Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB II

PEMBAHASAN
2.1.Ganguan Sistem Muskuluskeletal Pada Pasien Amputasi
2.1.1. Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain,
atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara
utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi
infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem
tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan
sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi
klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
2.1.2. Etiologi
Sebab-sebab dilakukannya amputasi adalah sebagai berikut :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
6. Deformitas organ.
2.1.3. Klasifikasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi 3 :
- Amputasi Selektif/Terencana
- Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
- Amputasi akibat trauma benda tajam dan tumpul
- Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
- Amputasi darurat
- Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
a. amputasiterbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
b. Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan
dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong
kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah
dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan
otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan
untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang
mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada
klien sesuai dengan kompetensinya.
2.1.4. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-
jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua
letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasiendengan
penyakit vaskuler perifer.
2.1.5. Dampak Atau Masalah Terhadap Sistem Tubuh
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan dieresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru Pada klien immobilisasi dalam posisi baring
terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut
dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi
pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau
infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja
siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik,
endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan
isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer,
dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,
vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah
banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang
bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun,
akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O
2
dan nutrisi sangat berkurang pada
jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan
adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan
terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta
adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang
menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan
mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus
dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan
meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang
sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung
kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan
gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat
menyebabkan:
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang
biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis
dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan
untuk menentukan tingkat yang terjadi untuk amputasi
a. Foto rontgen : mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan : mengidentifikasi lesi neoplastik, asteomelis, pembentukan
hematoma.
c. Aggiografi dan pemeriksaan aliran darah : mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkira kan potensial
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
2.1.7. Indikasi dan Kontraindikasi
1. Indikasi
a. Rekuren lokal dari tumor primer high grade tana tanda metastasis.
b. Keterlibatan vaskuler utama.
c. Keterlibatan saraf utama.
d. Kontaminasi jaringan lunak yang luas saat eksisi dengan perdarahan
yang banyak.
e. Fraktur patologis.
f. Infeksi.
g. Sarkoma high grade
2. Kontra Indikasi
Kondisi umum yang buruk, sarkoma dengan metastasis (relatif)
3. Tehnik Operasi
a. Amputasi Atas Lutut
1) Pasien terlentang.
2) Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang
diatas lutut. Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi
medial dan lateral paha. Batas osteotomi juga ditandai sebelum insisi.
3) Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal (tan jaringan
subkutan secara vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai
arch garis insisi menuju puncak irisan sampai tulang.Pembuluh darah
besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan sekitarnya kira-kira 2
cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable dan
dipotong dengan pisau serta dibiarkan masuk kembali ke jaringan
sekitarnya.
4) Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan
osteotomi dengan gergaji Gigh, dan tepi tulang di kikir untuk
menghilangkan tepi tajam.
5) Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi
ujung tulang. Quadriseps dan hamstring dijahitkan satu sama lain untuk
menutupi tulang. Adduktor ditendodesis dengan otot di ujung femur.
Tahap ini penting agar kekuatan dan kestabilan femur tetap terjaga.
6) Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
7) Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump

b. Amputasi Bawah Lutut
1) Pasien terlentang
2) Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan
tulang dibawah lutut. Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak
pada sisi medial dan lateral paha. Batas osteotomi juga ditandai
sebelum insisi. Semakin panjang stump yang ditinggalkan, semakin
baik hasil fungsionalnya
3) Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal dan jaringan
subkutan secara vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring
sesuai arch garis insisi menuju puncak irisan sampai tulang.Pembuluh
darah besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan sekitarnya
kira-kira 2 cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen
nonabsorbable dan dipotong dengan pisau Bertadibiarkan masuk
kembali ke jaringan sekitarnya.
4) Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan
osteotomi dengan gergaji Gigli, dan tepi tulang di kikir untuk
menghilangkan tepi tajam. . Minimal 5 cm tibia diperlukan untuk
fungsi dan pemasangan prostesis. Fibula selalu dipotong lebih pendek
dari tibia.
5) Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi
ujung tulang.
6) Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
7) Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump
2.1.8. Komplikasi
1. Perdarahan
Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi. Pada
insisional biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan merembes dan
tidak dapat dijahit (jaringan rapuh), dilakukan penekanan dan balut tekan diatas
titik perdarahan
2. Infeksi
Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat, atau
sudah ada infeksi di daerah yang di biopsy
2.1.9. Penatalaksanaan
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada dua cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Amputasi rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan
memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan
pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini
bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 3 minggu,
setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini
dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya
perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter
bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada
hari ke 7 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang
kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang
cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur,
melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan
menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien
diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya
jahitan dibuka pada hari ke 10 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
MUSKULUSKELETAL AMPUTASI

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga
tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intra operatif, dan pada tahap postoperatif.
A. Preoperatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan
operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi
fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
1. Pengkajian
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat
penggunaan rokok dan obat-obatan.
b. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan
kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan
akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau
kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi
amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau
gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler
:
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat
dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah
satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui
penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem
motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

c. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada
kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi
kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan
dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya
hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga
dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin
timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri
klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan
dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien
terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama
dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan
koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya
gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah
klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang
penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya,
sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam
mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien
preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.
d. Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau
melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan
dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar
dan fungsi jantung.

2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat
timbul antara lain :
a. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik
dan psikologis, memberikan
dukungan moral.

Menerangkan prosedur operasi
dengan sebaik-baiknya.

Mengatur waktu khusus dengan
klien untuk berdiskusi tentang
kecemasan klien.
Secara psikologis meningkatkan rasa aman
dan meningkatkan rasa saling percaya.

Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/
persepsi klien.

Meningkatkan rasa aman dan
memungkinkan klien melakukan
komunikasi secara lebih terbuka dan lebih
akurat.
b. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.

Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra
diri.
Kriteria evaluasi :
- Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan tentang dampak pembedahan
pada gaya hidup.

Berikan informasi yang adekuat dan
rasional tentang alasan pemilihan
tindakan pemilihan amputasi.

Berikan informasi bahwa amputasi
merupakan tindakan untuk
memperbaiki kondisi klien dan
merupakan langkah awal untuk
menghindari ketidakmampuan atau
kondisi yang lebih parah.
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang
dengan amputasi yang telah berhasil
dalam penerimaan terhadap situasi
amputasi.
Mengurangi rasa tertekan dalam
diri klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.

Membantu klien mengapai
penerimaan terhadap kondisinya
melalui teknik rasionalisasi.

Meningkatkan dukungan mental.




Strategi untuk meningkatkan
adaptasi terhadap perubahan citra
diri.

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan
preoperatif antara lain :
1) Mengatasi nyeri
a) Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam
mengatsi nyeri.
b) Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
c) Menerangkan pada klien bahwa klien akan merasakan
adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini
membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar
mengenakan kaki protese.
2) Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
a) Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 2
jam untuk mencegah kontraktur.
b) Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang
sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan
alat penyangga/kruk.
c) Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi
preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan
mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan
dari organ tubuh lain.
3) Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
a) Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan
kepada tim bedah.
b) Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu (
karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi
mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit
jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang
terbuka ).
c) Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam
penggunaan protese.
d) Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas
dalam.
B. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik
klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,
pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas,
pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus
untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi
yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini
berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.




C. Post Operatif
1. Pengkajian
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah
diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan
oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi
dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat.
Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh
clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi
optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan
klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul
pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa
tidak sehat akal karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan
bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
2. Diagnosa keperawatan dan Perencanaan :
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder
terhadap amputasi.
Karakteristik penentu :
o Menyatakan nyeri.
o Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi : 1) Menyatakan nyeri hilang.
2) Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi
panthom limb atau dari luka insisi.
Bila terjadi nyeri panthom limb


Beri analgesik ( kolaboratif ).
Ajarkan klien memberikan tekanan
lembut dengan menempatkan puntung
pada handuk dan menarik handuk
dengan berlahan.
Sensasi panthom limb memerlukan waktu
yang lama untuk sembuh daripada nyeri
akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri
insisi dengan nyeri panthom limb.
Untuk menghilangkan nyeri
Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom
limb
b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder
terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
o Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
o Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
o Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
o Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
o Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
Validasi masalah yang dialami
klien.
Libatkan klien dalam melakukan
perawatan diri yang langsung
menggunakan putung :
- Perawatan luka.
- Mandi.
- Menggunakan pakaian.
Berikan dukungan moral.
Hadirkan orang yang pernah
amputasi yang telah menerima diri.
Meninjau perkembangan klien.
Mendorong antisipasi meningkatkan
adaptasi pada perubahan citra tubuh.

Meningkatkan status mental klien.
Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

c. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli
lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.


INTERVENSI RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat.

Mencegah terjadinya infeksi.
Perdarahan
Pantau :
-Masukan dan pengeluaran
cairan.
- Tanda-tanda vital
tiap 4 jam.
- Kondisi balutan
tiap 4-8 jam.

Menghindari resiko kehilangan cairan dan
resiko terjadinya perdarahan pada daerah
amputasi.
Sebagai monitor status hemodinamik
Indikator adanya perdaraham masif
Emboli lemak
Monitor pernafasan.
Persiapkan oksigen
Pertahankan posisi flower atau
tetap tirah baring selama beberapa
waktu
Memantau tanda emboli lemak sedini
mungkin
Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-
waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.
Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan
atau memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
1) Melakukan perawatan luka postoperasi
o Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
o Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang
digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan 1 tahun).
2) Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
o Memberi dukungan psikologis.
o Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
3) Mencegah kontraktur
o Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi
segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
o Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk
meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari
terjadinya kontraktur.
4) Aktivitas perawatan diri
o Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
o Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
o Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim
rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
o Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
o Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan
protese.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).








BAB
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan
bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam
proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan
sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup
besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat
untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus
benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam
menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.
B. Saran
Saran kelompok kami dengan adannya makalah ini, sebagai mahasiswa
calon perawat. Diharapkan agar dapat mengerti asuhan keperawatan pada asien
dengan gangguan system muskuluskeletal amputasi. Dan melakukan tindakan
keperawatan dengan baik dan benar. Sehingga meminimalkan terjadinya mal praktek
dan kesalahan dalam asuhan keperawatan yang dilakukan nantinya.





DAFTAR PUSTAKA

http://bedahunmuh.wordpress.com /2010/05/19/debridement-dan-amputasi- gangrene/
<diposting tanggal 22-okober-2010>

http://harnawatiaj.wordpress.com <diposting tanggal 22-okober-2010>
Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8.
Jakarta : EGC.

Вам также может понравиться