40 122,13 35,41 FC0 (detik) 17,00 16,40 17,90 18,30 15,40 18,90 17,32 1,30 F1 (detik) 176,90 176,80 192,80 233,20 121,90 221,10 187,12 39,43 F2 (detik) 153,00 217,40 168,50 188,90 159,60 200,30 181,28 25,13 F3 (detik) 154,70 131,80 132,10 126,70 152,40 146,20 140,65 11,94

79

Lampiran 22. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp Tablet ke1 2 3 4 5 6 rata-rata SD FE0 (detik) 327,60 170,20 168,00 332,10 207,10 182,70 327,60 170,20 FC0 (detik) 28,60 32,80 25,40 27,60 19,30 19,50 28,60 32,80 F1 (detik) 226,30 110,40 126,20 152,20 173,00 212,30 226,30 110,40 F2 (detik) 82,60 120,50 128,50 148,90 118,60 123,10 82,60 120,50 F3 (detik) 106,00 125,30 150,80 146,70 128,10 111,80 106,00 125,30

Lampiran 23. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp Formula E0 Data Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) 1 219 198 -9,59 196 356 81,63 230 277 20,43 212 296 39,62 196 302 54,08 Tablet ke2 212 189 -10,85 199 364 82,91 223 274 22,87 210 292 39,05 207 323 56,04 3 215 180 -16,28 205 372 81,46 233 307 31,76 220 304 38,18 199 303 52,26 Ratarata 215,33 189,00 -12,24 200 364 82,00 228,67 286,00 25,02 214,00 297,33 38,95 200,67 309,33 54,13 SD 3,51 9,00 3,56 4,58 8,00 0,79 5,13 18,25 5,96 5,29 6,11 0,73% 5,69 11,85 1,89

C0

80

Lampiran 24. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp. Formula E0 Data Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) Wo Wt Rasio (%) 1 215 234 8,84 213 369 73,24 203 249 22,66 209 298 42,58 202 305 50,99 Tablet ke2 214 225 5,14 213 377 77,00 212 254 19,81 215 285 32,56 201 299 48,76 3 218 229 5,05 219 392 79,00 206 228 10,68 215 291 35,35 197 294 49,24 Ratarata 215,67 229,33 6,34 215 379,34 76,41 207,00 243,67 17,72 213,00 291,33 36,83 200,00 299,33 49,66 SD 2,08 4,51 2,16 3,46 11,68 2,92 4,58 13,80 6,26 3,46 6,51 5,17 2,65 5,51 1,18

C0

81

Lampiran 25. Lembar peniliaian uji kesukaan tablet cepat hancur UJI TINGKAT KESUKAAN TABLET CEPAT HANCUR METOKLOPRAMID HCL
Nama Panelis Jenis kelamin Tanggal Petunjuk : : Laki-laki / Perempuan : : 1. Anda akan menerima 2 (dua) sampel tablet cepat hancur. 2. Sebelum mencoba, netralkanlah mulut Anda dengan meminum air putih yang telah tersedia. 3. Masukkan tablet yang akan dicoba ke dalam mulut dan letakkan diatas lidah Anda. Tutup mulut Anda, tablet jangan dikunyah. 4. Beri nilai pada parameter penampilan, rasa, dan waktu hancur tablet tersebut pada kolom yang telah disediakan dengan memberikan tanda pada nilai yang dimaksud. Tablet dinyatakan hancur jika bentuk tablet sudah tidak utuh (tidak bulat lagi). 5. Dalam penelitian ini, sampel tablet tidak ditelan.

FORMULA A Kriteria 0 Penampilan Rasa Waktu Hancur (detik) FORMULA B Kriteria 0 Penampilan Rasa Waktu Hancur (detik) 1 1

Tingkat Kesukaan 2

Tingkat Kesukaan 2

Keterangan: 0 = sangat tidak suka; 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = sangat suka Komentar Penampilan : Rasa : Waktu hancur : TTD Panelis

(....................................)

82

Lampiran 26. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan variabel penampilan tablet cepat hancur
Formulasi Tablet * Penampilan tablet Crosstabulation Penampilan tablet kurang suka Formulasi Tablet F4 Count Expected Count % within Formulasi Tablet % within Penampilan tablet F5 Count Expected Count % within Formulasi Tablet % within Penampilan tablet Total Count Expected Count % within Formulasi Tablet % within Penampilan tablet 1 .5 3.3% 100.0% 0 .5 .0% .0% 1 1.0 1.7% 100.0% suka 25 24.5 83.3% 51.0% 24 24.5 80.0% 49.0% 49 49.0 81.7% 100.0% sangat suka 4 5.0 13.3% 40.0% 6 5.0 20.0% 60.0% 10 10.0 16.7% 100.0% Total 30 30.0 100.0% 50.0% 30 30.0 100.0% 50.0% 60 60.0 100.0% 100.0%

Lampiran 27. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan variabel penampilan tablet melalui uji Kai Kuadrat ( Chi Square Test).
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.420a 1.809 .917 60 Df 2 2 1 sided) .492 .405 .338

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,50.

83

Lampiran 28. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan variabel rasa tablet cepat hancur
formulasi tablet * rasa tablet Crosstabulation rasa tablet sangat tidak suka formulasi tablet F4 Count Expected Count % within formulasi tablet % within rasa tablet F5 Count Expected Count % within formulasi tablet % within rasa tablet Total Count Expected Count % within formulasi tablet % within rasa tablet 5 4.5 16.7% 55.6% 4 4.5 13.3% 44.4% 9 9.0 15.0% 100.0% tidak suka 6 7.5 20.0% 40.0% 9 7.5 30.0% 60.0% 15 15.0 25.0% 100.0% kurang suka 15 13.0 50.0% 57.7% 11 13.0 36.7% 42.3% 26 26.0 43.3% 100.0% suka 4 5.0 13.3% 40.0% 6 5.0 20.0% 60.0% 10 10.0 16.7% 100.0% Total 30 30.0 100.0% 50.0% 30 30.0 100.0% 50.0% 60 60.0 100.0% 100.0%

Lampiran 29. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan variabel rasa tablet melalui uji Kai Kuadrat ( Chi Square Test).
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.726a 1.736 .019 60 df 3 3 1 sided) .631 .629 .891

a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.

84

Lampiran 30. Hasil pencatatan waktu hancur terhadap 30 panelis pada uji kesukaan. Panelis ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata-rata SD Waktu hancur (detik) F4 F5 20,5 55,5 146,69 90,96 59 64 87 135 295,68 307,76 52,5 22 77 102 104 94 21,26 41,25 43,07 97 38 15 75,28 44,68 104 150 37 48 43 102 54 65 40 126 317 122 315 354 42 55 58 73 73 93 50 45 60 48 221,08 199,79 103 38 165 171 79 130 187 178 76 40 101,47 103,56 84,89 78,19

85

Lampiran 31. Sertifikat analisis Metoklopramid HCl

86

Lampiran 32. Sertifikat analisis crospovidone

87

(Lanjutan)

88

Lampiran 33. Sertifikat analisis Natrium bikarbonat

89

Lampiran 34. Sertifikat analisis Asam Sitrat

90

Lampiran 35. Sertifikat analisis Avicel PH 102

91

(Lanjutan)

Вам также может понравиться