Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural (Billy Antony, 2008). Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia. Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75-140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,10,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 12 bayi yang menderita tuli. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan disebut tuli campuran.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan ketulian? 2. Apa penyebab dari ketulian? 3. Apa tanda dan gejala dari ketulian? 4. Apa klasifikasi dari ketulian? 5. Bagaimana patofisiologi dari ketulian? 6. Apa pemeriksaan penunjang untuk ketulian? 7. Bagaimana penatalaksanaan pada ketulian? 8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada ketulian? 9. Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier pada ketulian?

C. Tujuan Penulisan Mengetahui tentang konsep dan aplikasi pencegahan primer, sekunder dan tersier pada ketulian.

D. Metode Penulisan Dalam memperoleh data atau informasi yang akan digunakan untuk penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan yakni dilakukan dengan mengambil referensi dari buku-buku yang relevan dan internet dengan topik penulisan makalah ini sebagai dasar untuk mengetahui dan memperkuat teori yang digunakan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss) (Louis,1993). Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya. Pendengaran normal ialah keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya. (Anderson,1874)

B. Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran Telinga dibagi 3 bagian, yaitu : 1. Telinga luar (auris eksterna) a. Aurikulum : menangkap gelombang suara dan meneruskannya ke MAE b. Meatus akustikus eksternus : meneruskan gelombang suara ke membrane timpani c. Membran timpani : untuk proses resonansi 2. Telinga tengah (auris media) a. Kavum timpani : tempat tulang tulang pendengaran berada b. Tuba Eustachius : saluran yang menghubungkan antara telinga tengah dengan telinga dalam c. Antrum & sel-sel mastoid 3. Telinga dalam (auris interna = labirin) a. Koklea (organ auditivus) : untuk keseimbangan b. Labirin vestibuler (organ vestibuler /status) : untuk keseimbangan

C. Klasifikasi Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat lesi di dalam kanalis auditorius eksternal, telinga tengah, telinga dalam atau lintasan saraf auditorius yang sentral. Lesi di dalam kanalis auditorius eksternal atau telinga tengah akan menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, sedangkan lesi pada telinga dalam atau nervus kranialis kedelapan menimbulkan gangguan pendengaran sensorineural. 1. Gangguan pendengaran konduktif dapat terjadi akibat obstruksi kanalis ogitorius eksternaoleh serumen, debris serta benda asing, pembengkakan pada dinding kanalis tersebut dan stenosis serta neoplasma pada kanalis auditorius eksterna. Perforasi membran timpani seperti yang terjadi pada otitis media kronik, disrubsi rangkayan osikuler seperti yang terjadi pada nekrosis prosesus lungus infus akibat trauma atau infeksi, fiksasi osikulus seperti yang terjadi pada otosklerosis, dan adanya cairan, jaringan parut atau neoplasma dalam telinga tengah, juga mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif. 2. Ganguan pendengaran sensorik terutama disebabkan oleh kerusakan sel rambut pada organ corti yang terjadi akibat suara yang sangat keras, infeksi virus, obat ototoksik, fraktur os ytemporalis, meningitis, otos klerosis kokhlea, penyakit meniere dan penuaan. Ganguan pendengaran yang terletak pada neuron terutama disebabkan oleh tumor angulus serebeli seperti neuroma akustikus tetapi keadaan ini juga dapat terjadi akibat kelainan neoplastik, veskuler, demielinisasi, infeksi atau degeneratif atau akibat trauma pada lintasan saraf auditorius yang sentral.

Derajat Ketulian DERAJAT 0 TANPA GANGGUAN 1 RINGAN 26-40 dB Mendengar dan dapat menirukan kata 2 dengan suara normal pada jarak 1 m Konseling kadangkala ABM AMBANG 0-25 dB KEMAMPUAN Mendengar bisikan pada jarak 1 m REKOMENDASI

2 SEDANG

41-60 dB

Mendengar suara keras pada jarak 1 meter

Umumnya memerlukan ABM

3 BERAT

61-80 dB

Mendengar suara yang diteriakan dekat telinga

Harus memakai ABM, baca bibir, bhs isyarat Harus memakai ABM, rehabilitasi, baca bibir, bahasa isyarat

4 SANGAT BERAT

>80 dB

Tidak mendengar suara yang diteriakkan dekat telinga

D. Etiologi Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan atau kelainan diantaranya sebagai berikut : a. Infeksi b. Adanya cairan (sekret, air) ataupun benda asing pada liang telinga Adanya benda asing pada liang telinga, baik berupa cairan, biji-bijian ataupun seranggga dapat menggangu konduksi atau hantaran suara. c. Sumbatan Oleh Serumen Gejala dapat timbul jika sekresi serumen berlebihan akibatnya dapat terjadi sumbatan serumen akibatnya pendengaran berkurang sehingga menyebabkan tuli konduktif. Rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu dan menekan dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus), pusing (vertigo) bila serumen telah menekan membrane timpani,kadang-kadang disertai batuk oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler. d. Cairan (darah atau hematotimpanum karena trauma kepala) Hemotimpanum dapat diartikan terdapatnya darah pada kavum timpani dengan membrana timpani berwarna merah atau biru. Warna tidak normal ini disebabkan oleh cairan steril bersama darah di dalam telinga tengah. Keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif, biasanya ada sensasi penuh atau tekanan. Hemotimpanum bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi
5

lebih kepada suatu gejala dari penyakit yang sering disebabkan oleh karena trauma. Tuli konduktif dapat terjadi oleh adanya darah yang memenuhi kavum tympani. e. Tumor pada telinga luar dan tengah Tumor di telinga luar atau tengah, salah satu dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Tumor pada dasarnya merupakan istilah yang menggambarkan adanya suatu benjolan yang abnormal.

E. Manifestasi Klinis 1. 2. 3. 4. 5. Rasa penuh pada telinga Pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar Rasa gatal Tinnitus (terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga) Nyeri

F. Patofisiologi Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka, nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.

G. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Otoskopik Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan membrane timpani dengan cara inspeksi : Hasil: a. serumen berwarna kuning, konsistensi kenta b. dinding liang telinga berwarna merah muda 2. Tes Ketajaman Pendengaran a. tes penyaringan sederhana Hasil : klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan
6

klien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 1-2 inchi b. uji ritme hasil : klien tidak mendengarkan adnya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar adnya bunyi dan saat bunyi menghilang.

H. Penatalaksanaan a. Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hati-hati. Penilaian terhadap secret, oedema dinding kanalis dan membrane timpani bila memungkinkan. b. Terapi antibiotika local, topical dan sistemik c. Terapi analgetik

I. Pemeriksaan Diagnostik a. Audiometri Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya. Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara

digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus. b. Audiometri Ambang bicara Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar. c. Timpanometri Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan). Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari
7

dapat

penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak. Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan. d. Elektrokokleografi Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran.

J. Pengobatan Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea. 1. Alat bantu Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan baterai, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari: a. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara b. Sebuah amplifiar untuk meningkatkan volume suara c. Sebuah speaker untuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikan Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologisbisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran). 2. Pencangkokan koklea Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian: a. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar

b. Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon c. Sebuah transmitter dan stimulator atau penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik d. Elektroda berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan

mengirimnya ke otak

K. Pencegahan 1. Pencegahan Primer a. Prenatal Vaksinasi rubella Nutrisi baik, suplemen iodine Konseling genetic Hindari obat ototoksik Eduksi b. Perinatal / Neonatal Perbaikan kelahiran Penanganan inkompatibilitas Rh Menghindari/penggunaan rasional obat ototoksik

c. Postnatal Pendidikan kesehatan, kebersihan Penanganan radang s.n.a., meningitis Imunisasi Menghindari / penggunaan rasional obat ototoksik Peraturan untuk menghindari trauma

d. Dewasa Menghindari /penggunaan rasional obat ototoksik Menghindari bising Penanganan penyakit metabolic Peraturan untuk menghindari trauma

2. Pencegahan Sekunder a. Prenatal Deteksi dini : Skining pendengaran


9

Identifikasi kelompok at risk b. Perinatal /Neonatal Deteksi dini: Skrining pendengaran Identifikasi kelompok at risk Bedah SC bila perlu c. Postnatal /masa anak Higlene eduksi Terapi otitis eksterna dan media, meningitis Pembedahan timpanoplasti/mastoldektomi Penelitian kasus Penanganan kasus Penanganan kasus trauma d. Dewasa Mengurangi paparan bising pada NIHL Terapi penyakit metabolik, s. Meniere, otitis eksterna / media Pembedahan timpanoplasti/mastoidektomi 3. Pencegahan Tersier a. Postnatal / masa anak ABM Rehabilitasi, pendidikan khusus Implan kohlea Terapi wicara, SLB-B

b. Dewasa ABM Rehabilitasi, pendidikan khusus Implan kohlea Baca bibir, bahasa isyarat

10

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan Orang yang dilahirkan di dunia ini tidak akan luput dari suatu penyakit yang dapat menyebabkan ketulian seperti juga penyakit-penyakit lainnya. Tuli dapat terjadi juga waktu masih di dalam kandungan (prenatal), waktu dilahirkan (peri-natal) dan sesudah lahir (postnatal). Tuli sesudah lahir dapat terjadi tepat setelah lahir atau di dalam perjalanan hidupnya, bahkan boleh dikatakan setiap orang akan mengalami ketulian atau kekurangan pendengaran setelah menjadi tua. Demikian pula pada orang yang menjadi tuli harus belajar membaca suara untuk dapat berkomunikasi lagi dengan baik, meskipun sebelumnya sudah dapat berbicara. Pada penderita kekurangan pendengaran yang dapat dikoreksi dengan baik adalah penderita kekurangan pendengaran tipe penghantaran. Koreksi tersebut dapat berupa tindakan seder-hana maupun tindakan operasi atau memakai alat bantu dengar. Bila disebabkan oleh karena radang dapat diobati dengan sempurna. Kekurangan pendengaran tipe sensori neural biasanya tidak dapat pulih seperti semula (irreversibel), tidak dapat dikoreksi dengan baik meskipun dengan cara apapun juga. Meskipun demikian dapat juga memakai alat bantu dengar untuk menaikkan intensitas suara.

B.

Saran Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan untuk bisa lebih mengerti dan memahami tentang Konsep dan Aplikasi Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier pada Ketulian. Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak hal yang harus dilengkapi demi perkembangan kemampuan penulis dan para pembaca. Oleh karena itu, segala bentuk masukan atau saran dan usulan yang sifatnya mendukung penulisan ini, sangat diharapkan untuk memperbaiki makalah ini.

11

DAFTAR PUSTAKA
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13 vol.1 Jakarta : EGC http://scribd.com/doc/170865900 diunduh pada tanggal 21 Desem er pukul 08.18 http://scibd.com/doc/136639787 diunduh pada tanggal 21 esem er 2013 pukul 08.36

12

Вам также может понравиться

  • Askep Integumen Integumen
    Askep Integumen Integumen
    Документ33 страницы
    Askep Integumen Integumen
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Документ28 страниц
    Pemba Has An
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • PERKEMBANGAN JANIN
    PERKEMBANGAN JANIN
    Документ22 страницы
    PERKEMBANGAN JANIN
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Peran Keperawatan Jiwa Dalam Bencana Pada Kelompok Resiko
    Peran Keperawatan Jiwa Dalam Bencana Pada Kelompok Resiko
    Документ18 страниц
    Peran Keperawatan Jiwa Dalam Bencana Pada Kelompok Resiko
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Masalah Psikosisial (Stress Dan Kecemasan Konsep
    Masalah Psikosisial (Stress Dan Kecemasan Konsep
    Документ11 страниц
    Masalah Psikosisial (Stress Dan Kecemasan Konsep
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Konsep Manajemen Fertilitas
    Konsep Manajemen Fertilitas
    Документ12 страниц
    Konsep Manajemen Fertilitas
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Документ3 страницы
    KUESIONER
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Penyakit Akibat Kerja
    Penyakit Akibat Kerja
    Документ11 страниц
    Penyakit Akibat Kerja
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • OPTIMASI FERTILITAS
    OPTIMASI FERTILITAS
    Документ11 страниц
    OPTIMASI FERTILITAS
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Legal Etis
    Legal Etis
    Документ22 страницы
    Legal Etis
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Legal Etis
    Legal Etis
    Документ22 страницы
    Legal Etis
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Perubahan Lansi Pada Aspek Sosial
    Perubahan Lansi Pada Aspek Sosial
    Документ12 страниц
    Perubahan Lansi Pada Aspek Sosial
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Masalah Psikosisial (Stress Dan Kecemasan Konsep
    Masalah Psikosisial (Stress Dan Kecemasan Konsep
    Документ11 страниц
    Masalah Psikosisial (Stress Dan Kecemasan Konsep
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Peran perawat paliatif pada pasien HIV/AIDS
    Peran perawat paliatif pada pasien HIV/AIDS
    Документ16 страниц
    Peran perawat paliatif pada pasien HIV/AIDS
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Artritis Gout
    Artritis Gout
    Документ13 страниц
    Artritis Gout
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Askep Hipoglikemi Kel 3
    Askep Hipoglikemi Kel 3
    Документ13 страниц
    Askep Hipoglikemi Kel 3
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Teraupetik Kronis
    Teraupetik Kronis
    Документ5 страниц
    Teraupetik Kronis
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Drama Dan Komunitas
    Drama Dan Komunitas
    Документ18 страниц
    Drama Dan Komunitas
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • PP Pruritus
    PP Pruritus
    Документ14 страниц
    PP Pruritus
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • ORGANISASI
    ORGANISASI
    Документ5 страниц
    ORGANISASI
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Urolithiasis
    Urolithiasis
    Документ16 страниц
    Urolithiasis
    Hilda Ayu Adriyana
    100% (2)
  • Makalah CKD
    Makalah CKD
    Документ15 страниц
    Makalah CKD
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Hemoroid
    Hemoroid
    Документ16 страниц
    Hemoroid
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • Urolithiasis
    Urolithiasis
    Документ16 страниц
    Urolithiasis
    Hilda Ayu Adriyana
    100% (2)
  • Urolithiasis
    Urolithiasis
    Документ16 страниц
    Urolithiasis
    Hilda Ayu Adriyana
    100% (2)
  • Bab II Candidiasis
    Bab II Candidiasis
    Документ16 страниц
    Bab II Candidiasis
    Hilda Ayu Adriyana
    0% (1)
  • Perencanaann
    Perencanaann
    Документ11 страниц
    Perencanaann
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет
  • SAP Artritis Gout
    SAP Artritis Gout
    Документ9 страниц
    SAP Artritis Gout
    Hilda Ayu Adriyana
    Оценок пока нет