Вы находитесь на странице: 1из 8

PAULUS USKUP

HAMBA PARA HAMBA ALLAH


BERSAMA BAPA-BAPA KONSILI SUCI
DEMI KENANGAN ABADI

PERNYATAAN TENTANG PENDIDIKAN KRISTEN

PENDAHULUAN

Konsili Ekumenis ini penuh perhatian mempertimbangkan SANGAT PENTINGNYA


PENDIDIKAN dalam hidup manusia, serta dampak pengaruhnya yang makin besar atas
perkembangan masyrakat zaman sekarang[1]. Memang benarlah, pendidikan kaum muda, bahkan
juga semacam pembinaan terus-menerus kaum dewasa, dalam situasi zaman sekarang menjadi lebih
mudah, tetapi sekaligus juga lebih mendesak. Sebab orang-orang makin menyadari martabat
maupun kewajiban mereka sendiri, dan ingin berperan serta makin aktif dalam kehidupan sosial,
terutama dibidang ekonomi dan politik[2]. Kemajuan-kemajuan yang mengagumkan di bidang
teknologi dan penelitian ilmiah, begitu pula upaya-upaya komunikasi sosial yang baru, membuka
peluang bagi khalayak ramai, yang acap kali mempunyai lebih banyak waktu bebas dari kesibukan-
kesibukan, untuk dengan lebih mudah memanfaatkan harta warisan rohani dan budaya, dan untuk
saling memperkaya melalui jaringan hubungan antar kelompok maupun antar bangsa yang lebih
erat.
Oleh karena itu dimana-mana berlangsunglah usaha-usaha untuk makin meningkatkan mutu
karya pendidikan. Hak-hak asasi manusia, khususnya anak-anak serta orang tua, atas pendidikan
dinyatakan dan dikukuhkan dengan dokumen-dokumen resmi[3]. Menanggapi pesatnya laju
pertambahan jumlah para siswa, dimana-mana sekolah-sekolah berlipatganda dan meningkat mutu,
serta diciptakan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Metode-metode pendidikan dan pengajaran
dikembangkan melalui eksperimen-eksperimen baru. Usaha-usaha yang sangat berarti dijalankan
untuk menyediakan segalanya bagi semua orang, sungguhpun anak-anak dan kaum muda masih
banyak sekali, dan bahkan belum mendapat pendidikan dasar pun, dan masih sekian banyak orang
lainnya belum menikmati pendidikan yang memadai, dan sekaligus memungkinkan usaha mencari
kebenaran serta mengembangkan cinta kasih.
Adapun untuk melaksanakan perintah Pendirinya yang ilahi, yakni mewartakan misteri
keselamatan kepada semua orang yang membaharui segalanya dalam Kristus, Bunda Gereja yang
kudus, wajib memelihara perihidup manusia seutuhnya, juga didunia ini, sejauh berhubungan

1
Di antara sekian banyak dokumen yang menguraikan pentingnya pendidikan, lihat terutama: BENEDIKTUS XV, Surat
apostolik Communes litteras, tgl. 10 April 1919: AAS 11 (1919) hlm. 172. – PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri, tgl.
31 Desember 1929: AAS 22 (1930) hlm. 49-86. – PIUS XII, Amanat kepada kaum muda ACI (Aksi Katolik Italia), tgl.
20 April 1946: Discorsi e Radiomessagi 8, hlm. 53-57. – IDEM, Amanat kepada para bapak keluarga dari perancis, tgl.
18 September 1951: Discorsi e Radiomessagi 13hlm. 241-245. – YOHANES XXIII, Amanat pada Ulang Tahun ke-30
Ensiklik Divini illius Magistri, tgl. 30 Desember 1959: AAS 52 (1960) hlm. 57-59. – Paulus VI, Amanat kepada para
anggota Federasi Lembaga-lembaga yang Tergantung pada Pimpinan Gereja (Federazione Instituti Dipendenti
dall’Autorita Ecclesiastica), tgl. 30 Desember 1963: Encicliche e Discorsi di S. S. paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 601-603.
– Lihat juga Acta et Documenta Concilio Oecumenico Vaticano II apparando, seri I, Antepraeparatoria, jilid III, hlm.
363-364, 370-371, 373-374.
2
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tgl. 15 Mei 1961: AAS 53 (1961) hlm. 413, 415-417, 424. – IDEM,
Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 278 dan selanjutnya.
3
Lih. “Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia”, yang disahkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tgl. 10
Desember 1948. – Bdk. “Deklarasi tentang Hak-Hak Anak”, tgl. 20 November 1959. – protocole additionel a la
convention de sauvegarde des droits de I’homme et des libertes fondamentale (Pratokol tambahan pada persetujuan untuk
menjamin hak-hak manusia serta kebebasan-kebebasan dasar), Paris, tgl. 20 Maret 1952. – Mengenai “Deklarasi tentang
Hak-Hak Manusia”, lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 295 dan
selanjutnya.
dengan panggilan sorgawinya[4]. Maka Gereja berperan serta dalam pengembangan dan perluasan
pendidikan. Oleh sebab itu Konsili suci menetapkan berbagai prinsip dasar tentang pendidikan
kristen, khususnya disekolah-sekolah. Prinsip-prinsip itu masih perlu dijabarkan oleh panitia khusus
sesudah Konsili, dan diterapkan pada pelbagai situasi daerah-derah oleh Konferensi-Konferensi
para uskup.

1. (Hak semua orang atas pendidikan)


Semua orang dari suku, kondisi atau usia manapun juga, berdasarkan martabat mereka selaku
pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas pendidikan[5], yang cocok dengan
tujuan[6] maupun sifat-perangai mereka, mengindahkan perbedaan jenis, serasi dengan tradisi-
tradisi kebudayaan serta para leluhur, sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan
bangsa-bangsa lain, untuk menumbuhkan kesatuan dan damai yang sejati di dunia. Tujuan
pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah: mencapai pembinaan pribadi manusia dalam perspektif
tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa manusia
termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya.
Maka dengan memanfaatkan kemajuan ilmu-pengetahuan psikologi, pedagogi dan didaktik,
perlulah anak-anak dan kaum remaja dibantu untuk menumbuhkan secara laas-serasi bakat-
pembawaan fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak
akan mencapai kesadaran bertanggungjawab yang kian penuh, dan kesadaran itu akan tampil dalam
usaha terus menerus untuk dengan saksama mengembangkan hidup mereka sendiri. Sambil
mengatasi hambatan-hambatan dengan kebesaran jiwa dan ketabahan hati, mereka akan mencapai
kebebasan yang sejati. Hendaklah seiring dengan bertambahnya umur mereka menerima
pendidikan seksualitas yang bijaksana. Kecuali itu hendaknya mereka dibina untuk melibatkan diri
dalam kehidupan sosial sedemikian rupa, sehingga dibekali upaya-upaya seperlunya yang sungguh
menunjang, mereka mampu berintegrasi secara aktif dalam pelbagai kelompok rukun manusiawi,
makin terbuka berkat pertukaran pandangan dengan saksama, dan dengan sukarela ikut
mengusahakan peningkatan kesejahteraan umum.
Begitu pula Konsili suci menyatakan, bahwa anak-anak dan kaum remaja berhak didukung,
untuk belajar menghargai dengan suara hati yang lurus nuilai-nilai moral, serta dengan tulus
menghayatinya secara pribadi, pun juga untuk makin sempurna mengenal serta mengasihi Allah.
Maka dengan sangat Konsili meminta, supaya siapa saja yang menjabat kepemimpinan atas
bangsa-bangsa atau berwewenang dibidang pendidikan, mengusahakan supaya jangan sampai
generasi muda tidak terpenuhi haknya yang asasi itu. Konsili menganjurkan, supaya putera-puteri
Gereja dengan jiwa yang besar menyumbangkan jerih-payah mereka diseluruh bidang pendidikan,
terutama dengan maksud, agar buah hasil pendidikan dan pengajaran sebagaimana mestinya selekas
mungkin terjangkau oleh siapa pun diseluruh dunia[7].

2. (Pendidikan kristen)
Berkat kelahiran kembali dari air dan Roh Kudus umat kristen telah menjadi ciptaan baru[8], serta
disebut dan memang menjadi putera-puteri Allah. Maka semua orang kristen berhak menerima
pendidikan kristen. Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia seperti telah
diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai, supaya mereka yang telah dibabtis langkah demi
langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman
yang telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan
kebenaran (lih. Yoh 4:23), teutama dalam perayaan Liturgi; supaya mereka dibina untuk
mengahayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Ef
4:22-24); supaya dengan demikian mereka mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef 4:13), dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan
Tubuh Mistik. Kecuali itu hendaklah umat beriman menyadari panggilan mereka, dan melatih diri
untuk memberi kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri mereka (lih. 1Ptr 3:15) serta

4
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tgl. 15 Mei 1961: AAS 53 (1961) hlm. 402. – KONSILI VATIKAN
II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 17.
5
PIUS XII, Amanat radio tgl. 24 Desember 1942: AAS 35 (1943) hlm. 12, 19. – YOHANES XXIII, Ensiklik Pacem in
terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 259 dan selanjutnya. Bdk. “Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia”, yang
telah dikutip.
6
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri, tgl. 31 Desember 1929: AAS 22 (1930) hlm. 50 dan selanjutnya.
7
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tgl. 15 Mei 1961: AAS 53 (1961) hlm. 441 dan selanjutnya.
8
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 83.
mendukung perubahan dunia menurut tata-nilai kristen. Demikianlah nilai-nilai kodrati akan
ditampung dalam perspektif menyeluruh manusia yang telah ditebus oleh kristus, dan merupakan
sumbangan bagi kesejahteraan segenap masyarakat[9]. Oleh karena itu Konsili ini mengingatkan
kepada para Gembala jiwa-jiwa akan kewajiban mereka yang amat berat untuk mengusahakan
segala sesuatu, supaya seluruh umat beriman menerima pendidikan kristen, terutama amgkatan
muda yang merupakan harapan Gereja[10].

3. (Mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan)


Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat
untuk mendidik anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang
pertama dan utama [11]. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar
pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkungan keluarga,
yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa,
sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga
itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap
masyarakat. Adapun terutama dalam keluaraga kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta
kewajiban Sakramen Perkawinan, anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah serta
berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka terima dalam Baptis.
Disitulah anak-anak menemukan pengalaman pertama masyarakat manusia yang sehat serta Gereja.
Melalui keluargalah akhirnya mereka lambat-laun diajak berintegrasi dalam masyarakat manusia
dan umat Allah. Maka hendaklah para orang tua menyadari, betapa pentinglah keluarga yang
sungguh kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah sendiri[12].
Tugas menyelenggarakan pendidikan, yang pertama-tama menjadi tanggung jawab keluarga,
memerlukan bantuan seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, disamping hak-hak orang tua serta
mereka, yang oleh orangtua diserahi peranserta tugas dalam mendidik, masyarakatpun mempunyai
kewajiban-kewajiban dan hak-hak tertentu, sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur
segala-sesuatu yang diperlukan bagi kesejahteraan umum di dunia ini. Termasuk tugasnya: dengan
pelbagai cara memajukan pendidikan generasi muda; misalnya: melindungi kewajiban maupun hak-
hak para orangtua serta pihak-pihak lain, yang memainkan peranan dalam pendidikan, dan
membantu mereka: sesuai dengan prinsip subsidiaritas melengkapi karya pendidikan, bila usaha-
usaha para orangtua dan kelompok-kelompok lain tidak memadai, tetapi dengan mengindahkan
keinginan-keinginan para orangtua; kecuali itu, sejauh dibutuhkan bagi kesejahteraan umum,
mendirikan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan[13].
Akhirnya secara istimewa pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya masyarakat pun
harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja
bertugas mewartakan jalan keselamatan pada semua orang, menyalurkan kehidupan kristus kepada
umat beriman, serta tiada hendtinya penuh perhatian membantu mereka, supaya mampu meraih
kepenuhan kehidupan itu[14]. Jadi bagi para putera-puteri Gereja selaku Bunda wajib
menyelenggarakan pendidikan, supaya seluruh hidup mereka diresapi oleh semangat Kristus. Lagi
pula Gereja menyumbangkan bantuannya kepada semua bangsa, untuk mendukung penyempurnaan
pribadi manusia seutuhnya, juga demi kesejahteraan masyarakat dunia, dan demi pembangunan
dunia sehingga menjadi makin manusiawi[15].

9
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 36.
10
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Tugas pastoral para Uskup dalam Gereja, art. 12-14.
11
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 59 dan selanjutnya. – IDEM, Ensiklik Mit brennender
Sorge, tgl. 14 Maret 1937: AAS 29 (1937)hlm. 164 dan selanjutnya. PIUS XII, Amanat kepada Kongres Nasional I
Perserikatan Guru-Guru Katolik di Italia (AIMC), tgl. 8 September 1946: Discorsi e Radiomessagi 8, hlm. 218.
12
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 11 dan 35.
13
Lih. PIS XI, Esniklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 63 dan selanjutnya. – PIUS XII, Amanat radio tgl. 1 Juni
1941: AAS 33 (1941) hlm. 200. – IDEM, Amanat kepada Kongres Nasional I Perserikatan Guru-Guru Katolik di Italia,
tgl. 8 September 1946: Discorsi e Radiomessaggi, 8, hlm. 218. – Tentang prinsip subsidiaritas, lih. YOHANES XXIII,
Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963)hlm. 294.
14
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 53 dan selanjutnya. – IDEM, Ensiklik Non abbiamo
bisogno, tgl. 29 Juni 1931: AAS 23 (1931)hlm. 311 dan selanjutnya. – PIUS XII, Surat Sekretariat Negara kepada pekan
Soaial Italia XXVIII, tgl. 20 September 1955: L’Osservatore Roman, tgl. 29 September 1955.
15
Gereja memuji para penguasa masyarakat, setempat, nasional maupun internasioanal, yang menyadari kebutuhan-
kebutuhan lebih mendesak zaman sekarang , dan mengusahakan sedapat mungkin, supaya semua bangsa dapat ikut
memanfaatkan pendidikan yang lebih penuh dan ikut menghayati kebudayaan.
4. (Aneka upaya untuk melayani pendidikan kristen)
Dalam menunaikan tugasnya dibidang pendidikan, Gereja memang memperhatikan segala upaya
yang mendukung, tetapi terutama mengusahakan upaya-upaya yang khas baginya. Diantaranya
yang utama ialah pendidikan kateketis[16], yang menyinari dan meneguhkan iman, menyediakan
santapan bagi hidup menurut semangat kristus, mengantar kepada partisipasi yang sadar dan aktif
dalam Misteri Liturgi[17], dan menggairahkan kegiatan merasul. Gereja sangat menghargai dan
berusaha meresapi dengan semangatnya serta mengangkat upaya-upaya lainnya juga, yang
termasuk harta warisan bersama umat manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk
mengembangkan jiwa dan membina manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk
mengembangkan jiwa dan membina manusia, misalnya upaya komunikasi-komunikasi sosial[18],
banyak kelompok-kelompok yang bertujuan mengembangkan badan dan jiwa, himpunan-himpunan
kaum muda, dan terutama sekolah-sekolah.

5. (Pentingnya sekolah)
Diantara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewa[19]. Sementara terus-
menerus mengembangkan daya kemampuan akalbudi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan
kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah
dihimpun oleh generasi-gerasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan
siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memeupuk rukun persahabatan antara para siswa yang
beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami.
Kecuali itu sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan, yang serentak harus
melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup
berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia.
Maka sungguh indah tetapi berat jugalah panggilan mereka semua, yang untuk membantu para
orang tua menunaikan kewajiban mereka sebagai wakil-wakil masyarakat, sanggup menjalankan
tugas kependidikan disekolah-sekolah. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun
hati, persiapan yang amat saksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan menyesuaikan
diri.

6. (Kewajiban dan hak-hak orang tua)


Orangtualah yang pertama-tama mempunyai kewajiban dan hak yang pantang diganggu gugat
untuk mendidik anak-anak mereka. Maka sudah seharusnyalah mereka sungguh-sungguh bebas
dalam memilih sekolah-sekolah. Maka pemerintah, beserta kewajibannya melindungi dan membela
kebebasan para warga negara, sambil mengindahkan keadilan dan pemerataan, wajib
mengusahakan, supaya subsidi-subsidi negara dibagikan sedemikian rupa, sehingga para orang tua
mampu dengan kebebasan sepenuhnya memilihkan bagi anak-anak mereka sekolah-sekolah
menurut suara hati mereka[20].
Pada umumnya termasuk fungsi negara mengusahakan, supaya semua warganya berpeluang
melibatkan diri dalam hidup berbudaya sebagaimana mestinya, dan menjalani persiapan selayaknya
untuk menunaikan tugas-kewajiban serta menggunakan hak-hak mereka selaku warga negara.
Maka negara sendiri wajib menjamin hak anak-anak atas pendidikan sekolah yang memadai,
mengawasi kemampuan para guru serta menjaga mutu studi, memperhatikan kesehatan para murid,
dan pada umumnya meningkatkan seluruh sitem persekolahan, sambil menerapkan prinsip
subsidiaritas, dan karena itu dengan menghindari segala macam monopoli persekolahan. Sebab
monopoli itu bertentangan dengan hak-hak asasi pribadi manusia, kemajuan serta pemerataan
kebudayaan sendiri juga, kehidupan bersama para warganegara dalam damai, serta kemacam-
ragaman yang sekarang ini berlaku di banyak masyarakat[21].

16
Lih. PIUS XI, Motu Proprio Orbem catholicum, tgl. 29 Juni 1923: AAS 15 (1923) hlm. 327-329. – Dekrit Provide sane,
tgl. 12 Januari 1935: AAS 27 (1935) hlm. 145-152. – KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup
dalam gereja, art. 13 dan 14.
17
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi, art. 14.
18
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial, art. 13 dan 14.
19
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 76. – PIUS XII, Amanat kepada Serikat Guru-Guru
Katolik di Bayem, Jerman, tgl. 31 Desember 1956: Discorsi e Radiomessaggi 18, hlm. 746.
20
Lih. KONSILI PROVINSI CINCINNATI III, tahun 1861: Collatio Lacensis III kolom 1240, c/d. – PIUS XI, Ensiklik
Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 60, 63 dan selanjutnya.
21
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 63. – IDEM, Ensiklik Non abbiamo bisogno, tgl. 29
Juni 1931: AAS 23 (1931) hlm. 305. – PIUS XII, Surat Sekretariat Negara kepada Pekan Sosial Italia XXVIII, tgl. 20
Konsili suci mendorong umat beriman, supaya rela memberi bantuan untuk menemukan
metode-metode pendidikan serta sitem pengajaran yang cocok, dan untuk pembinaan guru-guru
yang mampu mendidik kaum muda seperti semestinya, begitu pula untuk dengan bantuan mereka –
terutama melalui perserikatan orangtua – ikut menopang seluruh peranan sekolah dan terutama
penyelenggaraan pendidikan moral[22].

7. (Pendidikan moral dan kegamaan di sekolah)


Selain itu Gereja menyadari sangat beratnya kewajibannya untuk dengan tekun mengusahakan
pendidikan moral dan keagamaan semua putera-puterinya. Maka Gereja harus hadir dengan kasih-
keprihatinan serta bantuannya yang istimewa bagi sekian banyak siswa, yang menempuh studi di
sekolah-sekolah bukan katolik. Kehadirannya itu hendaklah dinyatakan baik melalui kesaksian
hidup mereka yang mengajar dan membimbing siswa-siswi itu, melalui kegiatan kerasulan sesama
siswa[23], maupun terutama melalui pelayanan para imam dan kaum awam, yang menyampaikan
ajaran keselamatan kepada mereka, dan yang memberi pertolongan rohani kepada mereka melalui
berbagai usaha yang tepat guna dengan situasi setempat dan semasa..
Oleh Konsili para orangtua diingatkan akan kewajiban mereka yang berat, untuk
menyelenggarakan atau juga menuntut apa saja yang diperlukan, supaya anak-anak mereka
mendapat kemudahan-kemudahan itu, dan mengalami kemajuan dalam pembinaan kristen, yang
serasi dengan pendidikan profan mereka. Kecuali itu Gereja memuji para penguasa dan masyarakat
sipil, yang dengan mengindahkan kemajemukan masyarakat zaman sekarang serta menjamin
kebebasan beragama sebagaimana wajarnya, menolong keluarga-keluarga, supaya pendidikan anak-
anak disemua sekolah dapat diselenggarakan seturut prinsip-prinsip moral dan religius yang dianut
oleh keluarga-keluarga itu sendiri[24].

8. (Sekolah-sekolah katolik)
Kehadiran Gereja di dunia persekolahan secara khas nampak melalui sekolah katolik. Tidak kurang
dari sekolah-sekolah lainnya, sekolah katolik pun mengejar tujuan-tujuan budaya dan
menyelenggarakan pendidikan manusiawi kaum muda. Tetapi ciri khasnya ialah menciptakan
lingkungan hidup bersama di sekolah, yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih,
dan membantu kaum muda, supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus
berkembang sebagai ciptaan baru, sebab itulah mereka, karena menerima Baptis. Termasuk ciri
sekolah katolik pula, mengarahkan seluruh kebudayaan manusia akhirnya kepada pewartaan
keselamatan, sehingga pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang
dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh terang iman[25]. Demikianlah sekolah katolik, sementara
sebagaimana harusnya membuka diri bagi kemajuan dunia modern, mendidik para siswanya untuk
dengan tepat-guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat di dunia, serta menyiapkan mereka
untuk pengabdian demi meluasnya Kerajaan Allah, sehingga dengan memberi teladan hidup
merasul mereka menjadi bagaikan ragi keselamatan bagi masyarakat luas.
Karena sekolah katolik dapat memberi sumbangan begitu besar kepada umat Allah untuk
menunaikan misinya dan menunjang dialog antara Gereja dan masyarakat yang menguntungkan
kedua pihak, maka juga bagi situasi kita sekarang ini tetap penting sekali. Oleh karena itu Konsili
ini sekali lagi mengulangi pernyataan, bahwa – seperti berkali-kali telah ditetapkan dalam
dokumen-dokumen Magisterium[26] – Gereja berhak secara bebas mendirikan dan mengurus segala
macam sekolah pada semua tingkat. Sementara itu Konsili mengingatkan juga, bahwa pelaksanaan

September 1955: L’Osservatore Romano, tgl 29 September 1955. – PAULUS VI, Amanat kepada Serikat Kristen para
Buruh Italia (ACLI), tgl. 6 Oktober 1963: Encicliche e Discorsi di Paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 230.
22
Lih. YOHANES XXIII, Amanat pada Ulang Tahun ke-30 Ensiklik Divini illius Magistri, tgl. 30 Desember 1959: AAS 52
(1960) hlm. 57.
23
Gereja menjunjung tinggi kegiatan kerasulan, yang juga disekolah-sekolah itu dapat dilaksanakan oleh para murid dan
sesama siswa yang beragama katolik.
24
Lih. PIUS XII, Amanat kepada perserikatan Guru-Guru Katolik di Bayem, tgl. 31 Desember 1956: Discorsi e
Radiomessagi 18, hlm. 745 dan selanjutnya.
25
Lih. KONSILI PROVINSI WESTMINSTER I, tahun 1852: Collatio Lacensis III, kolom 1334 a/b. – PIUS XI, Ensiklik
Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 77 dan selanjutnya. – PIUS XII, Amanat kepada Serikat Guru-Guru Katolik di
Bayem, tgl. 31 Desember 1956: Discorsi e Radiomessagi 18, hlm. 746. – PAULUS VI, Amanat kepada para anggota
Federasi Lembaga-lembaga yang Tergantung pada Pimpinan Gereja (FIDAE), tgl. 30 Desember 1963: Encicliche e
Discorsi di Paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 602 dan selanjutnya.
26
Lihat terutama dokumen-dokumen yang telah disebutkan pada catatan kaki 1. Selain itu hak Gereja itu ditegaskan juga
oleh banyak Konsili Provinsi, dan oleh Pernyataan-pernyataan banyak Konferensi Uskup akhir-akhir ini.
hak itu merupakan dukungan kuat sekali untuk melindungi kebebasan suarahati serta hak-hak para
orangtua, lagi pula banyak menunjang kemajuan kebudayaan sendiri.
Hendaknya para guru menyadri, bahwa terutama peranan merekalah yang menentukan bagi
sekolah katolik, untuk dapat melaksanakan rencana-rencana dan usaha-usahanya[27]. Maka dari itu
hendaklah mereka sungguh-sungguh disiapkan, supaya membawa bekal ilmu-pengetahuan profan
maupun keagamaan yang dikukuhkan oleh ijazah-ijazah semestinya, dan mempunyai kemahiran
mendidik sesuai dengan penemuan-penemuan zaman modern. Hendaklah cinta kasih menjadi
ikatan mereka timbal balik dengan para siswa, dan mereka dijiwai oleh semangat merasul. Dengan
demikian hendaknya mereka memberi kesaksian tentang Kristus Sang Guru satu-satunya melalui
perihidup dan tugas mereka mengajar. Hendaknya mereka tahu bekerja sama, terutama dengan para
orangtua. Bersama orangtua hendaklah para guru dalam seluruh pendidikan memperhatikan
perbedaan jenis serta panggilan khas pria maupun wanita dalam keluarga dan masyarakat, seperti
telah ditetapkan pleh Penyelenggaraan ilahi. Hendaknya mereka berusaha membangkitan pada para
siswa kemampuan bertindak secara pribadi, dan juga sesudah para siswa tamat sekolah hendaklah
para guru tetap mendampingi mereka dengan nasehat-nasehat, sikap bersahabat, pun melalui
himpunan-himpunan yang bertujuan khusus dan bernafaskan semangat gerejawi yang sejati.
Konsili menyatakan, bahwa pelayanan para guru itu sungguh-sungguh merupakan kerasulan, yang
memang perlu dan benar-benar menanggapi kebutuhan zaman sekarang, sekaligus juga pengabdian
yang sejati kepada masyarakat. Konsili mengingatkan para orang tua katolik akan keajiban mereka,
untuk bilamana dan dimana pun mungkin menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah
katolik, sekedar kemampuan mereka menanggung kelangsungannya, dan bekerja sama dengannya
demi kepentingan anak-anak[28].

9. (Berbagai macam sekolah katolik)


Hendaknya semua sekolah, yang bagaimana pun bernaung pada gereja, sedapat mungkin
membentuk diri menurut citra sekolah katolik itu, sungguhpun sesuai dengan berbagai situasi
setempat sekolah katolik dapat mengenakan aneka bentuk pula[29]. Jelas jugalah Gereja memandang
sangat berharga sekolah-sekolah katolik, terutama didaerah Gereja-Gereja yang masih muda, yang
menampung siswa-siswa bukan katolik juga.
Pada umumnya dalam mendirikan dan mengurus sekolah-sekolah katolik hendaknya
kebutuhan-kebutuhan zaman yang makin maju sungguh ditanggapi. Oleh sebab itu memang tetap
harus dikembangkan sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah, yang meletakkan dasar-dasar
pendidikan; tetapi patut dihargai juga sekolah-sekolah, yang secara khas dibutuhkan dalam situasi
sekarang, misalnya apa yang disebut sekolah-sekolah kejuruan[30] dan teknik, lembaga-lembaga
bagi pembinaan kaum dewasa, pengembangan bantuan-bantuan sosial, serta penampungan para
penyandang cacat yang memerlukan pelayanan istimewa, begitu pula sekolah-sekolah untuk
mempersiapkan guru-guru pendidikan agama dan untuk bentuk-bentuk pendidikan lainnya.
Konsili suci dengan sangat menganjurkan kepada para Gembala Gereja dan segenap umat
beriman, supaya tanpa melewatkan pengorbanan manapun membantu sekolah-sekolah katolik,
untuk semakin sempurna menjalankan tugasnya, dan terutama untuk menanggapi kebutuhan-
kebutuhan mereka, yang miskin harta duniawi, atau hidup tanpa bantuan atau kasih sayang
keluarga, atau masih jauh dari kurnia iman.

10. (Fakultas dan universitas katolik)


Begitu pula sekolah-sekolah tingkat lebih tinggi, terutama universitas-universitas dan fakultas-
fakultas, dari pihak Gereja mendapat perhatian yang istimewa. Bahkan Gereja menghendaki,
supaya diperguruan-perguruan yang bernaung padanya secara laras terpadu masing-masing bidang
ilmu dikembangkan menurut asas-asasnya sendiri, dengan metodenya sendiri, dan dengan
kebebasan penelitian ilmiah sedemikian rupa, sehingga ilmu-pengetahuan di bidang-bidang itu kian

27
Lih. PIUS XI, Ensiklik Divini illius Magistri: AAS 22 (1930) hlm. 80 dan selanjutnya. – PIUS XII, Amanat kepada
Perserikatan Katolik Italia untuk Guru-Guru Sekolah Menengah (UCIIM), tgl. 5 Januari 1954: Discorsi e Radiomessagi
15, hlm. 551-556. – YOHANES XXIII, Amanat kepada Kongres Vi Perserikatan Guru-Guru Katolik di Italia (AIMC),
tgl. 5 September 1959: Dicorsi, Messagii, Colloqui, I, Roma 1960, hlm. 427-431.
28
Lih. PIUS XII, Amanat kepada Perserikatan Katolik Italia untuk Guru-Guru Sekolah menengah (UICIIM), tgl. 5 Januari
1954 : Discorsi e Radiomessaggi 15, hlm. 555.
29
Lih. PAULUS VI, Amanat kepada Biro Internasional pendidikan Katolik (OIEC), tgl. 25 februari 1964: Encicliche e
Discorsi di Paolo VI, II, Roma 1964, hlm. 232.
30
Lih. PAULUS VI, Amanat kepada Perserikatan Kristen Kaum Buruh di Italia (ACLI), tgl. 6 Oktober 1963: Encicliche e
Discorsi di Paolo VI, I, Roma 1964, hlm. 229.
hari makin mendalam, dan – sementara diperhatikan secermat mungkin masalah-persoalan serta
penyelidikan-penyelidikan aktual di zaman modern ini – hendaknya disadari secara lebih
mendalam, bagaimana iman dan akalbudi berpadu mencari kebenaran yang tunggal, dan diikuti
jejak-jejak para Pujangga Gereja, terutama S. Tomas Akuino [31]. Begituh hendaknya terwujudkan
kehadiran visi kristen secara publik, terus-menerus dan universal, dalam seluruh usaha untuk
meningkatkan mutu kebudayaan. Pun hendaknya para mahasiswa perguruan-perguruan itu dibina
menjadi tokoh-tokoh yang benar-benar unggul ilmu-pengetahuannya, siap-siaga untuk menunaikan
kewajiban-kewajiban yang cukup berat dalam masyarakat, dan menjadi saksi-saksi iman di
dunia[32].
Di universitas-universitas katolik, yang tidak mempunyai fakultas teologi, hendaknya diadakan
Lembaga atau Mimbar Teologi, yang menyelenggarakan kuliah-kuliah yang juga disesuaikan
dengan kaum awam. Karena ilmu-pengetahuan mengalami kemajuan terutama berkat penelitian-
penelitian khas yang bermutu ilmiah lebih tinggi, hendaknya di universitas-universitas dan fakultas-
fakultas katolik terutama dikembangkan lembaga-lembaga, yang pertama-tama berfungsi
memajukan penelitian ilmiah.
Konsili sangat menganjurkan, supaya universitas-universitas dan fakultas-fakultas katolik, yang
hendaknya diselenggarakan secara cukup merata di pelbagai kawasan dunia, tetap dikembangkan,
tetapi sedemikian rupa, sehingga tidak menonjol karena jumlahnya, melainkan karena mutu
perkuliahannya. Hendaknya perguruan-perguruan itu mudah terbuka bagi para mahasiswa yang
memberi harapan lebih besar, kendati kondisinya kurang menguntungkan, terutama bagi mereka
yang berasal dari negara-negara yang masih muda.
Untung-malang masyarakat dan gereja sendiri berhubungan erat sekali dengan kemajuan
generasi muda yang menempuh studi tingkat lebih tinggi[33]. Maka hendaknya para Gembala Gereja
jangan hanya menyediakan reksa pastoral paroki intensif bagi hidup rohani para mahasiswa
universitas katolik saja. Terdorong oleh keprihatinan akan pembinaan rohani semua putera-puteri
mereka, dan berdasarkan musyawarah yang seyogyanya diadakan antara para Uskup, hendaklah
mereka mengusahakan, supaya juga disekitar universitas-universitas bukan katolik terdapat asrama-
asrama serta pusat-pusat universiter katolik; disitu hendaknya imam-imam, para religius dan kaum
awam, yang dipilih dan disiapkan dengan cermat, memberi pelayanan rohani dan ilmiah yang tetap
kepada generasi muda di lingkup universitas. Kaum muda yang berbakat lebih tinggi dilingkungan
universitas katolik atau universitas lain, yang nampak cocok untuk menjadi dosen atau menjalankan
penelitian-penelitian, hendaknya diusahakan perkembangannya secara istimewa, dan diarahkan
untuk menunaikan tugas mengajar.

11. (Fakultas teologi)


Gereja menaruh harapan amat besar atas kegiatan fakultas-fakultas teologi[34]. Sebab kepada
fakultas-fakultas itulah Gereja mempercayakan tugas yang berat sekali, yakni menyiapkan para
mahasiswanya bukan saja untuk pelayanan imam, tetapi terutama untuk mengajar dilembaga-
lembaga studi gerejawi tingkat tinggi, untuk mengembangkan berbagai bidang ilmu atas jerih-
payah mereka sendiri, dan menangani tugas-tugas kerasulan intelektual yang lebih berat. Termsuk
tugas fakultas-fakultas itu sendiri: mengadakan penelitian-penelitian lebih mendalam di pelbagai
bidang teologi, sehingga tercapailah pengertian yang makin mendalam tentang Perwahyuan Roh
Kudus, makin penuh terbukalah pusaka kebijaksanaan kristen warisan para leluhur, makin
berkembanglah dialog dengan saudara-saudari yang terpisah dan dengan umat beragama lain, dan
masalah-persoalan yang timbul dari kemajuan ilmu-pengetahuan mendapat jawabannya [35].
31
Lih. PAULUS VI, Amanat tentang Kongrea Internasional Tomisme Vi, tgl. 10 September 1965: L’Osservatore Romano,
13-14 September 1965.
32
Lih. PIUS XII, Amanat kepada para dosen dan mahasiswa Perguruan-perguruan Tinggi Katolik di Perancis, tgl. 21
September 1950: Discorsi e Radiomessaggi 18, hlm. 219-221. – IDEM, Surat kepada kongres Pax RomanaXXII, tgl. 12
Agustus 1952: Discorsi e Radiomessaggi, 14, hlm. 567-569. – YOHANES XXIII, Amanat kepada Federasi Universitas-
Universitas Katolik, tgl. 1 April 1959: Discorsi, messaggi, Colloqui, I, Roma 1960, hlm. 226-229. – PAULUS VI,
Amanat kepada Senat Akademis Universitas Katolik di Milano, tgl. 5 April 1964: Encicliche e Discorsi di Paolo VI, II,
Roma 1964, hlm. 438-443.
33
Lih. PIUS XII, Amanat kepada Senat Akademis dan para mahasiswa Universitas Roma, tgl. 15 Juni 1952: Discorsi e
Radiomessaggi, 14, hlm. 208: “Arah perkembangan masyarakat di masa mendatang terutama terletak pada budi dan hati
kerabat universitas-universitas sekarang ini”.
34
Lih. PIUS XI, Konstitusi apostolik Deus Scientiarum Dominus, tgl. 24 Mei 1931: AAS 23 (1931) hlm. 245-247.
35
Lih. PIUS XII, Ensiklik Humani Generis, tgl. 12 Agustus 1950: AAS 42 (1950) hlm. 568 dan selanjutnya, hlm. 578. –
PAULUS VI, Ensiklik Ecclesiam suam, bagian II, tgl. 6 Agustus 1964: AAS 56 91964) hlm. 637-659. – KONSILI
VATIKAN II, Dekrit tentang Ekumenisme.
Maka hendaklah fakultas-fakultas gerejawi pada saatnya meninjau kembali Anggaran Dasarnya,
secara intensif mengembangkan teologi serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, dan dengan
memanfaatkan metode-metode serta upaya-upaya yang mutakhir pula, membina para
mahasiswanya untuk tetap melanjutkan penelitian-penelitian.

12. (Koordinasi di bidang persekolahan)


Kerja sama, yang pada tingkat keuskupan, nasional maupun internasional dari hari ke hari makin
mendesak dan makin tepat guna, sangat perlu juga di dunia persekolahan. Oleh sebab itu hendaklah
diusahakan sedapat mungkin, supaya antara sekolah-sekolah katolik koordinasi makin dipererat,
begitu pula dikembangkan kerja sama antara sekolah-sekolah katolik dan sekolah-sekolah lainnya.
Kerja sama itu dibutuhkan demi kesejahteraan segenap masyarakat[36].
Berkat koordinasi dan kerja sama yang lebih erat itu, terutama dikalangan lembaga-lembaga
akademis, akan diperbuahkan hasil-hasil yang lebih melimpah. Maka hendaklah disetiap universitas
berbagai fakultas saling membantu, sejauh kekhususan masing-masing mengijinkannya.
Universitas-universitas sendiri hendaknya berpadu maksud dan menjalin kerja sama, dengan
bersama-sama menyelenggarakan kongres-kongres internasional, saling berbagi tugas dibidang
penelitian ilmiah, mengadakan pertukaran hasil-hasil penelitian, mengusahakan pertukaran dosen-
dosen untuk sementara waktu, dan mendukung usaha-usaha lain, yang dapat meningkatkan kerja
sama.

PENUTUP

Konsili dengan sangat mendorong angkatan muda, supaya menyadari keluhuran tugas mendidik,
dan menyediakan diri untuk dengan kebesaran jiwa menerima tugas itu, terutama didaerah-daerah,
yang kekurangan guru, sehingga pendidikan kaum muda menghadapi krisis.
Konsili menyatakan syukur terima kasih sebesar-besarnya kepada imam-imam, para religius
pria maupun wanita, dan kaum awam, yang dengan dedikasi injili membaktikan diri dalam karya
luhur pendidikan dan persekolahan di pelbagai jenis dan pada berbagai tingkat. Konsili mengajak
mereka, supaya tetap bertahan dengan kebesaran jiwa dalam tugas yang mereka jalankan, lagi pula
supaya dalam meresapkan semangat kristus di hati para siswa, dalam keahlian mendidik, dan dalam
menekuni ilmu-pengetahuan berusaha menjadi unggul sedemikian rupa, sehingga mereka bukan
melulu mendukung pembaharuan intern Gereja, melainkan mempertahankan serta meningkatkan
kehadiran Gereja yang dermawan terutama didunia ilmu pengetahuan zaman sekarang.

Semua dan masing-masing pokok, yang telah diuraikan dalam Pernyataan ini, berkenan kepada para
Bapa Konsili suci. Dan kami, atas kuasa Rasuli yang oleh Kristus diserahkan kepada Kami, dalam Roh
Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para Bapa yang
terhormat, lagi pula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian telah ditetapkan dalam
Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah.

Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 28 bulan Oktober tahun 1965.

Saya PAULUS
Uskup Gereja katolik

(Menyusul tanda tangan para Bapa Konsili)

36
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Pacem in terris, tgl. 11 April 1963: AAS 55 (1963) hlm. 284 dan di berbagai temapt
lainnya.

Вам также может понравиться