Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
Di antara sekian banyak dokumen yang menguraikan pentingnya pendidikan, lihat terutama: BENEDIKTUS XV, Surat
apostolik Communes litteras, tgl. 10 April 1919: AAS 11 (1919) hlm. 172. – PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri, tgl.
31 Desember 1929: AAS 22 (1930) hlm. 49-86. – PIUS XII, Amanat kepada kaum muda ACI (Aksi Katolik Italia), tgl.
20 April 1946: Discorsi e Radiomessagi 8, hlm. 53-57. – IDEM, Amanat kepada para bapak keluarga dari perancis, tgl.
18 September 1951: Discorsi e Radiomessagi 13hlm. 241-245. – YOHANES XXIII, Amanat pada Ulang Tahun ke-30
Ensiklik Divini illius Magistri, tgl. 30 Desember 1959: AAS 52 (1960) hlm. 57-59. – Paulus VI, Amanat kepada para
anggota Federasi Lembaga-lembaga yang Tergantung pada Pimpinan Gereja (Federazione Instituti Dipendenti
dall’Autorita Ecclesiastica), tgl. 30 Desember 1963: Encicliche e Discorsi di S. S. paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 601-603.
– Lihat juga Acta et Documenta Concilio Oecumenico Vaticano II apparando, seri I, Antepraeparatoria, jilid III, hlm.
363-364, 370-371, 373-374.
2
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tgl. 15 Mei 1961: AAS 53 (1961) hlm. 413, 415-417, 424. – IDEM,
Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 278 dan selanjutnya.
3
Lih. “Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia”, yang disahkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tgl. 10
Desember 1948. – Bdk. “Deklarasi tentang Hak-Hak Anak”, tgl. 20 November 1959. – protocole additionel a la
convention de sauvegarde des droits de I’homme et des libertes fondamentale (Pratokol tambahan pada persetujuan untuk
menjamin hak-hak manusia serta kebebasan-kebebasan dasar), Paris, tgl. 20 Maret 1952. – Mengenai “Deklarasi tentang
Hak-Hak Manusia”, lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 295 dan
selanjutnya.
dengan panggilan sorgawinya[4]. Maka Gereja berperan serta dalam pengembangan dan perluasan
pendidikan. Oleh sebab itu Konsili suci menetapkan berbagai prinsip dasar tentang pendidikan
kristen, khususnya disekolah-sekolah. Prinsip-prinsip itu masih perlu dijabarkan oleh panitia khusus
sesudah Konsili, dan diterapkan pada pelbagai situasi daerah-derah oleh Konferensi-Konferensi
para uskup.
2. (Pendidikan kristen)
Berkat kelahiran kembali dari air dan Roh Kudus umat kristen telah menjadi ciptaan baru[8], serta
disebut dan memang menjadi putera-puteri Allah. Maka semua orang kristen berhak menerima
pendidikan kristen. Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia seperti telah
diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai, supaya mereka yang telah dibabtis langkah demi
langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman
yang telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan
kebenaran (lih. Yoh 4:23), teutama dalam perayaan Liturgi; supaya mereka dibina untuk
mengahayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Ef
4:22-24); supaya dengan demikian mereka mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef 4:13), dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan
Tubuh Mistik. Kecuali itu hendaklah umat beriman menyadari panggilan mereka, dan melatih diri
untuk memberi kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri mereka (lih. 1Ptr 3:15) serta
4
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tgl. 15 Mei 1961: AAS 53 (1961) hlm. 402. – KONSILI VATIKAN
II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 17.
5
PIUS XII, Amanat radio tgl. 24 Desember 1942: AAS 35 (1943) hlm. 12, 19. – YOHANES XXIII, Ensiklik Pacem in
terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 259 dan selanjutnya. Bdk. “Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia”, yang
telah dikutip.
6
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri, tgl. 31 Desember 1929: AAS 22 (1930) hlm. 50 dan selanjutnya.
7
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tgl. 15 Mei 1961: AAS 53 (1961) hlm. 441 dan selanjutnya.
8
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 83.
mendukung perubahan dunia menurut tata-nilai kristen. Demikianlah nilai-nilai kodrati akan
ditampung dalam perspektif menyeluruh manusia yang telah ditebus oleh kristus, dan merupakan
sumbangan bagi kesejahteraan segenap masyarakat[9]. Oleh karena itu Konsili ini mengingatkan
kepada para Gembala jiwa-jiwa akan kewajiban mereka yang amat berat untuk mengusahakan
segala sesuatu, supaya seluruh umat beriman menerima pendidikan kristen, terutama amgkatan
muda yang merupakan harapan Gereja[10].
9
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 36.
10
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Tugas pastoral para Uskup dalam Gereja, art. 12-14.
11
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 59 dan selanjutnya. – IDEM, Ensiklik Mit brennender
Sorge, tgl. 14 Maret 1937: AAS 29 (1937)hlm. 164 dan selanjutnya. PIUS XII, Amanat kepada Kongres Nasional I
Perserikatan Guru-Guru Katolik di Italia (AIMC), tgl. 8 September 1946: Discorsi e Radiomessagi 8, hlm. 218.
12
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 11 dan 35.
13
Lih. PIS XI, Esniklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 63 dan selanjutnya. – PIUS XII, Amanat radio tgl. 1 Juni
1941: AAS 33 (1941) hlm. 200. – IDEM, Amanat kepada Kongres Nasional I Perserikatan Guru-Guru Katolik di Italia,
tgl. 8 September 1946: Discorsi e Radiomessaggi, 8, hlm. 218. – Tentang prinsip subsidiaritas, lih. YOHANES XXIII,
Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963)hlm. 294.
14
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 53 dan selanjutnya. – IDEM, Ensiklik Non abbiamo
bisogno, tgl. 29 Juni 1931: AAS 23 (1931)hlm. 311 dan selanjutnya. – PIUS XII, Surat Sekretariat Negara kepada pekan
Soaial Italia XXVIII, tgl. 20 September 1955: L’Osservatore Roman, tgl. 29 September 1955.
15
Gereja memuji para penguasa masyarakat, setempat, nasional maupun internasioanal, yang menyadari kebutuhan-
kebutuhan lebih mendesak zaman sekarang , dan mengusahakan sedapat mungkin, supaya semua bangsa dapat ikut
memanfaatkan pendidikan yang lebih penuh dan ikut menghayati kebudayaan.
4. (Aneka upaya untuk melayani pendidikan kristen)
Dalam menunaikan tugasnya dibidang pendidikan, Gereja memang memperhatikan segala upaya
yang mendukung, tetapi terutama mengusahakan upaya-upaya yang khas baginya. Diantaranya
yang utama ialah pendidikan kateketis[16], yang menyinari dan meneguhkan iman, menyediakan
santapan bagi hidup menurut semangat kristus, mengantar kepada partisipasi yang sadar dan aktif
dalam Misteri Liturgi[17], dan menggairahkan kegiatan merasul. Gereja sangat menghargai dan
berusaha meresapi dengan semangatnya serta mengangkat upaya-upaya lainnya juga, yang
termasuk harta warisan bersama umat manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk
mengembangkan jiwa dan membina manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk
mengembangkan jiwa dan membina manusia, misalnya upaya komunikasi-komunikasi sosial[18],
banyak kelompok-kelompok yang bertujuan mengembangkan badan dan jiwa, himpunan-himpunan
kaum muda, dan terutama sekolah-sekolah.
5. (Pentingnya sekolah)
Diantara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewa[19]. Sementara terus-
menerus mengembangkan daya kemampuan akalbudi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan
kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah
dihimpun oleh generasi-gerasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan
siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memeupuk rukun persahabatan antara para siswa yang
beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami.
Kecuali itu sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan, yang serentak harus
melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup
berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia.
Maka sungguh indah tetapi berat jugalah panggilan mereka semua, yang untuk membantu para
orang tua menunaikan kewajiban mereka sebagai wakil-wakil masyarakat, sanggup menjalankan
tugas kependidikan disekolah-sekolah. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun
hati, persiapan yang amat saksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan menyesuaikan
diri.
16
Lih. PIUS XI, Motu Proprio Orbem catholicum, tgl. 29 Juni 1923: AAS 15 (1923) hlm. 327-329. – Dekrit Provide sane,
tgl. 12 Januari 1935: AAS 27 (1935) hlm. 145-152. – KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup
dalam gereja, art. 13 dan 14.
17
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi, art. 14.
18
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial, art. 13 dan 14.
19
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 76. – PIUS XII, Amanat kepada Serikat Guru-Guru
Katolik di Bayem, Jerman, tgl. 31 Desember 1956: Discorsi e Radiomessaggi 18, hlm. 746.
20
Lih. KONSILI PROVINSI CINCINNATI III, tahun 1861: Collatio Lacensis III kolom 1240, c/d. – PIUS XI, Ensiklik
Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 60, 63 dan selanjutnya.
21
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 63. – IDEM, Ensiklik Non abbiamo bisogno, tgl. 29
Juni 1931: AAS 23 (1931) hlm. 305. – PIUS XII, Surat Sekretariat Negara kepada Pekan Sosial Italia XXVIII, tgl. 20
Konsili suci mendorong umat beriman, supaya rela memberi bantuan untuk menemukan
metode-metode pendidikan serta sitem pengajaran yang cocok, dan untuk pembinaan guru-guru
yang mampu mendidik kaum muda seperti semestinya, begitu pula untuk dengan bantuan mereka –
terutama melalui perserikatan orangtua – ikut menopang seluruh peranan sekolah dan terutama
penyelenggaraan pendidikan moral[22].
8. (Sekolah-sekolah katolik)
Kehadiran Gereja di dunia persekolahan secara khas nampak melalui sekolah katolik. Tidak kurang
dari sekolah-sekolah lainnya, sekolah katolik pun mengejar tujuan-tujuan budaya dan
menyelenggarakan pendidikan manusiawi kaum muda. Tetapi ciri khasnya ialah menciptakan
lingkungan hidup bersama di sekolah, yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih,
dan membantu kaum muda, supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus
berkembang sebagai ciptaan baru, sebab itulah mereka, karena menerima Baptis. Termasuk ciri
sekolah katolik pula, mengarahkan seluruh kebudayaan manusia akhirnya kepada pewartaan
keselamatan, sehingga pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang
dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh terang iman[25]. Demikianlah sekolah katolik, sementara
sebagaimana harusnya membuka diri bagi kemajuan dunia modern, mendidik para siswanya untuk
dengan tepat-guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat di dunia, serta menyiapkan mereka
untuk pengabdian demi meluasnya Kerajaan Allah, sehingga dengan memberi teladan hidup
merasul mereka menjadi bagaikan ragi keselamatan bagi masyarakat luas.
Karena sekolah katolik dapat memberi sumbangan begitu besar kepada umat Allah untuk
menunaikan misinya dan menunjang dialog antara Gereja dan masyarakat yang menguntungkan
kedua pihak, maka juga bagi situasi kita sekarang ini tetap penting sekali. Oleh karena itu Konsili
ini sekali lagi mengulangi pernyataan, bahwa – seperti berkali-kali telah ditetapkan dalam
dokumen-dokumen Magisterium[26] – Gereja berhak secara bebas mendirikan dan mengurus segala
macam sekolah pada semua tingkat. Sementara itu Konsili mengingatkan juga, bahwa pelaksanaan
September 1955: L’Osservatore Romano, tgl 29 September 1955. – PAULUS VI, Amanat kepada Serikat Kristen para
Buruh Italia (ACLI), tgl. 6 Oktober 1963: Encicliche e Discorsi di Paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 230.
22
Lih. YOHANES XXIII, Amanat pada Ulang Tahun ke-30 Ensiklik Divini illius Magistri, tgl. 30 Desember 1959: AAS 52
(1960) hlm. 57.
23
Gereja menjunjung tinggi kegiatan kerasulan, yang juga disekolah-sekolah itu dapat dilaksanakan oleh para murid dan
sesama siswa yang beragama katolik.
24
Lih. PIUS XII, Amanat kepada perserikatan Guru-Guru Katolik di Bayem, tgl. 31 Desember 1956: Discorsi e
Radiomessagi 18, hlm. 745 dan selanjutnya.
25
Lih. KONSILI PROVINSI WESTMINSTER I, tahun 1852: Collatio Lacensis III, kolom 1334 a/b. – PIUS XI, Ensiklik
Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 77 dan selanjutnya. – PIUS XII, Amanat kepada Serikat Guru-Guru Katolik di
Bayem, tgl. 31 Desember 1956: Discorsi e Radiomessagi 18, hlm. 746. – PAULUS VI, Amanat kepada para anggota
Federasi Lembaga-lembaga yang Tergantung pada Pimpinan Gereja (FIDAE), tgl. 30 Desember 1963: Encicliche e
Discorsi di Paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 602 dan selanjutnya.
26
Lihat terutama dokumen-dokumen yang telah disebutkan pada catatan kaki 1. Selain itu hak Gereja itu ditegaskan juga
oleh banyak Konsili Provinsi, dan oleh Pernyataan-pernyataan banyak Konferensi Uskup akhir-akhir ini.
hak itu merupakan dukungan kuat sekali untuk melindungi kebebasan suarahati serta hak-hak para
orangtua, lagi pula banyak menunjang kemajuan kebudayaan sendiri.
Hendaknya para guru menyadri, bahwa terutama peranan merekalah yang menentukan bagi
sekolah katolik, untuk dapat melaksanakan rencana-rencana dan usaha-usahanya[27]. Maka dari itu
hendaklah mereka sungguh-sungguh disiapkan, supaya membawa bekal ilmu-pengetahuan profan
maupun keagamaan yang dikukuhkan oleh ijazah-ijazah semestinya, dan mempunyai kemahiran
mendidik sesuai dengan penemuan-penemuan zaman modern. Hendaklah cinta kasih menjadi
ikatan mereka timbal balik dengan para siswa, dan mereka dijiwai oleh semangat merasul. Dengan
demikian hendaknya mereka memberi kesaksian tentang Kristus Sang Guru satu-satunya melalui
perihidup dan tugas mereka mengajar. Hendaknya mereka tahu bekerja sama, terutama dengan para
orangtua. Bersama orangtua hendaklah para guru dalam seluruh pendidikan memperhatikan
perbedaan jenis serta panggilan khas pria maupun wanita dalam keluarga dan masyarakat, seperti
telah ditetapkan pleh Penyelenggaraan ilahi. Hendaknya mereka berusaha membangkitan pada para
siswa kemampuan bertindak secara pribadi, dan juga sesudah para siswa tamat sekolah hendaklah
para guru tetap mendampingi mereka dengan nasehat-nasehat, sikap bersahabat, pun melalui
himpunan-himpunan yang bertujuan khusus dan bernafaskan semangat gerejawi yang sejati.
Konsili menyatakan, bahwa pelayanan para guru itu sungguh-sungguh merupakan kerasulan, yang
memang perlu dan benar-benar menanggapi kebutuhan zaman sekarang, sekaligus juga pengabdian
yang sejati kepada masyarakat. Konsili mengingatkan para orang tua katolik akan keajiban mereka,
untuk bilamana dan dimana pun mungkin menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah
katolik, sekedar kemampuan mereka menanggung kelangsungannya, dan bekerja sama dengannya
demi kepentingan anak-anak[28].
27
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 80 dan selanjutnya. – PIUS XII, Amanat kepada
Perserikatan Katolik Italia untuk Guru-Guru Sekolah Menengah (UCIIM), tgl. 5 Januari 1954: Discorsi e Radiomessagi
15, hlm. 551-556. – YOHANES XXIII, Amanat kepada Kongres Vi Perserikatan Guru-Guru Katolik di Italia (AIMC),
tgl. 5 September 1959: Dicorsi, Messagii, Colloqui, I, Roma 1960, hlm. 427-431.
28
Lih. PIUS XII, Amanat kepada Perserikatan Katolik Italia untuk Guru-Guru Sekolah menengah (UICIIM), tgl. 5 Januari
1954 : Discorsi e Radiomessaggi 15, hlm. 555.
29
Lih. PAULUS VI, Amanat kepada Biro Internasional pendidikan Katolik (OIEC), tgl. 25 februari 1964: Encicliche e
Discorsi di Paolo VI, II, Roma 1964, hlm. 232.
30
Lih. PAULUS VI, Amanat kepada Perserikatan Kristen Kaum Buruh di Italia (ACLI), tgl. 6 Oktober 1963: Encicliche e
Discorsi di Paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 229.
hari makin mendalam, dan – sementara diperhatikan secermat mungkin masalah-persoalan serta
penyelidikan-penyelidikan aktual di zaman modern ini – hendaknya disadari secara lebih
mendalam, bagaimana iman dan akalbudi berpadu mencari kebenaran yang tunggal, dan diikuti
jejak-jejak para Pujangga Gereja, terutama S. Tomas Akuino [31]. Begituh hendaknya terwujudkan
kehadiran visi kristen secara publik, terus-menerus dan universal, dalam seluruh usaha untuk
meningkatkan mutu kebudayaan. Pun hendaknya para mahasiswa perguruan-perguruan itu dibina
menjadi tokoh-tokoh yang benar-benar unggul ilmu-pengetahuannya, siap-siaga untuk menunaikan
kewajiban-kewajiban yang cukup berat dalam masyarakat, dan menjadi saksi-saksi iman di
dunia[32].
Di universitas-universitas katolik, yang tidak mempunyai fakultas teologi, hendaknya diadakan
Lembaga atau Mimbar Teologi, yang menyelenggarakan kuliah-kuliah yang juga disesuaikan
dengan kaum awam. Karena ilmu-pengetahuan mengalami kemajuan terutama berkat penelitian-
penelitian khas yang bermutu ilmiah lebih tinggi, hendaknya di universitas-universitas dan fakultas-
fakultas katolik terutama dikembangkan lembaga-lembaga, yang pertama-tama berfungsi
memajukan penelitian ilmiah.
Konsili sangat menganjurkan, supaya universitas-universitas dan fakultas-fakultas katolik, yang
hendaknya diselenggarakan secara cukup merata di pelbagai kawasan dunia, tetap dikembangkan,
tetapi sedemikian rupa, sehingga tidak menonjol karena jumlahnya, melainkan karena mutu
perkuliahannya. Hendaknya perguruan-perguruan itu mudah terbuka bagi para mahasiswa yang
memberi harapan lebih besar, kendati kondisinya kurang menguntungkan, terutama bagi mereka
yang berasal dari negara-negara yang masih muda.
Untung-malang masyarakat dan gereja sendiri berhubungan erat sekali dengan kemajuan
generasi muda yang menempuh studi tingkat lebih tinggi[33]. Maka hendaknya para Gembala Gereja
jangan hanya menyediakan reksa pastoral paroki intensif bagi hidup rohani para mahasiswa
universitas katolik saja. Terdorong oleh keprihatinan akan pembinaan rohani semua putera-puteri
mereka, dan berdasarkan musyawarah yang seyogyanya diadakan antara para Uskup, hendaklah
mereka mengusahakan, supaya juga disekitar universitas-universitas bukan katolik terdapat asrama-
asrama serta pusat-pusat universiter katolik; disitu hendaknya imam-imam, para religius dan kaum
awam, yang dipilih dan disiapkan dengan cermat, memberi pelayanan rohani dan ilmiah yang tetap
kepada generasi muda di lingkup universitas. Kaum muda yang berbakat lebih tinggi dilingkungan
universitas katolik atau universitas lain, yang nampak cocok untuk menjadi dosen atau menjalankan
penelitian-penelitian, hendaknya diusahakan perkembangannya secara istimewa, dan diarahkan
untuk menunaikan tugas mengajar.
PENUTUP
Konsili dengan sangat mendorong angkatan muda, supaya menyadari keluhuran tugas mendidik,
dan menyediakan diri untuk dengan kebesaran jiwa menerima tugas itu, terutama didaerah-daerah,
yang kekurangan guru, sehingga pendidikan kaum muda menghadapi krisis.
Konsili menyatakan syukur terima kasih sebesar-besarnya kepada imam-imam, para religius
pria maupun wanita, dan kaum awam, yang dengan dedikasi injili membaktikan diri dalam karya
luhur pendidikan dan persekolahan di pelbagai jenis dan pada berbagai tingkat. Konsili mengajak
mereka, supaya tetap bertahan dengan kebesaran jiwa dalam tugas yang mereka jalankan, lagi pula
supaya dalam meresapkan semangat kristus di hati para siswa, dalam keahlian mendidik, dan dalam
menekuni ilmu-pengetahuan berusaha menjadi unggul sedemikian rupa, sehingga mereka bukan
melulu mendukung pembaharuan intern Gereja, melainkan mempertahankan serta meningkatkan
kehadiran Gereja yang dermawan terutama didunia ilmu pengetahuan zaman sekarang.
Semua dan masing-masing pokok, yang telah diuraikan dalam Pernyataan ini, berkenan kepada para
Bapa Konsili suci. Dan kami, atas kuasa Rasuli yang oleh Kristus diserahkan kepada Kami, dalam Roh
Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para Bapa yang
terhormat, lagi pula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian telah ditetapkan dalam
Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah.
Saya PAULUS
Uskup Gereja katolik
36
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 284 dan di berbagai temapt
lainnya.