Вы находитесь на странице: 1из 19

PENGARUH BIAYA BAURAN PROMOSI DAN DISTRIBUSI

TERHADAP KINERJA PENJUALAN PRODUK SUSU SGM-3


PADA PT SARI HUSADA TBK

Steph Subanidja
1

Konsultan Manajemen, Dosen pascasarjana Perbanan, jakarta, e-mail: steph@stieperbanas.ac.id

Abstract
This paper explains the influence of promotion and distribution costs toward
sales performance of SGM-3 milk at PT Sari Husada Tbk. By using ratio data of
those three variables, during the last five years, calculated monthly, it can be
concluded that cost of distribution has stronger influence significantly on sales
performance rather than cost of promotion. In adition, both of the independent
variables have positif influence on sales performance. In order to improve the value
of sales performance, it is suggested that the company should concerns on
distribution activities rather than doing promotion. Many researchers inform that
there are many variables influence sales performance. So that, this paper has
several weaknesses due to of using only two variables independent and number of
observation which are analysed.

Keywords: promotion, distribution, sales performance, milk, and Sari Husada

Pendahuluan
Bisnis susu di Indonesia telah berumur puluhan tahun. Sejak penjajahan
Belanda, sapi perah telah diperkenalkan di Indonesia. Namun pabrik pengolahan
susu di Indonesia baru berkembang setelah penanaman modal asing (PMA) diberi
kesempatan untuk beroperasi di Indonesia setelah dikeluarkannya undang-undang
nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Industri susu, sebagai dari usaha pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat,
mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi peningkatan kualitas sumberdaya
manusia Indonesia. Ironisnya, hingga saat ini belum tampak adanya perkembangan
pembangunan industri susu yang memadai di tanah air, sehingga kebutuhan susu
Indonesia harus dipenuhi dari luar negeri.
Meningkatnya kebutuhan susu masyarakat menjadi daya tarik perusahaan di
dalam industri pengolahan susu. Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 15 perusahaan

1
Konsultan Manajemen, Dosen Pascasarjana Perbanas Jakarta
1
industri pengolahan susu (IPS) yang semuanya beroperasi di pulau Jawa dengan total
kapasitas produksi sebesar 2.312.000 ton per tahun. Bertambahnya perusahaan
pengolah susu serta terbukanya perdagangan bebas akan semakin memacu terjadinya
persaingan pasar.
Pertumbuhan pasar yang menurun serta melemahnya daya beli konsumen
akibat krisis moneter yang berdampak panjang ke krisis ekonomi, menjadi tantangan
bagi perusahaan untuk mempertahankan pangsa pasar, sekaligus tetap memenuhi
kebutuhan konsumen. Dalam keadaan yang demikian, kegiatan pemasaran
mempunyai peranan yang amat penting dalam menunjang kegiatan usaha perusahaan
untuk mencapai tujuannya.
Semakin baiknya suatu proses pemasaran di suatu perusahaan akan dapat
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan dunia usaha. Dengan demikian,
persaingan yang terjadi antara para produsen pun semakin ketat. Dalam situasi
kompetisi yang terus berlangsung dan untuk menguasai pasar, perusahaan perlu
mengadakan promosi untuk memperkenalkan jenis produk baru yang
dikeluarkannya.
Melalui promosi perusahaan dapat memperkenalkan hasil produknya dan
menempatkan produk itu di pasaran secara tepat agar dapat menarik minat
konsumen. Sehingga konsumen dapat mengetahui adanya suatu barang atau jasa
yang dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan promosi yang tepat, suatu perusahaan
dapat juga mempertahankan dan membangun kesan yang baik serta kesetiaan
(loyalitas) konsumen akan produk yang dihasilkannya. Di samping itu, promosi
memegang peranan penting, baik bagi perusahaan maupun konsumen, karena
promosi tidak saja dapat mempengaruhi dan mendorong konsumen untuk
melakukan pembelian, tetapi juga dapat memberikan informasi kepada konsumen
tentang produk tersebut yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja
penjualan. Namun demikian, kegiatan promosi yang baik harus sejalan dan sesuai
dengan program pemasaran perusahaan secara keseluruhan, salah satunya melalui
saluran distribusi yang tepat.
Pada dasarnya semua perusahaan orientasi bisnis berkeinginan untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimal melalui pencapaian kinerja penjualan
yang tinggi. Untuk itu, perusahaan memerlukan suatu kegiatan pemasaran untuk
2
menyalurkan barang dan menghubungkan pihak produsen ke konsumen, agar
produk yang dihasilkan sampai kemasyarakatan.
Penjualan suatu produk dapat meningkat apabila produk itu berkualitas,
memiliki ciri khas, dikemas dengan baik, harga yang kompetitif, dan terjangkau
oleh daya beli konsumen. Selain faktor produk dan harga tersebut, promosi dan
distribusi juga merupakan faktor penentu peningkatan penjualan perusahaan.
Dengan promosi yang agresif, diharapkan produk perusahaan lebih dikenal dan
konsumen akan terus mengingat produk yang dipasarkan perusahaan. Namun
demikian, promosi perlu pula didukung oleh penyaluran produk yang baik, sehingga
konsumen dapat dengan mudah mendapatkan produk yang ditawarkan perusahaan.
Untuk itu, perusahaan harus selektif dalam memilih perantara dalam menyalurkan
produknya, karena tugas perantara sangatlah menentukan keberhasilan penyampaian
produk perusahaan ketangan konsumen akhir.
Kegiatan promosi dan distribusi, tercermin melalui biaya kegiatan-kegiatan
tersebut untuk memperoleh kinerja penjualan yang diharapkan. Berdasar
pengalaman PT Sari Husada Tbk, dua variabel biaya promosi dan distribusi
cenderung digunakan perusahaan sebagai acuan dalam memprediksi kinerja
penjualan. Penelitian ini mencoba mengukur diantara dua variabel tersebut, variabel
mana yang memiliki pengaruh terkuat dalam menjelaskan variabel kinerja penjualan
dan bagaimana pengaruh dua variabel biaya promosi dan distribusi tersebut secara
bersama-sama terhadap kinerja penjualan.

Kajian Kepustakaan
Dalam memasarkan produk, perusahaan perlu aktif mengkomunikasikan
kepada konsumen tentang perusahaan maupun produk yang dijualnya. Hal ini
dilaksanakan agar konsumen mengetahui dan mendapatkan informasi tentang produk
yang dijual oleh perusahaan. Untuk tujuan ini perusahaan kemudian melakukan
kegiatan promosi. Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu
program pemasaran. Tujuan utama promosi adalah menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan target market tentang perusahaan
dan bauran pemasarannya. Fandy Tjiptono (2002) menyebutkan bahwa strategi
promosi berkaitan dengan masalah-masalah perencanaan, pelaksanaan, dan
3
pengendalian komunikasi persuasif dengan pelanggan. Strategi promosi ini biasanya
untuk menentukan proporsi personal selling, iklan, dan promosi penjualan.
Setelah perusahaan memproduksi barang, menetapkan harga jual dan
mengkomunikasikan barang tersebut kepada konsumen, maka usaha yang terakhir
adalah menyalurkan barang tersebut agar sampai di pasar sehingga dapat dibeli dan
dinikmati konsumen. Dalam menyalurkan produknya ke konsumen, perusahaan
kerap kali harus bekerjasama dengan berbagai perantara (middleman) dan saluran
distribusi (distribution channel) untuk menawarkan produknya ke pasar.
Lebih kanjut Stanton, et.al (1990) dalam Fandy Tjiptono (2003)
mendefinisikan perantara sebagai orang atau perusahaan yang menghubungkan
aliran barang dari produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial. Dalam hal
ini produsen dan konsumen dihubungkan dalam kegiatan pembelian dan penjualan
kembali barang yang dihasilkan produsen kepada konsumen. Secara umum perantara
terbatas atas merchant middleman dan agent middleman. Dua bentuk utama dari
merchant middleman adalah wholesaler (distributor) dan retailer (dealer). Merchant
middleman adalah perantara yang memiliki barang (dengan membeli dari produsen)
untuk kemudian dijual kembali. Sedangkan yang dimaksud dengan agent middleman
(broker) adalah perantara yang hanya mencarikan pembeli, menegosiasikan dan
melakukan transaksi atas nama produsen. Jadi ia tidak memiliki sendiri barang yang
dinegosiasikan.
Perantara dibutuhkan terutama karena adanya beberapa kesenjangan di antara
produsen dan konsumen. Kesenjangan (gap) tersebut berupa: 1). Geografical gap,
yaitu gap yang disebabkan oleh tempat pemusatan produksi dan lokasi konsumen
yang tersebar di mana-mana. 2).Tima gap, yaitu kesenjangan yang terjadi karena
adanya kenyataan bahwa pembelian atau konsumsi dilakukan hanya pada waktu-
waktu tertentu sementara produksi (agar efisien) berlangsung terus-menerus
sepanjang waktu. 3).Quantity gap, yaitu gap yang terjadi karena jumlah barang yang
dapat diproduksi secara ekonomis oleh produsen berbeda dengan kuantitas normal
yang diinginkan konsumen. 4). Assortimen gap, yaitu situasi di mana produsen
umumnya berspesialisasi pada produk tertentu, sedangkan konsumen menginginkan
produk yang beraneka ragam, dan 5). Communication and information gap, yaitu
4
gap yang timbul karena konsumen tidak tahu di mana sumber-sumber produksi yang
menghasilkan produk yang diinginkan atau dibutuhkannya, sementara di lain pihak
produsen tidak tahu siapa dan di mana pembeli potensial berada.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemasar memerlukan perantara
untuk melakukan penyesuaian. Tindakan penyesuaian itu meliputi 4 (empat) tugas
pokok yaitu accumulating, bulk-breaking, sorting, dan assorting (McCarthy dan
Perreautl, 1995). Pertama, Acumulating adalah aktivitas mengumpulkan barang dari
berbagai produsen. Kedua, Bulk-breaking merupakan aktivitas membagi produk
berbagai produsen itu masing-masing ke dalam kuantitas yang lebih kecil, sesuai
dengan yang dibutuhkan atau diminta konsumen. Ketiga, Sorting adalah aktivitas
membagi atau mengelompokkan masing-masing kuantitas yang lebih kecil itu ke
dalam lini-lini produk yang homogen dengan spesifikasi dan tingkat-tingkat kualitas
tertentu. Keempat, Assorting adalah menjual berbagai macam lini produk itu secara
bersama-sama. Bauran lini produk ini tergantung pada besar kecilnya bisnis yang
dimiliki perantara. Semakin besar bisnis perantara maka semakin banyak pula
jumlah lini produk, jumlah variasi produk atau merek masing-masing lini produk,
dan pengelompokkan lini produk berdasarkan kegunaannya. Tujuan penggunaan
perantara adalah memanfaatkan tingkat kontak atau hubungan, pengalaman,
spesialisasi, dan skala operasi mereka dalam menyebarluaskan produk sehingga
dapat mencapai pasar sasaran secara efektif dan efisien.
Sementara itu, yang dimaksud dengan saluran distribusi (marketing channel,
trade channel, distribution channel) adalah rute atau rangkaian perantara, baik yang
dikelola pemasar maupun yang independen, dalam menyampaikan barang dari
produsen ke konsumen. Jumlah perantara yang terlibat dalam suatu saluran distribusi
sangat bervariasi. Kotler, et.al (2003) membuat tingkatan-tingkatan dalam saluran
distribusi berdasarkan jumlah perantara di dalamnya. Zero-level channel
menunjukkan bahwa pemasar tidak menggunakan perantara dalam memasarkan
produknya (disebut juga direct-marketing channel). One-level Channel
menunjukkan pemasar menggunakan satu tipe perantara, sedangkan Two-level
Channel berarti memakai dua tipe perantara, dan seterusnya.

5
Kinerja Penjualan
Kinerja penjualan merupakan konstruk yang kompleks bagi suatu perusahaan
(Greve, 1998). Dalam literatur pemasaran, tidak ada kesepakan yang baku tentang
definisi kinerja penjualan (Cavusgil dan Zou, 1994). Kinerja yang dianggap baik
bagi manajemen belum tentu dianggap baik oleh pemilik perusahaan atau
karyawan. Dalam menilai suatu kinerja, seorang manager cenderung menggunakan
persepsinya dibanding menggunakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan tujuan
perusahaan (Bourgeouis, 1980). Dalam terminologi yang banyak digunakan, kinerja
dianggap berhasil jika realisasi melebihi target yang ditetapkan. Namun kriteria ini
lebih condong menggunakan kriteria kuantitatif yang bersifat objektif dan mudah
diukur. Padahal pengukuran kinerja penjualan seharusnya menggunakan kriteria
objektif ( seperti profitabilitas, volume ekspor dan atau nilai ekspor) dan kriteria
subjektif seperti (persepsi manager dan persepsi keseluruhan stakeholders) secara
bersama-sama (Katsikeas, Leonidou dan Morgan, 2000). Dengan demikian tingkatan
kinerja sangat tergantung dari proses pengukuran, pendekatan yang digunakan dan
standar yang digunakan (Cunningham, Aldag dan Stone, 1996).
Cavusgil dan Zou (1994) mendefinisikan kinerja penjualan, dalam
terminologi ekport, sebagai:the extent to which a firms objectives, both economic
and strategic, with respect to exporting a product into a foreign market, are
achieving through planning and execution of export marketing strategy. Aaby dan
Slater (1989) serta Katsikeas, Piercy dan Ioannidis (1996) mendefinisikan kinerja
penjualan sebagai berikut: performance is assessed in relation to the extent to which
firms achive their objectives. Sedangkan Shoman (1996) memberi batasan tentang
kinerja penjualan sebagai the dependent variable in the simplified model and is
defined as the outcome of a firms activities in export market. Seperti yang
disebutkan oleh Lages dan Jap (2002), dalam literatur pemasaran, peneliti
mendefinisikan kinerja penjualan dalam berbagai variasi batasan, dan bahkan
Cavusgil dan Zou (1994) menyatakan bahwa tidak ada batasan dan definisi kinerja
penjualan yang seragam dalam literatur pemasaran. Ketidakseragaman ini juga
terjadi pada bagaimana mengukur kinerja penjualan (Aaby dan Slater, 1989).
Namun pada dasarnya ada dua prinsip pengukuran yang digunakan dalam mengukur
6
kinerja penjualan (Cavusgil dan Shaoming, 1994; Matthyssens dan Pauwels, 1996),
yaitu pengukuran secara ekonomi (objektif) dan non-ekonomi (subjektif).
Tambunan (2001), menyebutkan bahwa kinerja penjualan suatu negara
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari sisi permintaan (demand-side factors) dan
dari sisi penawaran (supply-side factors). Sisi permintaan merupakan faktor
eksternal di luar kendali perusahaan, dan sisi penawaran adalah faktor internal yang
cederung dapat dikendalikan oleh perusahaan. Baik sisi permintaan maupun sisi
penawaran tidak semua faktor merupakan variabel independen.
Dalam penelitian pemasaran, kinerja penjualan banyak ditempatkan sebagai
variabel dependen seperti dikemukakan oleh Cavusgil dan Zou (1994), Shoman
(1996), Cooper dan Kleinschmidt (1985), La, Patterson dan Styles (2003), Katsikeas,
Piercy dan Ioannidis (1996) serta Schroder, Banzon dan Mavondo (1985). Sebagai
variabel dependen, kinerja penjualan dipengaruhi oleh sejumlah variabel
independen.
Cavusgil dan Zou (1994) menempatkan strategi pemasaran, kompetensi
perusahaan dan komitmen managerial sebagai variabel independen bagi kinerja
penjualan. Stretegi pemasaran di sini meliputi semua aspek rencana pemasaran
secara konvensional yaitu produk, harga, distribusi dan promosi. Katsikeas, Piercy
dan Ioannidis (1996) menempatkan ukuran perusahaan, pengalaman, stimuli ekspor,
masalah-masalah, keunggulan kompetitif dan komitmen sebagai variabel independen
bagi kinerja penjualan. Sedangkan dalam penelitian Cooper dan Kleinschmidt (1985)
disimpulkan bahwa pasar yang dipilih, strategi segmentasi dan strategi produk
berdampak positif terhadap volume dan pertumbuhan penjualan.
Dari hasil-hasil penelitian tesebut, nampak bahwa secara parsial, variabel
segmentasi pasar, target pasar, pemposisian, bauran pemasaran dan keunggulan
bersaing melalui implementasi strategi berpengaruh dalam derajat yang tidak selalu
sama terhadap kinerja penjualan. Akan tetapi, variabel-variabel tersebut secara
bersama-sama perlu dikaji apakah berpengaruh terhadap kinerja penjualan. Jika ada
pengaruh, perlu dikaji lebih lanjut seberapa pengaruh variabel-variabel tersebut
terhadap kinerja penjualan baik melalui atau tanpa melalui variabel implementasi
program pemasaran.

7
Bauran Distribusi
Keputusan menyangkut saluran distribusi pemasaran merupakan salah satu
keputusan paling penting yang dihadapi manajemen (Kotler, 2003). Keputusan
perusahaan mengenai saluran distribusi langsung mempengaruhi setiap keputusan
pemasaran yang lain. Penetapan harga, misalnya, tergantung apakah perusahaan
menggunakan pedagang atau outlet-outlet dalam jumlah yang banyak. Keputusan
mengenai iklan tergantung berapa banyak pelatihan dan motivasi yang dibutuhkan
oleh saluran distribusi. Apakah perusahaan menjual produk baru sesuai dengan
kemampuan anggota saluran distribusi. Semua elemen bauran pemasaran saling
terkait dengan elemen saluran distribusi yang digunakan perusahaan (Cravens dan
Piercy, 2003 dan Kotler, 2003).
Kotler (2003) mendefinisikan saluran distribusi sebagai suatu perangkat
perusahaan yang saling tergantung dalam menyediakan suatu produk atau jasa untuk
digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Saluran distribusi
menjadi penting karena berbagai alasan. Jumlah konsumen dan letak konsumen yang
tersebar menjadi salah satu alasan mengapa saluran distribusi diperlukan oleh
perusahaan. Kebanyakan perusahaan tidak mungkin memasarkan sendiri produk
yang dihasilkan perusahaan. Oleh karenanya perusahaan memerlukan saluran
distribusi yang pada dasarnya dimanfaatkan perusahaan sebagai fungsi informasi,
promosi, kontak dengan pelanggan, negosiasi, distribusi secara fisik, dukungan
keuangan dan penyebaran risiko (Kotler, 2003).
Setiap perusahaan perlu mengenali cara alternatif untuk mencapai pasar
sasaran. Cara yang tersedia mulai dari pemasaran langsung sampai dengan
penggunaan satu atau lebih tingkat saluran distribusi. Namun karena perubahan
lingkungan bisnis, saluran distribusi juga menghadapi perubahan-perubahan.
Kecenderungan perubahan saluran distribusi adalah apakah perusahaan
menggunakan sistem pemasaran vertikal, konvensional atau campuran.
Kecenderungan perubahan ini akan mempengaruhi bentuk kerjasama, konflik yang
mungkin timbul dan persaingan antara anggota saluran distribusi.
Cravens dan Piercy (2003) mendefinisikan saluran konvensional sebagai
suatu kelompok organisasi-organisasi independen yang dihubungkan secara vertikal.
Setiap organisasi berusaha untuk menata organisasinya sendiri, dengan sedikit
8
perhatian pada kinerja keseluruhan saluran. Sedangkan sistem pemasaran vertikal
adalah: Jaringan yang dikelola secara profesional dan terpusat yang dimaksudkan
untuk mencapai penghematan dalam operasi dan hasil pasar secara maksimum. Atau
dengan kata lain, sistem pemasaran vertikal adalah jaringan yang dirasionalisasikan
dan bersifat padat modal yang dirancang untuk mencapai penghematan dari segi
teknologi, managerial, dan promosi melalui integrasi, koordinasi, dan sinkronisasi
pemasaran yang mengalir dari titik produksi ke titik penggunaan terakhir
(McCammon dalam Cravens dan Piercy, 2003).
Lebih lanjut Cravens dan Piercy (2003) menyebutkan bahwa strategi saluran
distribusi meliputi bagaimana memilih tipe saluran, apakah konvensional atau
vertikal, menetapkan intensitas distribusi apakah intensif, selektif atau eksklusif, dan
pemilihan bentuk saluran distribusi. Untuk saluran distribusi di pasar luar negeri
(ekspor), strategi saluran distribusinya tidak berbeda secara konseptual dengan
saluran distribusi untuk pasar dalam negeri, hanya variabel operasionalnya yang
memiliki cakupan lebih luas (Cateora dan Graham, 2002).
Dalam hubungannya dengan kinerja penjualan suatu perusahaan, Schroder,
Banzon dan Mavondo (1995) menyebutkan bahwa dukungan saluran distribusi
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja penjualan melalui komitmen perusahaan,
kompetensi dalam mengekspor produk dan keunikan produk yang ditawarkan.
Temuan senada disampaikan oleh Cavusgil dan Zou (1994), Madsen (1989) dan
Beamish dkk. (1993) bahwa dukungan saluran distribusi merupakan salah satu kunci
sukses dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

Bauran Promosi
Perusahaan tidak hanya sekedar menuntut bagaimana pengembangan strategi
produk yang baik, menerapkan harga yang menarik dan menyediakan produk bagi
pelanggan, melainkan perusahaan juga perlu berkomunikasi dengan konsumen dan
apa yang dikomunikasikan ke konsumen tidak menimbulkan keraguan-keraguan
yang tidak perlu. Sebagian perusahaan barangkali lebih memperhatikan berapa
banyak biaya yang dikeluarkan dan bagaimana cara mengkomunikasikan produk ke
konsumen dibanding dengan apa yang perlu dikomunikasikan ke konsumen.
9
Perusahaan berkomunikasi dengan konsumen dan anggota saluran distribusi.
Anggota saluran distribusi tersebut kemudian berkomunikasi dengan konsumennya.
Program komunikasi pemasaran secara keseluruhan dari sebuah perusahaan sering
disebut sebagai bauran promosi (promotion mix). Kotler (2003) mendefinisikan
bauran promosi sebagai bauran khusus dari iklan, penjualan pribadi, promosi
penjualan dan hubungan masyarakat yang digunakan perusahaan untuk mencapai
tujuan iklan dan pemasarannya.
Strategi bauran promosi amat dipengaruhi oleh apakah perusahaan milih
strategi dorong (push strategy) atau strategi tarik (pull strategy). Kotler (2003)
menyebutkan bahwa: Strategi dorong adalah strategi promosi yang menggunakan
tenaga penjual dan promosi perdagangan untuk mendorong produk lewat saluran
distribusi. Produsen mempromosikan produk kepada pedagang besar, pedagang
besar mempromosikan kepada pengecer dan pengecer mempromosikan kepada
konsumen. Strategi tarik adalah strategi promosi yang menggunakan banyak biaya
untuk periklanan dan promosi konsumen demi memupuk permintaan konsumen. Bila
strategi tarik berhasil, konsumen akan mencari produk dari pengecer, pengecer akan
mencari dari pedagang besar dan pedagang besar akan mencari dari produsen.
Cravens dan Piercy (2003) menyebutkan bahwa strategi dorong dan strategi
tarik merupakan bagian penting dari strategi penentuan posisi. Strategi pasar-produk
yang dipilih perusahaan akan mempengaruhi apakah strategi bauran promosi akan
menekankan pada periklanan, promosi penjualan, penjualan perorangan, publisitas
atau keseimbangan diantara bentuk-bentuk promosi tersebut.
Kotler (2003) menunjuk dua unsur utama dalam strategi iklan, yaitu pesan
iklan dan media iklan. Promosi penjualan merupakan insentif jangka pendek untuk
mendorong pembelian produk atau jasa. Salah satu bentuk promosi penjualan adalah
pameran dagang. Promosi dagang adalah promosi penjualan yang didisain untuk
memperoleh dukungan penjual dan memperbaiki usaha penjualan pedagang,
termasuk diskon, penundaan pembayaran, barang gratis, iklan bersama, potongan
kalau membayar lebih awal, pertemuan dan pameran dagang (Kotler dan Amstrong,
1996). Lebih lanjut Cravens dan Piercy (2003) menyebutkan bahwa strategi promosi
mencakup penentuan tujuan komunikasi, peranan komponen-komponen pembentuk
bauran promosi, anggaran promosi dan strategi untuk setiap komponen bauran.
10
Schroder, Banzon, dan Mavondo (1985) menunjukkan fakta empiris bahwa
komitmen perusahaan dan promosi, kompetensi dan promosi serta keunikan produk
dan promosi berpengaruh terhadap kinerja penjualan suatu perusahaan. Cavusgil dan
Zou (1994) menguji keeratan hubungan antara adaptasi promosi yang diterapkan
perusahaan terhadap kinerja penjualan. Salah satu kesimpulan penelitiannya adalah
bahwa adaptasi promosi bersama-sama dengan elemen bauran pemasaran lainnya
berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan.
Secara lebih spesifik Souchon dan Diamantopoulos (2000) menyebutkan
bahwa kecepatan penggunaan informasi ekspor berpengaruh positif terhadap kinerja
penjualan. Sedangkan Sengupta dan Castaldi (2002) menyebutkan bahwa kualitas
komunikasi, melalui kinerja antara (jenis media, isi pesan), berpengaruh positif
terhadap kinerja penjualan.
Secara parsial, dari fakta empiris, nampak bahwa strategi bauran produk,
harga, promosi dan distribusi, baik secara langsung maupun melalui variabel antara
berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan suatu perusahaan. Akan tetapi dari
hasil suatu hasil penelitian bila ditinjau secara simultan, Julian dan Class (2003)
menyebutkan bahwa keputusan untuk menggabungkan elemen strategi bauran
pemasaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja penjualan suatu
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh implementasi praktis dari strategi bauran
pemasaran tersebut yang tidak mampu mendorong kinerja penjualan.

Metode Penelitian
Data yang dianalisis adalah data-data pendapatan hasil usaha (kinerja
penjualan) dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kaitannya dengan bauran
promosi dan distribusi Susu SGM-3 PT. Sari Husada periode tahun 2001 sampai
dengan tahun 2005. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kausalitas, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kuantitatif.
Pengaruh bauran promosi dan distribusi terhadap penjualan Susu SGM-3
dianalisis dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Kemudian
ditentukan variabel mana yang paling kuat (dominan) pengaruhnya dengan tidak
memasukkan variabel independen lainnya.
11
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian signifikansi model.
Pengujian signifikansi model diukur melalui nilai statistik-t, nilai statistik-F
(ANOVA), dan koefisien determinasinya. Uji statistik-t digunakan untuk melihat
seberapa kuat pengaruh satu variabel independen secara individual dalam
menerangkan variabel dependen. Sedangkan uji statistik-F untuk melihat pengaruh
seluruh variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel
dependen, melalui angka adjusted R
2
.
Kemudian analisis dilanjutkan dengan menghitung koefisien korelasi, untuk
mengukur hubungan, baik variabel independen terhadap variabel dependen, maupun
sesama variabel independen. Selanjutnya adalah melakukan analisis determinasi
untuk mengetahui seberapa besar variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel
independen.
Berdasarkan analisis dimaksud, dapat diketahui variabel mana yang paling
kuat pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dengan bantuan program SPSS Versi
11.5 akan diperoleh persamaan regresi.

Uji Signifikansi Model
Uji signifikansi model variabel independen terhadap variabel dependen
memakai uji statistik-t dengan hipotesis berikut.
Ho :
1
= 0, Tidak terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen
Ha :
1
0, Terdapat pengaruh variabel independ terhadap variabel dependen.
Berdasarkan nilai statistik-F, bila signifikansi (alpha atau p-value) lebih kecil
dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Berarti koefisien regresi signifikan, sehingga
secara individual variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen pada
tingkat kepercayaan 95% .
Untuk melihat pengaruh seluruh variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependen dilakukan uji statistik-F (ANOVA). Hipotesis untuk
menguji seluruh variabel independen secara simultan adalah :
Ho :
1
=
2
=

0, Tidak terdapat pengaruh variabel independen secara bersam sama
terhadap variabel dependen
12
H
A
:
1

2


0, Terdapat pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen.

Pengaruh Biaya Bauran Promosi terhadap Kinerja Penjualan

Berdasarkan data biaya bauran promosi yang terdiri dari biaya iklan, promosi
penjualan, personal selling dan publisitas yang dikeluarkan PT. Sari Husada, Tbk
sebagai variabel independen dan kinerja penjualan Susu SGM-3 sebagai variabel
dependen diperoleh tabel 1.
Tabel 1
Output Koefisian Bauran Promosi terhadap Kinerja Penjualan
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 5616.358 1312.807 4.278 .023
PROMOSI 108.821 10.061 .987 10.816 .002
a Dependent Variable: PENJUALAN
Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005

Berdasarkan data pada tabel 1, diperoleh persamaan regresi sederhana antara
biaya bauran promosi terhadap kinerja penjualan, yaitu:

Kinerja Penjualan = 5616,358 + 108,821 Promosi.
T
hitung 4.278 10.816
Sig
0.023 0.002


Berdasarkan signifikansi koefisien regresi promosi sebesar 0,002 dan lebih
kecil dari 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Artinya, pengaruh variabel bauran
promosi terhadap kinerja penjualan adalah signifikan.

13
Tabel 2
Koefisien Korelasi, Determinasi dan Adjusted R
2

Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 .987 .975 .967 934.9069
a Predictors: (Constant), PROMOSI
Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005

Berdasarkan nilai R. Square (Koefisien Determinasi) diketahui bahwa
kemampuan variabel independen (biaya bauran promosi) dapat menjelaskan
perubahan kinerja penjualan sebesar 0,987. Dengan kata lain, variabel bauran
promosi berkontribusi terhadap kinerja penjualan sebesar 98,7%.

Pengaruh Biaya Bauran Distribusi terhadap Kinerja Penjualan

Tabel 3
Output Koefesien Regresi Bauran Distribusi terhadap Kinerja Penjualan
Mode
l
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 5752.104 6180.009 .931 .021
DISTRIBUSI 142.816 63.926 .790 2.234 .012
a Dependent Variable: PENJUALAN
Sumber: Data Biaya Bauran Distribusi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005

Berdasarkan data pada tabel 3, menghasilkan persamaan regresi sederhana
antara bauran distribusi terhadap kinerja penjualan, yaitu:

Kinerja Penjualan = 5752,104 + 142,816 Distribusi
T
hitung 0,931 2,234
Sign
0,021 0,012

14
Berdasarkan signifikansi koefisien regresi bauran promosi sebesar 0,002 dan
lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Artinya, pengaruh variabel
bauran promosi terhadap variabel kinerja penjualan adalah signifikan.

Tabel 4
Koefisien Korelasi dan Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 .790 .625 .499 3622.5780
a Predictors: (Constant), Distribusi
Sumber: Data Biaya Bauran Distribusi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005

Berdasarkan nilai R. Square (Koefisien Determinasi) diketahui bahwa
kemampuan variabel independen (bauran distribusi) untuk menjelaskan perubahan
kinerja penjualan adalah sebesar 0,790. Atau dapat juga dikatakan bahwa variabel
independen bauran distribusi memberikan kontribusi terhadap kinerja penjualan
sebesar 79%.

Pengaruh Biaya Bauran Promosi dan Distribusi terhadap Kinerja Penjualan

Tabel 5
Koefisian Bauran Promosi dan Distribusi terhadap Kinerja Penjualan
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 4166.384 885.027 4.708 .042
PROMOSI 93.643 7.710 .850 12.146 .007
DISTRIBUSI 35.665 12.641 .197 2.821 .006
a Dependent Variable: PENJUALAN
Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005

15
Model regresi kinerja penjualan dengan variabel bebas biaya bauran promosi
dan distribusi menghasilkan persamaan regresi :

Kinerja Penjualan = 4166,384 + 9,643 Promosi + 35,665 Distribusi
T
hitung 4.708 12.146 2,821
Sign
0.042 0.007 0.006

Model regresi menghasikan pengaruh yang signifikan atas variabel bebas
biaya bauran promosi dan distribusi. Berdasarkan signifikansi koefisien regresi biaya
bauran promosi sebesar 0,007 dan distribusi sebesar 0,006 keduanya berada dibawah
0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak.
Berdasarkan persamaan regresi berganda tersebut, pengaruh biaya bauran
promosi dan distribusi terhadap kinerja penjualan adalah positif. Hal ini berarti
semakin tinggi biaya bauran promosi dan disribusi maka akan meningkatkan kinerja
penjualan dan sebaliknya.
Tabel 6
Koefisien Korelasi, Determinasi dan Adjusted R
2

Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 .997 .995 .990 513.1072
a Predictors: (Constant), Promosi dan Distribusi
Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005

Berdasarkan nilai Adjusted R. Square (Koefisien Determinasi) diketahui
bahwa kemampuan variabel independen (Promosi dan Distribusi) untuk menjelaskan
perubahan Penjualan secara bersama-sama adalah sebesar 0,990 atau 99%. Atau
dapat juga dikatakan bahwa variabel independen promosi dan distribusi memberikan
kontribusi penjelasan secara bersama-sama (simultan) terhadap penjualan sebesar
99%.

16
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari hasil analisis, diketahui bahwa variabel independen yang paling
dominan mampu menjelaskan kinerja penjualan adalah variabel biaya bauran
promosi. Secara bersama-sama biaya bauran promosi dan distribusi tersebut juga
berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan. Dilihat dari sisi ini kebijakan
pengeluaran biaya bauran promosi dan distribusi dinilai tepat.
Berdasarkan hal itu, PT. Sari Husada, Tbk seyogyanya tetap
mempertahankan kebijakan promosi dan distribusi yang telah dijalankan. Untuk
mempertahankan posisi pasar yang telah tergarap. Perusahaan sebaiknya melakukan
evaluasi secara terencana dan komprehensif berkenaan dengan program promosi dan
distribusinya, sehingga dapat diketahui secara dini berbagai kelemahan dan
kekurangan dalam implementasi program di masa mendatang.
Kelemahan penelitian adalah karena jumlah observasi yang kecil, hasil
analisis nampak bias, dilihat angka signifikansinya. Penelitian ini mengisyaratkan
bahwa pengalaman perusahaan dalam memprediksi kinerja perusahaan cenderung
tidak memiliki landasan kuat. Penelitian lebih lanjut yang mengakomodasi variabel
independen yang lain perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran lebih utuh
tentang kinerja penjualan.

Daftar Pustaka

Aaby, Nils-Erick dan Stanley F. Slater. 1989. Management Influences on Export
Performance: A Review of the Emperical Literature 1978-88, International
Marketing Review, 6 (4), 7-26.
Bart, James, R, Gerrard Caprio Jr, dan Ross Levine. 2000. Banking System Around
The Globe: Do Regulation and Ownership Affect Performance and
Stability?.Infobank, N0 319, Oktober 2005.
Bachrudin, Achmad dan Harapan L. Tobing. 2002. Analisis Data untuk Penelitian
Survai, dengan Menggunakan Lisrel. Universitas Padjadjaran Bandung:
Jurusan Statistika FMIPA.
Beamish, Paul W., Ron Graig, dan Kerry Mc Lellas. 1993. The Performance
Characteristics of Canadian versus U.K. Exportiers in SME Firms.
Management International Review, 33 (2), 121-137.
Berndt, Ernst R. 1991. The Practice of Econometric Classic and Contemporary.
New York: Addison-Wesley Publishing Company.

17
Best, Roger J. 2000. Market-Based Management: Strategies for Growing Customer
Value and Profitability. New Jersey: Prentice Hall.
Bourgeois, L.J.. 1980. Performance and Consensus. Strategic Management Journal.
p.227-228.
Buxey, Geoff. 2000. Strategies in An Era of Global Competition. International
Journal of Operations & Production Management. Bradford. 20 (9): 997-
1016.
Cavusgil, S.T., and Shaoming Zou. 1994. Marketing Strategy-Performance
Relationship: An Investigation of the Emeprical Link in Market Ventures.
Journal of Marketing. 58 (January). 1-21.
Cateora, Philip R. and John L. Graham. 2002. International Marketing. 2
nd
Edition.
New York: McGraw-Hill.
Certo, Samuel C., and J. Paul Peter. 1991. Strategic Management: Concepts and
Applications. 2
nd
Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.
Cooke, Steve and Nigel Slack. 1991. Making Management Decisions, 2nd Edition.
UK: Prentice-Hall International Ltd., Simon & Schuster International Group.
Cooper, R.G., and E.J. Kleinschmidt. 1985. The Impact of Export Strategy on
Export Sales Performance. Journal of International Business Studies. 16
(Spring). 37-55.
Cooper, Donald R., and Pamela S. Schindler. 2001. Business Research Methods, 7
th

Edition. Singapore: McGraw-Hill Irwin.
Cravens, David W. and Nigel F. Pierly. 2003. Strategic Marketing, Boston: McGraw
Hill.
Cunningham, William H., Ramon J. Aldag, and Mary S. Stone. 1996. Business in A
Changing World, 4
th
Edition. Ohio Cincinnati: South-Western College
Publishing.
Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian
Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis
Magister dan Disertasi Doktor. Edisi Kedua. Semarang: BP. UNDIP.
Greve, Henrich R. 1998. Performance Aspiration and Risky Organizational Change,
Administrative Science Quartely, 43, 56-58.
Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: BP. UNDIP.
Joreskog, K. G. 1993. Testing Structural Equation Models, In K.A. Bollen & J. S.
Long (Eds.), Testing Structural Equation Models. California, London, New
Delhi: Sage Publications Inc.
______ and Dag Sorbom. 1995. LISREL 8: Structural Equation Modeling with the
SIMPLIS Command Language, Second Printing. Chicago: Scientific
Software International Inc.
Katsikeas, C.S., L.C. Leonidou and N.A. Morgan. 2000. Firm- Level Performance
Assessment: Review, Evaluation and Development. Journal of The Academy
of Marketing Science 28(4). 493-511.
_______, Nigel F. Piercy and Chris Ioannidis. 1996. Determinants of Export
Performance in a European Context. European Journal of Marketing. 30
(6). 6-35.
Kotler, Philip. 2003. Marketing Management, International Edition. 11
th
Edition.
New Jersey: Prentice-Hall, Pearson Education International.
18

Kurniasih, Apriyani. 2005. Siapa yang Diuntungkan Liberalisasi di Asia Tenggara.
Infobank, No 319, Oktober 2005, hal. 38-40.
La, Vinh, Q., Paul G.Patterson, dan Chris W. Styles. 2003. Determinats of Export
Performance Across Serivice Types: A Conceptual Model, School of
Marketing Working Paper 03/05/ 2003.
Lages, Luis Filipe dan Sandy D. Jap. 2002. A Contingency Approach to Marketing
Mix Adaptation and Performance in International Marketing Relationships.
Universidade Nova de Lisboa, Working Paper. No 411. June, 2002.
Madsen, Tage Koed. 1989. Successfull Export Marketing Management, Some
Emperical Evidence. International Marketing Review, 6 (4), 41-57.
Loehlin, J. C. 1992. Latent Variable Models, An Introduction to Factor, Path and
Structural Analysis. 2
nd
Edition. London: Lawrenced Erlbaum Associates
Publisher.
Maruyama, Geoffrey M. 1998 Basic of Stuctural Equation Modeling. London: Sage
Publications, Inc.
Matthyssens, P., dan Pouwels. P. 1996. Strategic Behaviour in Globalization
Markets, Case Studies on the Internalizations of Mid-Sized MNEs.
Proceeding of the Unversity of Vasa, Report, 86, 13-23.
Schroder, Bill, Agnes Banzon and Felix Mavondo. 2000. Strategy, Strategy
Implementaion and Export Performance of Developing Country Exporters:
The Case of The Phillipines. Journal of International Business Study,
130.195.95.71: 8081.
Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach. 3
th

Edition. USA: John Wiley & Sons.
Shohman, Aviv. 1996. Export Performance: A Conceptualization and Emperical
Assessment., Journal of International Marketing, 6 (3), 59-81.
Souchon, Anne dan Adamantios Diamantopoulos. 2000. Enhancing Export
Performance Through Effective Use of Information. Aston Business School
Research Institute. Aston University. RP0026,.September 2000.
Tambunan, Tulus T.H.. 2001. Kinerja Ekspor Manufaktur Indonesia. Kompartemen
Industri Logam Dasar dan Murni dan LP3E Kondisi Indonesia.
Zikmund G. William. 2000. Business Research Methods, Sixth Edition, Harcourt,
Inc., The Dryden Press.

Вам также может понравиться