Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I PENDAHULUAN

Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Meningitis merupakan penyakit infeksi utama dan serius pada bayi juga anakanak dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.1,2,3 Meningitis bakteri lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.1,4 Selain bakteri, virus, jamur dan penyebab non - infeksi seperti pada penyakit sistemik dan neoplastik serta obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan peradangan meningeal.5 Meningitis bakterial adalah keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan diagnosis segera dan pengobatan selanjutnya.5 Pengenalan dini dan inisiasi perawatan yang memadai adalah penentu utama bagi keberhasilan penyembuhan.3 Selain angka kematian yang cukup tinggi, banyak penderita meningitis yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Sekitar 600.000 kasus meningitis terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya dengan 180.000 kematian dan 75.000 gangguan pendengaran yang berat. Data WHO (2009) memperkirakan jumlah kasus meningitis dan kasus kecacatan neurologis lainnya sekitar 500.000 dengan Case Fatality Rate (CFR) 10% di seluruh dunia.2,6,7 Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di Negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun. Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (20012002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.4 Penelitian yang dilakukan oleh Mesranti, di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2005 2008 terdapat 148 kasus meningitis dan 71 kasus mengalami kematian (CFR=47,1%) dengan jumlah penderita meningitis purulenta 63 orang. Penelitian yang dilakukan Erika, di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada

tahun 2000 2002 terdapat 116 kasus pada anak dan 26 kasus mengalami kematian (CFR=22,4%). Penderita paling banyak pada usia < 6 tahun yaitu 73 orang (62,9%). Data yang diperoleh dari survei pendahuluan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada tahun 2006 2010, terdapat 102 kasus meningitis pada anak.6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI Meningitis adalah infeksi cairan otak/invasi kuman kedalam ruang

subarakhnoid disertai radang yang mengenai piamater (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superficial disebabkan oleh bakteri, virus riketsia atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis.8 Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.8

Gambar 2.1 Lapisan meninges.

2.2

EPIDEMIOLOGI Tingkat insiden dan fatalitas kasus meningitis bakteri bervariasi menurut

wilayah, negara, patogen dan kelompok umur. Insiden meningitis karena bakteri

adalah sekitar 5-7 per penduduk 100.000 atau lebih dari 1,2 juta kasus diperkirakan terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Insiden penyakit meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yang dikenal sebagai Meningitis Belt.9,10 Di negara maju selama 20 tahun terakhir, epidemiologi meningitis bakteri telah berubah secara dramatis. Sebelumnya Haemophilus influenzae merupakan penyebab utama meningitis, sekitar 48% dari semua kasus meningitis disebabkan oleh Haemophilus influenzae. Pengenalan program vaksinasi HIB (Haemophilus influenzae type B) menyebabkan penurunan drastis dalam insiden HIB meningitis yaitu menjadi 7 % dari kasus meningitis di Amerika Serikat dan terutama terlihat pada pasien dewasa yang tidak divaksinasi.5,9 Saat ini, pneumokokus atau Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling penting dari meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa di Amerika Serikat maupun di Eropa. Insiden penyakit ini bervariasi yaitu sekitar 1,1-2 di Amerika Serikat dan di Eropa Barat hingga 12/100.000 per tahun di Afrika.5,9 Sedangkan Neisseria meningitides merupakan patogen meningitis paling umum di negara-negara berkembang, tetapi terus menimbulkan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat dan Eropa.5 HIB di negara berkembang tanpa program vaksinasi yang memadai masih tetap signifikan. Pada tahun 2007 hanya 42 % dari anak-anak di seluruh dunia memiliki akses ke program imunisasi HIB.9 Patogen penyebab paling umum pada periode neonatus adalah basil gram negative enterik (Escherichia coli dan Spesies Klebsiella), kelompok B

streptokokus, dan Listeria monocytogenes. Sedangkan tiga organisme penyebab utama pada bayi di atas 3 bulan adalah Neisseria meningitidis, Hemophilus influenzea dan Streptococcus pneumonia yaitu sekitar 90% penyebab meningitis bakteri pada anak-anak antara 3 bulan dan 10 tahun.3,9 Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan.5 Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.8

Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan (Mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.1

2.3

FAKTOR PREDISPOSISI Risiko penyakit tertinggi pada individu yang lebih muda dari 5 tahun dan

lebih tua dari 60 tahun.5 Beberapa faktor predisposisi seperti penderita pasca splenektomi, kekurangan gizi atau penyakit sel sabit yang dikenal dengan thalasemia, fraktur basis kranii, HIV dan pasien dengan implan koklea memiliki 30 kali peningkatan risiko meningitis pneumokokus.5,9 Faktor predisposisi lainnya sehingga kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subarachnoidea melalui yaitu : punksi lumbal, anestesi lumbal, fraktur terbuka di kepala, komplikasi bedah otak, penyebaran langsung dari proses infeksi di telinga tengah dan sinus paranasalis, pembuluh darah pada keadaan sepsis, penyebaran dari abses ekstradural, abses subdural dan abses otak, lamina kribosa osis etmoidalis osis etmoidalis pada keadaan rinorea, penyebaran dari radang paru dan penyebaran dari infeksi kulit.8

2.4

ETIOLOGI Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit dan

penyebab non-infeksi seperti penyakit sistemik dan neoplasma, iritasi kimia dan alergi obat.5,11 Virus yang tersering menyebabkan meningitis adalah enterovirus yang juga merupakan penyebab dari penyakit saluran cerna, selain itu juga bisa disebabkan oleh virus herpes, mumps, HIV, dan west nile virus yang menyebar melalui gigitan nyamuk sering ditemukan di US.11 Meningitis bakterial paling sering pada seluruh kelompok umur, H influenzae meningitis secara dramatikal mengalami penurunan dari 48% sampai 7% dari seluruh kasus. Angka N meningitidis masih konstan pada 14-25%, dan

organisme 1).11

pada

beberapa

kasus

terjadi

antara

umur

2-18

tahun. S

pneumoniae menjadi penyebab paling sering pada seluruh kelompok umur (tabel

Tabel 1. Bakteri yang menyebabkan meningitis Resiko dan/atau faktor predisposisi Bakteri pathogen Umur 0-4 minggu S agalactiae (group B streptococci) E coli K1 L monocytogenes Umur 4-12 minggu S agalactiae E coli H influenzae S pneumoniae N meningitidis Umur 3 bulan sampai 18 tahun N meningitidis S pneumoniae H influenzae Umur 18-50 tahun S pneumoniae N meningitidis H influenzae Umur > 50 tahun S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli Immunocompromised S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli Operasi bedah saraf Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococci Aerobic gram-negative bacilli, including

Pseudomonas aeruginosa Fraktur basis tengkorak S pneumoniae H influenzae Group A streptococci CSF shunts Coagulase-negative staphylococci S aureus Aerobic gram-negative bacilli Propionibacterium acnes

2.5

PATOGENESIS Meningitis pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain.

Bakteri atau virus menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringtonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis, dan lain-lain. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula terjadi sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis thrombosis sinus kavernosus.2 Patogenesis meningitis tuberkulosa juga hampir sama dengan meningitis bakteri atau virus yaitu kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran darah dan membentuk tuberkel di selaput otak dan jaringan otak dibawahnya, kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke ruang subarachnoid.8 Jalur anatomi pembuluh darah untuk invasi bakteri melalui aliran darah otak belum teridentifikasi. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa pleksus koroid mungkin menjadi tempat invasi. Meningokokus ditemukan di pleksus koroid serta dalam meninges dan pneumococci masuk kedalam pembuluh darah leptomeningeal pada meningitis. Data ini menunjukkan bahwa beberapa tempat yang sangat vaskularisasi adalah port dentry. Untuk melewati blood brain barrier atau CSF barrier dan untuk melewati struktur canggih seperti tight junction, patogen meningeal harus membawa molekul yang efektif.5 Protein streptokokus seperti CbpA berinteraksi dengan reseptor

glycoconjugate dari phosphorylcholine dengan Platelet Activating Factor ( PAF ) pada sel eukariotik dan membentuk endositosis dan melintasi blood brain barrier.

Pada meningokokus yang PilC1 adhesin berinteraksi dengan CD46 dan protein membran luar terhubung ke vitronectin dan integrin. Bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir, yang paling penting kelompok B streptokokus (GBS) dan E. Coli juga dilengkapi dengan protein perekat yang memungkinkan untuk menyerang SSP.5 Mula mula pembuluh darah otak yang kecil dan sedang mengalami hiperemis. Aktivasi inflamasi sel endotel merupakan prasyarat untuk invasi bakteri tetapi juga menghasilkan regulasi molekul adhesi sebagai ICAM 1. Selanjutnya molekul-molekul ini membentuk tahapan invasi leukosit, yaitu terbentuknya granulosit dalam CSF yang merupakan ciri khas diagnostik meningitis. Produk leukosit yang diaktifkan dari reaksi inflamasi seperti MMPs, NO dan lain-lain berkontribusi terhadap kerusakan awal blood brain barrier dan CSF-barrier. Setelah bakteri masuk ke dalam ruang subarakhnoid, mereka meniru, bereplikasi, mengalami autolisis dan menyebabkan peradangan lebih lanjut pada piameter dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Tanda dari meningitis bakteri adalah kumpulan leukosit yang sangat aktif dalam CSF.5 Perubahan dalam sistem saraf pusat yang terjadi selama invasi bakteri/virus meliputi perubahan metabolit, tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak. Prognosis dari sepsis dan meningitis tergantung pada banyak faktor termasuk virulensi mikroorganisme, kehadiran respon kekebalan tubuh yang memadai, dan tingkat inflamasi inang respon.3 Biasanya proses inflamasi tidak terbatas pada meningen sekitar otak tetapi juga mempengaruhi parenkim otak (meningoencephalitis), ventrikel (ventriculitis) dan menyebar di sepanjang sumsum tulang belakang. Dalam beberapa tahun terakhir akan menyebabkan kerusakan neuron terutama dalam struktur hipokampus, telah diidentifikasi sebagai penyebab potensial dari defisit neuropsikologi persisten pada korban.5

2.6 2.6.1

DIAGNOSIS Gejala klinis Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta

bakteri/virus apa yang menyebabkan. Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium prodormal selama 2-3 minggu. Stadium transisi selama 1 3 minggu dengan gejala nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Terakhir stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma.2 Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas dan gastrointestinal. Gejala klinis karena bakteri yaitu gejala infeksi akut berupa lesu, mudah terangsang, demam yang tinggi/panas mendadak, muntah, anoreksia dan pada anak yang besar mungkin didapatkan keluhan sakit kepala. Pada infeksi meningococcus terdapat petekia dan herpes labialis. Gejala tekanan intracranial yang meninggi yaitu muntah, sakit kepala (pada anak besar), moaning cry (neonates), kejang, leher terasa pegal dan kaku, penurunan kesadaran serta fotofobia. Meningitis bakteri pada neonates biasanya selalu ditandai dengan fontanella atau ubun-ubun yang besar, mencembung dan tegang. Gejala rangsangan meningeal berupa kaku kuduk dan dapat terjadi rigiditas umum. Tanda-tanda spesifik seperti kernig, brudzinsky I dan II positif.2,12 Bila terdapat gejala tersebut, selanjutnya dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan. Umunya cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.2 2.6.2 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada

sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral. 2.6.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Pungsi Lumbal Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. a. Serosa : tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-). b. Purulenta : tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap

Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. a. Serosa : peningkatan leukosit, peningkatan LED (Meningitis TB) b. Purulenta : peningkatan leukosit.

10

Pemeriksaan Radiologis

a. Serosa : foto dada, foto kepala, bila mungkin CT Scan. b. Purulenta : foto kepala (mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada. 13,14

2.7 a.

DIAGNOSIS BANDING
Abses otak

Abses otak adalah kumpulan bahan supuratif pada parenkim otak yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses serebri ini bisa terjadi pada semua umur. Abses otak merupakan infeksi sekunder dari fokus-fokus infeksi dari otogenik (sinus paranasalis, telinga tengah, mastoid cel), odontogen, trauma tindakan bedah cranium, infeksi lain di tubuh yang menyebar ke otak secara perkontinuitatum atau hematogen. Abses otak terdiri dari stadium serebris dan stadium abses. Gejala klinis yang terjadi pada abses otak ditandai dengan infeksi umum seperti demam, malaise, sakit kepala, muntah, kejang fokal/umum, kaku kuduk, gangguan bicara, kelemahan separuh tubuh, gangguan penglihatan dan gangguan endokrin. Pemeriksaan neurologis bisa didapatkan GCS menurun, rangsangan meningeal yang positif, gangguan nervus kranialis, papiledema, afasisa motorik/sensorik, gangguan motorik (parese, hiperefleksi, refleks patologia, hipertonus otot), gangguan sensibilitas dan saraf otonom, ganggua serebelar. Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari lokasi dari abses otak.6,15,16 b. Empiema subdural Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat sangat mirip dengan absess serebri. Gejala klinis ditandai dengan peninggian tekanan intracranial seperti sakit kepala, muntah proyektil dan kejang. Perbedaan akan dapat dilihat dari hasil gambaran MRI dan CT scan.6

2.8

PENATALAKSANAAN Triase untuk kegawatdaruratan pada anak sakit seperti meningitis antara

lain, airway & breathing, circulation, dan kejang. Penanganan kejang menurut WHO dapat dilihat dari algoritma berikut ini : 17,18

11

Kejang

Kejang 0-10 menit

Sebelum di RS

Diazepam 5-10 mg/rektal maksimal 2 kali (jarak 5 menit)

Kejang
Ya Tidak

Kejang 10-20 menit RS/IGD

Diazepam 0,25 0.,5 mg/KgBb IV (kec 2mg/mnt, max 20mg) Atau Midazolam 0,2 mg/KgBb IV Atau Lorazepam 0,05 0,1 mg/KgBb IV (kec < 2mg/mnt, max 4 mg) Hipoglikemi : D25% 2 ml/KgBb

Monitor : Airway, breathing, circulation Tanda vital, pemasangan akses IV gula darah, elektrolit serum (Na, K, Ca, Mg, Cl), AGD, darah rutin.

Kejang Ya Tidak

Kejang 20-30 menit PICU/IGD

Fenitoin 15 20 mg/KgBb IV encerkan dgn NaCl 0,9% (kec 20-50 mg/mnt, max 30 mg/KgBb)

Stop
Fenitoin 5 10 mg/KgBb

Kejang

Kejang 30-60 menit PICU/IGD

Ya

Tidak

Status Konvulsivus

Intubasi

Ya
Fenobarbital 10 20 mg/KgBb IV (kec 100 mg/mnt)

Kejang

Fenobarbital 5 - 10 mg/KgBb IV (setelah 10-15 menit)

Tidak

PIC U

12

Jika terdapat tanda-tanda infeksi bakteri yang berat atau salah satu tanda meningitis setelah kejang teratasi, dapat kita lakukan terapi pemberian cairan intravena jika terdapat muntah dan diare sesuai bakterinya.7 1. Hemophilus influenza : ampisilin 400mg/kgbb/hari dibagi 6 dosis dan kloramfenikol 100mg/kgbb/hari intravena dalam 4 dosis 2. Pneumococcus : ampisilin 400mg/kgbb/hari 3. Staphylococcus non penicillinase dan streptococcus : linkomisin 50100mg/kgbb/hari 4. Staphylococcus penicillinase : ampisilin 400mg/kgbb/hari ditambah oksasilin atau diklosasilin 50-100 mg/kgbb/hari atau metisilin 100300mg/kgbb/hari 5. Coliform : ampisilin ditambah amikasin 10mg/kgbb/hari atau gentamisin 6 mg/kgbb/hari 6. Meningococcus : ampisilin ditambah dengan kotrimoksazol 10 mg TMP/kgbb/hari 7. Salmonella : sefalosporin 200mg/kgbb/hari ditambah amikasin atau ampisilin ditambah kloramfenikol atau kotrimoksazol intravena. Setelah dilakukan penanganan terhadap kejang dan terapi empiris pasien suspek meningitis, maka pasien tersebut dirujuk ke dokter spesialis anak dan dokter spesialis syaraf untuk terapi yang lebih lanjut.

2.9

KOMPLIKASI Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau

pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis, abses serebri, sekuele neurologis berupa paresis atau paralisis samapai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan jalannya atau resorbsi atau produksi LCS yang berlebihan. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental, epilepsi maupun meningitis berulang.2,19

13

BAB III STATUS PASIEN

Identitas pasien (Rujukan RSUD Petala Bumi) Nama : EM

Jenis kelamin : Laki-laki Umur Berat badan Orang Tua : 6 Tahun 6 Bulan : 23 Kg : Tn. S/Ny.I

Tanggal masuk : 15 November 2013

Riwayat klinis PBM Via IGD pada pukul 08.51 WIB dengan keluhan demam tinggi disertai kejang. Kejang pada malam hari sebelum masuk RS. Demam tinggi dan batuk sejak 3 hari yang lalu.

PAT (PEDRIATIC ASSESSMENT TRIANGLE) 1. Appearance Penampilan anak dinilai dengan metode TICLS meliputi : Tone : hipertonik (Tangan menggenggam dan terdapat kekakuan. Sendi lutut bisa diekstensikan tetapi tidak bisa membentuk sudut 1800) Interactivenes : stupor dan derajat kesadaran respon dengan nyeri (responsive to painful) Consalability : pasien sulit untuk berinteraksi ketika pemeriksaan dan anak tidak menangis Look/gaze : pandangan kosong dan tidak fokus. Reflex pupil positif, isokor kanan dan kiri. Speech/cry : anak tidak menangis.

Kesan : Penampilan terganggu. 2. Breathing Upaya nafas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan oksigenasi dan ventilasi :

14

Suara napas abnormal : gurgling (-), snoring (-), stidor (-) Posisi tubuh abnormal (-) Retraksi (-) Napas cuping hidung (-)

Kesan : Upaya nafas tidak terganggu 3. Circulation Perfusi kulit mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital : Pucat (-) Sianosis (-) Mottling (-) CRT < 2 detik

Kesan : sirkulasi tidak terganggu

N Kesimpulan : terdapat gangguan SSP/Metabolik

PRIMARY SURVEY Airway : Evaluasi : Look : gerakan dinding dada simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, dan tidak ada retraksi dinding dada. Listen : tidak terdengar suara nafas abnormal.

15

Feel : terasa aliran udara keluar dari hidung. Kesan : Airway clear Tidak ada gangguan jalan nafas Tindakan : Breathing : Evaluasi : Frekuensi pernafasan : 38 kali permenit. Look : Gerakan dinding dada simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, dan tidak ada retraksi dinding dada. Listen : Tidak terdengar suara nafas abnormal. Suara nafas vesikuler. Feel : terasa aliran udara keluar dari hidung. Tindakan : pemasangan O2 nasal kanul 2 L/menit. Circulation : Evaluasi : Frekuensi nadi 120 x/menit, nadi teraba kuat, dan regular CRT < 2 detik Akral hangat Suhu : 400 C Tindakan : -Pasien dipasang IVFD RL 15 tetes/menit -Dumin 250 mg/4 ml rectal tube -Dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, glukosa dan elektrolit. Disability : Evaluasi : Kesadaran respon terhadap nyeri (AVPU : 8) Pupil isokor (2 mm/2mm) dan refleks cahaya positif pada kedua mata. Motorik : Tangan menggenggam dan sendi lutut menekuk. Kadang menggaruk-garuk badan dan memegang benda disekelilingnya, pandangan mata kosong dan tidak fokus. Kaku kuduk positif. Kernig sign (D/S : -/+) Tindakan : -

16

Eksposure : Evaluasi : Suhu : 400 C Petechie (-) Ruam (+) dileher. Hematom (-) Ikterik (-) Tindakan : Menyelimuti pasien. Reevaluasi : Setelah 15 menit di ukur kembali tanda vitalnya seperti suhu, pernafasan, CRT dan nadi. Suhu 2 = 39,80C, RR2 = 36x/menit, CRT < 2 detik, HR2 = 120x/menit Evaluasi selanjutnya, 15 menit kemudian di ukur kembali tanda vitalnya seperti suhu, pernafasan, CRT dan nadi. Suhu 3 = 39,50C, RR3 = 36x/menit, CRT < 2 detik, HR3 = 120x/menit Setelah 30 menit di IGD pasien mengalami kejang kembali, tangan dan kaki pasien kaku. Lengan ekstensi, tangan menggenggam dan bergerakgerak seperti orang menggigil. Mata melihat kearah kanan atas dan pandangan kosong. Kejang sekitar 2 menit. Tindakan : diberikan Stesolid 10 mg/4 ml rectal tube.

SECONDARY SURVEY Anamnesis: (alloanamnesis) Keluhan Utama Pasien demam tinggi disertai kejang. RPS : sejak 3 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sakit kepala, batuk kering dan demam tinggi. Demam tinggi disertai kejang, kejang sekitar 6 jam sebelum masuk RS. Saat kejang, leher pasien terasa kaku dan mata melihat ke arah kanan terus menerus, pasien tampak mengantuk dan masih menjawab jika dipanggil. Sekitar jam 08.00 pagi, pasien dibawa ke RSUD PB, pasien juga mengalami kejang. Kemudian sekitar jam 09.00 pagi, pasien dirujuk ke RSUD AA. Sekitar 30 menit saat pasien di IGD RSUD AA, pasien mengalami kejang. Tangan dan kaki

17

pasien kaku. Lengan ekstensi, tangan menggenggam dan bergerak-gerak seperti orang menggigil. Mata melihat kearah kanan atas dan pandangan kosong. Kejang sekitar 2 menit. Mual (+) sakit perut (+), diare (-). RPK : RPD : Tidak pernah mengalami kejang sebelumnya RPO : RSUD Petala Bumi Dumin 250mg/4ml rectal tube pukul 08.25 Stesolid 10mg rectal pukul 08.25

Pemeriksaan Fisik Kesan Umum : Tampak Sakit Sedang. Kesadaran : Stupor, respon dengan nyeri

Tanda-tanda Vital HR RR T : 120 x/menit : 36 x/menit : 39,5 0C

Kepala : Inspeksi Palpasi Rambut Mata : Konjungtiva Sklera Pupil Refleks Cahaya Telinga Hidung Mulut : Bibir Leher : KGB : Pembesaran KGB(-) : Sianosis (-), Kering (+) : DBN : DBN : Anemis -/: Ikterik -/: Isokor, 2 mm / 2mm : +/+ : DBN : DBN : Hitam, tidak mudah di cabut

18

Kaku Kuduk : Kaku kuduk positif Toraks : Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada kiri dan kanan simetris, tidak ada retraksi dinding dada. Perkusi Auskultasi : Sonor : Pernafasan vesikuler +/+. Bunyi jantung I & II normal, bising jantung (-) Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Alat Kelamin : Laki-laki, tidak ada kelainan kongenital Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik Edema tungkai (-) Status neurologis : Kaku kuduk : + Tanda kernig -/+ Brudzinsky I : +/+ Brudzisky II : -/: Tampak datar : Supel, Organomegali (-) : Timpani : Bising usus (+) normal

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium Hb Ht Eri Leu : 11,5 gr/dl : 30,9 % : 3,82 mm : 13.600 mm (meningkat)

Tromb : 220.000 GDS Ro. Thorax : 125 mg/dl :-

19

Ct scan

:-

Diagnosis klinis : Susp. Meningitis Rencana penatalaksanaan Pasien indikasi rawat PICU Paracetamol 500 mg 2 tablet Seftriakson 1 g inj

20

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 6 tahun 6 bulan rujukan RSUD Petala Bumi dengan keluhan utama demam tinggi disertai kejang. Sejak 3 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sakit kepala, batuk kering dan demam tinggi. Kejang timbul sekitar 6 jam sebelum masuk RS. Saat kejang leher pasien terasa kaku dan mata melihat ke arah kanan terus menerus, pasien tampak mengantuk dan masih menjawab jika dipanggil. Sekitar jam 08.00 pagi, pasien dibawa ke RSUD PB, pasien juga mengalami kejang. Kemudian sekitar jam 09.00 pagi, pasien dirujuk ke RSUD AA. Sekitar 30 menit saat pasien di IGD RSUD AA, pasien mengalami kejang. Tangan dan kaki pasien kaku. Lengan ekstensi, tangan menggenggam dan bergerak-gerak seperti orang menggigil, mata melihat kearah kanan atas dan pandangan kosong. Kejang berlangsung sekitar 2 menit. Mual (+) sakit perut (+), diare (-). Dari hasil primary survey, didapatkan RR 37x/menit, nadi 120x/menit, suhu 400C. Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan skala AVPU kategori pain. Tindakan awal pasien ini adalah pemasangan nasal canul O2 2 Liter, pasien diberikan dumin 125 mg suppositorium untuk menurunkan panas, kemudian pemasangan IVFD RL 15 tpm. Observasi selama 15 menit, suhu menurun. Suhu 15 menit pertama 39,8, suhu 15 menit kedua 39,5. Setelah 30 menit kemudian, pasien kejang dan diberikan diazepam 10 mg suppositorium, observasi 15 menit kejang teratasi. Dari anamnesis harus difikirkan apakah pasien mengalami kejang demam, epilepsi ataupun meningitis. Untuk epilepsi dapat disingkirkan karena pasien kejang saat demam dimana suhu saat kejang 39,5 0C dan sebelumnya pasien tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Pada secondary survey ditemukan status neurologis pasien yaitu kaku kuduk +, tanda kernig -/+, brudzinki I +/+, brudzinki II -/-. Dari data di atas kemungkinan pasien mengalami kejang demam juga tersingkir. Hal ini menguatkan kecurigaan bahwa pasien mengalami infeksi pada meninges dimana dari pemeriksaan rangsangan meningeal (+). Dari anamnesis pasien mengalami batuk dan pilek. Dari kepustakaaan disebutkan bahwa gejala klinis meningitis bakteri didahului oleh gejala saluran

21

nafas bagian atas atau saluran cerna selama beberapa hari sebelumnya. Biasanya meningitis akan disertai panas mendadak mual, muntah, anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila infeksi berat dan terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi penurunan kesadaran, koma, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau menetap. Pada anak dengan demam dan kejang, bila diagnosis kejang demam dan epilepsi telah disingkirkan, maka diagnosisnya hampir pasti meningitis atau meningoensefalitis. Di tambah dari data pemeriksaan penunjang leukosit pasien meningkat (13.600 mm), kemungkinan disebabkan oleh bakteri. Sedangkan pemeriksaan radiologi rontgen dan CT scan belum dilakukan.

22

Вам также может понравиться