Вы находитесь на странице: 1из 31

REFERAT MENINGIOMA

PEMBIMBING: dr. Rudy Yunanto, Sp.Bs

DISUSUN OLEH: Putrie Dwi Pratiwi 0861050022


KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PERIODE 3 DESEMBER 2012 2 FEBRUARI 2013 JAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya dalam menyelesaikan referat Ilmu Bedah yang berjudul Meningioma. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas kami sebagai mahasiswa kedoteran yang mengikuti program studi profesi dokter di bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia periode 3 Desember 2013 - 2 Februari 2013. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah dalam rangka mengikuti Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah, RSUD Bekasi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu referat ini . Penulis juga mengharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik membangun daripada pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas refarat ini . Demikianlah referat ini disusun, kiranya dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

Bekasi, 24 Januari 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1 BAB II ISI A. ANATOMI EMBRIOLOGI.................................................................................4 B. HISTOPATOLOGI.................................................................7 C. ETIOLOGI..........................................................................................8 D. KLASIFIKASI.......................................................................................11 E. MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................16 F. PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................................18 G. PENATALAKSANAAN..........................................................................................22 H. PROGNOSIS.26 BAB III KESIMPULAN....................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA28

BAB I PENDAHULUAN

I. Latarbelakang Meningioma adalah tumor pada meningen, yang merupakan selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medula spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi. 1 Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura mater yang menutupi radiks.1 Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital. Yang terletak di Krista Sphenoidal, Parasellar, dan Baso-Frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bila meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontis. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.1

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apatis, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidak mampuan mengatur mood. Meningioma biasanya soliter, tetapi dapat juga tumbuh multiple dan terutama sekali sangat menyerupai Neurofibromatosis von Recklinghousen. Meningioma umunya terkena pada wanita dengan perbandingan pria dan wanita sebesar 3:2. Beberapa tumor memiliki reseptor esterogen dimana tumor akan tumbuh cepat selama masa kehamilan.2 Tahun 1864, John Cleland, Professor of Anatomy in Glasgow berdasarkan pengetahuan nya, berpandangan bahwa ada dua tumor dimana yang telah dia temukan di kamar operasi, salah satunya yang timbul dari cribiform plate dan yang lainnya dari rego frontalis kanan berdekatan dengan sinus longitudinalis superior. Dimana yang banyak berasal dari arakhnoid daripada duramater. Dia mengobservasi bahwa kedua struktur nya menyerupai pachionian granulasi (vili arkhnoid) di setiap titik. Tahun 1915 Chusing and Weed mengkonfirmasi ulang opini dari Cleland bahwa meningioma memang berasal dari sel arakhnoid.3 Para ilmuan sedang mempelajari beberapa teori tentang asal dari meningioma. Antara 40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22 yang abnormal. Normalnya kromosom ini bekerja menekan pertumbuhan tumor. Sebab dari ketidak normalan tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki the platelet-derived growth factor receptor (PDFGR) yang berlebih dan epidermal growth factor receptor (EGFR), dimana yang banyak membantu pertumbuhan tumor ini.4 Sebelum radiasi pada kepala, riwayat kanker payudara atau neurofibromatosis type 2 mungkin menjadi faktor resiko untuk perkembangan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada kasus sekitar 5-15% dari pasien, khususnya dengan neurofibromatosis type 2. Beberapa meningioma mempunya reseptor yang berinteraksi dengan sex hormone seperti progesterone, androgen dan biasanya sedikit esterogen. Reseptor progesterone biasanya lebih sering terlihat pada meningioma jinak, yang banyak pada wanita atau pun pria. Fungsi dari reseptor ini tidak dimengerti sepenuhnya, dengan demikian ini memacu para dokter untuk menasehati para pasien wanita nya tentang penggunaan hormone jika mereka memilik riwayat

meningioma. Meskipun peran hormone dalam pertumbuh meningioma belum menentukan, para peneliti telah mengobservasi bahwa meningioma tumbuh lebih cepat selama masa kehamilan.4 Bedah dan radiasi adalah bentuk paling umum dari pengobatan untuk meningioma. Pembedahan adalah pengobatan utama untuk meningioma, meskipun beberapa tumor tidak dapat dihapus dengan cara ini. Terapi radiasi dapat digunakan untuk tumor yang tidak dapat dihilangkan dengan pembedahan, tumor yang tidak sepenuhnya dihapus dalam operasi, tumor ganas / anaplastik, atau tumor berulang.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Embriologi Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan merupakan membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater, arachmoideamater dan piamater yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Perikranium yang masih merupakan bagian dari lapisan dalam tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga pachymeningens. Sementara piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens.

Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges5

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat ruangan extraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada lapisan perikranium banyak terdapat arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum tulang pada kubah tengkorak. Pada

enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri, tentorium cerebeli, falx cerebeli, dan diafragma sellae.5 Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi oleh sinus sagital inferior dan superior. Pada bagian depan falx cerebri terhubung dengan krista galli, dan bercabang di belakang membentuk tentorium cerebeli. Tentorium cerebeli membagi rongga kranium menjadi ruang supratentorial dan infratentorial. Falx cerebeli yang berukuran lebih kecil memisahkan kedua belahan otak kecil. Falx cerebeli menutupi sinus oksipital dan pada bagian belakang terhubung dengan tulang oksipital.5 Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus trigeminus mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan tengah. Sementara nervus vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika ada rangsangan langsung terhadap duramater, sementara jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rangsang nyeri. Beberapa nervus kranial dan pembuluh darah yang mensuplai otak berjalan melintasi duramater dan berada di atasnya sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial. Sehingga beberapa nervus dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus membuka duramater. Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera dapat terjadi perdarahan subdural. Arachnoideamater yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant. Arachnoideamater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior. Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral. Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan serebrospinal dan bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae). Piamater menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus otak. Pembuluh darah otak memasuki otak dengan menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua pembuluh darah yang memasuki

otak dilapisi oleh selubung pial dan selanjutnya membran glial yang memisahkan mereka dari neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini (ruang Virchow-Robin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari ventrikel cerebri yang mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh darah pial (tela choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).

Gambar 2. Potongan sagital dari kepala

Meningen terdiri dari tiga lapisan yang berbeda duramater (pachymeninx), arkhnoid dan piamater, dua lapisan terakhir bersatu menjadi leptomeningen. Pada hari ke 22 dan 24 masa kehamilan, lapisan mononuclear seperti asal ujung syaraf, berkembang mengelilingi tabung syaraf. Lapisan mononuclear ini kemudaian menjadi piamater. Hari ke 31 sampai 41, seluruh system saraf pusat (CNS) dikelilingi oleh beberapa lapis sel mesenchymal. Lapisan ini menimbulkan arakhnoid dan duramater. Arakhnoid mempunyai dua populasi sel. Satu dari

subkelompok tersebut mengikuti duramater dan dibentuk oleh barrier sel arakhnoid. Sub kelompok lainnya terdiri dari sel trbekular arakhnoid dan jembatan yang menghubungi antara ruang subarkhnoid dengan piamater. Tidak mungkin ada potensi ruang subdural, seperti barrier sel yang melekat pada lapisan dalam dura dengan sel penghubung. Arkhnoid tidak ada pembuluh darah, tetapi pasokan darah pada dura klinis yg penting karena meningioma sering menjadi parasit dalam pemasokan darah ke dura sekitar.3 Cairan cerebrospinal sebagian besar di reabsorbsi oleh struktur arakhnoid yang disebut vili arakhnoid. vili arakhnoid paling banyak berada didaerah sinus sagital superior, mengikuti area sinus cavernosus, tuberculum sellae, lamina cribosa, foramen magnum dan torcular herovili.3

B. Histopatologi Menurut WHO tahun 1979 meningioma adalah tumor yang terbentukdari elemen seluler dari meningen. Dari klasifikasi tersebut meningen termasuk dari dura, arkhnoid, pembuluh darah subarachnoid, fibroblast dan piamater. Beberapa yang lain membagi meningioma kedalam dua kelompok, yaitu yang berasal dari kapsula arakhnoid dan yang berasal dari mesodermal. Yang terakhir termasuk hemangiblastoma, hemangiopericytomas dan sarcoma. Meskipun beberapa meningioma berasal dari kapsula arakhnoid tetapi memiliki kesamaan dengan hemangiopericytoma dan tumor yang lain terlihat tidak berbeda.3 Meningoteliomatous meningioma terlihat seperti pachionan corpus ketika dilihat dari bawah mikroskop. Ciri ultrastructural meningioma dibawah mikroskop electron mirip dengan vili arkhnoid normal. Secara makroskopik meningioma biasanya merupakan massa bulat berbenjol benjol tidak teratur yang melekat erat pada duramater dan mengindentasi permukaan otak tetapi jarang menerobosnya. Pertumbuhannya kadang terjadi dalam bentuk seperti pelat (plate-like fashion) yang disebut meningioma en plaque. Sering dijumpai hiperortosis tulang diatasnya dan kadang kadang ada invasi di permukaannya. Biasanya merupakan tumor yang kenyal dan padat, sering membentuk pola seperti pusaran (a whorl-like pattern) pada penampang lintang.2 Secara mikroskopik ada tiga jenis gambaran histology yang penting : sinsitial, fibroblastic, dan transisional. Mereka lebih membentuk suatu spectrum daripada merupakan tiga jenis kesatuan yang sama sekali terpisah. Meningioma sinsitial cenderung mengikhtisarkan sel

10

mengoteal yang normal, dengan pusaran sel yang jelas dan bernodul. Batas sel tidak jelas dan pada mikroskop electron tampak hubungan jalur yang kompleks diantara membrane sel,dengan desmosom dan hubungan celah. Meningioma fibroblastic mempunyai sel bipolar berbentuk kumparan terjalin dalam pita pita dan petak petak. Intinya cenderung mempunyai kromatin yang lebih padat sehingga menyerupai fibroblast. Meningioma transisional menunjukan sifat pertengahan dan sering berisi badan psammoma yang merupakan struktur berbentuk bola yang kasar, berlapis dan berkapur. Badan psammoma ini juga sering ditemukan dalam jumlah kecil pada kedua jenis meningioma sinsitial dan fibroblastic.2 Multiple meningioma didefinisakan sebagai dua atau lebih meningioma yang muncul secara bersama dan berurutan dalampasien yang sama. 60-90 % yang terkena multiple meningioma adalah wanita. Multiple meningioma digolongkan dengan neurofibromatosis tipe2 (NF-2). Criteria diagnose NF-2 meliputi: Massa bilateral di nervus ke delapan NF-2 relativ derajat pertama dan yang lain unilateral dari masa nervus kedelapan atau dua dari berikut: neurofibroma, meningioma, glioma, schwanoma, atau juvenile subcapsular lenticular opacification. Pasien dengan multiple meningoma dan relative drajat pertama dengan NF-2 cocok dengan criteria NF-2. Satu yang harus diingat bahwa multiple meningioma hanya meningioma sekunder yang menjadi rekuren ditepi bekas reseksi pembedahan atau penyemaian melalui cairan serebrospinal.3

C. Etiologi a. Genetic Ketidaknormalan genetic, khususnya penghapusan cromosom 22 di neurofibromatosis (NF-2) tumor supresor gen sangat penting dalam meningioma. Bagian yang banyak hilang dari meningioma berkumpul dengan NF dan sporadic meningioma. Gen supresor tumor NF2 mengkode protein yang disebut merlin yang mungkin dapat berinteraksi dengan sel sel. Sel merlin yang abnormal cenderung tidak dapat mengenali sel-sel lainnya, karena itu tumbuh sendiri dari yang lainnya untuk membuat sel tumor.6 Penempatan gen telah memungkinkan peneliti untuk melokalisasi daerah meningioma kromosom ke lengan panjang kromosom 22, yaitu 22q 12.3 qter. Pandangan yang sangat luas

11

bahwa meningioma terjadi ketika gen supresor tumor terhapus dari bagiannya. Kandidat terkuat untuk NF-2 gen supresor tumor telah dilokalisasikan di bagian q12 dalam kromosom 22. Protein merlin memiliki kemiripan yang mencolok dengan beberapa protein yang terlibat dalam component sistokeletal dan dalam membrane sel. Perubahan pada gen ini di ketahui dalam 4 perkembangan utama dari meningioma (3 dari 4 pasien memiliki riwayat keluarga yang positif NF-2). Daerah aman sis, platelet-derived growth factor (PDGF) beta locus homolog dengan C-sis onkogen. Dengan demikian, proliperasi dari meningioma mungkin dibawah control autokrin melalui sekresi PDGF-like molecul.3 b. Trauma Tahun 1922, Chusing menulis bukti tidak langsung beranggapan bahwa cidera dapat membuat meningen memar dan penyebab extravasai, untuk membantu absorbsi sel local, bagian sel telah menghasut untuk masuk kedalam aktivitas yang abnormal.3 Cushing mencatat bahwa 101 dari 313 pasien memiliki riwayat truma, kadang hanya tumor. Kemudian penelitian tidak menunjukan bahwa trauma memilik hubungan yang khusus terhadap tumor ini.6 c. Virus Bebrapa penelitian telah melihat beberapa virus yang mungkin sebagai etiologi dari meningioma. Salah satu nya adalah Inoue-Melnick Virus (IMV), deoxyribonucleic acid (DNA) virus yang terkait sebagai penyebab subakut myelo-optico-neuropathy. IMV telah terisolasi 6 dari 7 manusia dengan meningioma. Antibody IMV prefalensi dalam kesehatan orang dewasa Jepang adalah 17.3%. 26 pasien dengan meningioma, 22(84.6%) positif dengan antibody IMV.3 d. Radiasi Tahun 1953, Mann et al. yang pertama melaporkan bahwa radiasi menyebabkan meningioma. Pasien anak perempuan berusia 6th yang menerima 6500rad setelah reseksi glioma nervus optikus. Meningioma telah di diagnose 4 th kemudian dalam paparan radiasi. Kedepannya, tidak memastikan bahwa cedera radiasi adalah faktor kausatif untuk perkembangan meningioma.3 Bukti bahwa radiasi menyebabkan meningioma setidaknya ada 4 sumber:

12

Anak anak yang menderita tumor dan mendapatkan radiasi di mata dan leher memiliki insiden yang jelas terhadap formasi terjadinya meningioma 20 tahun kemudian.

Kelompok pasien yang diikuti di Israel yang memiliki paparan radiasi yang rendah untuk kurap di kulit kepalanya dapat mengembangkan multiple meningioma 20-30 tahun kemudian.

Korban yang selamat dari lingkaran ledakan bom atom memiliki meningioma sebagai efek yang tertunda dari radiasi beberapa tahun kemudian. Bukti secara epidemiologi menegaskan bahwa orang yang mendapatkan sinar-x pada gigi dan mulutnya merupakan kejadian yang paling besar yang menyebabkan meningioma. Perlu ada pekerjaanyang lebih lanjut tentang efek radiasi yang tepat pada

pembentukan meningioma.6 e. Hormone Meningioma mungkin menjadi simptomatik selama masa kehamilan dengan gejala mereda setelah melahirnkan, muncul lagi jika kehamilan yang berikutnya. Wanita juga mengalami exaserbasi gejalanya selama fase ploriferasi pada siklus menstruasi.3 Resptor progesterone diungkapkan dengan kuat di dalam meningioma. Dengan menggunakan imunologi kimia ditemukan bahwa 80% dari wanita dan 34% dari pria dengan meningioma menunjukan resptor progesterone.6 Tahun 1979 Donnell dan yang lainnya pertama kali melaporkan esterogen reseptor pada meningioma. Sejak saat itu reseptor progesterone telah menunjukan jauh lebih konsisten daripada reseptor esterogen pada meningioma. Udem sekitar tumor dan

gambaran histology tidah berhubungan dengan jumlah dari sistolik reseptor progesteron. Pada umumnya reseptor progesterone berasal dari sitoplasma meningioma, tetapi jarang dari nucleus. Maxwell dan yang lainnya, tidak mampu untuk mendeteksi reseptor esterogen messeger ribonucleic acid (mRNA) tetapi menemukan reseptor progesterone mRNA dalam 88% dan 66% reseptor androgen mRNA dari meningioma yang mereka uji.3 Androgen, glukokortikoid dan reseptor somatostatin telah dibuktikan dalam meningioma. Dopamine D1(bukan D2) telah dibuktikan dalam meningioma, terdapat

13

beberapa indikasi bahwa dopamine mungkin memainkan peran dalam ploriferasi tumor tersebut. Beberapa faktor pertumbuhan telah menunjukan dalam menstimulasi meningioma, termasuk faktor pertumbuhan epidermal (EGF), fakto pertumbuhan fibroblast, dan PDGF.3 Beberapa meningioma berkelompok dengan level sistemik yang tinggi seperti antigen karsinoembrionik (CEA) atau prolaktin. Meningioma dapat mengganggu metabolism glukosa dalam meningkatkan insulin. Gangguan dari system endokrin ini telah ditunjukan dengan tekanan mekanik dalam regulasi struktur intracranial atau dengan sekresi dari zat tertentu yang mengganggu homeostasis hormonal.3

D. Klasifikasi Meskipun pada kebanyakan kasus bersifat jinak, meningioma secara mengejutkan memiliki karakteristik klinis yang sangat luas. Membedakannya secara histologis berhubungan erat dengan resiko kejadian berulang yang tinggi. Pada kasus yang jarang, meningioma dapat bersifat ganas. Klasifikasi dari WHO bertujuan untuk memprediksi perbedaan karakteristik klinis dari meningioma dengan grading secara histologis berdasarkan statisik korelasi klinikopatologis yang signifikan. Berdasarkan tingkat keganasannya meningioma dibagi menjadi 3, yaitu jinak (WHO grade 1), atipikal (WHO grade 2), dan anaplastik (WHO grade 3).5

Tabel 1. Tipe meningioma berdasarkan pengelompokan WHO

14

Tabel 2. Kriteria grading secara histologi menurut WHO

Sekitar 80% dari seluruh meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat. Variasi histologi yang paling sering terdiagnosa pada regimen patologis adalah meningioma meningotelial, fibroblastik, dan transisional. Meningioma meningotelial secara histologis tersusun oleh sel tumor uniform yang membentuk lobulus dikelilingi oleh septa kolagen tipis. Di dalam lobulus, sel tumor epiteloid memiliki dinding sel yang menyerupai sinsitium. Pada inti sel terdapat ruangan kosong seperti tidak terisi karyoplasma dan protrusi eosinofil sitoplasma, yang disebut juga pseudoinklusi. Meningioma fibroblastik terutama disusun oleh sel berbentuk jarum yang menyerupai fibroblas dan membentuk fasikula saling berpotongan yang tertanam dalam matriks yang kaya kolagen dan retikulin. Meningioma transisional memiliki ciri-ciri gabungan dari kedua meningioma sebelumnya dan biasanya muncul dengan gambaran seperti ulir, dimana sel tumor saling membungkus satu sama lain membentuk lapisan konsentrik. Yang terakhir memiliki kecenderungan untuk berhialinisasi dan berkalsifikasi membentuk kalsifikasi konsentrik yang disebut badan psammoma (artinya seperti pasir berdasarkan bentuk mereka yang seperti pasir dan kotor). Tumor yang memiliki banyak gambaran badan psammoma disebut juga meningioma psammomatosa.5 Meningioma jinak yang tergolong dalam grade 1 WHO dapat menginvasi duramater, sinus dura, tulang tengkorak, dan kompartmen ekstrakranial seperti bola mata, jaringan lunak,

15

dan kulit. Meskipun invasi ini membuat mereka semakin sulit direseksi, mereka tidak termasuk meningioma atipikal maupun malignan. Sebaliknya, invasi otak dihubungkan dengan angka kekambuhan dan kematian yang hampir sama dengan meningioma atipikal secara umum, meskipun tumor nampak jinak. Meskipun lebih banyak terjadi pada meningioma tipe baru, invasi otak belum dihubungkan dengan perubahan genetik tertentu, namun telah dilaporkan terjadi pada tumor tanpa ketidakseimbangan kromosom yang jelas. Angka kejadian meningioma atipikal (grade 2 WHO) berkisar antara 15-20% dari keseluruhan meningioma. Setelah reseksi total, meningioma jinak dihubungkan dengan angka kekambuhan dalam waktu 5 tahun sebanyak 5%. Sebaliknya, angka kekambuhan untuk meningioma atipikal yang direseksi total adalah sekitar 40% dalam waktu 5 tahun dan meningkat seiring berjalannya waktu pemantauan. Dengan demikian, diagnosis dari meningioma atipikal memperpendek jangka waktu pemantauan post operasi.5

Gambar 3. Histologi meningioma grade 1 WHO

16

Gambar 4. Histologi meningioma grade 2 WHO Korelasi histologi yang paling dipercaya berhubungan dengan kekambuhan adalah ditemukannya peningkatan aktivitas mitotik. Namun demikian, jika tidak ditemukan gambaran peningkatan aktivitas mitosis, gambaran histologi lain berhubungan dengan kemungkinan kekambuhan dan dengan demikian memiliki implikasi juga. Menurut definisi dari WHO pada tahun 2000, ditemukannya 3 dari 5 kriteria berikut mengarah pada diagnosis meningioma atipikal, yakni peningkatan selularitas, perbandingan yang tinggi antara inti dengan sitoplasma, nukleolus yang menonjol, pertumbuhan tidak berpola, dan fokus nekrosis spontan (bukan karena emboli). Masalah invasi otak kurang diperjelas dalam skema WHO, meskipun implikasi klinis yang sama menunjukan bahwa hal ini dapat digunakan sebagai kriteria lain untuk meningioma atipikal. Tipe meningioma clear-cell dan kordoid dihubungkan dengan angka kekambuhan yang lebih besar meskipun tidak memenuhi kriteria di atas. Dengan demikian, meningioma tipe ini digolongkan dalam grade 2 WHO berdasarkan definisinya. Meningioma clear-cell disusun oleh lembaran sel poligonal dengan sitoplasma jernih kaya glikogen, positif untuk asam periodat Schiff, dan perivaskular yang padat serta kolagenisasi interstisial. Meningioma kordoid memiliki daerah yang secara histologi mirip dengan kordoma, dengan untaian sel-sel tumor epiteloid kecil yang mengandung sitoplasma eosinofilik atau bervakuola yang tertanam dalam matrix basofilik kaya musin. Meningioma clear-cell sering timbul pada medula spinalis dan fossa posterior, sementara meningioma kordoid lebih sering pada daerah supratentorial. Meskipun fitur genetik yang berkaitan dengan meningioma clear-cell masih belum diketahui, suatu translokasi yang tidak seimbang pada der(1)t(1;3)(p12-13;q11)

17

diduga sebagai penanda sitogenetik spesifik untuk tipe kordoid. Namun, penemuan ini masih harus dibuktikan karena target gen dari translokasi tersebut masih belum diketahui.5 Meningioma anaplastik (grade 3 WHO) terhitung sebanyak 1-3% kasus dari keseluruhan kasus meningioma. Tumor ini memiliki karakteristik klinik serupa dengan neoplasma ganas lainnya, yang dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya secara luas dan membentuk deposit metastasis. Meningioma anaplastik dikaitkan dengan angka kekambuhan sekitar 50-80% setelah tindakan reseksi secara bedah dan nilai median harapan hidup kurang dari 2 tahun. Secara histologis, meningioma anaplastik memiliki gambaran keganasan dengan index mitosis sebesar 20 atau lebih mitosis per 10 lapang pandang mikroskopis. Beberapa meningioma anaplastik sulit dikenali sebagai neoplasma meningotelial karena mereka dapat menyerupai sarkoma, karsinoma atau bahkan melanoma. Meningioma anaplastik biasanya memiliki daerah nekrosis yang amat luas. Meskipun demikian, embolisasi terapeutik (iatrogenik) harus dikecualikan sebagai penjelasan alternatif sebelum dilakukan penilaian.5

Gambar 5. Histologi meningioma grade 3 WHO

Beberapa tipe meningioma secara konsisten dikaitkan dengan perilaku ganas dan karena itu sesuai dengan grade 3 WHO. Meningioma papiler, yang biasanya menyerang anak-anak, menunjukan invasi ke otak dan jaringan lokal pada 75% pasien, kekambuhan sekitar 55%, dan metastasi pada 20% pasien. Meningioma papiler secara histologi dikenal dari pertumbuhan diskohesif, yang menghasilkan bentuk perivaskuler pseudopapiler dan struktur yang menyerupai pseudorosette yang mirip dengan gambaran ependimoma. Meningioma agresif lainnya adalah meningioma rabdoid, yang mengandung sel rabdoid dengan banyak sitoplasma eosinofilik,

18

nukleus yang terletak eksentris, dan inklusi paranuklear yang secara ultrastruktur sesuai dengan bundel ulir dari filamen intermediat. Gambaran rabdoid dan papiler keduanya dapat terlihat sebagai perubahan yang berprogresi, karena keduanya biasanya timbul pertama kali pada saat kambuh dan meningkat seiring perjalanan waktu.5

E. Manifestasi Klinis Meningioma dapat timbul tanpa gejala apapun dan ditemukan secara tidak sengaja melalui MRI. Pertumbuhan tumor dapat sangat lambat hingga tumor dapat mencapai ukuran yang sangat besar tanpa menimbulkan gejala selain perubahan mental sebelum tiba-tiba memerlukan perhatian medis, biasanya di lokasi subfrontal.1 Gejala umum yang sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan kepribadian dan gangguan ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur. Gejala lain yang muncul ditentukan oleh lokasi tumor, dan biasanya disebabkan oleh kompresi atau penekanan struktur neural penyebab.5

Gambar 6. Gejala umum dari meningioma

19

Meningioma falx dan parasagital, sering melibatkan sinus sagitalis superior. Gejala yang timbul biasanya berupa kelemahan pada tungkai bawah.5 - Meningioma konveksitas, terjadi pada permukaan atas otak. Gejala meliputi kejang, nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal, dan perubahan kepribadian serta gangguan ingatan. Defisit neurologis fokal merupakan gangguan pada fungsi saraf yang mempengaruhi lokasi tertentu, misalnya wajah sebelah kiri, tangan kiri, kaki kiri, atau area kecil lain seperti lidah. Selain itu dapat juga terjadi gangguan fungsi spesifik, misalnya gangguan berbicara, kesulitan bergerak, dan kehilangan sensasi rasa. Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah belakang mata dan paling sering menyerang wanita. Gejala dapat berupa kehilangan sensasi atau rasa baal pada wajah, serta gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan disini dapat berupa penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, sampai kebutaan. Dapat juga terjadi kelumpuhan pada nervus III. - Meningioma olfaktorius, terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. Gejala dapat berupa kehilangan kemampuan menghidu dan gangguan penglihatan. - Meningioma fossa posterior, berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak terutama pada sudut serebelopontin. Merupakan tumor kedua tersering di fossa posterior setelah neuroma akustik.1 Gejala yang timbul meliputi nyeri hebat pada wajah, rasa baal atau kesemutan pada wajah, dan kekakuan otot-otot wajah. Selain itu dapat terjadi gangguan pendengaran, kesulitan menelan, dan kesulitan berjalan. - Meningioma suprasellar, terjadi di atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. Gejala yang dominan berupa gangguan penglihatan akibat terjadi pembengkakan pada diskus optikus. Dapat juga terjadi anosmia, sakit kepala dan gejala hipopituari. - Meningioma tentorial. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan tanda-tanda serebelum. - Meningioma foramen magnus, seringkali menempel dengan nervus kranialis. Gejala yang timbul berupa nyeri, kesulitan berjalan, dan kelemahan otot-otot tangan.

20

- Meningioma spinal, paling sering menyerang daerah dada terhitung sekitar 25-46% dari tumor spinal primer. Gejala yang timbul merupakan akibat langsung dari penekanan terhadap medula spinalis dan korda spinalis, paling sering berupa nyeri radikular pada anggota gerak, paraparesis, perubahan refleks tendon, disfungsi sfingter, dan nyeri pada dada. Paraparesis dan paraplegia timbul pada 80% pasien, namun sekitar 67% pasien masih dapat berjalan. - Meningioma intraorbital. Gejala yang dominan terutama pada mata berupa pembengkakan bola mata, dan kehilangan penglihatan. - Meningioma intraventrikular, timbul dari sel araknoid pada pleksus koroidales dan terhitung sekitar 1% dari keseluruhan kasus meningioma. Gejala meliputi gangguan kepribadian dan gangguan ingatan, sakit kepala hebat, pusing seperti berputar. Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus komunikans sekunder akibat peningkatan protein cairan otak.5

F. Pemeriksaan Penunjang Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histology.5 a. CT. Scan Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan kalsifikasi pada beberapa kasus.1 Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada 50% kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan penurunan densitas. Perdarahan, cairan intratumoral, dan akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25% kasus. Gambaran CT scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma. Penelitian membuktikan bahwa 45% proses kalsifikasi adalah meningioma.5

21

Gambar 7. Hasil CT scan meningioma parasagital

Gambar 8. Hasil CT scan meningioma konveksitas

22

Gambar 9. Hasil CT scan meningioma sphenoid

Gambar 10. Hasil CT scan meningioma tentorial

23

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada sisanya jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. Kelebihan MRI adalah mampu memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi, membedakan tipe jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara tumor dengan jaringan sekitarnya. Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai aliran darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan embolisasi preoperasi untuk mengurangi resiko perdarahan intraoperatif.5 Gambaran radiografi yang tidak khas seperti kista, perdarahan, dan nekrosis sentral seringkali menyerupai gambaran glioma dan muncul pada sekitar 15% kasus meningioma. Meningioma malignan sering menunjukan gambaran destruksi tulang, nekrosis, gambaran iregular, dan edema yang luas. Diagnosis banding secara radiografi meliputi metastasis dural, tumor meningeal primer lain, granuloma dan aneurisma. Metastasis seringkali dikaitkan dengan edema luas dan destruksi tulang sementara meningioma dikaitkan dengan edema sedang dan hyperostosis c. Angiografi Angiografi sesekali mungkin berguna sebagai peta untuk jalannya operasi, untuk memfasilitasi embolisasi preoperative, untuk menetapkan potensi dari sinus dural, dan dalam pasien yang atipikal dengan gambaran cross sectional untuk menengaskan diagnosa. Dalam penelitian dilaporkan oleh New, angiografi ditemukan menjadi samar samara tau negative dalam 6% kasus tetapi 83% membuat diagnosis yang spesifik untuk meningioma. Penemuan klasik meliputi (1) pemebesaran sederhana dan pembuluh darah yang berliku liku, biasanya dari cabang karotis eksterna; (2) arborisasi abnormal dari arteri aferen dengan cabang distal lebih membesar daripada arteri semulanya; (3) penampilan sunburst pada hilus atau yg berdekatan dengan meningioma di duramater dimana tumor tersebut berasal. (4) vaskularisai tumor atau gambaran corckscrew arteri kecil di celah lesi. (5) biasanya waktu sirkulasi yang normal dan (6) densitas kapiler tumor memerah di ujung vena. pasokan pembuluh darah utama meningeal ke hilus tumor adalah penemuan yang cukup konstan dan berasal dari arteri meningeal yang biasanya memasok asal tumor. Pengetahuan tentang asal dari pasokan arteri

24

meningeal yang normal sangat penting dalam evaluasi arteriographic dari meningioma dalam lokasi tertentu. Dengan penambahan ukuran dari meningoma mungkin merekrut vaskularisasi pia (pembuluh darah otak) untuk mensuplai perifer tumor. Sering arteriogram karotis interna mengungkapkan gambaran tumor seperti donat, noda injeksi karotis eksterna di lesi dari hilus. Kieffer menemukan biasanya insiden tertingi (38%) dari penyambungan arterivena dalam 40 orang yang menderita meningioma.3

Gambar 1 : Upper Left: Preembolization left ECA lateral angiogram, lateral view, demonstrating typical meningioma tumor blush, supplied by enlarged branches of the middle meningeal and superficial temporal arteries. Upper Right: Superselective MMA branch arteriogram, lateral view, obtained immediately before embolization. This branch represents the tumors primary blood supply. Lower Left: Superselective superficial temporal branch arteriogram, lateral projection, obtained immediately prior to embolization. This artery does not represent primary tumor supply but may be parasitized when the skull becomes invaded by the meningioma. Lower Right: Postembolization left ECA angiogram, lateral view, obtained after particulate embolization of the tumor bed and coil occlusion of the feeding MMA. No residual tumor vascularity is seen. This patient is now prepared to undergo resection.

Gambar 2: angiography

25

G. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis meningioma dapat ditegakan, permasalahan berikutnya adalah memutuskan diperlukan tindakan pembedahan atau tidak. Beberapa meningioma sering timbul tanpa gejala, hadir tiba-tiba dengan kejang, atau melibatkan struktur tertentu sehingga reseksi hampir mustahil dilakukan. Tumor jenis ini tidak memerlukan intervensi segera dan dapat dipantau bertahun-tahun tanpa menunjukan pertumbuhan yang berarti. Jika pasien menunjukan gejala yang signifikan seperti hemiparesis, atau ada progresi yang jelas terlihat melalui pencitraan radiologi, maka diperlukan intervensi segera. Sampai saat ini, penatalaksanaan yang paling penting adalah dengan pembedahan.5 a. Operatif Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma. Tujuan utamanya adalah mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya tanpa kehilangan fungsi otak. Eksisi komplit dapat menyembuhkan kebanyakan meningioma. Faktor-faktor yang berperan dalam pembedahan meliputi lokasi dari tumor, defisit nervus kranialis preoperasi, vaskularitas, invasi dari sinus venosus, dan keterlibatan arteri. Reseksi sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan seluruh tumor dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.1 Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma digolongkan ke dalam 3 grup berdasarkan resiko pembedahannya. Cara penggolongannya menggunakan algoritme CLASS, yakni Comorbidity (komorbiditas), Location (lokasi), Age (umur pasien) Size (ukuran tumor), Symptoms and signs (tanda dan gejala). Grup 1 dengan skor CLASS lebih dari +1, memiliki angka keberhasilan yang tinggi, yakni pada 98,1% kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1 memiliki hasil yang buruk pada sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah -2 memiliki hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.6 Tahun 1957, Simpson menerangkan 5 tingkatan klasifikasi dari pembedahan dari meningioma,yaitu: Grade I : reseksi makroskopik tumor komplit dengan dura yang terlibat dan tulang

yang tidak normal. Grade II Grade III : reseksi makroskopik tumor komplit dengan koagulasi dura yang terlibat. : reseksi makroskopik tumor komplit dari intradural tumor tanpa reseksi

atau koagulasi dari dura yang terlibat atau perluasan ekstradural.

26

Grade IV Grade V

: reseksi tumor yg sebagian : dekompresi tumor sederhana

Tahun 1992, Kobayashi merevisi pengelompokan Simpson dari sudut pandang Microskopik, klasifikasinya sebagai berikut : Grade I : pembuangan tumor seluruhnya secara mikroskopik dan dura yang terlibat

dan beberapa tulang abnormal. Grade II : pembuangan tumor seluruhnya secara microskopik dengan diatermi

koagulasi dura yang terlibat. Grade IIIA : pembuangan tumor seluruhnya secara mikroskopik di dalam atau luar

tanpa pembuangan atau koagulasi dura yg terlibat. Grade IIIB : pembuangan seluruhnya tumor intradural tanpa pembuangan atau

koagulasi dari dura yg terlibat atau pembedahan extra dural. Grade IVA : pembuangan sebagian untuk menjaga nervus cranial dan pembuluh darah

dengan membuang dural yang terlibat. Grade IVB Grade V : pembuangan sebagian tumor yang <10% dari volume : pembuangan sebagian tumor yg >10% dari volume atau dekompresi

dengan atau tanpa biopsy.3

Gambar 1 : craniotomy and surgical excision

27

b. Radioterapi Indikasi dilakukannya terapi radiasi adalah tumor residual / sisa setelah tindakan pembedahan, tumor berulang, dan riwayat atipikal atau malignan. Radioterapi digunakan sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan. Regresi total terlihat pada 95% pasien dalam 5 tahun pertama dan 92% dalam 10 dan 15 tahun setelah dilakukan radioterapi dengan atau tanpa eksisi subtotal. Angka regresi tumor untuk 10 tahun pada pasien yang dilakukan kombinasi reseksi subtotal dan radiasi adalah 82%, sementara pada pasien yang hanya dilakukan reseksi subtotal adalah 18%. Waktu kekambuhan sekitar 125 bulan pada pasien yang mendapat terapi kombinasi dan 66 bulan pada pasien yang menjalani reseksi subtotal saja. Pada tumor malignan, angka harapan hidup 5 tahun setelah pembedahan dan radiasi adalah 28%. Angka kekambuhan tumor maligna adalah 90% setelah reseksi subtotal dan 41% setelah terapi kombinasi.5 c. Terapi Medis Interferon saat ini sedang diteliti sebagai inhibitor angiogenesis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang mensuplai tumor. Interferon dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kekambuhan dan meningioma maligna. Hidroxyurea dan obat-obat kemoterapi lain diyakini dapat memulai proses kematian sel atau apoptosis pada sebagian meningioma. Namun pada uji coba klinis, obat ini dianggap gagal karena meningioma bersifat kemoresisten. Inhibitor dari receptor progesteron seperti RU-486 juga sedang dievaluasi sebagai pengobatan untuk meningioma. Namun percobaan klinik terbaru, RU-486 tidak menunjukan perbaikan apapun. Begitu juga dengan terapi antiestrogen yang tidak menunjukan perbaikan nyata ssecara klinis pada percobaan. Beberapa agen molekular seperti penghambat receptor faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor Receptor / EGFR), inhibitor receptor faktor pertumbuhan derivat platelet (Platelet Derived Growth Factor Receptor / PDGFR), dan penghambat tirosin kinase masih diuji coba secara klinis. Kebanyakan uji coba ini terbuka untuk pasien dengan meningioma yang tidak dapat dioperasi atau yang mengalami kekambuhan.4 Kortikosteroid dapat digunakan untuk mengontrol edema sekitar tumor namun tidak dapat digunakan dalam jangka panjang karena efek sampingnya yang merugikan.5

28

Tergantung pada lokasi dari tumor, gejala yang ditimbulkan, dan keinginan pasien, beberapa meningioma dapat ditunggu dan dipantau secara hati-hati dan teliti.4

H. Prognosis Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa kelansungan hidupnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan kelangsungan hidup rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi 13. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan,dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7,9% dan (19571966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.5

29

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensi yakni mencapai angka 30% dari keseluruhan tumor intrakranial, dengan angka kejadian 4-5 dari 100,000 penduduk. Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama terjadinya meningioma. Selain itu rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens. Estrogen dan progesterone diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang melibatkan aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Beberapa factor pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF, insulin-like growth factors, transforming growth factor I2 dan somatostatin diekspresikan secara berlebih dan dapat merangsang pertumbuhan meningioma. Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Gejala umum yang sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan kepribadian dan gangguan ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur. Diagnosis dari meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi. Penanganan pasien dengan meningioma tergantung pada beberapa faktor, meliputi tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien, umur pasien, serta lokasi dan ukuran dari tumor. Sampai saat ini penatalaksanaan utama adalah dengan pembedahan. Namun dapat digunakan radioterapi sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar : Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4. 2. Robbins, Kumar. Buku Ajar Patologi II : ECG,1995.Hal 498-499 3. George Haddad, Ossama Almefty.Meningiomas. Neurosurgycal. vol.1 section D. Hal 833-841 4. Meningiomas. American Brain Tumor Association.2012. Available from www.abta.org [accesed January 6 2013] 5. Meningioma.2011. Available from www.cancer.net [accesed January 6rd 2013] 6. Black, Peter, et al. 2007. Meningiomas : Science and Surgery. Clinical Neurosurgery. vol 54 chapter 16 Hal.91-99.

31

Вам также может понравиться