Вы находитесь на странице: 1из 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang
membentuk suatu material yang menyerupai batu yang dapat ditemukan dalam kandung
empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu dari
konstituen padat empedu dan sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan komposisi.
Batu empedu jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi sering terjadi
setelah usia 40 tahun, yang mempengaruhi 30% sampai 40% dari populasi pada usia
80 tahun.
Obstruksi duktus empedu di ikuti oleh kolesistitis akut yang mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan dan iskemia di kandung empedu atau iritasi
kimia dari organ yang di sebabkan oleh pemajanan jangka panjang terhadap
konsentrat empedu. Infeksi bakteri utama dapat menyebabkan kolesistitis, tetapi
sampai dengan 80% kasus, terjadi batu obstruktif dalam saluran empedu. Kolesistitis
akut dapat menyebabkan komplikasi dengan abses dan atau perforasi kandung
empedu. Kolesistitis kronis biasanya di hubungkan dengan batu di dalam duktus bilier
dan di manifestasikan oleh intoleran terhadap makanan berlemak, mual dan muntah,
dan nyeri setelah makan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi kolelitiasis?
2. Bagaimana patofisiolgi kolelitiasis?
3. Bagaimana etiologi kolelitiasis?
4. Bagiamana factor resiko kolelitiasis?
5. Bagaimana manifestasi klinis kolelitiasis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik kolelitiasis?
7. Bagaimana penatalaksanaan kolelitiasis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan kolelitiasis?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian kolelitiasis
2. Menjelaskan patofisiologi kolelitiasis
3. Menjelaskan etiologi kolelitiasis
4. Menjelaskan faktor resiko kolelitiasis
5. Menjelaskan manifestasi klinis kolelitiasis
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik kolelitiasis
7. Menjelaskan penatalaksanaa kolelitiasis
8. Menjelaskan asuhan keperawatan kolelitiasis


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner &
Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid
(Price & Wilson, 2005).
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau
pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah
kolesterol. (Williams, 2003)
Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk oleh colesterol, kalsium, bilirubinat
atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu (Marlyn E
Doengoes, 2000).
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Betu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi (Smeltzer, 2002).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di temukan
pada saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat,
kalsium bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen tersebut. (Grace, Pierce. dkk,
2006, hlm 121).
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat di dalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledukus) atau keduanya. (Arif Muttaqin, 2011)
Jadi dapat disimpulkan bahwa kolelitiais atau batu empedu merupakan gabungan
dari beberapa unsur yang membentuk suatu material yang menyerupai batu yang dapat
ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam sluran empedu
(koledokolitiasis) atau pada kedua duanya.

B. Patofisiologi
Batu ginjal terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam
konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu terkonsentrasi di
kandung empedu, larutan akan menjadi jenuh dengan bahan bahan tersebut,
kemudian endapan dari larutan akan membentuk kristal mikroskopis. Kristal
terperangkat dalam mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari
saluran oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. Pada
kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan fosfatidikolin ( lesitin ) dalam jumlah cukup agar kolesterol
berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam
empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi
yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk
konsentrasi tinggi. At ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk
kristal kolesterol. Kristal ini merupakan prekursor batu empedu.
3

Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam empedu
adalah berada dalam bentuk konjugat glukuronida yang larut dalam air dan stabil,
tetapi sebagian kecil terdiri atas bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti asam lemak, fosfat, karbonat dan anion lain, cenderung untuk membentuk
presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama
dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis
atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinate mungkin kemudian
mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu. Seiring waktu, berbagai
oksidasi menyebabkan bilirubin presipitat untuk mengambil zat warna hitam. Batu
yang dibentuk dengan cara ini yang disebut batu pigmen hitam.
Empedu biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya di atas striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dan hasi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinate. Bakteri
hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang kompleks dengan kalsium
dan endapan dari larutan. Konkresi yang dihasikan memiliki konsistensi disebut batu
pigmen cokelat. Tidak seperti kolesterol atau pigmen hitam batu, yang membentuk
hampir secara eksklusif di kandung empedu, batu pigmen cokelat sering bentuk de
novo dalam saluran empedu.
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit
menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu,
batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinate dan garam kalsium,
lalu menghasilkan campuran batu empedu.
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai menifestasi keluhan pada
pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu yang
menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu,
tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di
tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrium, mungkin
dengan penjalaran ke punggung. Keluhan muntah dapat memberikan masalah
keperawatan nyeri dan risiko ketidakseimbangan cairan. Respons nyeri dan gangguan
gastrointestinal akan meningkatkan penurunan intake nutrisi, sedangkan anoreksia
memberikan masalah keperawatan risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
krbutuhan.
Respons komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi
peningkatan suhu tubuh. Respons kolik bilier secara kronis akan meningkatkan
kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelehan memberikan
masalah intoleransi aktivitas. Respons adanya batu akan dilakukan intervensi medis
pembadahan, intervensi litotripsi, atau intervensi endoskopik memberikan respons
psikologis kecemasan dan pemenuhan informasi.

4

pathway







































Obesitas, Makanan, usia, jenis
kelamin, genetik, infeksi kuman, statis
cairan empedu
Batu empedu
ikterus
Okulsi dan obstuksi dari batu
Tekanan di duktus biliaris akan
meningkat dan peningkatan
kontraksi peristaltik
Intake nutrisi dan
cairan tidak adekuat
Obstruksi duktus sitikus
atau duktus biliaris
Respon
saraf lokal
Gangguan
gastrointestinal
nyeri
Mual, muntah,
anoreksia
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
Penurunan
cairan tubuh
Intervensi bedah
Intervensi litotripsi
Intervensi endoskopik
Respon
psikologis
misinterpretasi
perawatan dan
penatalaksanaan
pengobatan
Port de entre
pascabedah
Kecemasan
Pemenuhan informasi
pascaoperatif
preoperatif
Resiko infeksi
5

C. Etiologi
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolestrol, kalsium bilirubinat atau campuran,
disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjadi pada
duktus koledukus, duktus hepatica, dan duktus pancreas.Kristal dapat juga terbentuk
pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering
diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak terjadi pada wanita (Doenges, 1999).
1. Statis cairan empedu
2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
reaksi supurasi dan inflamasi.

D. Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko .namun, semakin banyak
faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya koletiasis.Faktor
resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu melihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu
empedu bisa berjalan dalam keluarga 10. Di Negara barat penyakit ini sering
dijumpai, di USA 10-20% laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu.Batu
empedu lebih sering ditemukan pada orang kulit putih dibandingkan kulit
hitam.Batu empedu juga sering ditemukan di Negara lain selain USA, Chili dan
Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan
semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu
empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga
orang.
3. Jenis kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan
perbandingan4 : 1. Di USA 10 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki.Sementara di
Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki.
4. Obesitas
Pada orang yang mengalami obesitas dengan indeks massa tubuh (BMI) tinggi
makan kadar kolesterol dalam kandung empedu sangat tinggi sehingga akan
menurunkan garam empedu dan mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung
empedu.
5. Makanan
6

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia empedudan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis.
7. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi IV dalam jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / minuman yang melewati
intestinal.Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu.

E. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut Suratun, dkk (2010, hlm. 201)
adalah sebagai berikut :
1. Batu Kolesterol
Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning
pucat dan sering kali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam
empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2. Batu Pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat, fosfat,
atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil,
multipel, dan bewarna hitam kecoklatan. Batu pigmen bewarna coklat berkaitan
dengan hemolisis kronis.Batu berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu
kronis (batu semacam ini lebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan terbentuk bila
pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
3. Batu Campuran
Batu ini merupakan TERBENTUK BILA TERJADI campuran antara batu
kolesterol dengan batu pigmen atau dengan substansi lain (kalsium karbonat,
fosfat, garam empedu, dan palmitat), dan biasanya berwarna coklat tua.

F. Manifestasi Klinis
Menurut Price (2005, hlm 503) Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu
tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat
aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam
duktus koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut
atau kronis.
7

1. Gejala Akut
a. Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas,
nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.
b. Penderita dapat berkeringat banyak dan Gelisah
c. Nausea dan muntah sering terjadi.
d. Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam
duodenum akan di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit
dan membran mukosa bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai dengan
gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
e. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.
2. Gejala kronis
Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata.Pasien sering memiliki riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:
a. Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas
b. Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu
c. Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
d. Demam
e. Urine yang berwarna gelap seperti warna teh
f. Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan
berlemak
g. Nausea dan muntah
h. Berkeringat banyak dan gelisah
i. Nausea dan muntah-muntah
j. Defisiensi Vitamin A,D,E,K

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien kolelitiasis:
a. Obstruksi duktus sitikus
b. Kolik bilier
c. Kolesistitis akut dan kronis
d. Perikolesistitis
e. Peradangan pankreas
f. Perforasi
g. Hydrops (oedema) kandung empedu
h. Emplema kandung empedu
i. Fistel kolesistoenterik
8

j. Batu empedu sekunder (pada 2-6% klien, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
k. Ileus batu empedu

H. Penatalaksanaan
1. Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk menguragi gejala yang sudah berlangsung lama untuk menghilangkan kolik
bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.Pembedahan dapat efektif bila gejala
yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur
darurat bila mana kondisi pasien mengharuskannya. Tindakan operasi meliputi :
a. Minikolesistektomi
Prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu melalui luka incisi
selebar 4 cm. Kontroversi prosedur ini timbul karena ukuran insisi
membatasi pajanansemua struktur bilier yang terlibat.
b. Kolesistektomi
Prosedur beddah dimana kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus
sistikus diligali.Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan
dibiarkan keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus dan getah empedu dalam kassa absorben.
c. Kolesistektomi laparoscopi (endoscopi)
Dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
d. Kolesistotomi perkutan
Dilakukan dalam penaanganan dan penegakan diagnosis pada pasien-pasien
yang berisiko jika harus menjalani tindakan pembedahan atau anestesi umum
yaitu pasien-pasien penderita sepsis atau gagal jantung yang berat dan gagal
ginjal, paru atau hati.
2. Non Bedah
a. Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier
eter/MTBE)
b. Selang atau kateter dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu
melalui saluran T tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan saat
pembedahan,melalui endoscopy ERCP.
c. Pengambilan batu non bedah. Digunakan untuk batu yang belum terangkat
pada saat kolesistektomi atau terjepit dalam duktus koledukus, melalui
prosedur ERCP.
d. Prosedur ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litrotipsi)
Prosedur non infasif menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan
kepada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus atau duktus
koledukus dengan maksud untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen.
3. Diet dan penatalaksanaan pendukung
Dalam kondisi inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan
infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.Intervensi bedah ditunda
9

sampai gejala akut mereda kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen
terapi :
a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi abdomen
c. Pemberian terapi intravena, infus cairan dan elektrolit, untuk mencegah
terjadinya syok.
d. Pemberian antibiotik sistemik, vitamin K, analgesik.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus.Di samping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkankembali.Pemeriksaan USG mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi : kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan.Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi (Smeltzer, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu serta memnentukan apakah kandung empedu
telah tebal (Williams, 2003).
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopanereatografi)
Pemeriksaan ini menungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optic yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier (Smeltzer, 2002).
5. Pemeriksaan darah
a. Kenaikan serum kolestrol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolestrol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
10

J. Pencegahan
Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolestrol, sebaiknya menghindari
makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak hewani.

























11

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KOLESISTITIS
I. Pengkajian
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum : mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran : kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
klien.
c) Tanda-tanda Vital : mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi (TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
d. Pola aktivitas
12

1) Nutrisi : kaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas : kaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
3) Aspek Psikologis : kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati
4) Aspek penunjang :
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

II. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan
yang kurang adekuat
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka
operasi)
4. Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
muntah berlebihan.
5. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit,rencana pembedahan.

III. Intervensi
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut b/d agen
injuri fisik
Setelah dilakukan Asuhan
keperawatan 24 jam
tingkat kenyamanan klien
meningkat dengan kriteria
hasil :
- Klien melaporkan nyeri
berkurang dg scala 2-3
- Ekspresi wajah tenang
- klien dapat istirahat dan
tidur
Manajemen nyeri :
- Kaji tingkat nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
- Observasi reaksi nonverbal dari
ketidak nyamanan.
- Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
- Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
- Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
- Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
- Berikan analgetik untuk
13

mengurangi nyeri.
- Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d
intake makanan
yang kurang adekuat

Setelah dilakukan asuhan
keperawata selama
3x24 jam klien
menunjukan status nutrisi
adekuat dengan kriteria
hasil:
- BB stabil,
- Nilai laboratorium terkait
normal,
- tingkat energi adekuat
masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
- kaji status nutrisi pasien, turgor
kulit, berat badan, integritas
mukosa oral, kemampuan menelan,
riwayat mual/muntah, dan diare.
- Kaji pengetahuan pasien tentang
intake nutrisi
- Beri diet sesuai kondisi klinik atau
tingkat toleransi
- Berikan makan dengan perlahan
pada lingkungan yang tenang
- Monitor perkembangan berat badan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menetapkan komposisi dan jenis
diet yang tepat

3 Resiko infeksi
berhubungan
dengan prosedur
invasif, kerusakan
jaringan (luka
operasi)
Setelah dilakukan asuhan
keperawata 3x24 jam klien
menunjukkan kontrol
infeksi selama dalam
perawatan dengan kriteria
hasil :
- Tdk ada tanda-tanda
infeksi
- Mendemonstrasikan
tindakan hygienes seperti
mencuci tangan
Konrol infeksi :
- Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.
- Intruksikan kepada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan sesudahnya.
- Gunakan sabun anti microba untuk
mencuci tangan.
- Anjurkan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien.
- Atur pemberian antibiotik.
n. Ajarkan kepada keluarga tanda-
tanda infeksi.
- Lakukan perawatn drain setiap hari
dengan teknik steril
- Laporan adanya dugaan infeksi
pada pasien.

4 Resiko tinggi
ketidakseimbangan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
Self Care Assistence
- pertahankan masukan dan haluaran
14

cairan dan elektrolit
berhubungan
dengan muntah
berlebihan.
jam diharapkan kebutuhan
cairan terpenuhi dengan
kriteria hasil :
- klien mengatakan sudah
tidak muntah lagi
- membran mukosa
lembab
- turgor kulit elastis
- pengisian kapiler baik.
akurat, awasi tanda/gejala
peningkatan/berlanjutnya muntah
- hindarkan dari lingkungan yang
berbau
- lakukan kebersihan oral dengan
pencuci mulut
- sarankan untuk minum banyak
kurang lebih 8 gelas/hari
- berikan obat antiemetik sesuai
program.
5 Ansietas
berhubungan
dengan prognosis
penyakit,rencana
pembedahan.

Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pasien
menunjukkan kontrol
terhadap
kecemasan denagn kriteria
hasil :
- Dapat mengidentifikasi,
verbalisasi, dan
mendemonstrasikan
teknik menurunkan
kecemasan.
- Menunjukkan postur,
ekspresi wajah,
perilaku, tingkat
aktivitas yang
menggambarkan
kecemasan menurun.
- Mampu
mengidentifikasi dan
verbalisasi penyebab
cemas.

Reduksi kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan dan respon
fisiknya.
- Gali reaksi personal dan ekspresi
cemas.
- Gunakan empati untuk mendukung
pasien dan keluarga.
- Anjurkan untuk berfikir positif.
- Intervensi terhadap sumber cemas.
- Bantu pasien mendefinisikan
tingkat kecemasan.
- Ajarkan teknik manajemen cemas.



IV. Evaluasi
Hasil yang duharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut
:
- Nyeri terkontrol dan teradaptasi
- Intake nutrisi adekuat
- Tidak terjadi infeksi
- Cairan dan elektrolit seimbang
- Kecemasan berkurang atau teradaptasi




15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam bab penutup penulis mengambil beberapa kesimpulan kolelitiasis /
koledokolelitiasi merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran
kandung empedu. Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batu empedu
di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsur unsur padat yang membentuk
cairan empedu yang memiliki ukuran bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kandung
empedu pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.

B. Saran
Sebagai perawat profesional diharapkan mampu melakukan tindakan Asuhan
Keperawatan yang tepat dan sesuai prosedur. Selain itu pasien juga diharapkan dapat
mengetahui labih lanjut tentang penyakit kolelitiasis dan dapat menghindari makanan
yang dapat menyebabkan penyakit. Misalnya enggan mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak.



























16

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Vol
2.Jakarta:EGC
Doengoes,E.Marilyn,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3 Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3 Jilid 2 Jakarta:EGC
Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika
Williams, L.S., Hopper, P.D, 2003, Understanding Medical Surgical Nursing, Second
edition, F.A Davis Company, Philadelphia

Вам также может понравиться