Вы находитесь на странице: 1из 29

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam -macam pseudomineral.

Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa -sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara. Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam -macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa -rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat -sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya r eaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara. Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan seba gai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat (pe atifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

PENYUSUN BATUBARA Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer -polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya. Lignin Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari

lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p -koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara. Karbohidrat Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuha n jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara. Protein Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Str uktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.

Material Organik Lain Resin Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya. Tanin Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya. Alkaloida Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai. Porphirin Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang

tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi. Hidrokarbon Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya tu runan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane -type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral) Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.

Pembentukan Lapisan Source Teori Rawa Peat (Gambut) Autocthon Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa -sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempuny ai waktu geologi yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi y ang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara. Teori Transportasi Allotocton

Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa -sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula. Proses Geokimia dan Metamorfosis Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biok imia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkink an reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus -menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi. HETEROATOM DALAM BATUBARA Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa -sisa tumbuhan) dan berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan. Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses pembentukan batubara. Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam -macam material penyusun tumbuhan yang terakumu lasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi. Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batu bara dengan kandungan sulfur menengah -tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.

Proses Pemfosilan atau Fosilisasi beserta penjelasan TRACE FOSSIL

A.

Pengertian Fosil

Fosil, dari bahasa Latin fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah. Fosil adalah semua sisa, jejak, ataupun cetakan dari manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang telah terawetkan dalam suatu endapan batuan dari masa geologis atau prasejarah yang telah berlalu. Fosil mahluk hidup terbentuk ketika mahluk hidup pada zaman dahulu (lebih dari 11.000 tahun) terjebak dalam lumpur atau pasir dan kemudian jasadnya tertutup oleh endapan lumpur. Endapan lumpur tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling mahluk hidup yang terkubur tersebut. Dari fosil yang ditemukan, yang paling banyak jumlahnya adalah yang sangat lembut ukurannya seperti serbuk sari, misalnnya foraminifera, ostracoda dan radiolarian. Sedangkan, hewan yang besar biasanya hancur bercerai-cerai dan bagian tertentu yang ditemukan sebagai fosil. Bentuk fosil ada dua macam yaitu fosil cetakan dan jejak fosil. Fosil cetakan terjadi jika kerangka mahluk hidup yang terjebak di endapan lumpur meninggalkan bekas (misalnya tulang) pada endapan tersebut yang membentuk cetakan. Jika cetakan tersebut berisi lagi dengan endapan lumpur maka akan terbentuk jejak fosil persis seperti kerangka aslinya. Berdasarkan ukurannya, jenis fosil dibagi menjadi :
a. Macrofossil (Fosil Besar) , dipelajari tanpa menggunakan alat bantu b. Microfossil (Fosil Kecil), dipelajari dengan alat bantu mikroskop c. Nannofossil (Fosil Sangat kecil), dipelajari menggunakan batuan mikroskop khusus (dengan pembesaran hingga 1000x)

Kegunaan Fosil :
Untuk mengidentifikasi unit-unit strartigrafi permukaan bumi, atau untuk mengidentifikasi umur relatif clan posisi relatif batuan yang mengandung fosil. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan mempelajari fosil indeks. Persyaratan bagi sutau fosil untuk dapat dikategorikan sebagai fosil indeks adalah : (a). terdapat dalam jumlah yang melimpah dan mudah diidentifikasi; dan (b). memiliki distribusi horizontal yang luas, tetapi dengan distribusi vertikal yang relatif pendek (kurang lebih 1 juta tahun). Menjadi dasar dalam mempelajari paleoekologi dan paleoklimatologi. Struktur dan distribusi fosil diasumsikan dapat mencerminkan kondisi lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh dan bereproduksi. Untuk mempelajari paleofloristik, atau kumpulan fosil tumbuhan dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai distribusi populasi tumbuhan dan migrasinya, sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan masa lampau. Menjadi dasar dalam mempelajari evolusi tumbuhan yaitu dengan cara mempelajari perubahan suksesional tumbuhan dalam kurun waktu geologi.

Persyaratan terbentuknya fosil:


1. adanya badan air 2. adanya sumber sedimen anorganik dalam bentuk partikel atau senyawa terlarut 3. adanya bahan tumbuhan atau hewan (yang akan menjadi fosil)

B.

Proses Pemfosilan atau Fosilisasi Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:

Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras Mengalami pengawetan Terbebas dari bakteri pembusuk Terjadi secara alamiah Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Kendala pemfosilan yaitu saat organism mati (bangkai) dimakan oleh organism lain atau terjadi pembusukan oleh bakteri pengurai. Suatu contoh tempat yang mendukung terjadinya proses fosilisasi adalah delta sungai, dasar danau, atau danau tapal kuda (oxbow lake) yang terjadi dari putusnya suatu meander. Bahan -bahan yang berperan dalam fosilisasi, diantaranya :

1.

Pertrifaksi, berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan : silika, kalsiumkarbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati sehingga menjadi keras/membatu menjadi fosil.

2.

Proses Destilasi, tumbuhan atau bahan organik lainnya yang telah mati dengan cepat tertutup oleh lapisan tanah.

3.

Proses Kompresi, tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam bahan organic dari tumbuhan itu tertekan keluar oleh beratnya lapisan tanah yang menimbunnya. Akibatnya, karbon dari tumbuhan itu tertinggal dan lama kelamaan akan menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Impresi, tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedangkan fosilnya sendiri hilang. Bekas gigi, kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan hewan carnivore atau hewan pengerat. Koprolit, bekas kotoran hewan yang menjadi fosil. Gastrolit, batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam badan hewan yang telah menjadi fosil. Liang di dalam tanah, dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai fosil, merupakan cetakan. Pembentukan Kerak, hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsiumkarbonat yang berasal dari travertine ataupun talaktit.

10. Pemfosilan di dalam Tuff, pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di daerah yang berudara kering sehingga bakteri pembusuk tidak dapat terjadi. 11. Pemfosilan dengan cara pembekuan, hewan yang mati tertutup serta terlindung lapisan es dapat membeku C. dengan segera. Oleh karena dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai tersebut. Fosil hidup

Istilah fosil hidup adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil hidup antara lain ikan coelacanth dan

pohon ginkgo. Fosil hidup juga dapat mengacu kepada sebuah spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Contoh dari kriteria terakhir ini adalah nautilus.
D. 1. Jenis Fosil Organisme itu sendiri (Fosil yang dihasilkan dari organisme itu sendiri) Tipe pertama ini adalah binatangnya itu sendiri yang

terawetkan/tersimpan. Dapat beruba tulangnya, daun-nya, cangkangnya, dan hampir semua yang tersimpan ini adalah bagian dari tubuhnya yang keras. Dapat juga berupa binatangnya yang secara lengkap (utuh) tersipan. misalnya Fosil Mammoth yang terawetkan karena es, ataupun serangga yang terjebak dalam amber (getah tumbuhan). Petrified wood atau fosil kayu dan juga mammoths yang terbekukan, and juga mungkin anda pernah lihat dalam filem berupa binatang serangga yang tersimpan dalam amber atau getah tumbuhan. Semua ini biasa saja berupa asli binatang yang tersimpan. 2. Sisa-sisa aktifitasnya (Trace Fossil) Secara mudah pembentukan fosil ini dapat melalui beberapa jalan, antara lain seperti yang terlihat dibawah ini. Fosil sisa aktifitasnya sering juga disebut dengan Trace Fosil (Fosil jejak), karena yang terlihat hanyalah sisa-sisa aktifitasnya. Jadi ada kemungkinan fosil itu bukan bagian dari tubuh binatang atau tumbuhan itu sendiri. Penyimpanan atau pengawetan fosil cangkang ini dapat berupa cetakan. Namun cetakan tersebut dapat pula berupa cetakan bagian dalam (internal mould) dicirikan bentuk permukaan yang halus, atau external

mould dengan ciri permukaan yang kasar. Keduanya bukan binatangnya yang tersiman, tetapi hanyalah cetakan dari binatang atau organisme itu. Trace fossil adalah suatu struktur berupa track, trall, burrow, tube, borring, yang terawaetkan sebagai fosil organisme. Kelebihan trace fossil dengan fosil kerangka : 1. Trace fossil biasanya terawetkan pada lingkungan yang berlawanan dengan pengendapan fosil kerangka misalnya perairan dangkal dengan energy tinggi, batu pasir laut dangkal dan batu lanau laut. 2. Trace fossil tidak dipengaruhi oleh diagenesa bahkan diperjelas secara visual oleh proses diagenesa.

E.

PROSES YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA FOSIL

1.

Histometabasis, Penggantian sebagian tubuh fosil tumbuhan dengan pengisian mineral lain (cth : silika) dimana fosil tersebut diendapkan

2. 3.

Permineralisasi , Histometabasis pada binatang Rekristalisasi, Berubahnya seluruh/sebagian tubuh fosil akibat P & T yang tinggi, sehingga molekul-molekul dari tubuh fosil (non-kristalin) akan mengikat agregat tubuh fosil itu sendiri menjadi kristalin

4. 5. 6. 7.

Replacement/Mineralisasi/Petrifikasi, Penggantian seluruh bagian fosil dengan mineral lain Dehydrasi/Leaching/Pelarutan Mold/Depression, Fosil berongga dan terisi mineral lempung Trail & Track Trail : cetakan/jejak-jejak kehidupan binatang purba yang menimbulkan kenampakan yang lebih halus Track : sama dengan trail, namun ukurannya lebih besar Burrow : lubang-lubang tempat tinggal yang ditinggalkan binatang purba. Borring : lubang pemboran Tube : struktur fosil berupa pipa

Proses Pembentukkan Migas


Proses Pembentukan Minyak Bumi Dan Gas Alam Minyak bumi adalah hasil pelapukan fosil-fosil tumbuhan dan hewan pada jutaan tahun yang lalu. Organismeorganisme tersebut ,membusuk oleh mikroorganisme dan kemudian terkubur dalam lapisan kulit bumi. Maka setelah jutaan tahun kemudian, material tersebut berubah menjadi minyak yang terkumpul dalam pori-pori batu kapur atau batu pasir karena tekanan dan suhu yang tinggi. Minyak Bumi terbentuk perlahan-lahan bergerak ke atas atau biasa disebut dengan prinsip kapilaritas, minyak bumi oleh karena pori-pori batu kapur bersifat kapiler. Proses terkumpulnya minyak bumi dalam suatu tempat dapat terjadi ketika gerakan tersebut terhalang oleh batuan yang tidak berpori. Teori proses terbentuknya minyak dan gas bumi

Teori Biogenetik (Teori Organik)

Menurut Teori Biogenitik (Organik), disebutkan bahwa minyak bumi dan gas alam terbentuk dari berbagai macam binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mati dan tertimbun di bawah endapan Lumpur. Arus sungai akan menghanyutkan endapan lumpur tersebut menuju laut. Endapan lumpur yang terbuat dari berbagai macam binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mati tadi mengendap dan terakumuliasi di dasar lautan dan tertutup lumpur dalam jangka waktu ribuan dan bahkan jutaan tahun. Maka binatang serta tumbuh-tumbuhan yang mati tersebut berubah menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas akibat pengaruh waktu, temperatur tinggi, dan tekanan lapisan batuan di atasnya.

Teori Anorganik

Menurut Teori Anorganik, minyak bumi dan gas alam terbentuk akibat aktivitas bakteri. Unsur-unsur oksigen, belerang, dan nitrogen dari zat-zat organik yang terkubur akibat adanya aktivitas bakteri berubah menjadi zat seperti minyak yang berisi hidrokarbon.

Teori Duplex

Teori Duplex adalah gabungan dari Teori Biogenetik dan Teori Anorganik. Menurut Teori Duplex diperkirakan bahwa minyak bumi berasal dari materi organisme hewani dan gas bumi berasal dari materi organime nabati. Endapan Lumpur berubah menjadi batuan sedimen akibat pengaruh waktu, temperatur, dan tekanan. Batuan lunak yang berasal dari Lumpur yang mengandung bintik-bintik minyak dikenal sebagai batuan induk (Source Rock). Minyak dan gas ini akan terakumulasi di tempat tertentu yang disebut dengan perangkap (Trap) yang bertekanan lebih rendah dari tempat sebelumnya. Dalam suatu perangkap (Trap) dapat mengandung Minyak, gas dan air. Karena perbedaan berat jenis, maka gas selalu berada di atas, minyak di tengah, dan air di bagian bawah. Jika gas terdapat bersama-sama dengan minyak bumi disebut dengan Associated Gas. Sedangkan jika gas terdapat sendiri dalam suatu perangkap disebut Non Associated Gas. Penggunaan Minyak Bumi Dan Gas Alam :

Bahan bakar gas Naptha atau Petroleum eter, sebagai bahan pelarut. Gasolin (bensin), sebagai bahan bakar. Kerosin (minyak tanah), biasa sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Minyak solar atau minyak diesel, sebagai bahan bakar untuk mesin diesel.

Minyak pelumas, sebagai lubrikasi mesin-mesin. Residu minyak bumiyang terdiri dari : Parafin , digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol,

industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan lain-lain. Aspal , sebagai pengeras atau perekat.

PROSES PEMBENTUKAN MIGAS


Ada tiga faktor utama dalam pembentukan minyak dan/atau gas bumi, yaitu : Pertama, ada bebatuan asal (source rock) yang secara geologis memungkinkan terjadinya pembentukan minyak dan gas bumi.

Kedua, adanya perpindahan (migrasi) hidrokarbon dari bebatuan asal menuju ke bebatuan reservoir (reservoir rock), umumnyasandstone ataulimestone yang berpori-pori (porous) dan ukurannya cukup untuk menampung hidrokarbon tersebut. Ketiga, adanya jebakan (entrapment) geologis. Struktur geologis kulit bumi yang tidak teratur bentuknya, akibat pergerakan dari bumi sendiri (misalnya gempa bumi dan erupsi gunung api) dan erosi oleh air dan angin secara terus menerus, dapat menciptakan suatu ruangan bawah tanah yang menjadi jebakan hidrokarbon. Kalau jebakan ini dilingkupi oleh lapisan yangimpermeable, maka hidrokarbon tadi akan diam di tempat dan tidak bisa bergerak kemana-mana lagi. Temperatur bawah tanah, yang semakin dalam semakin tinggi, merupakan faktor penting lainnya dalam pembentukan hidrokarbon. Hidrokarbon jarang terbentuk pada temperatur kurang dari 65C dan umumnya terurai pada suhu di atas 260C. Hidrokarbon kebanyakan ditemukan pada suhu moderat, dari 107 ke 177C. Apa saja Komponen Pembentuk Minyak Bumi? Minyak bumi merupakan campuran rumit dari ratusan rantai hidrokarbon, yang umumnya tersusun atas 85% karbon (C) dan 15% hidrogen (H). Selain itu, juga terdapat bahan organik dalam jumlah kecil dan mengandung oksigen (O), sulfur (S) atau nitrogen (N). Apakah ada perbedaan dari jenis-jenis minyak bumi ?. Ya, ada 4 macam yang digolongkan menurut umur dan letak kedalamannya, yaitu:young-shallow,old-shallow,young-deep danold-deep. Minyak bumiyoung-shallow biasanya bersifat masam (sour), mengandung banyak bahan aromatik, sangat kental dan kandungan sulfurnya tinggi. Minyakold-shallow biasanya kurang kental, titik didih yang lebih rendah, dan rantai paraffin yang lebih pendek.Old-deep membutuhkan

waktu

yang

paling

lama

untuk

pemrosesan,

titik

didihnya paling

rendah

dan

juga

viskositasnya paling encer. Sulfur yang terkandung dapat teruraikan menjadi H2S yang dapat lepas, sehinggaold-deep adalah minyak mentah yang dikatakan paling sweet. Minyak semacam inilah yang paling diinginkan karena dapat menghasilkan bensin (gasoline) yang paling banyak. Berapa Lama Waktu yang Diperlukan untuk Membuat Minyak Bumi? Sekitar 30-juta tahun di pertengahan jaman Cretaceous, pada akhir jaman dinosaurus, lebih dari 50% dari cadangan minyak dunia yang sudah diketahui terbentuk. Cadangan lainnya bahkan diperkirakan lebih tua lagi. Dari sebuah fosil yang diketemukan bersamaan dengan minyak bumi dari jaman Cambrian, diperkirakan umurnya sekitar 544 sampai 505-juta tahun yang lalu. Para geologis umumnya sependapat bahwa minyak bumi terbentuk selama jutaan tahun dari organisme, tumbuhan dan hewan, berukuran sangat kecil yang hidup di lautan purba. Begitu organisme laut ini mati, badannya terkubur di dasar lautan lalu tertimbun pasir dan lumpur, membentuk lapisan yang kaya zat organik yang akhirnya akan menjadi batuan endapan (sedimentary rock). Proses ini berulang terus, satu lapisan menutup lapisan sebelumnya. Lalu selama jutaan tahun berikutnya, lautan di bumi ada yang menyusut atau berpindah tempat. Deposit yang membentuk batuan endapan umumnya tidak cukup mengandung oksigen untuk mendekomposisi material organik tadi secara komplit. Bakteri mengurai zat ini, molekul demi molekul, menjadi material yang kaya hidrogen dan karbon. Tekanan dan temperatur yang semakin tinggi dari lapisan bebatuan di atasnya kemudian mendistilasi sisa-sisa bahan organik, lalu pelan-pelan mengubahnya menjadi minyak bumi dan gas alam. Bebatuan yang mengandung minyak bumi tertua diketahui berumur lebih dari 600-juta tahun. Yang paling muda berumur sekitar 1-juta tahun. Secara umum bebatuan dimana diketemukan minyak berumur antara 10-juta dan 270-juta tahun. Bagaimana Caranya Menemukan Minyak Bumi? Ada berbagai macam cara : observasi geologi, survei gravitasi, survei magnetik, survei seismik, membor sumur uji, atau dengan educated guess dan faktor keberuntungan. Survei gravitasi : metode ini mengukur variasi medan gravitasi bumi yang disebabkan perbedaan densitas material di struktur geologi kulit bumi. Survei magnetik : metode ini mengukur variasi medan magnetik bumi yang disebabkan perbedaan properti magnetik dari bebatuan di bawah permukaan. Kedua survei ini biasanya dilakukan di wilayah yang luas seperti misalnya suatu cekungan (basin). Dari hasil pemetaan ini, baru metode seismik umumnya dilakukan. Survei seismik menggunakan gelombang kejut (shock-wave) buatan yang diarahkan untuk melalui bebatuan menuju target reservoir dan daerah sekitarnya. Oleh berbagai lapisan material di bawah tanah, gelombang kejut ini akan dipantulkan ke permukaan dan ditangkap oleh alatreceivers sebagai pulsa tekanan (olehhy dr ophone di daerah perairan) atau sebagai percepatan (olehgeophone di darat). Sinyal pantulan ini lalu diproses secara digital menjadi sebuah peta akustik bawah permukaan untuk kemudian dapat diinterpretasikan.

Aplikasi Metode Seismik:

Tahap eksplorasi : untuk menentukan struktur dan stratigrafi endapan dimana sumur nanti akan digali.

Tahap penilaian dan pengembangan : untuk mengestimasi volume hidrokarbon dan untuk menyusun rencana pengembangan yang paling baik.

cadangan

Pada fase produksi : untuk memonitor kondisi reservoir, seperti menganalisis kontak antar fluida reservoir (gas-minyak-air), distribusi fluida dan perubahan tekanan reservoir. Setelah mengevaluasi reservoir, selanjutnya tahap mengembangkan reservoir. Yang pertama dilakukan adalah membangun sumur (well-construction) meliputi pemboran (drilling), memasang tubular sumur (casing) dan penyemenan (cementing). Lalu prosescompletion untuk membuat sumur siap digunakan. Proses ini meliputi perforasi yaitu pelubangan dinding sumur; pemasangan seluruh pipa-pipa dan katup produksi beserta asesorinya untuk mengalirkan minyak dan gas ke permukaan; pemasangan kepala sumur (wellhead atau chrismast tree) di permukaan; pemasangan berbagai peralatan keselamatan, pemasangan pompa kalau diperlukan, dsb. Jika dibutuhkan, metode stimulasi juga dilakukan dalam fase ini. Selanjutnyawell-evaluation untuk mengevaluasi kondisi sumur dan formasi di dalam sumur. Teknik yang paling umum dinamakanlogging yang dapat dilakukan pada saat sumur masih dibor ataupun sumurnya sudah jadi. Beberapa Macam Jenis Sumur: Di dunia perminyakan umumnya dikenal tiga macam jenis sumur : Pertama, sumur eksplorasi (sering disebut jugawildcat) yaitu sumur yang dibor untuk menentukan apakah terdapat minyak atau gas di suatu tempat yang sama sekali baru. Jika sumur eksplorasi menemukan minyak atau gas, maka beberapa sumur konfirmasi (confirmation well) akan dibor di beberapa tempat yang berbeda di sekitarnya untuk memastikan apakah kandungan hidrokarbonnya cukup untuk dikembangkan. Ketiga, sumur pengembangan (development well) adalah sumur yang dibor di suatu lapangan minyak yang telah eksis. Tujuannya untuk mengambil hidrokarbon semaksimal mungkin dari lapangan tersebut Istilah persumuran lainnya : Sumur produksi : sumur yang menghasilkan hidrokarbon, baik minyak, gas ataupun keduanya. Aliran fluida dari bawah ke atas.

Sumur injeksi : sumur untuk menginjeksikan fluida tertentu ke dalam formasi (lihat Enhanced Oil Recovery di bagian akhir). Aliran fluida dari atas ke bawah. Sumur vertikal : sumur yang bentuknya lurus dan vertikal. Sumur berarah (deviated well, directional well) : sumur yang bentuk geometrinya tidak lurus vertikal, bisa berbentuk huruf S, J atau L. Sumur horisontal : sumur dimana ada bagiannya yang berbentuk horisontal. Merupakan bagian dari sumur berarah Apa yang dimaksud dengan Rig? Apasaja Jenis2nya? Rig adalah serangkaian peralatan khusus yang digunakan untuk membor sumur atau mengakses sumur. Ciri utama rig adalah adanya menara yang terbuat dari baja yang digunakan untuk menaik- turunkan pipa-pipa tubular sumur. Umumnya, rig dikategorikan menjadi dua macam menurut tempat beroperasinya : Rig darat (land-rig) : beroperasi di darat.

Rig laut (offshore-rig) : beroperasi di atas permukaan air (laut, sungai, rawa-rawa, danau atau delta sungai).

PROSES FOSILISASI PADA MAHLUK HIDUP


Kamis, Februari 09, 2012 Evolusi No comments Batuan sedimen terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan memisah dari air. Pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan tererosi dari tanah dibawah ke sungai menuju ke laut atau rawa, di mana bagian sedimen tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua untuk menjadi batu. Ketika ada kehidupan yang dia air atau organisme darat yang terbawa dari ke lautan atau rawa itu mati, maka organisme tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen dan akan terawetkan menjadi fosil. Fosil berasal dari bahasa latin, yakni fossa yang artinya menggali keluar dari dalam tanah. Sementara pengertian fosil dalam istilah paleontologi adalah sisa -sisa atau jejak-jeak makhluk hidup yang terawetkan dari organisme di masa lampau yang berupa menjadi batu atau mineral, sehingga menghasilkan dokumen biologis yang berupa catatan fosil fossil record (Adamek, 2011; Campbell et al, 2009). Catatan fosil merupakan susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan, atau strata, pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis. Fossil record memiliki data yang tidak lengkap. Hal ini dikarenakan banyaknya di periode masa lalu namun tidak diimbangi dengan proses sedimentasi (Futuyma, 2006). Fosil digunakan untuk mencari jejak kehidupan masa lalu. Fosil ini tidak hanya sisa-sisa organisme yang sebenarnya, seperti gigi, tulang, kerang, dan daun (fosil tubuh), tetapi juga hasil dari aktivitas mereka, seperti liang dan sidik jari kaki (jejak fosil), dan senyawa organik yang mereka hasilkan oleh proses biokimia (fosil kimia). Bahkan kadang-kadang, struktur anorganik juga dihasilkan lewat jejak kehidupan, yang dikenal dengan pseudofossils (Willis&Thomas, 2010).

PENENTUAN UMUR FOSIL Salah satu penentuan umur fosil adalah dengan menggunakan metode radiometric dating. Metode ini paling sering dipakai untuk menentukan fosil dengan cara menentukan umur batuan dan fosil pada skala waktu absolut. Fosil mengandung isotop unsur yang terakumulasi dalam organisme ketika masih hidup. Karena setiap isotop radioaktif memiliki laju peluruhan yang sudah tetap, isotop itu dapat digunakan untuk menentukan umur suatu spesimen. Waktu paruh (half-life) suatu isotop, yaitu jumlah rentang waktu yang diperlukan untuk meluruhkan 50% dari sampel awal. Sebagai contoh karbon-14 memiliki waktu paruh sebesar 5600-5730 tahun, yang merupakan suatu laju peluruhan yang efektif untuk menentukan umur fosil yang relatif muda. Sebagai contoh ketika suatu organisme tersebut masih hidup, organisme tersebut mengasimilasi isotop yang berbeda , salah satunya karbon-14. Setelah organisme tersebut mati maka karbon-14 tersebut tersimpan dan akan meluruh sesuai dengan lama fosil tersebut (Gambar 1). Sementara untuk isotop yang lebih lama bisa menggunakan uranium-238, yang memiliki waktu paruh 4,5 miliar tahun (Campbell et al, 2009; Erickson, 2000).

Gambar 1. Siklus karbon-14. Sinar kosmik menumbuk atmosfer dan melepaskan neutron yang selanjutnya neutron tersebut akan menumbuk atom nitrogen untuk menghasilkan karbon-14 yang selanjutnya akan diambil oleh organisme (Erickson, 2000).

MEKANISME FOSILISASI Untuk memahami proses fosilisasi, maka salah satu ilmu yang mempelajari tentang proses fosilisasi disebut dengan taphonomy. Ilmu ini memahami mekasnisme perubahan mulai dari kehidupan (life), kematian (death), pengawetan (preservation), ketahanan (survival), dan penemuan (discovery) dari suatu organisme (Fastovsky&Weishampel, 1996; Nedin, 1998). Dalam studi tentang mekanisme fosilisasi, maka proses tersebut dimulai ketika organisme tersebut sudah mati dan akan terawetkan melalui sedimentasi (Gambar 2). Adapun tipe-tipe pengawetan fosil adalah permineralization, recrystallization, replacement, unaltered, bioimmuration dan carbonization (Gambar 3). Permineralization merupakan tipe pengawetan dimana setelah organisme terekubur, maka bagian tubuhnya akan digantikan oleh mineral melalui ruang-ruang dalam organisme tersebut. Sementara recrystallization merupakan pengawetan dimana bagian tubuhnya digantikan oleh kristal seperti hydroxy apatite, aragonite, dan calcite. Tipe yang lain adalah replacement yang mana bagian dari tubuh organisme digantikan oleh mineral lain. Unaltered merupakan tipe fosil yang mana bagian dari fosil tersebut masih menyisakan mineral aslinya seperti tulang. Dan bioimmuration adalah tipe fosil dimana bahan yang akan mengisi bagian organisme tersebut masih tercampur dengan bagian tubuh organisme tersebut seperti tulang atau cangkang. Dan

carbonization banyak ditemukan pada tanaman ketika tanaman tersebut banyak mengandung unsur karbon seperti karbohidrat dan dalam bentuk fosil berwarna kehitaman akibat proses penguraian yang dilakukan bakteri kekurangan oksigen dan berada pada tekanan yang tinggi (Fastovsky& Weishampel, 1996; Stearn et al., 1989; Taylor, 1990).

Gambar 2. (a) Suatu perairan mengalami sedimentasi akibat erosi dari sungai. Dan ketika ada organisme yang mati (b) maka akan tersedimentasi dan membentuk fosil dan selanjutnya sedimentasi masih berlanjut sehingga ketika ada organisme yang mati lagi (c), maka akan tersedimentasi dan terbentuklah lapisan sedimen dengan berbgai macam jenis fosil yang bebeda umurnya (sumber: www.tutorvista.com).

Gambar 3. Gambar model pengawetan pada fosi(a) Fosil permineralization dari spesies trilobita; (b) Fosilrecrystallization dari spesies Matmor scleractinian; (c) Fosil replacement dari Coral; (d) Fosil unaltered dari gigi geraham Mammoth;

(e) Fosil bioimmuration dari spesies Catellocaula; (f) Fosil carbonization dari spora Paku Trigonocarpus sp.

SYARAT TERJADINYA FOSILISASI Untuk menjadi fosil, maka organisme harus mengalami beberapa persyatan antara lain: 1. Organisme yang mati harus segera terkubur agar terhindar dari kerusakan akibat pembusukan atau agen pelapukan seperti angin atau perubahan suhu (McCarthy&Rubidge, 2005). 2. Organisme yang terkubur dalam keadaan anaerob agar bakteri aerobik tidak bisa membusukkan akibat kekurangan oksigen seperti daerah rawa-rawa (Allison, 1988). 3. Mengandung bagian-bagian yang keras yang masih bisa dipertahankan (Martin, 1999).

TIPE-TIPE FOSIL 1.Fosil Amber Amber adalah getah pohon atau resin yang telah membatu yang mengandung senyawa terpen yang mudah menguap, sehingga ketika ada organisme yang terperangkap maka akan terawetkan dengan sempurna menjadi fosil (Weitschat & Wichard, 2002).

2.Fosil Jejak (Ichnofossils) Fosil jejak merupakan rekaman dari aktivitas suatu organisme. Fosil jejak merepresentasikan aktivitas yang terjadi ketika organisme tersebut masih hidup. Fosil jejak dapat berupa tracks (tapak), trail (jejak tubuh), boring (lubang), burrows (liang), eggshells (cangkang telur), nests (sarang burung), coprolites (fosil kotoran), dan gastroliths (Lockley & Meyer, 2000; Prothero, 1998).

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lantai hutan merupakan tempat terjadinya pembusukkan. Dekomposisi atau pembusukkan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan mikroorganisme pengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang materialmaterial serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Kawasan hutan dengan serasah yang menutupi tanah diareal itu berfungsi sebagai spons yang akan menahan air hujan dan melepaskannya secara perlahan. Air hujan yang tertahan diserasah ini lalu meresap kedalam tanah (Wikipedia, 2008). Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologi. Organisme-organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi (Arisandi, 2002). Dekomposisi serasah adalah salah satu dari tingkatan proses terpenting daur biogeokimia dalam ekosistem hutan (Hardiwinoto dkk., 1994). Menurut Wikipedia serasah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan dan berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah) dan akhirnya menjadi tanah.

Tumbuhan Serasah dapat mempengaruhi pola regenerasi semai di hutan hujan tropis melalui suatu jumlah proses yang mempengaruhi kedua lingkungan fisik dan kimia (Facelli& Pickett, 1991 dalam Brearley et al., 2003). Di tingkat perkecambahan benih, serasah dapat menahan cahaya, yang akan menghambat perkecambahan dengan mengubah perbandingan red/far-red (Vazquez-Yanes et al., 1990 dalam Brearley et al.,2003); hal itu dapat bertindak sebagai suatu penghalang fisik untuk kemunculan semai (Molofsky& Augspurger, 1992 dalam Brearley et al., 2003), terutama untuk jenis yang small-seeded yang tidak mempunyai suatu persediaan sumber daya besar (Metcalfe& Turner, 1998 dalam Brearley et al., 2003), dan dapat mencegah calon akar baru berkecambah mencapai tanah. Serasah dapat juga mencegah pendeteksian benih oleh pemangsa benih, dengan demikian meningkatkan kesempatan sukses perkecambahan (Cintra, 1997dalam Brearley et al., 2003). Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan berbagai ekosistem mangrove dan sebagai sumber detritus bagi (Zamroni dan Immy, 2008). tanaman pada tingkat semai, serasah dapat menciptakan lingkungan mikro setempat berbeda dengan pelepasan nutrisi atau campuran phytotoxic selama pembusukannya, mengurangi erosi lahan dan evapotranspiration (tetapi mungkin juga menahan curah hujan) dan mengurangi temperatur tanah maksimum. Serasah juga dapat bertindak sebagai suatu faktor mekanik, merusakkan atau membunuh semai ketika gugur ke tanah. Disana dapat juga terjadi efek tidak langsung pada serasah daun, sebagai contoh, kelembaban yang lebih tinggi di dalam lapisan serasah dapat menunjang pertumbuhan jamur patogen yang dapat kemudian menyerang semai. Hutan hujan tropis tingkat serasah gugur sangat tinggi, dan merupakan jalan siklus hara yang paling penting dalam ekosistem (Vitousek & Sanford, 1986; Proctor,1987dalam Brearley et al., 2003). Disana dapat dipertimbangkan ruang dan heterogenitas temporer pada gugur serasah (Burghouts et al, 1994 dalam Brearley et al., 2003) mungkin lebih lanjut ditekankan oleh faktor seperti angin badai, pembukaan hutan dan pembagian hutan. Heterogenitas Serasah dapat juga meningkat dengan tingkat pembusukan berbeda daun-daun dari jenis yang berbeda. Heterogenitas serasah pada lantai hutan dapat menciptakan relung regenerasi berbeda (sensu Grubb, 1977 dalam Brearley et al., 2003) dan karenanya membantu menyumbangkan untuk keanekaragaman jenis yang begitu tinggi dalam hutan hujan tropis. Tujuan praktikum yaitu mengetahui kecepatan dekomposisi serasah daun oleh konsorsia mikroba. Manfaat praktikum yaitu mengetahui proses terjadinya dekomposisi oleh mikroorganisme, dan mengetahui perannya mikroorganisme dalam proses dekomposisi.

MATERI DAN METODE A. Materi Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol nescafe 5 unit, oven, timbangan analitik, aluminium foil, pipet filler dan pinset. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain: daun sirsak yang dikeringkan, lumpur steril, lumpur nonsteril, suspensi bakteri dan suspensi jamur.

B. Metode Cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Siapkan 5 unit botol nescafe, diisi lumpur dengan air (sehingga cukup basah), 4 botol disterilkan, 1 botol disterilkan terlebih dahulu, selanjutnya diberi lumpur (untuk dekomposisi secara alami). 2. Daun yang telah kering dimasukkan kedalam botol nescafe dan dibenamkan kedalam lumpur, selajutnya 3 botol digunakan sebagai kontrol negatif, 1 botol sebagai kontrol positif dan botol terakhir diberi suspensi J1J2 3. Kelima botol tersebut diinkubasi selama 2 minggu, setiap minggu ditimbang berat keringnya. Caranya daun dikeluarkan dari botol nescafe, dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dan ditimbang. Daun yang sudah ditimbang, dikembalikan kedalam botol nescafe dan dibenamkan ke dalam lumpur hingga seminggu berikutnya. Dilakukan penimbangan kembali.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik (bahanbahan hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciriciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan: tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri methanoigenesis tinggi proses. Stevenson (1982)dalam Rahmawaty (2000), menyatakan bahwa proses dekomposisi mempunyai tiga tahapan, yaitu: 1. fase perombakan bahan organik segar. Proses ini merubah ukuran bahan menjadi lebih kecil. 2. fase perombakan lanjutan, pada proses ini melibatkan kegiatan enzim mikroorganisme tanah. Fase perombakan terdiri menjadi beberapa tahapan yaitu: tahapan awal, mempunyai ciri-cicri kehilangan secara cepat bahan-bahan yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme tanah, terutama bakteri. Proses ini menghasilkan sejumlah senyawa sampingan seperti NH3, H2S, CO2, asam organik dan lain-lain. Tahapan tengah: terbentuk senyawa organik tengahan atau antara (intermediate products dan biomassa baru sel organisme) Tahapan akhir: dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian jaringan tanaman atau hewan yang lebih resisten (misal:lignin). Peran fungi dan Actomycetes pada tahapan ini sangat dominan. 3. fase perombakan dan sintesis ulang senyawa senyawa organik (humifikasi) yang akan membentuk humus Tabel 3.1

Sampel daun 1

Isolat

G0 (gr)

G1 (gr)

G2 (gr)

V1

V2

Kontrol Negatif

0,1728

0,1606

0,1585

0,0017

0,0003

2 3

J1J2 Kontorl Positif

0,1875 0,2026

0,1888 0,2062

0,1872 0,1821

-0,0002 -0,0005

0,0009 0,0034

Kontrol Negatif

0,1639

0,1569

0,1439

0,001

0,0019

Kontrol Negatif

0,1930

1,2089

0,1621

-0,0023

0,0067

Berdasarkan hasil perhitungan kecepatan dekomposisi serasah menunjukkan bahwa V1 pada sampel daun 2, 3 dan 5 pada bobot daun penimbangan ke-2 (G1) mengalami kenaikkan yang seharunya mengalami perununan bobot sehingga menimbulkan nilai V1 menjadi negatif, hal ini dimungkin terjadi kesalahan pada saat penimbangan. Hasil V2 dari semua sampel daun menunjukan hasil yang positif artinya proses dekomposisi berjalan karena bobot sampel daun mengalami penurunan. Barges dan Raw (1976) dalam Rahmawaty (2000), menyatakan bahwa proses perombakan berawal dari perombakan yang besar oleh makrofauna dengan meremahremah substansi habitat yang telah mati, sehingga menghasilkan butiran-butiran feases. Butiran tersebut akan dimakan oleh mesofauna sperti cacing tanah dan sama dengan hasil akhir butiran-butiran feases. Materi terakhir akan dirombak oleh mikroorganisme khususnya bakteri dan jamur. Mekanisme dekomposisi serasah daun oleh organisme dan mikroorganisme yaitu jamur dan bakteri yang memiliki peranan penting dalam proses dekomposisi. Dekomposer seperti jamur dan bakteri akan memanfaatkan bahan organik dalam bentuk terlarut. Kelembaban rendah peran jamur dalam mendekomposisi lebih dominan daripada bakteri, sehingga serasah yang mengalami dekomposisi akan berubah menjadi humus dan akhirnya menjadi tanah. Suhu dan kelembaban udara mempengaruhi jatuhkan serasah tumbuhan. Naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembaban udara sehingga transpirasi akan meningkat, dan untuk menguranginya maka daun harus segera digugurkan (Salisbury, 1992 dalam Zamroni dan Immy, 2008). Menurut Soeroyo (2003) dalam Zamroni dan Immy 2008, faktor lain yang mempengaruhi guguran serasah adalah curah hujan. Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat fisika dan kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Faktor penting yang berpengaruh terhadap proses dekomposisi suatu bahan atau serasah adalah kualitas (sifat fisika dan kimia). Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal (initial content) lignin, selulosa, dan karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat dekomposisi serasah daun (Hardiwinoto dkk., 1994).

Tingkat penutupan (tebal tipisnya) lapisan serasah pada permukaan tanah berhubungan erat dengan laju dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lebat terdekomposisi maka keberadaannya dipermukaan tanah menjadi lebih lama (Hairiah et al., 2000). Laju dekomposisi serasah ditentukan oleh kualitas nisbah C:N, kandungan lignin dan polyphenol. Serasah dikategorikan berkualitas tinggi apabila nisbah C:N <25, kandungan lignin<15% dan polyphenol <3%, sehingga proses pelapukan berlangsung cepat. Kecepatan pelapukan suatu jenis bahan organik ditentukan oleh kualitas bahan tersebut. Penepatan kualitas dilakukan dengan menggunakan seperangkat tolak ukur, yang berbeda untuk tiap jenis unsur hara. Kecepatan melapuk bahan organik ditentukan oleh berbagai faktor antara lain kelembaban, suhu tanah, dan kualitas bahan organik. Bahan organik berkualitas tinggi akan cepat dilapuk dan akibat unsur hara (misalkan N) dilepaskan dengan cepat menjadi bentuk tersedia.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut: 1. Kemampuan konsorsia mikroba menunjukkan bahwa pada sampel daun sirsak mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme jamur (J1J2).

B. Saran Perlu adanya ketelitian dalam penimbangan berat kering daun sehingga dalam perhitungan kecepatan dekomposisi serasah daun tidak terjadi kesalahan. Sssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss

Tahapan dan Proses Terjadinya Batubara

Tahapan dan Proses Pembentukan Batubara dapat digolongkan menjadi dua kejadian, yaitu pertama tahap/fase diagenesa (perusakan dan penguraian) oleh organisme, atau sering juga disebut sebagai tahap/fase biokimia. Kedua adalah tahap metamorfosa, yaitu perubahan dari gambut menjadi batubara, yang sering juga disebut sebagai tahap geokimia

Tahap/Fase Diagenesa (B

iokimia) Ekosistem rawa berbeda dengan ekosistem sungai dan danau, demikian pula kondisi air dan tanahnya. Pada lingkungan rawa, sirkulasi air sangat minim bahkan sering tidak ada sirkulasi air sama sekali, hal ini mengakibatkan minimnya kandungan oksigen di rawa. Dalam lingkungan seperti ini, tanaman dan sisa-sisa tanaman rawa yang mati tidak bisa membusuk secara wajar (untuk pembusukan dibutuhkan oksigen/bakteri bakteri aerob/suka oksigen). Pada akhirnya yang dominan adalah bakteri-bakteri jenis an aerab. Bakteri anaerob mengurai tanaman yang mati tidak menjadi kompos (busuk), tetapi menjadi bahan lain yang disebut dengan gel atau jelly. Penguraian ini terjadi di lingkungan yang bebas (minim) oksigen. Lingkungan rawa yang selalu basah/berair atau muka air tanah yang sangat dangkal dan tanpa sirkulasi air yang baik, menghasilkan lingkungan yang cocok untuk bakteri an aerob berkembang biak dan aktif mengurai tanaman menjadi gel.

Tahap selanjutnya, gel atau jelly semakin lama semakin tebal, membentuk sedimen, mampat dan memadat. Pemadatan biasanya diikuti dengan penurunan kandungan air, hingga akhirnya membentuk endapan/sedimen yang kaya bahan-bahan organik (humin) yang dikenal sebagai gambut ( peat).

Fase Metamorfosa (Geokimia) Pada fase ini, terjadi perubahan yang mendasar dari sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan gambut menjadi batubara. Perubahan mendasar ini ditandai dengan semakin menurunnya kandungan air, hydrogen, oksigen, karbon dioksida dan bahan-bahan lain yang mudah terbakar (volatile matter). Bakteri tidak lagi berperan disini, akan tetapi yang berperan adalah perubahan-perubahan dan aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam bumi, seperti adanya perubahan tekanan dan temperatur, struktur, intrusi dan lain sebagainya. Cekungan atau dasar rawa tempat terdapatnya lapisan gambut, yang terus menurun, ditandai dengan timbunan sedimen dengan ketebalan hingga ribuan meter, mengakibatkan bertambahnya tekanan (P) dan suhu (T) yang cukup tinggi, hingga sebagian senyawa dan unsur (H2O, O2, CO2, H2, CH4, dll.) akan berkurang dan hilang. Dilain pihak, akibat berkurangnya kandungan za-zat tadi akan menambah prosentase unsur C (carbon) yang terkandung dalam batubara. Semakin tinggi kandungan C dalam batubara, maka tahap pembatubaraan (coalifikasi) semakin baik, ditandai dengan kenaikan kelas ( rank) batubara. Dari unsure C inilah kalori batubara dihitung. Semakin tinggi prosentase C dalam batubara, maka nilai kalorinya semakin tinggi. Peningkatan kelas (rank) batubara dapat juga terjadi akibat adanya intrusi magma atau hidrotermal. Lapisan gambut atau batubara yang terkena intrusi hingga radius tertentu akan mendapat P dan T yang lebih tinggi dibanding gambut dan batubara di tempat lain, sehingga kelas batubaranya akan naik. Reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai berikut (Sukandarrumidi, 1995) : 5(C6H10O5) cellulosa C20H22O4 + 3CH4 + 8H20 + 6CO2 + CO lignit gas metan

5(C6H10O5) cellulosa

C20H22O4 + 3CH4 + 8H20 + 6CO2 + CO bitumine gas metan

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Daftar isi [sembunyikan]

1 Batu bara secara umum

o o o o o

1.1 Umur batu bara 1.2 Materi pembentuk batu bara 1.3 Penambangan 1.4 Kelas dan jenis batu bara 1.5 Pembentukan batu bara

2 Batu bara di Indonesia

o o o

2.1 Endapan batu bara Eosen 2.2 Endapan batu bara Miosen 2.3 Sumberdaya batu bara

3 Gasifikasi batu bara 4 Bagaimana membuat batu bara bersih

4.1 Membuang NOx dari batu bara

5 Cadangan batu bara dunia 6 Negara pengekspor batu bara utama 7 Lihat pula 8 Referensi 9 Pranala luar

Batu bara secara umum[sunting | sunting sumber]


Umur batu bara[sunting | sunting sumber]
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Materi pembentuk batu bara[sunting | sunting sumber]


Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan[sunting | sunting sumber]

Tambang batu bara di Bihar, India.

Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan baja.[1] Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Kelas dan jenis batu bara[sunting | sunting sumber]


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan batu bara[sunting | sunting sumber]


Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia[sunting | sunting sumber]


Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera danKalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[2]

Endapan batu bara Eosen[sunting | sunting sumber]


Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan. Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[3] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal. Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[3] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan

batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[4] Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau). Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

Kadar Tambang Cekungan Perusahaan air total (%ar)

Kadar air Kadar inheren (%ad) abu (%ad)

Zat terbang (%ad)

Belerang (%ad)

Nilai energi (kkal/kg)(ad)

Satui

Asamasam

PT Arutmin Indonesia

10.00

7.00

8.00

41.50

0.80

6800

Senakin

Pasir

PT Arutmin Indonesia

9.00

4.00

15.00

39.50

0.70

6400

Petangis

Pasir

PT BHP Kendilo Coal

11.00

4.40

12.00

40.50

0.80

6700

Ombilin

Ombilin

PT Bukit Asam

12.00

6.50

<8.00

36.50

0.50 0.60

6900

Parambahan Ombilin

PT Allied Indo Coal

4.00

10.00 (ar)

37.30 (ar)

0.50 (ar)

6900 (ar)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Endapan batu bara Miosen[sunting | sunting sumber]


Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu. Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau

lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan. Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia.

Kadar Tambang Cekungan Perusahaan air total (%ar)

Kadar air Kadar inheren (%ad) abu (%ad)

Zat terbang (%ad)

Belerang (%ad)

Nilai energi (kkal/kg)(ad)

Prima

Kutai

PT Kaltim Prima Coal

9.00

4.00

39.00

0.50

6800 (ar)

Pinang

Kutai

PT Kaltim Prima Coal

13.00

7.00

37.50

0.40

6200 (ar)

Roto South

Pasir

PT Kideco Jaya Agung

24.00

3.00

40.00

0.20

5200 (ar)

Binungan Tarakan

PT Berau Coal

18.00

14.00

4.20

40.10

0.50

6100 (ad)

Lati

Tarakan

PT Berau Coal

24.60

16.00

4.30

37.80

0.90

5800 (ad)

Sumatera Air Laya bagian selatan

PT Bukit Asam

24.00

5.30

34.60

0.49

5300 (ad)

Paringin

Barito

PT Adaro

24.00

18.00

4.00

40.00

0.10

5950 (ad)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya batu bara[sunting | sunting sumber]

Pengisian batu bara ke dalam kapal tongkang.

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti diJawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.[5] Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar. Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter). Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO 2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi. Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara. Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi batu bara[sunting | sunting sumber]


Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) dapat digunakan

sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah. Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Bagaimana membuat batu bara bersih[sunting | sunting sumber]


Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap. Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya. Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini. Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

Membuang NOx dari batu bara[sunting | sunting sumber]


Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara. Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batu bara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Cadangan batu bara dunia[sunting | sunting sumber]

Daerah batu bara di Amerika Serikat

Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 1015 kg atau 1 trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules. [6] Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[7] terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun. British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru. Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).[8]

Вам также может понравиться