Вы находитесь на странице: 1из 29

1

Sistem dan Mekanisme Pernapasan


Pada Tubuh Manusia

Jonathan Karel Gunawan*
10-2010-245
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespendensi:
Jonathan Karel Gunawan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: karel_1992@yahoo.com

Sistem Pernapasan pada Tubuh manusia
Sesak napas dapat dikatakan sebagai merasakan gerakan pernapasan dan merupakan salah
satu gejala yang sering dijumpai dan menimbulkan kekhawatiran. Pernapasan adalah istilah
yang digunakan untuk menjelaskan dua proses yang berbeda tetapi saling berhubungan yaitu
pernapasan seluler dan pernapasan mekanik. Pernapasan seluler adalah proses di mana sel
memperoleh energi melalui pemecahan molekul organik. Pernapasan mekanik adalah proses
melalui mana kebutuhan oksigen untuk pernapasan seluler diserap dari atmosfir ke dalam
sistem vaskular darah dan proses melalui mana karbon dioksida dikeluarkan ke atmosfir.
Pernapasan mekanik terjadi di dalam sistem pernapasan.
1-3

Sistem pernapasan memiliki dua komponen fungsional yaitu sistem konduksi untuk
mengangkut gas-gas ekspirasi dan inspirasi antara atmosfir dan sistem sirkulasi yang
berfungsi sebagai permukaan untuk pertukaran pasif gas antara atmosfir dan darah. Sistem
konduksi pada dasarnya dimulai sebagai saluran tunggal yang bercabang-cabang membentuk
jalan napas yang diameternya semakin kecil. Percabangan terminal dari sistem konduksi
membuka ke dalam kantung berujung buntu yang disebut alveoli. Alveoli merupakan tempat
terjadinya pertukaran gas, yaitu struktur berdinding tipis dilapisi oleh jaringan kapiler yang

2

amat banyak yaitu kapiler pulmoner. Susunan ini memberikan bidang temu berlimpah dengan
ketebalan minimal untuk pertukaran gas-gas antara atmosfir dan darah.
3

Sesak napas akibat kebiasaan buruk merokok merupakan salah satu sinyal yang diberikan
oleh tubuh sebagai tanda adanya gangguan pada sistem pernapasan. Sesak napas merupakan
gejala yang paling sering dijumpai berkaitan dengan berbagai masalah klinik sistem
pernapasan. Melihat adanya permasalahan klinik berkaitan dengan sistem pernapasan pada
tubuh manusia, merupakan hal penting untuk mengetahui struktur, peranan, serta mekanisme
kerja normal dari sistem pernapasan tubuh manusia. Dengan mengetahui kondisi normal pada
sistem pernapasan tubuh manusia dan memahami mekanisme kerjanya, dapat menjadi awal
persiapan dalam menghadapi masalah klinik berkaitan dengan sistem pernapasan di masa
yang akan datang.

Struktur Sistem Pernapasan Manusia
Semua hewan yang telah berkembang tinggi memerlukan oksigen untuk mempertahankan
metabolismeya. Sistem pernapasannya memasukkan oksigen dari udara yang dihirup masuk
dan mengeluarkan karbon dioksida yang dihasilkan metabolisme sel-sel di seluruh tubuh.
Karbon dioksida diangkut ke paru sedangkan oksigen diangkut dari paru ke jaringan oleh
sistem sirkulasi. Saluran napas dikatakan memiliki bagian konduksi di proksimal yang
menghubungkan bagian luar dengan bagian respirasi di distal, tempat berlangsungnya gas
antara darah dan udara yang dihirup.
4

Bagian konduksi mencakup rongga hidung, faring, laring, trakea, dan sistem bronki yang
bercabang-cabang menjadi saluran dengan diameter yang secara progresif mengecil. Cabang
terkecilnya, bronkiolus, berhubungan langsung dengan bagian respirasi paru. Yang terakhir
terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolares, dan alveoli, yang bersama-sama
merupakan bagian terbesar dari volume paru.
4,5

Secara anatomis sistem pernapasan dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pernapasan atas
dan bawah yang dipisahkan oleh faring. Saluran pernapasan atas terdiri atas sistem ruang
yang saling berhubungan yaitu rongga hidung, sinus paranasal, dan nasofaring. Pada dasarnya
saluran pernapasan atas terlibat dalam penyaringan, pelembaban dan penyesuaian suhu dari
udara yang diinspirasi. Fungsi lainnya adalah sebagai reseptor untuk indra pembau pada

3

rongga hidung. Sinus paranasal berfungsi sebagai bilik resonansi untuk bicara serta
mengurangi massa tulang dari skeleton muka. Nasofaring dihubungkan melalui tuba Eustachii
ke rongga telinga tengah sehingga memungkinkan terjadinya penyelarasan tekanan udara
dalam telinga tengah dengan lingkungan eksternal.
3

Saluran pernapasan bawah dimulai pada laring kemudian berlanjut ke dalam torak sebagai
trakea sebelum terbagi menjadi sejumlah jalan udara yang lebih kecil untuk mencapai alveoli,
terdapat sekitar duapuluh kali percabangan pada manusia. Pita suara dari laring melindungi
saluran pernapasan bawah dan memiliki fungsi penting dalam berbicara. Trakea pertama-tama
terbagi menjadi bronki utama atau primer kanan dan kiri yang mensuplai paru-paru. Masing-
masing bronkus meneruskan cabangnya ke bronki sekunder atau lobar mensuplai lobus paru-
paru sebelum membagi lagi untuk membentuk bronki tersier atau bronki segmental yang
mensuplai segmen-segmen masing-masing lobus. Bronki tersier kemudian bercabang-cabang
menjadi banyak jalan udara yang lebih kecil disebut bronkiolus. Bronkiolus yang paling kecil
disebut bronkiolus terminalis dan menandai akhir dari saluran bagian penghubung.
Bronkiolus terminalis kemudian bercabang-cabang menjadi jalan udara transisi yaitu
bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris. Bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris
terutama terlibat dalam pertukaran gas. Saluran-saluran ini akhirnya bermuara dalam rongga
yang lebar disebut sakus alveolaris yang membuka ke dalam alveoli.
3

Secara umum, alat-alat pernapasan yang terlibat pada pengangkutan gas-gas dapat dibedakan
menjadi alat-alat yang dilalui udara seperti rongga hidung, faring, laring, dan trakea, dari
paru-paru yang berfaal pada pertukaran gas secara langsung antara udara dan darah. Sebagian
besar saluran pernapasan, bronkus, terdapat di dalam paru-paru.
6


Rongga Hidung
Hidung terdiri atas kerangka tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan ikat dan kulit.
Ia dibagi dalam rongga hidung (cavum nasale) kiri dan kanan oleh septum nasale. Rongga
hidung terbuka di anterior pada nares dan di posterior ke dalam faring. Luas permukaannya
diperbesar oleh tiga tonjolan mirip gulungan dari dinding lateral yang disebut konka superior,
media, dan inferior. Kulit yang menutupi hidung dilapisi rambut sangat halus dengan kelenjar
sebasea besar. Bagian dalam hidung dilapisi empat jenis epitel. Epitel berlapis gepeng kulit
berlanjut ke dalam melalui nares ke dalam vestibulum, di mana sejumlah rambut kaku dan

4

besar menonjol ke saluran udara. Mereka ini diduga membantu menahan partikel debu yang
besar dalam udara yang dihirup. Beberapa milimeter ke dalam vestibulum, epitel berlapis
gepeng ini beralih menjadi epitel kolumnar atau kuboid tanpa silia. Mereka ini berlanjut
menjadi epitel bertingkat kolumnar bersilia yang menutupi sisa dari rongga hidung, kecuali
daerah kecil di dinding dorsal yang dilapisi epitel olfaktoris sensoris.
4

Epitel hidung terdiri atas:
1. Sel-sel kolumnar bersilia
2. Sel goblet
3. Sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel, dianggap sebagai sel-sel induk bagi
penggantian jenis sel yang lebih berkembang
Pada manusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior. Selain
mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan
mukus dan permukaan epitel. Silia melecut di dalam lapis cairan ini, mendorong lapis mukus
di atasnya ke arah faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung
kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propia juga
terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid. Di bawah epitel konka inferior
terdapat pleksus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan.
4,5

Reseptor bagi sensasi mencium terdapat di dalam epitel olfaktoria, daerah khusus pada
mukosa hidung yang terdapat di atap rongga hidung dan meluas ke bawah sampai pada kedua
sisi septum serta sedikit ke atas konka nasalis superior. Epitel olfaktoris adalah epitel
bertingkat silindris tinggi, terdiri atas tiga jenis sel berbeda:
1. Sel penyokong

Sel penyokong atau sel sustentakular berbentuk panjang dengan inti lonjongnya yang
terletak lebih ke apikal atau superfisial pada peitel. Permukaan aspeksnya yang lebar
mengandung mikrovili halus yang menonjol ke dalam lapisan mukus permukaan.
Bagian belakang dari sel-sel ini lebih langsing.





5


2. Sel basal

Sel basal adalah sel kecil pendek yang terletak di basis epitel dan di antara basis sel-sel
penyokong dan sel olfaktoris. Merupakan sel-sel kecil basofilik kuat.

3. Sel olfaktoris

Sel olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris. Inti bulat atau lonjongnya menempati
daerah pada epitel yang terletak di antara inti sel penyokong dan sel basal. Aspeks sel
ofaktoris langsing dan mengarah ke permukaan epitel. Memancar dari apeks ini adalah
silia olfaktoris non-motil dan panjang yang terletak paralel terhadap permukaan epitel
dalam mukus di atas epitel. Silia ini berfungsi sebagai reseptor untuk bau. Terjulur
keluar dari basis sel yang langsing terdapat akson yang masuk ke dalam jaringan ikat
lamina propria di bawahmya, tempat mereka bergabung dalam berkas-berkas kecil
nervus olfaktorius tanpa mielin, yaitu fila olfaktoria. Saraf ini akhirnya keluar dari
cavum nasi dan berjalan ke dalam bulbus olfaktorius otak.

Di bawah epitel olfaktoris terdapat lamina propria, banyak mengandung kapiler, pembuluh
limfe, arteriol dan venul. Selain nervus olfaktorius, lamina propria juga mengandung kelenjar
olfaktoris tubuloalveolar bercabang dari Bowman. Kelenjar serosa ini mencurahkan sekretnya
melalui saluran sempit yang menembus epitel olfaktoris dan bermuara pada permukaan.
Sekret kelenjar ini membasahi mukosa olfaktoris dan menyediakan pelarut yang dibutuhkan
bagi substansi bebauan.
4,5

Hidung bagian luar seakan-akan membentuk gambar timbul pada bibir dan pipi dengan
adanya lipat nasolabial. Ke arah inferior hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat
panjang yaitu nares yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-lateral hidung berakhir
sebagai alae nasi yang bulat. Ke arah medial permukaan lateral ini berlanjut pada dorsum nasi
di tengah. Bagian piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari
kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
2,6,7



6


1. Rongga hidung dan nasal

Rongga-rongga hidung dipisahkan dari sesamanya oleh sekat rongga hidung atau
septum nasi dari rongga mulut oleh palatum. Bagian anterior septum adalah kartilago.
Dinding lateral mulai pada dasar rongga hidung dari sekat. Rongga hidung menyempit
bagaikan suatu segitiga atap rumah ke arah puncaknya. Tiap rongga hidung berakhir
pada suatu pintu hidung belakang, koana, yang berhubungan dengan faring. Dasar
rongga-rongga hidung dibentuk oleh palatum durum dan palatum mole.
2,6,7


Atap rongga hidung adalah suatu alur yang melandai ke depan di bawah jembatan
hidung menuju lubang-lubang hidung luar, dan ke arah posterior sepanjang dinding
depan tulang baji pada resesus sfenoetmoidalis menuju koana. Dinding lateral
diperbear oleh tiga peninggian, konka-konka, sinus frontalis, sinus sfenoidalis
orifisium faringeal tuba Eustachii.
6


Tulang hidung terdiri atas:

a. Tulang nasal, membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.
b. Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior
septum nasal.
c. Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang makila dan
palatinum.
d. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform
tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasa, dan pada sisi
posterior dari tulang sfenoid.

Konka-konka nasalis adalah tulang-tulang tipis yang dilapisi sebuah membran mukosa
yang berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah. Konka
nasalis menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Terdapat sebuah jalan
udara atau meatus di bawah tiap dari tiga konka, superior, media dan inferior. Konka
nasalis inferior merupakan konka nasalis terpanjang, merupakan tulang tersendiri. Ke

7

dalam meatus inferior bermuara duktus nasolakrimalis yang mengumpulkan cairan air
mata dari kantong konjungtival mata dan melalui dua buluh kecil, kanalis lakrimalis,
mengumpulkan dan mengosongkan cairan tersebut ke dalam kantong lakrimal. Bagian
tulang konka media adalah bagian tulang tapisan.
2,6

Membrana mukosa hidung terdiri atas kulit pada bagian eksternal permukaan hidung
yang mengandung folikel rambut, keringat, dan kelenjar sebasea, merentang sampai
vestibulum yang terletak di dalam nares. Kulit di bagian dalam ini mengandung
rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara terhisap. Di
bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitel respiratorik membentuk mukosa yang
melapisi ruang nasal selebihnya. Lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel
goblet yang terletak pada lapisan jaringan ikat tervaskularisasi dan terus memanjang
untuk melapisi saluran pernapasan sampai ke bronkus. Membrana mukosa hidung
dibedakan menjadi dua bagian.
2,6

a. Daerah pernapasan melapisi konka inferior dan media, daerah septum yang sesuai
dan dasar rongga hidung. Bagian ini bertugas merawat udara penarikan napas.

b. Daerah olfaktorius, meliputi konka superior, bagian septum yang letaknya
berlawanan dan atap rongga hidung. Daerah ini mengandung alat penghidu.

Fungsi dari membrana mukosa hidung adalah sebagai berikut.
2

a. Penyaringan partikel kecil

Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu
lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel
yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan
keluar.

b. Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk

Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta
dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.

8



c. Resepsi odor

Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng
kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera
penciuman.

Sinus paranasal merupakan kantong tertutup pada bagian frontal, etmoid, maksilar,
dan sfenoid. Sinus-sinus ini kebanyakan berkembang setelah lahir. Terdapat empat
pasang sinus paranasal.
2,6

a. Sinus maksilaris, meluas di bawah orbita dan dasarnya dipisahkan dari akar gigi-
gigi molar dan premolar oleh sebuah lempeng tulang.

b. Sinus frontalis, derajat meluasnya sinus ke dalam tulang dahi, sangat bervariasi
dan biasanya sinus ini tidak simetris. Di dekatnya terletak lekuk tengkorak depan
dan atap orbita.

c. Sinus etmoidalis, terdiri atas sel-sel udara etmoidal. Sinus ini berkembang pada
usia muda. Batas-batasnya adalah orbita, lekuk tengkorak depan dan rongga
hidung dan terpisah dari alat-alat ini oleh lamela-lamela yang setipis kertas.

d. Sinus sfenoidalis, dipisahkan oleh sebuah sekat sagital, kadang-kadang sekat ini
tidak lengkap. Atap sinus sfenoidalis dibentuk oleh sela tursika pada dasar
tengkorak.

Sinus-sinus tersebut berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area
permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan
udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi
wicara. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus
kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi
tegak, aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus

9

infeksi sinus. Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus
inferior.
2

2. Faring

Faring merupakan tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian
dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring merupakan ruangan di belakang
cavum nasi yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Faring
terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
2


a. Nasofaring

Nasofaring berada di sebelah dorsal hidung dan sebelah cranial palatum molle.
Nasofaring merpakan bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga
nasal melalui dua naris internal (koana).
2,7


1. Dua tuba Eustachii (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
gendang telinga.

2. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak
di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.

Rongga nasofaring tidak pernah tertutup, berbeda dengan orofaring dan
laringofaring. Ke arah ventral nasofaring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana yang masing-masing terpisah oleh septum nasi. Nasofaring
memiliki epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah membrana basalis
pada lamina propria terdapat kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat
jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea.
7





10



b. Orofaring

Orofaring terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglotis atau
setinggi corpus vertebra cervical 2 dan 3 bagian atas. Orofaring dipisahkan dari
nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.
2,7


1. Uvula adalah prosesus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian
tengah tepi bawah palatum lunak.

2. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.

Orofaring memiliki epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terletak di
belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Orofaring akan dilanjutkan
ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesofagus.
7


c. Laringofaring

Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, merupakan gerbang untuk
sistem respiratorik selanjutnya. Laringofaring memiliki epitel bervariasi, sebagian
besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laringofaring membentang dari
tepi kranial epiglotis sampai tepi inferior cartilago cricoidea atau mulai setinggi
bagian bawah corpus vertebra cervical 3 sampai bagian atas vertebra cervical 6. Ke
arah caudal laringofaring dilanjutkan sebagai oesofagus.
2,7


3. Laring

Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung
pendek berbentuk seperti kotak triangular. Laring dapat menutup jalan-jalan udara

11

yang lebih rendah dari faring misalnya pada saat batuk atau muntah. Semua otot
laring, kecuali otot krikoaritenoideus posterior berperanserta dalam penutupan ini. Di
samping itu laring menghasilkan nada-nada. Laring membentang antara lidah sampai
trakea atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra cervical 3 sampai 6. Laring terdiri
atas sebuah kerangka tulang rawan dengan ikat-ikat yang merupakan tempat
perlekatan otot-otot, dan sebagian besar tertutup membrana mukosa. Laring ditopang
oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan.
2,6,7


a. Kartilago tidak berpasangan

1. Kartilago tiroid

Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang
disekresi saat pubertas. Kartilago tiroid terdiri atas dua lembaran berbentuk
segiempat yang bersatu di depan bagaikan halauan kapal. Pada ujung haluan ini
terdapat suatu takik, insisura tiroidea superior, yang dapat diraba. Sebuah
kornu superior dan kornu inferior berasal dari tiap tepi posterior lamina, kornu
inferior membentuk sebuah sendi dengan permukaan sendi.
2,6


2. Kartilago krikoid

Karilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak
di bawah kartilago tiroid. Permukaan lateral pada tiap sisi mempunyai
permukaan sendi bagi kornu inferior kartilago tiroidea.
2,6


3. Epiglotis

Merupakan katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago
tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut faring untuk
mencegah masuknya makanan dan cairan.
2,7



12

Epiglotis merupakan bagian teratas dari laring menjulur ke atas dari dinding
rawan elastis, tulang rawan epiglotis, membentuk kerangka untuk epiglotis.
Permukaan lingual atau anterior diliputi epitel jenis gepeng berlapis tanpa
lapisan tanduk dan suatu lamina propria yang bersatu dengan perikondrium.
Kelenjar umumnya tidak ada, tetapi kadang-kadang didapatkan alveoli mukosa
di dekat pangkalnya.
5


Mukosa lingual terus mencapai apeks epiglotis dan sering melebihi stengah
bagian posterior atau permukaan laringeal. Akan tetapi epitel berlapis gepeng
menjadi lebih rendah, papil jaringan ikat menghilang dan terjadi peralihan
menjadi epitel bertingkat silindris bersilia yang mempunyai sel goblet.
Terdapat kelenjar tubuloalveolar serosa, mukosa, atau campuran di dalam
lamina propria. Kadang-kadang terlihat kuncup pengecap. Nodulus limfatikus
soliter mungkin didapatkan pada kedua permukaan mukosa lingual atau
laringeal.
5


b. Kartilago berpasangan

1. Kartilago aritenoid

Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago
ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium
skuamosa bertingkat.
2


2. Kartilago kornikulata

Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
2


3. Kartilago kuneiform

Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang
jaringan lunak.
2


13








4. Trakea

Trakea merupakan tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dengan diameter 2,5 cm,
terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area
vertebra serviks keenam sampai area vertebra thoraks kelima tempatnya membelah
menjadi dua bronkus utama. Karena strukturnya, alat ini mempertahankan aliran
udara. Dinding anterolateralnya terdiri atas 10-20 kartilago hialin berbentuk tapal kuda
yang dihubungkan oleh ikat-ikat anular. Pada dinding posterior, paries membranaseus
kartilago-kartilago tertutup menjadi suatu cincin oleh jaringan ikat dan otot.
2,6


Dinding trakea diperkuat oleh sederetan keping tulang rawan hialin berbentuk C yang
mengelilingi bagian ventral dan lateralnya. Cincin tulang rawan tidak utuh ini
dipisahkan oleh celah-celah yang dijembatani jaringan ikat fibro-elastis. Susunan
demikian memberi trakea keleluasaan gerak yang besar, sedangkan cincin-cincin
tulang rawannya memungkinkannya menahan tekanan dari luar yang dapat menutup
jalan napas. Di luar tulang rawan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak
serat elastin. Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang rawan. Sebagai gantinya
terdapat pita tebal dari otot polos yang terorientasi melintang, yang ujung-ujungnya
berbaur dengan lapis jaringan ikat padat di luar tulang rawan tadi.
4

Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, lapisan fibrokartilagineus dan
adventisia. Di antara ujung-ujungnya terletak muskulus trakealis. Mukosa terdiri dari
epitel silindris bertingkat bersilia dengan sel goblet, dan suatu lamina propria yang
terdiri dari jaringan ikat halus dengan jaringan limpatik difus dan kadang ada nodulus.
Pada bagian dalam lamina propria, serat-serat elastis membentuk membran elastis
longitudinal. Di dalam submukosa yang terdiri dari jaringan penyambung jarang

14

terdapat kelenjar campur tubulo alveolar yang duktusnya melewati lamina propria
untuk bermuara ke dalam lumen trakea.
5

Lempeng terdiri dari tulang rawan hialin dikelilingi perikondrium yang terdiri dari
jaringan ikat padat yang di bagian dalam bersatu dengan submukosa dan bagian luar
dengan adventisia. Banyak pembuluh darah dan saraf berjalan di dalam adventisia dan
memberi cabang-cabang yang lebih kecil kepada lapisan yang lebih luar. Mukosanya
berlipat sepanjang dinding belakang trakea di mana tidak terdapat tulang rawan.
Muskulus trakealis terletak di sebelah dalam dari membran elastik mukosa, terbenam
di dalam jaringan fibro elastik yang memenuhi daerah di antara ujung-ujung tulang
rawan. Umumnya serat-serat muskular berinsersio pada perikondrium tulang rawan.
Kelenjar campur masih tetap ada, kadang-kadang berjalinan dengan serat-serat
muskular dan meluas ke dalam adventisia.
5

a. Sel silindris bersilia
Merupakan sel yang terbanyak. Setiap selnya terdiri dari 300 silia di apikalnya.
Terdapat banyak mitokondria kecil menyediakan ATP untuk pergerakan sel. pada
mikrograf elektron, sel-sel bersilia memiliki tepian bermikrovili, melalui mana
terjulur silia ke dalam lumen. Retikulum endoplasmanya tidak luas dan terdapat
relatif sedikit ribosom bebas.
4


b. Sel goblet
Sel goblet tampak serupa dengan yang terdapat di epitel hidung dan saluran cerna.
Bagian apikalnya yang melebar dipenuhi granul musigen berdensitas elektron
rendah. Sel goblet berfungsi mesintesa dan mensekresi lendir. Sel goblet memiliki
aparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar di basal sel.
4


c. Sel sikat
Sel sikat berjumlah lebih sedikit dari sel-sel bersilia dan sel goblet. Merupakan sel
kolumnar langsing dengan tepian lumen bermikrovili. Filamen aktin di pusat
mikrovili terjulur ke bawah, memasuki sedikit sitoplasma apikal. Tidak ada granul
sekresi namun agregat glikogen kecil-kecil tersebar di dalam sitoplasma. Fungsi
sel sikat dan hubungannya terhadap jenis sel lain dari epitel belum diketahui.

15

Mereka dikatakan sebagai sel goblet kosong atau tahap perantara dalam
perkembangan sel basal untuk menggantikan sel bersilia.
4


d. Sel basal
Sel basal piramidal kecil terselip di antara dasar sel-sel silindris. Letak intinya
yang di bawah letak inti sel-sel silindris memberi epitel ini tampilan khas
bertingkat. Sel-sel basal memiliki sedikit organel dan dipandang sebagai cadangan
sel induk yang sanggup berkembang dan menggantikan sel-sel bersilia dan sel
goblet yang rusak.
4


5. Paru-paru

Pertukaran gas antara udara penarikan pernapasan dan darah terjadi di paru-paru.
Semua struktur pada paru-paru dihubungkan oleh jaringan ikat dan tertutup membrana
serosa yaitu pleura. Pleura terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan viseralis yang melekat
pada paru dan lapisan parietalis yang membatasi aspek terdalam dinding dada,
diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum. Bronkus, pembuluh darah dan
limfe serta saraf-saraf memasuki dan meninggalkan paru-paru pada hilus. Tiap paru
terletak dalam sebuah rongga pleura.
6-8


Paru-paru mengisi celah di dalam rongga dada secara lengkap. Puncak paru
membentang dari pintu atas rongga dada, menonjol ke arah ventral di atas bagian
depan iga pertama. Alas paru, permukaan diafragmatik, terbaring di atas diafragma.
Permukaan mediastinal berhadapan dengan celah jaringan ikat di dalam rongga dada
yaitu mediastinum. Permukaan kostal yang sangat melengkung, menghadap iga-iga
dan tulang belakang. Paru-paru selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan bentuk
rongga dada dan diafragma terus menerus mengembang. Diafragma memisahkan
rongga thoraks dan abdomen. Strukturnya terdiri dari bagian muskularis perifer yang
berinsersi di aponeurosis anterior-tendon sentralis.
6,8,9


Dari sebelah luar ke alveolus, pembagian bronkopulmonal adalah dimulai dengan
bronkus primer, bronkus sekunder atau bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus

16

subsegmental, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.
5,6


a. Bronkus Primer

Struktur bronki primer mula-mula seperti trakea. Pada waktu masuk paru, bentuk
C tulang rawan digantikan oleh lempeng-lempeng terpisah tulang rawan yang
mengelilingi bronkus, dan muskular polos menyebar dari muskulus trakealis untuk
membentuk lapisan tidak lengkap di sekeliling lumen.



b. Bronkus Sekunder

Bronkus sekunder atau bronkus lobaris, ditandai oleh beberapa lempeng tulang
rawan yang makin berdekatan. Epitelnya adalah epitel silindris bertingkat, bersilia
dengan sel goblet. Yang membentuk dinding terlihat berturut-turut, lamina propria
tipis, lapisan tipis muskular polos, submukosa di mana tersebar kelenjar bronkial,
lempeng-lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia.

c. Bronkus Segmental dan Subsegmental

Bronkus segmental memperlihatkan susunan yang sama tetapi epitelnya lebih
rendah dan tulang rawan berkurang jumlahnya. Pada bronkus subsegmental hanya
kadang-kadang terdapat sepotong kecil tulang rawan.

d. Bronkiolus, Bronkiolus Terminalis, dan Respiratorius.

Pada bronkiolus epitelnya silindris bertingkat bersilia rendah dengan kadang-
kadang disertai sel goblet. Mukosanya khas berlipat. Terdapat sabuk otot polos
menonjol, adventisia mengelilinginya karena kelenjar dan tulang rawan tidak
terdapat lagi. Bronkiolus terminalis mempunyai lumen luas dan lebih beraturan

17

disertai dengan mukosa agak bergelombang. Epitelnya silindris bersilia tanpa sel
goblet. Masih terdapat lamina propria tipis, lapisan muskular polos, dan adventisia.

Bronkiolus respiratorius merupakan tubulus yang langsung berhubungan dengan
duktus alveolaris dan alveoli. Epitelnya silindris kubis, mungkin masih bersilia
pada bagian proksimal. Alveoli muncul di dinding pada sisi berlawanan dengan
arteri pulmonalis. Semakin ke distal semakin banyak. Di sini epitel dan muskular
polos dari bronkiolus respiratorius kelihatan kecil, terputus-putus di antara pintu-
pintu alveoli.





e. Duktus dan Sakus Alveolaris

Setiap bagian bronkiolus respiratorius bermuara ke dalam dua atau lebih duktus
alveolaris, walaupun pada potongan hanya terlihat sebuah duktus alveolaris.
Dinding duktus alveolaris dibentuk oleh deretan alveoli terletak berdekatan satu
sama lain. Kelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu duktus alveolaris
disebut sebuah sakus alveolaris.

f. Alveoli

Alveoli membentuk masa parenkim paru memberi gambaran jala-jala halus.
Alveoli yang bulat atau oval dibatasi oleh epitel gepeng, tidak tergambar jelas pada
pembesaran ini. Alveoli yang berdekatan mempunyai dinding gabungan (septum
interalveolar). Di dalam dinding tipis ini terdapat pleksus kapiler, disokong oleh
sedikit jaringan ikat halus di mana terdapat sedikit fibroblas dan beberapa sel
lainnya. Kapiler-kapiler tersebut dengan sendirinya menjadi dekat dengan epitel
gepeng yang melapisi alveolar di dekatnya, dipisahkan dari epitel hanya oleh
jaringan ikat tipis.


18


Fungsi thoraks dapat dijelaskan sebagai berikut.
7


a. Berperan dalam pernapasan, thoraks tidak hanya berisi paru-paru, tetapi juga
memberikan kepentingan bagi mekanik pernapasan, yaitu melalui diafragma,
dinding thoraks dan iga-iga, sehingga dengan efektif thoraks memindahkan udara
ke dalam dan keluar paru-paru. Naik turunnya diafragma dan perubahan-
perubahan dimensi lateral dan anterior dinding thoraks, yang disebabkan oleh
gerak iga-iga, akan merubah isi rongg thoraks dan memberikan pengaruh terbalik
dengan tekanan intratorakal.

b. Thoraks melindungi jantung, paru-paru dan pembuluh-pembuluh darah besar.
Karena kubah diafragma yang masuk ke dalam rongga thoraks, dinding thoraks
melindungi juga beberapa alat dalaman perut bagian atas, seperti sebagian besar
hati yang berada di bawah kubah bagian kiri. Begitu pula aspek posterior kutub
atas ginjal yang terletak pada permukaan bawah dan belakang diafragma serta di
sebelah ventral iga 12 (untuk ginjal kanan) dan iga 11 dan 12 (untuk ginjal kiri).


c. Kompartemen mediastinum rongga thoraks berfungsi sebagai sebuah saluran
stuktur-struktur yang melintasi thoraks dari satu daerah tubuh menuju daerah tubuh
lainnya dan saluran struktur yang menghubungkan organ yang berada di dalam
rongga thoraks menuju tubuh daerah lainnya.

d. Sejumlah otot leher, perut, punggung dan angota badan atas yang melekat pada
iga-iga ini berfungsi sebagai otot-otot pernapasan tambahan dan juga berfungsi
menstabilkan posisi iga-iga pertama dan terakhir.

Mekanisme Pernapasan
Fungsi utama respirasi adalah memperleh oksigen untuk digunakan oleh sel tubuh dan untuk
mengeluarkan karbon dioksida yang diproduksi sel. Sebagian besar orang berpikir bahwa
respirasi sebagai proses menghirup dan menghembuskan udara. Namun dalam fisiologi

19

respirasi memiliki arti yang jauh lebih luas. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah
tetapi berkaitan yaitu respirasi internal dan respirasi eksternal.
10-11

1. Respirasi Internal

Istilah respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses metabolik
intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria. Menggunakan oksigen dan
menghasilkan karbon dioksida selagi mengambil energi dari molekul nutrien.

2. Respirasi Eksternal

Istilah respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian dalam
pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Respirasi eksternal sendiri mencakup empat langkah.


a. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru sehingga udara
dapat dipertukarkan antara atmosfer dan kantung udara paru. Pertukaran ini
dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernapas atau ventilasi. Kecepatan ventilasi
diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus sesuai
kebutuhan metabolik tubuh akan penyerapan oksigen dan pengeluaran karbon
dioksida.

b. Oksigen dan karbon dioksida dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler paru melalui proses difusi.

c. Darah mengangkut oksigen dan karbon dioksida antara paru dan jaringan.

d. Oksigen dan karbon dioksida dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui
proses difusi menembus kapiler sistemik.

Sistem respirasi tidak melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi tersebut. sistem ini
hanya berperan dalam ventilasi dan pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara paru dan
darah. Sistem sirkulasi melaksanakan tahap-tahap selanjutnya.
10-11


20


Saluran Napas
Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menujur paru, paru itu sendiri dan struktur-
stuktur thoraks yang berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru melalui
saluran napas. Saluran napas merupakan tabung atau pipa yang menyangkut udara antara
atmosfer dan kantung udara (alveolus). Alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran
gas antara udara dan darah.
2, 10-11

Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka ke dalam faring
(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan
pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring yaitu trakea, yang dilalui udara
untuk menuju paru, dan esofagus, yang dilalui makanan untuk menuju lambung. Laring atau
voice box terletak di pintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk jakun. Pita
suara, dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk laring, dapat diregangkan dan
diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Di belakang laring, trakea terbagi menjadi
dua cabang utama yaitu bronkus kanan dan kiri. Di dalam paru bronkus terus bercabang-
cabang menjadi saluran sempit, pendek, dan banyak, seperti percabangan sebuah pohon,
membentuk bronkiolus. Pada ujung bronkus terminal berkelompok alveolus, kantung-kantung
udara tempat pertukaran gas antara udara dan darah.
2, 10-11

Dinding alveolus terdiri atas satu lapisan sel alveolus tipe I yang gepeng. Dinding anyaman
padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus juga memiliki ketebelan hanya satu sel.
ruang interstisium antara sebuah alveolus dan anyaman kapiler di sekitarnya membentuk
sawar yang sangat tipis yang memisahkan udara di alveolus dari darah di kapiler paru.
Tipisnya sawar ini mempermudah pertukaran gas. Selain berisi sel alveolus tipe I yang tipis,
epitel alveolus juga mengandung sel alveolus tipe II. Sel-sel ini mengeluarkan surfaktan paru,
suatu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah ekspansi paru. Selain itu terdapat
makrofag alveolus yang berjaga-jaga di dalam lumen kantung udara ini.
10


Mekanika Ventilasi Paru-Paru
Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara. Pertama melalui gerakan
turun dan naik diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada. Mekanisme

21

pernapasan melalui cara ini disebut dengan mekanisme pernapasan diafragmatik. Kedua
melalui elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter
anteroposterior rongga dada. Mekanisme pernapasan melalui cara ini disebut dengan
mekanisme pernapasan iga. Pada orang dewasa, kedua mekanisme pernapasan bekerja
bersama-sama. Kondisi yang diperlukan bagi pernapasan iga yang efektif adalah bahwa
diafragma berkontraksi dan tidak tertarik ke atas ke dalam rongga dada akibat hisapan paru-
paru. Mekanisme pernapasan ini disebut dengan mekanisme kostodiafragmatik.
6,10,12

Diafragma berpengaruh secara langsung terhadap volume paru dengan berkontraksi dan
relaksasi. Diafragma menyebabkan 75% volume tersebut berubah pada inspirasi tenang.
Diafragma bergeser sebanyak 7 cm pada inspirasi dala. Lebih banyak pengaruh tidak
langsung terhadap inspirasi yang terjadi pada saat toraks membesar oleh kontraksi muskulus
skaleneus dan muskulus interkostalis eksternus dan otot tambahan lainnya. Ekspirasi terutama
terjadi oleh rekoil pasif. Ini dapat dibantu okeh kontraksi otot abdominal, yang meningkatkan
tekanan intra-abdominal, mendorong diafragma yang relaksasi ke arah rongga dada, dan oleh
muskulus interkostalis internus.
11

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah mengikuti
gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan
ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan yang berperan
penting dalam ventilasi.
10,12

1. Tekanan Atmosfer (barometrik)
Merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di
permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama dengan 760 mm
Hg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas
permukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin
menipis.

2. Tekanan Intra-alveolus
Dikenal juga sebagai tekanan intraparu, merupakan tekanan di dalam alveolus. Karena
alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat
mengalir menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari
tekanan atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang.


22

3. Tekanan Intrapleura
Merupakan tekanan di dalam kantung pleura. Dikenal juga dengan nama tekanan
intrathoraks, yaitu tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks.
Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mm
Hg saat istirahat. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan
atmosfer atau intra-alveolus karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga
pleura dan atmosfer atau paru. Karena kantung pleura adalah suatu kantung tertutup
tanpa lubang, maka udara tidak dapat masuk atau keluar meskipun mungkin terdapat
gradien tekanan antara kantung pleura dan daerah sekitar.




Paru terus menerus mempunyai kecenderungan elastik untuk kempis sehingga menjauhi
dinding dada. Kecenderungan elastik ini disebabkan oleh dua macam faktor. Pertama, di
seluruh paru-paru terdapat banyak serabut elastik yang diregangkan oleh pengembangan paru
sehingga berusaha untuk memendek. Kedua, tegangan permukaan cairan yang melapisi
alveolus mempunyai kecenderungan elastik yang terus menerus mengempiskan alveolus. Efek
ini disebabkan oleh daya tarik antar molekul-molekul permukaan cairan tersebut yang terus
cenderung mengurangi luas permukaan masing-masing alveolus. Semua kekuatan kecil ini
yang dipersatukan cenderung mengempiskan seluruh paru dan menyebabkannya menjauhi
dinding dada.
12

Kecenderungan rekoil total dari paru-paru dapat diukur dengan jumlah tekanan negatif di
dalam ruang intrapleura yang diperlukan untuk mencegah pengempisan paru-paru, tekanan ini
disebut tekanan intrapleura. Selain itu terdapat pula surfaktan di dalam alveolus yang
memberikan efek terhadap kecenderungan mengempis. Surfaktan menurunkan tegangan
permukaan cairan yang melapisi alveolus. Bila tidak ada surfaktan, pengembangan paru
menjadi sangat sulit. Surfaktan bekerja dengan membentuk suatu lapisan pada permukaan
pertemuan di antara cairan yang melapisi alveolus dan udara di dalam alveolus. Sifatnya lebih
menurunkan tegangan permukaan ketika alveolus menjadi lebih kecil, sehingga meniadakan

23

sejumlah kecenderungan alveolus untuk menyempit ketika ia menjadi lebih kecil. Sebagai
akibatnya, surfaktan sanga penting dalam mempertahankan keasaman ukuran alveolus.
Alveolus besar mempenyuai tegangan permukaan lebih besar sehingga ia mengecil,
sedangkan alveolus yang lebih kecil mempunyai tegangan permukaan lebih kecil sehingga
cenderung membesar.
12








Transpor Oksigen dan Karbon Dioksida
Udara atmosfer adalah campuran gas, udara kering tipikal mengandung sekitar 79% nitrogen,
21% oksigen, dengan persentase karbon dioksida, uap air, gas lain dan polutan hampir dapat
diabaikan. Secara keseluruhan gas-gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sebesar 760
mm Hg di permukaan luat. Setiap gas dalam suatu campuran memiliki nilai tekanan yang
sebanding dengan komposisi gas tersebut dalam campuran gas yang ada. Tekanan itu disebut
dengan tekanan parsial gas.
10

1. Tekanan Parsial Oksigen
Oksigen terus diabsorpsi ke dalam darah paru-paru, dan oksigen baru terus memasuki
alveolus dari atmosfir. Makin cepat oksigen diabsorpsi, makin rendah konsentrasinya
di dalam alveolus. Konsentrasi oksigen di dalam alveolus maupun tekanan parsialnya
diatur oleh keseimbangan antara kecepatan absorpsi oksigen ke dalam darah dan
kecepetan masuknya oksigen baru ke dalam paru-paru. Tekanan parsial oksigen
normal dalam alveoli adalah 104 mm Hg.
10-12

Suatu alveolus paru di dekat suatu kapiler memperlihatkan difusi molekul oksigen
antara udara alveolus dan darah paru. Meskipun demikian, PO
2
darah vena yang

24

sedang memasuki kapiler hanya 40 mm Hg karena sejumlah besar oksigen telah
dikeluarkan dari darah ini ketika ia mengalir melalui kapiler jaringan. PO
2
dalam
alveolus adalah 104 mm Hg, memberikan perbedaan tekanan awal sebesar 64 mm Hg
terhadap kapiler paru. Oleh karena itu jauh lebih banyak oksigen yang berdifusi ke
dalam kapiler paru daripada dalam arah sebaliknya. Karena sejumlah kecil darah vena
paru melintasi alveoli yang teraerasi jelek dan tak menjadi teroksigenisasi, PO
2
di
dalam aorta menjadi sekitar 95 mm Hg.
10-12

Proses difusi oksigen dari kapiler jaringan ke cairan interstisial prinsipnya sama
seperti yang terjadi di paru. PO
2
di dalam cairan interstisial rata-rata sekitar 40 mm Hg
sedangkan di arteri kira-kira 95 mm Hg. Akibatnya okigen berdifusi ke cairan
interstisial sel. karena oksigen selalu digunakan oleh sel, PO
2
intrasel tetap lebih
rendah daripada PO
2
cairan interstisial. Namun karena figusi oksigen melalui
membran sel sangat cepat, PO
2
intrasel hampir sama dengan cairan interstisial.
10-12


2. Tekanan Parsial Karbon Dioksida
Karbon dioksida terus dibentuk di dalam tubuh kemudian dikeluarkan ke dalam
alveolus, ia terus dikeluarkan dari alveolus oleh proses ventilasi. Oleh karena itu
terdapat dua faktor yang menentukan konsentrasi dan tekanan parsial karbon dioksida
di dalam paru-paru yaitu kecepatan eksresi karbon dioksida dari darah ke dalam
alveolus dan kecepatan pengeluaran karbon dioksida dari alveolus oleh ventilasi.
Tekanan parsial karbon dioksida alveolar yang normal adalah 40 mm Hg.
10-12

Karena karbon dioksida terus dibentuk dalam jumlah besar di dalam sel, PCO
2
intrasel
cenderung meningkat. Difusi CO
2
kira-kira 20 kali lebih mudah daripada difusi
oksigen sehingga ia berdifusi dari sel dengan sangat cepat ke dalam cairan interstisial
lalu ke kapiler darah. PCO
2
intrasel diperlihatkan sebesar 46 mm Hg sedangkan di
dalam cairan interstisial dekat kapiler sekitar 45 mm Hg. Darah arteri yang memasuki
kapiler jaringan mengandung karbon dioksida dengan tekanan kira-kira 40 mm Hg.
Ketika darah mengalir melalui kapiler, PCO
2
darah meningkat mendekati PCO
2
cairan
interstisial sebesar 45 mm Hg. Ketika tiba di paru, PCO
2
darah vena kira-kira 45 mm
Hg sedangkan di alveolus 40 mm Hg. Akibatnya terjadi difusi karbon dioksida menuju
alveolus untuk dilepaskan ketika ekspirasi.
10-12


25


Kira-kira 97% oksigen yang ditranspor dari paru-paru ke jaringan diangkut dalam kombinasi
kimia dengan hemoglobin di dalam sel darah merah, 3% lainnya diangkut dalam keadaan
terlarut di dalam air dari plasma dan sel. dalam keadaan normal transpor oksigen dalam
keadaan terlarut dapat diabaikan.
12

Transpor karbon dioksida tidak merupakan masalah sedemikian besar seperti transpor oksigen
karena walaupun dalam keadaan paling abnormal pun karbon dioksida biasanya dapat
ditranspor oleh darah dalam jumlah jauh lebih besar daripada oksigen. Ketika memasuki
kapiler, segera terjadi reaksi kimia sebagai berikut.
12

1. Karbon dioksida yang larut berdifusi ke dalam sel-sel eritrosit, tempat ia bereaksi
dengan air membentuk asam karbonat. Dalam eritrosit, enzim karbonat anhidrase
mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air mempercepat kecepatan reaksi
sekitar 5000 kali.

2. Asam karbonat yang terbentuk berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat.
Ion hidrogen terutama terikat dengan hemoglobin di dalam sel eritrosi dan ion
bikarbonat berdifusi melalui membrana sel eritrosit ke dalam plasma.

3. Seperempat karbon dioksida berikatan langsung dengan hemoglobin membentuk
senyawa yang dinamai karbaminohemoglobin. Karena karbon dioksida berdisosiasi
dari karabaminohemoglobin maka senyawa ini dapat melepaskan karbon dioksida di
dalam paru-paru untuk diekskresikan.

4. Sejumlah kecil karbon dioksida, sekitar 7 persen ditranspor ke paru-paru dalam bentuk
terlarut.

Tes Fungsi Paru-Paru
Metode sederhana untuk meneliti ventilasi paru adalah merekam volume pergerakan udara
yang masuk dan keluar dari paru-paru, suatu proses yang dinamai spirometri. Spirometer
terdiri atas drum yang terbalik di atas suatu ruang yang berisi air dan drum diseimbangkan
oleh suatu beban. Di dalam drum ini terdapat campuran gas pernapasan, biasanya udara atau
oksigen, dihubungkan oleh suatu pipa ke mulut. Bila seseorang menarik napas atau

26

meniupkan napasnya ke ruangan ini maka drum akan turun dan naik. Hasil pencatatan
gerakan drum sebagai perubahan volume paru pada berbagai keadaan pernapasan dilukiskan
dalam suatu spirogram.
10,12

1. Volume Paru
a. Volume alun napas (Tidal volume)
Merupakan volume udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan di setiap
pernapasan normal, jumlahnya kira-kira 500 ml.

b. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume)
Merupakan volume tambahan udara yang dapat diinspirasikan di atas volume tidal
normal, jumlahnya kira-kira 3000 ml.

c. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume)
Merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat
setelah akhir suatu ekspirasi tidal yang norma, jumlahnya sekitar 1100 ml.
d. Volume sisa (Residual volume)
Volume udara minimal yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah ekspirasi
kuat, volume ini rata-rata sekitar 1200 ml. Volume ini tidak dapat diukur dengan
spirometer karena volume udara ini tidak keluar dan masuk paru. Namun volume
ini dapat ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran gas yang
melibatkan inspirasi sjeumlah tertentu gas penjejak tak berbahaya seperti helium.

2. Kapasitas Paru
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru, kadang-kadang diperlukan
untuk menyatukan dua volume di atas atau lebih. Kombinasi seperti itu disebut
kapasitas paru.

a. Kapasitas inspirasi (Inspiratory Capacity)
Sama dengan volume tidal ditambah dengan volume cadangan inspirasi.
Merupakan jumlah udara (kira-kira 3500 ml) yang dapat dihirup oleh seorang
mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru-parunya sampai
jumlah maksimum.


27

b. Kapasitas residual fungsional (Functional Residual Capacity)
Sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume sisa. Ini adalah jumlah
udara yang tersisa di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300
ml).

c. Kapasitas vital (Vital Capacity)
Sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah dengan volume tidal dan
volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat
dikeluarkan dari paru-paru seseorang setelah ia mengisinya sampai batas
maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 ml).

d. Kapasitas total paru (Total Lung Capacity)
Adalah volume maksimum pengembangan paru-paru dengan usaha inspirasi yang
sebesar-besarnya (kira-kira 5800 ml)

Mekanisme pernapasan secara umum dibagi menjadi dua yaitu pernapasan eksternal dimulai
dari masuknya udara melalui hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, menuju
alveolus hingga terjadinya proses difusi dan pernapasan internal yang meliputi penggunaan
oksigen dalam metabolisme. Proses difusi pada mekanisme pernapasan eksternal dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan parsial gas-gas pada alvolus, sirkulasi darah, dan jaringan
sedangkan masuknya udara sendiri ke dalam paru merupakan akibat dari perubahan tekanan
dan volume rongga thoraks yang diakibatkan dari kerja otot-otot pernapasan.
Batuk dan sesak sebagai akibat jangka panjang dari kebiasaan buruk merokok merupakan
tanda adanya gangguan pada sistem pernapasan. Gas-gas seperti sianida dan karbon
monoksida pada rokok merupakan gas-gas utama penggangu sistem pernapasan. Gas-gas
tersebut dapat berikatan dengan heme pada hemegoblin di sel darah merah yang memiliki
peran penting dalam pengangkutan oksigen untuk proses metabolisme dan juga karbon
dioksida hasil sisa metabolisme. Kecenderungan heme untuk mengikat sianida dan juga gas
karbon monoksida menyebabkan tubuh mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
oksigen. Akibatnya terjadilah rasa sesak yang merupakan sinyal dari tubuh akibat kekurangan
oksigen.

28












Daftar Pustaka
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.20-3.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.h.266-77.
3. Wheater PR, Burkitt HG, Daniels VG. Edisi ke-3 Buku ajar & atlas wheater histologi
fungsional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.h.220-1.
4. Fawcett DW, Bloom. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2002.h.629-49.
5. Fiore M. Atlas histologi: Di Fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.h.174-85.
6. Leonhardt H. Atlas berwarna dan teks anatomi manusia, Jilid 2: alat-alat dalam. Edisi
ke-6. Jakarta: Penerbit Hipokrates; 1998.h.107-45.
7. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.2-72.
8. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.h.2-13.
9. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates.
Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.213-35.

29

10. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.h.497-545.
11. Despopoulos A, Silbernagl S. Atlas berwarna dan teks fisiologi. Jakarta: Penerbit
Hipokrates; 2000.h.78-109.
12. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006.h.343-82.

Вам также может понравиться