Вы находитесь на странице: 1из 32

BAB I

PENDAHULUAN
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi
sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian
janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital.
Khusunya pada bayi berat badan lahir rendah diperkirakan kira-kiraa 20%
diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama
kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya
keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal.
1
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi, pada
bayi yang mengalami penyakit baaan. !alah satu sebab morbiditas pada bayi adalah
atresia duedoni esophagus, meningokel ensephalokel, hidrosephalus, fimosis,
hipospadia dan kelainan metabolik dan endokrin. !ebagian besar penyakit baaan
pada bayi disebabkan oleh kelainan genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil
mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika.
1
Kelainan kongenital pada hidung dapat ber"ariasi mulai dari deformitas
tunggal hingga berbagai kelainan yang disertai #a#at organ multiple. $ebih lanjut
kelainan-kelainan ini dapat bersifat herediter atau didapat.
%

&papun etiologinya, adalah penting diingat baha neonatus bernapas leat
hidung se#ara obligat, oleh sebab itu kelainan seperti atresia koana dapat bersifat
mengan#am nyaa, dan tindakan inter"ensi untuk membuat jalan napas seperti
pemasangan Montgomery nipple atau intubasi pada saat lahir dapat menyelamatkan
nyaa.
%
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Embriologi Hidung
'erkembangan rongga hidung se#ara embriologi yang mendasari
pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses, yaitu(
2
1. )mbrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung
yang berbeda.
2. *agian dinding lateral hidung yang kemudian berin"aginasi menjadi
kompleks padat, yang dikenal dengan konka +turbinate,, dan membentuk
ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. +-alsh -), 2002,
!ejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu, perkembangan
embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung
sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus
maksilaris.
2
Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan,
mendukung pembentukan olfaktori. *agian medial dan lateral akhirnya akan menjadi
nares +lubang hidung,. !eptum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior
frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.
+-alsh -), 2002,
2
Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai
terebentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih
sederhana. .sia kehamilan tujuh minggu, tiga garis a/ial berbentuk lekukan bersatu
membentuk tiga buah konka +turbinate,. Ketika kehamilan berusia sembilan minggu,
mulailah terbentuk sinus maksilaris yang diaali oleh in"aginasi meatus media. Dan
pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis yang
membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus emilunaris.
2
2
'ada usia kehamilan empatbelas minggu ditandai dengan pembentukan sel
etmoidalis anterior yang berasal dari in"aginasi bagian atap meatus media dan sel
ethmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar meatus superior. Dan akhirnya
pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung terbentuk
dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka.
2
!eluruh daerah sinus paranasal mun#ul dengan tingkatan yang berbeda sejak
anak baru lahir, perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. 0ang pertama
berkembang adalah sinus etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus
frontal. +-alsh -), 2002,.
2
B. ANATOMI & FISIOLOGI HIDUNG
1idung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. 1idung luar menonjol pada
garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas
tiga bagian yaitu( paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibaahnya
terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling baah adalah
lobolus hidung yang mudah digerakkan.
2
*agian pun#ak hidung biasanya disebut apeks. &gak keatas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung +dorsum nasi,, yang berlanjut sampai kepangkal hidung
dan menyatu dengan dahi. 0ang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks,
yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago
septum.
2
3
3itik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.
Disini bagian bibir atas membentuk #ekungan dangkal memanjang dari atas kebaah
yang disebut filtrum. !ebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril
+$ubang hidung, kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan
sebelah inferior oleh dasar hidung.
2
Hidung Lur.
1idung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke baah(4
1. 'angkal hidung + bridge ,
2. Dorsum nasi
4. 'un#ak hidung + apeks ,
2. &la nasi
%. Kolumela
5. $ubang hidung + nares anterior ,
1idung luar dibentuk oleh tulang dan tulang raan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung.
4
Kerangka tulang terdiri dari (
4
1. !epasang os nasalis + tulang hidung ,
2. 'rosesus frontalis os maksila
4. 'rosesus nasalis os frontalis
!edangkan kerangka tulang raan terdiri dari beberapa pasang tulang raan
yang terletak dibagian baah hidung, yaitu (
4
1. !epasang kartilago nasalis lateralis superior
2. !epasang kartilago nasalis lateralis inferior + kartilago alar mayor ,
4. *eberapa pasang kartilago alar minor
2. 3epi anterior kartilago septum nasi
4

6tot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok yaitu (
2
1. Kelompok dilator (
- m. dilator nares + anterior dan posterior ,
- m. proserus
- kaput angulare m. kuadratus labii superior
2. Kelompok konstriktor (
- m. nasalis
- m. depresor septi
Hidung Dlm
7ongga hidung atau ka"um nasi berbentuk teroongan dari depan
ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Ka"um nasi
bagian anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares
posterior + koana , yang menghubungkan ka"um nasi dengan nasofaring.
4
a. 8estibulum
3erletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
"ibrisae.
2
5
b. !eptum nasi
!eptum dibentuk oleh tulang dan tulang raan.
*agian tulang terdiri dari (
2
- lamina perpendikularis os etmoid
- "omer
- krista nasalis os maksila
- krista nasalis os palatine
*agian tulang raan terdiri dari (
- kartilago septum + lamina kuadrangularis ,
- kolumela
#. Ka"um nasi
- Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus
horisontal os palatum.
- &tap hidung
3erdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os
maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid.
!ebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-
filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan baah bulbus olfaktorius
berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka
superior.
2
- Dinding lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila,
os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina
perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.
2
- Konka
'ada dinding lateral hidung terdapat 2 buah konka. 0ang terbesar dan
letaknya paling baah ialah konka inferior, kemudian yang lebih ke#il ialah konka
media dan konka superior, sedangkan yang terke#il disebut konka suprema.
Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
6
tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka
media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
4
- Meatus nasi
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan
dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. 'ada meatus inferior terdapat
muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. 'ada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior
dan sinus sfenoid.
2
- Dinding medial
Dinding medial hidung adalah septum nasi.
2
P!ndr"n Hidung
'endarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 4 sumber utama(
4
1. a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior
dan dinding lateral hidung.
2. a. etmoidalis posterior + #abang dari a. oftalmika ,, mendarahi septum
bagian superior posterior.
7
4. a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju
ke dinding lateral hidung dan a. septi posterior yang menyebar pada
septum nasi.
*agian baah rongga hidung mendapat pendarahan dari #abang
a. maksilaris interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a.
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan
memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. *agian depan
hidung mendapat pendarahan dari #abang-#abang a. fasialis.
2
'ada bagian depan septum terdapat anastomosis dari #abang-#abang
a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor,
yang disebut pleksus Kiesselba#h + $ittle9s area , yang letaknya superfisial dan
mudah #edera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.
2
8ena-"ena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. 8ena di "estibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke "ena oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus ka"ernosus.
2
P!r#r$n Hidung
%
1. !araf motorik oleh #abang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung bagian luar.
2. !araf sensoris. *agian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris
dari n. etmoidalis anterior, merupakan #abang dari n. nasosiliaris, yang berasal
dari n. oftalmika + :.8-1 ,. 7ongga hidung lainnya , sebagian besar
mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina.
4. !araf otonom. 3erdapat 2 ma#am saraf otonom yaitu(
a. !araf post ganglion saraf simpatis + &drenergik ,.
!araf simpatis meninggalkan korda spinalis setinggi 31 ; 4, berjalan ke atas
dan mengadakan sinapsis pada ganglion ser"ikalis superior. !erabut post sinapsis
berjalan sepanjang pleksus karotikus dan kemudian sebagai n. petrosus profundus
bergabung dengan serabut saraf parasimpatis yaitu n. petrosus superfisialis mayor
membentuk n. "idianus yang berjalan didalam kanalis pterigoideus. !araf ini tidak
8
mengadakan sinapsis didalam ganglion sfenopalatina, dan kemudian diteruskan
oleh #abang palatina mayor ke pembuluh darah pada mukosa hidung.
!araf simpatis se#ara dominan mempunyai peranan penting terhadap sistem
"askuler hidung dan sangat sedikit mempengaruhi kelenjar.
b. !erabut saraf preganglion parasimpatis + kolinergik ,.
*erasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nukleus sali"atorius
superior di medula oblongata. !ebagai n. pterosus superfisialis mayor berjalan
menuju ganglion sfenopalatina dan mengadakan sinapsis didalam ganglion
tersebut. !erabut-serabut post ganglion menyebar menuju mukosa hidung.
'eranan saraf parasimpatis ini terutama terhadap jaringan kelenjar yang
menyebabkan sekresi hidung yang en#er dan "asodilatasi jaringan erektil.
'emotongan n. "idianus akan menghilangkan impuls sekretomotorik <
parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinore akan berkurang sedangkan
sensasi hidung tidak akan terganggu.
2. 6lfaktorius + pen#iuman ,
FISIOLOGI HIDUNG
%

&. Al' P!n(iumn
:er"us olfaktorius atau saraf kranial melayani ujung organ pen#ium. !erabut-
serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lender hidung, yang dikenal sebagai
bagian olfaktorik hidung. :er"us olfaktorius dilapisi sel-sel yang sangat khusus, yang
9
mengeluarkan fibril-fibril halus untuk berjalin dengan serabut-serabut dari bulbus
olfaktorius.
*ulbus olfaktorius pada hakekatnya merupakan bagian dari otak yang
terpen#il, adalah bagian yang berbentuk bulbus +membesar, dari saraf olfaktorius
yang terletak di atas lempeng kribiformis tulang ethmoid. Dari bulbus olfaktorius,
perasaan bergerak melalui traktus olfaktorius dengan perantaraan beberapa stasiun
penghubung, hingga men#apai daerah penerimaan akhir dalam pusat olfaktori pada
lobus temporalis otak, dimana perasaan itu ditafsirkan +'ear#e, 2002,.
). Slurn P!rn*#n
7ongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lender semua sinus yang
mempunyai lubang masuk ke rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi dengan
epithelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel #angkir atau sel
lender. !ekresi dari sel itu membuat permukaan nares basah dan berlendir.
Diatas septum nasalis dan konka selaput lender ini paling tebal, yang
diuraikan di baah. &danya tiga tulang kerang +konkhae, yang diselaputi epithelium
pernapasan dan menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat
memperbesar permukaan selaput lendir tersebut. !eaktu udara melalui hidung,
udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di dalam "estibulum, dan arena kontak
dengan permukaan lender yang dilaluinya maka udara menjadi hangat, dan oleh
penguapan air dari permukaan selaput lender menjadi lembab +'ear#e, 2002,.
+. ,!#on'or
7uang atas rongga untuk resonansi suara yang dihasilkan laring, agar
memenuhi keinginan menjadi suara hidung yang diperlukan. *ila ada gangguan
resonansi, maka udara menjadi sengau yang disebut nasolalia +*ambang, 1==1,.
%. ,!gul'or 'u P!ng'ur -Bmbng. &//&0
Konka adalah bangunan di rongga hidung yang berfungsi untuk mengatur
udara yang masuk, suhu udara dan kelembaban udara.
10
1. Pro'!2'or A'u P!rlindungn
1idung untuk perlindungan dan pen#egahan +terutama partikel debu,
ditangkap oleh rambut untuk pertikel yang lebih ke#il, bakteri dan lain-lain melekat
pada mukosa. !ilia selanjutnya membaa kebelakang nasofaring, kemudian ditelan
+*ambang, 1==1,.
3. KELAINAN KONGENITAL
D!$ini#i
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan baaan dapat dikenali
sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah
kelahiran.
1
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang #ukup berat, hal ini
seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan.
1

*ayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi ke#il untuk
masa kehamilannya. *ayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-
kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
>

Disamping pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium untuk menegakkan
diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir dikenal pula adanya diagnosis pre<-
ante natal kelainan kongenital dengan beberapa #ara pemeriksaan tertentu misalnya
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
>
11
Ang2 K!4din
5
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja
atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital se#ara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum
ditemukan atau belum terlihat pada aktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa
aktu setelah kelahiran bayi. !ebaliknya dengan kemajuan tehnologi
kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama
kehidupan fetus.
*ila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu
keaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan
baha bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital ke#il, kemungkinan
ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 1%% sedangkan bila
ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital ke#il, kemungkinan ditemukan
kelainan kongenital besar sebesar =0%.
&ngka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 1% per 1000 kelahiran
angka kejadian ini akan menjadi 2-%% bi?a bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun.
Di 7umah !akit Dr. @ipto Mangunkusumo +?=>%-1=>=,, se#ara klinis ditemukan
angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 22% bayi di antara 1=.A42 kelahiran
hidup atau sebesar 11,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di 7umah !akit Dr.
'irngadi, Medan +1=>>-1=A0, sebesar 2A bayi +0,44%, di antara 12.%02 kelahiran
bayi dan di 7umah !akit .ni"ersitas Badjah Mada +1=>2-1=>=, sebesar 1.52 dari
252% kelahiran bayi. &ngka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-
beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada #ara
perhitungan besar ke#i?nya kelainan kongenital.
E'iologi
'enyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
'ertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor se#ara bersamaan.
1
12
*eberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital antara lain(
>
1. Kelainan Benetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan +Cdominant traitsC, atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif.
'enyelidikan da?am hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital
yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat
diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah
dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. *eberapa #ontoh kelainan
kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma don. Kelainan pada kromosom
kelamin sebagai sindroma turner.
2. Daktor Mekanik
3ekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
#ersebut. Daktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
4. Daktor ?nfeksi
?nfeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. ?nfeksi pada
trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.
!ebagai #ontoh infeksi "irus pada trimester pertama ialah infeksi oleb "irus
7ubella. *ayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi 7ubella pada trimester
pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan
13
pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung baaan.
*eberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital antara lain ialah infeksi "irus sitomegalo"irus, infeksi toksoplasmosis,
kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau
mikroftalmia.
2. Daktor 6bat
*eberapa jenis obat tertentu yang diminum anita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. !alah satu jenis obat yang telah diketahui sagat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia.
*eberapa jenis jamu-jamuan yang diminum anita hamil muda dengan tujuan
yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, alaupun hal ini se#ara laboratorik belum banyak diketahui se#ara pasti.
!ebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian
obat-obatan yang tidak perlu sama sekaliE alaupun hal ini kadang-kadang sukar
dihindari karena #alon ibu memang terpaksa harus minum obat.
1al ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkanE keadaan ini
perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap
bayi.
%. Daktor .mur ?bu
3elah diketahui baha mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme
akan meningkat pada ibu usia di atas 40 tahun dan akan lebih tinggi lagi pada usia 20
tahun ke atas.
14
5. Daktor hormonal
Daktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. *ayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
>. Daktor radiasi
7adiasi pada permulaan kehami?an mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. &danya riayat radiasi yang #ukup besar pada orang
tua dikhaatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. 7adiasi untuk
keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan,
khususnya pada hamil muda.
A. Daktor giFi
Kekurangan beberapa Fat yang pnting selama hamil dapat menimbulkan pada
janin. Drekuensi kelainan kongenital lebih tinggi pad ibu-ibu dengan giFi yang kurang
selama kehamilan. !alah satu Fat dalam pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kekurangan asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau
kelainan tabung saraf lainnya.
=. Daktor-faktor lain
*anyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Daktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. !eringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
15
Digno#i#
Kelainan kongenital setelah bayi lahir mudah di diagnose dengan beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu diagnosis adalah (
1
1. &namnesis tentang kelainan-kelainan dalam keluarga.
2. Kelainan dalam kehamilan, misalnya adanya hidramnion, kematian janin
dalam rhim, dan sebagainya.
4. 'emeriksaan sel-sel dalam air ketuban melalui amniosentesis.
2. 'emeriksaan radiologi#
%. .ltrasonografi
D. BENTUK KELAINAN KONGENITAL HIDUNG
&. AT,ESIA KOANA
&tresia koana merupakan suatu kelainan perkembangan kegagalan hubungan
antara ka"um nasi bagian posterior dengan nasofaring. Kelainan ini pertama sekali
dilaporkan oleh 7oederer +1>>% , dan merupakan salah satu kelainan kongenital pada
hidung yang sering di jumpai, alaupun insiden pastinya tidak di ketahui.
5
Kejadian atresia koana kongenital berkisar antara 1 dalam %000 - A000 angka
kelahiran hidup, di mana dapat terjadi se#ara unilateral maupun bilateral. 'enutupan
dapat terjadi se#ara parsial atau total dan bisa berupa membran atau tulang. 1ampir
=0% atresia koana adalah jenis tulang sedangkan 10% adalah jenis membran.
%
Dalam 5 minggu pertama kehidupan, bayi bernafas sangat tergantung pada
hidungnya. 1al ini disebabkan karena lidah bayi yang baru lahir mengisi hampir
seluruh rongga mulut dan epiglotis agak #ondong ke depan dekat ke palatum mole.
&natomi ini menyebabkan kebiasaan bayi untuk bernafas melalui hidung dari pada
mulut. Dan untuk bernafas melalui mulut, bayi memerlukan aktu untuk belajar yang
biasanya sekitar 2 ; 5 minggu.
5
'ada atresia koana bilateral bayi tidak mampu merubah kebiasaan ini tanpa
menangis. 6leh karena itu atresia koana bilateral pada bayi baru lahir merupakan hal
yang mengan#am jia dan memerlukan pertolongan yang #epat untuk
menyelamatkan hidupnya.
5
16
E*id!miologi
&tresia koana kongenital terjadi antara 1 dalam %000 sampai A000 kelahiran
hidup, tetapi bagai mana pun sukar untuk menentukan insidens yang akurat karena
banyak bayi yang dispnea dan meninggal segera setelah lahir akibat gagal bernafas
melalui hidung dan tidak terdeteksi. !ebanyak =0% dari atresia koana kongenital
biasanya berupa tulang dan sisanya adalah membran. .nilateral lebih sering dari
bilateral dengan perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 2(1.
5
E'iologi
Kemungkinan kelainan kongenital ini terjadi karena mukosa bukonasal atau
bukofaringeal yang menetap. 'ada minggu ke-2 usia fetus, membran bukonasal yang
masih primitif gagal untuk robek sehingga nantinya akan menjadi atresia koana
membran.
5
3erbentuknya atresia koana bentuk tulang adalah akibat perkembangan intra
nasal yang berlebihan pada tulang palatina ke arah horiFontal dan "ertikal.
5
Gmbrn Klini#
'ada atresia koana unilateral mungkin tidak ada gejala dan jarang
menimbulkan gaat nafas dan biasanya di ketahui belakangan karena sekret hidung
terus menerus atau hidung tersumbat pada satu sisi. 'ada bayi di #urigai atresia
unilateral apabila seaktu menyusu pada ibunya dengan posisi tertentu, lubang
17
hidung yang normal tersumbat oleh payudara ibunya sehingga bayi akan terlihat sulit
bernafas sampai sianosis.
5
'ada tipe bilateral akan segera terlihat gejala gangguan pernafasan seperti
nafas yang tersendat-sendat tidak teratur, tampak biru kalau bibir tertutup atau
seaktu di beri minum dan akan merah kembali jika bibir terbuka atau sedang
menangis. !elain kesulitan bernafas juga timbul kesulitan seaktu makan dan minum
karena mulut yang biasanya digunakan untuk bernafas digunakan untuk makan <
minum.
5
Gika bayi dapat bertahan hidup dengan bantuan jalan nafas melalui mulut,
gastric feeding tube, puting M# Bo"ern dan sebagainya, bayi akan memperlihatkan
gejala dan tanda klasik atresia koana bilateral yaitu (
%
1 1. bernafas melalui mulut yang konstan
2 2. sekret hidung bilateral yang kental
4 4. gangguan pen#iuman dan penge#apan.
2 2. kurang giFi.
% %. gangguan bi#ara.
5 1ampir %0% kasus atresia koana sering disertai dengan kelainan-kelainan
kongenital lainnya, terutama pada kasus yang bilateral. *ergstorm, mengemukakan
istilah @1&7B) untuk kelainan yang sering berhubungan dengan atresia koana
yaitu ( Coloboma blindness, Heart disease +kelainan jantung,, &tresia koana,
Retarded growth and development +keterbelakangan mental dan perkembangan,,
Genital anomalies in male +hipoplasia alat kelamin laki-laki, dan Ear anomalies and
deafness +gangguan pendengaran,.
5
Digno#i#
Diagnosis ditegakkan berdasarkan allo ;anamnesis, gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang. Dari allo-anamnesis di ketahui penderita kesulitan bernafas
dan terlihat tersendat-sendat tidak teratur. *ayi akan terlihat biru seaktu bibir
18
tertutup dan akan merah kembali bila mulut terbuka atau sedang menangis.
5

'emeriksaan lebih lanjut yang dapat dilakukan (
5
Meletakkan kapas atau ka#a di depan hidung. *ila terdapat udara, kapas akan
bergerak dan ka#a akan berembun.
Memasukkan kateter karet melalui lubang hidung ke faring dan akan terdapat
tahanan.
'emeriksaan nasofaring se#ara digital.
'emeriksaan ka#a rinoskopi posterior.
Meneteskan metilen blue ke hidung dan di lihat keberadaannya melalui mulut.
'emeriksaan radiologi (
Doto polos hidung lateral dengan memakai Fat kontras dalam posisi
berbaring dapat menentukan ketebalan atresia dari kontras di hidung dan
udara di nasofaring.
@3 !#an dapat membedakan atresia bentuk tulang atau membran dan
dapat menentukan angulasi serta tebalnya.
P!n'l2#nn
6
'rioritas utama pada bayi baru lahir adalah menjaga pernafasan melalui mulut
dengan memasukkan saluran udara plastik ke dalam mulut bayi. &lternatif lain
adalah merekatkan puting karet botol bayi +puting M# Bo"ern, yang dapat dilakukan
sampai 1 tahun untuk mendapatkan lapangan operasi yang lebih luas +2 kali aktu
lahir,. 3rakeostomi biasanya tidak dilakukan kalau M# Bo"ern bisa di pasang.
&tresia koana dapat di koreksi dengan tindakan bedah baik se#ara transnasal
atau transpalatal. Transnasal lebih sederhana dan mudah dilakukan, tidak
mengganggu perkembangan palatum durum, operasi sebentar, lebih sedikit
perdarahan serta dapat dikerjakan pada bayi yang sangat muda usianya tetapi lebih
sering menyebabkan restenosis. *anyak ahli berusaha men#egah stenosis kembali
dengan pemasangan stent sampai terjadi epitelisasi sempurna +2 ; % bulan,. Dapat
19
digunakan pipa berbentuk huruf . yang di pasang di depan kollumella dan di beri
lubang di bagian depan untuk pernafasan.
!edangkan transpalatal memberikan "isualisasi yang lebih baik dengan
insidens restenosis yang lebih rendah. &da beberapa #ara insisi palatum pada metode
ini tetapi yang paling sederhana adalah insisi midline.
'ada tipe membran, atresia dapat di tembus melalui hidung dan di ikuti
dengan pemasangan stent selama 5 minggu. 'ada oklusi tulang perlu dilakukan
perforasi dan peme#ahan dinding pemisah dengan bor, pahat dan kuret serta seluruh
tulang yang menutupi harus di angkat.
'ada atresia koana unilateral, tindakan bedah dilakukan setelah pasien
deasa. Metode transnasal biasanya memberikan hasil yang baik sehingga
pendekatan transpalatal jarang digunakan. 'ada atresia koana bilateral biasanya
operasi menggunakan mikroskop atau alat endoskopi, dengan selalu berpedoman
pada dasar hidung. Kesalahan kearah superior dapat mengakibatkan terkenanya intra
kranial +basis sfenoid, dan dapat timbul komplikasi yang serius.
P,OGNOSIS
'rognosis pasien atresia koana bilateral ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu(
5
1. *anyaknya kelainan yang menyertai.
2. Genis operasi yang dilakukan.
4. Komplikasi yang terjadi selama dan pas#a operasi.
). Mni$!#'#i Hidung dri Lbio dn Pl'o#2i#i#
Dekatnya anatomik bibir dan hidung, serta perkusor embriologik yang sama
dari bibir, premaksila, maksila dan hidung menyebabkan anak yang lahir dengan
labio dan<atau palatoskisis juga akan mengalami deformitas hidung, sekalipun #elah
tersebut tidak komplit.
%
20
Meskipun deformitas hidung tidak senyata deformitas mulut, namun selalu
terjadi perubahan fungsional maupun estetik seiring perkembangan nasofasial, dan
dapat sangat mengganggu dengan makin deasanya sang anak.
%
Deformitas hidung termasuk defleksi septum yang sering kali #ukup berat
untuk menimbulkan sumbatan hidung bermakna. Di samping, kartilago lateralis
inferior dan jaringan lunak ala nasi tampak asimetrik. Kondisi ini sering
menyebabkan hidung dengan ujung yang kurang menonjol, sudut nasolabial yang
tajam, kendornya ala nasi pada sisi yang ber#elah, dan iregularitas posisi #uping
hidung.
%
Deformitas ujung hidung juga dapat mengganggu jalan nafas dan
memperberat sumbatan hidung akibat defleksi septum. Distula dapat pula menetap
pada palatum atau sulkus ginggi"obukal, sehingga isi rongga mulut dapat
mengkontaminasi hidung, mengakibatkan edema mukosa dan sumbatan hidung lebih
lanjut. 3indakan rekonstruktif dapat sangat memperbaiki deformitas fungsional
maupun estetik.
%
$abio < palatoskisis merupakan kelainan #ongenital anomaly yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur ajah. Kedua keadaan ini di bahas bersama
karena berhubungan sangat erat. Kelainan ini diduga terjadi pada sekitar satu dalam
1000 kelahiran.
1
21
Deformitas terbagi menjadi 4 kategori(
1
1.!umbing pra al"eolar, di mana yang terlibat adalah bibir, atau bibir dengan hidung
+derajat empat,
2.sumbing al"eolar, dimana sumbing melibatkan bibir, tonjolan al"eolar dan biasanya
palatum +derajat tiga,
4.!umbing pas#a al"eolar, dimana sumbing terbatas hanya pada palatum +derajat
pertama dan kedua,
'alatoskisis lebih serius proknosanya dibandingkan dengan labio skisis. Dari
bentuknya yang terletak diantara nasofaring dengan hidung , sehingga menimbulkan
masalah dalam hal makan, memudahkan infeksi saluran pernafasan dan infeksi
telinga tengah. $abioskisis atau #lelf lip dapat terjadi berbagai derajat malformasi,
mulai dari yang ringan pada tepi bibir di kanan, di kiri atau kedua tepi bibir dari garis
tengah, sampai sumbing yang lengkap berjalan hingga ke hidung. 3erdapat "ariasi
lanjutan dari #a#at yang melibatkan palatum.
1
E'iologi
1. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
2. Draktur herediter
4. Benetik ( abnormal kromosom +trisomy 14 syndrome,, mutasi gen
2. $ingkungan ( teratogen +agen atau fa#tor yang menimbulkan #a#at pada masa
22
embrio (asam folik, antagonis atau anti kejang,
%. 'erubahan konsentrasi glukortikoid dan perubahan faktor pertumbuhan epidermal.
>
P'o$i#iologi
&
3ahap penting dalam pembentukan bibir, palatum, hidung dan rahang, terjadi
pada = minggu pertama kehidupan embrio. Mulai sekitar minggu kelima umur
kehamilan, prosesus maksilaris tubuh kearah anterior dan medial, dan menyatu
dengan pembentukan prosesus fronto nasal pada dua titik tepat dibaah lubang
hidung dan membentuk bibir atas.
!ementara itu palatum dibentuk oleh proses prosesus palatal dari prosesus
maksilaris yang tumbuh kearah medial untuk bergabung dengan septum nasalis pada
garis tengah, kira ; kira pada umur kehamilan = minggu.
Kegagalan pada proses yang kompleks ini dapat terjadi dimanapun pada tahap
pembentukannya, yang akan menghasilkan #elah ke#il sampai kelainan hiper dari
bentuk ajah. &da kemungkinan yang terkena bibir saja atau dapat meluas sampai
kelubang hidung, atau mengenai maksila dan gigi.
Kelainan #elah palatum yang paling ringan hanya melibatkan u"ula atau
bagian lunak palatum. @elah bibir dan palatum bisa terjadi se#ara terpisah atau
bersama- sama ber#ampurnya jenis kelainan bibir, maksila dan palatum akan
menyebabkan kesulitan pembedahan.
&da beberapa fa#tor selular yang terlibat dalam penyatuan prosesus fronto
nasal dan maksilar. Diferensiasi sel epitel pada prosesus palatal mempunyai peranan
penting pada proses penyatuan. Mekanisme terpenting diperantarai sel mesenkim dan
prosesus palatal yang menginduksi diferensiasi sel epitel untuk membentuk baik sel
epitel nasal bersilia maupun sel epitel sekuamosa bu#al.
Tnd dn G!4l Klini#
&
1, &da beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu (
o 3erjadi pamisahan $angit-langit
23
o 3erjadi pemisahan bibir
o 3erjadi pemisahan bibir dan langit-langit
o ?nfeksi telinga
o *erat badan tidak bertambah
o 'ada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu
dari hidung.
2, Bejala 'ada $abio skisis
o Distorsi pada hidung
o 3ampak sebagian atau keduanya
o &danya #elah pada bibir
4, Bejala 'ada 'alato skisis
o 3ampak ada #elah pada tekak +unla,, palato lunak, keras dan faramen in#isi"e.
o &da rongga pada hidung.
o Distorsi hidung
o 3eraba ada #elah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
o Kesukaran dalam menghisap<makan.
Kom*li2#i
5
1. Bangguan pendengaran
2. 6titis media
4. Distres pernapasan
2. 7esiko infeksi saluran pernapasan
%. 'ertumbuhan dan perkembangan yang lambat
P!n'l2#nn
&
24
1. $abioplasty dan 'alatoplasty
2. KISTA DE,MOID HIDUNG -N#l d!rmoid0
?stilah nasal dermoid biasanya digunakan untuk menggambarkan jenis-jenis
anomaly dari system jaringan pendek epitelium pada nasal dorsum hingga system-
sitem yang meluas dari kulit dorsal melalui septum ke dura.
%
Kista dermoid merupakan suatu kista teratoma jinak +#horistoma, yang
bersifat kongenital dilapisi oleh keratinizing epidermis dengan struktur dermis di
dalamnya, seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Kista
dermoid berisi #airan sebasea, keratin, #al#ium dan kristal kolesterol.
%
E'iologi
Kista dermoid berasal dari unsure ektodermal dari septum trilaminar pada
janin yang gagal berdegenerasi.
%
G!4l dn Tnd
Kista ini berupa masa pada dorsum hidung atau intranasal, tidak dapat ditekan
dan tidak berdenyut, tampak sebagai lubang pada dorsum nasi dengan sekelompok
rambut, dan terkadang mengeluarkan se#ret purulen.
%

Kom*li2#i
25
Kista dermoid hidung yang tidak diobati dapat menyebabkan peradangan
lokal atau pembentukan abses. Dengan adanya koneksi intrakranial, kista dermoid
dapat menyebabkan Kebo#oran #erebrospinal fluid +@!D, , meningitis, atau selulitis
periorbital. ekspansi bertahap dari kista dermoid hidung dapat merusak tulang hidung
atau tulang raan.
%
P!n'l2#nn
)ksisi lengkap merupakan satu-satunya terapi yg efektif. .sia optimum untuk
pembedahannya adalah antara % hingga 5 tahun, meskipun perlu dipertimbangkan
resiko infeksi dan deformitas sesudahnya terhadap hambatan pertumbuhan normal
sesudah eksisi yang luas.
%
Progno#
Kekambuhan kista dermoid sebanyak %0-100% ketika unsur-unsur kulit yang
tidak dibuang se#ara lengkap. namun ketika unsur-unsur ini benar-benar dibuang
prognosisnya baik, meskipun ada jaringan parut pada hidung atau kelainan struktur
hidung.
%
4. N#l Gliom dn En#!$lo2!l
N#l Gliom
Blioma hidung dan ensefalokel merupakan lesi jarang yang hampir serupa
dalam hal embryogenesis dan tingkat histologis, dimana keduanya terbentuk oleh
jaringan glia ekstradural. :amun demikian, ensefalokel merupakan lesi yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat, sedangkan glioma tidak. 3erapi selalu
dengan eksisi, tergantung pada lokasi, maka mungkin diperlakukan suatu pendekatan
bedah saraf.
%
Blioma biasanya padat, merupakan massa yang tak dapat ditekan, tak
berdenyut, berarna abu-abu atau keunguan, yang tidak bertransiluminasi dan tidak
26
menghasilkan tanda furstenberg positif, misal tidak ada pembesaran pada penekanan
"ena jugularis.
%

Blioma biasanya diketahui pada saat lahir atau segera sesudahnya. !ekitar
50% terletak ekstranasal, biasanya di sepanjang sutura nasomaksilaris atau dekat garis
tengah, namun jarang pada garis tengah, sekitar 40% terletak intanasal, dan 10%
didalam dan diluar hidung. Diagnosa banding paling laFim men#akup kista dermoid
dan ensefalokel. .ntuk diagnosis dianjurkan pengambilan #t-s#am, :M7 dan foto
polos dalam tiga bidang.
%
:asal glioma biasanya ditemui pada anak-anak pada dekade pertama pada
kehidupannya. Kurang lebih seperempat dari penderita glioma disertai penyakit
neurofibroma. Bejala klinisnya memperlihatkan baha pada penderita terdapat
proptoss, kelainan saraf optik, #afe aulait spot yang ganda di tubuh. Bejala ini sangat
karateristik untuk penyakit glioma.
5

27
Diagnosa dapat dibuat dengan @3 s#an H ; ray standart. 'enggunaan .!B
akan memperlihatkan hilangya gambar saraf optik yang karateristik. Bambar @3 s#an
akan memperlihatkan pembesaran saraf optik. Dengan H ;ray standar kadang ;
kadang terlihat pembesaran kanal optik.
5
Bambaran mikroskopis glioma memperlihatkan tumor berisi sel astrosit
dengan diferensiasi baik. 'ertumbuhan tumor ini in"asif dan apabila disertai penyakit
neurofibromatosis, tumor dapat berproliferasi sampai ruang subaraknoid.
5
En#!$lo2!l
)nsefalokel merupakan lesi yang berhubungan dengan sistem saraf pusat,
ensefalokel sering kali disertai #a#at fusi garis tengah lainnya, seperti labio atau
palatokisis, demikian juga insidens tinggi anomali sistem saraf pusat. Karena
ensefalokel perdefinisi merupakan herniasi meningens dan otak ekstrakranial , maka
suatu #a#at kranium harus selalu ada. )nsefalokel biasanya berarna kebiruan, dapat
ditekan, berdenyut, dapat bertransiluminasi dan memberikan tanda fustenberg
positif.
%

Diagnosa banding harus menyertakan kista dermoid, neurofibroma dan
hemangioma. $esi ini paling baik digambarkan dengan #t-s#an atau :M7 serta foto
polos dalam tiga bidang inter"ensi bedah saraf diperlukan.
%
28
29
BAB III
KESIMPULAN
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi
sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari
kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh
kelainan kongenital.
Kelainan kongenital pada hidung dapat ber"ariasi mulai dari deformitas
tunggal hingga berbagai kelainan yang disertai #a#at organ multiple. $ebih
lanjut kelainan-kelainan ini dapat bersifat herediter atau didapat
'erkembangan rongga hidung se#ara embriologi yang mendasari
pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses, yaitu
embrional bagian kepala dan bagian dinding lateral hidung.
1idung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. 1idung luar menonjol pada
garis tengah diantara pipi dengan bibir atas. Dan hidung dalam berbentuk
teroongan dari depan ke belakang.
30
&ngka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 1% per 1000 kelahiran
angka kejadian ini akan menjadi 2-%% bi?a bayi diikuti terus sampai berumur
1 tahun.
'enyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
'ertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor se#ara bersamaan.
*eberapa bentuk kelainan kongenital pada hidung diantaranya atresia koana,
nasal dermoid, labio palatoskisis, nasal glioma dan ensefalokel.
DAFTA, PUSTAKA
1. Gaenab !elainan !ongenital pada ba"i# diunduh dari
http(<<jane"assh.blogspot.#om<2014<0=<kelainan-kngenital-bayi-danI%.html
2. )rsa !a"ana Embriologi# diunduh dari
http(<<sa"anaersa.ordpress.#om<2010<0%<05<embriologi<
4. 'rof. dr. efiaty arsyad soepardi, !p.313 +K,, dkk. $uku %&ar 'lmu
!esehatan THT !(#, DK .?, ed 5. Gakarta( 200>
4. :urul %natomi )isiologi Hidung# diunduh dari
http(<<dokternurul.blogspot.#om<2011<0%<anatomi-fisiologi-hidung.htmlJmK1
%. *oies buku a&ar pen"akit THT# +boies fundamentals of otolaryngologi,<
Beorge $, &dams, laren#e 7. *6?)!, 'eter 1. 1igler E alih bahasa, @aroline
-ijayaE editor, 1arjanto efendi ; ed 5, )B@. G&K&73& ( 1==>.
6. 7aya !elainan !ongenital Hidung# diunduh dari
https(<<.a#ademia.edu<%0A5502<Kelainan-Kongenital-1idung
31
>. Konita !elainan $awaan# diunduh dari
http(<<#atatandokter.blogspot.#om<2011<0A<kelainanIbaaan.html
32

Вам также может понравиться

  • Posyandu Lansia
    Posyandu Lansia
    Документ8 страниц
    Posyandu Lansia
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Skizofrenia
    Skizofrenia
    Документ9 страниц
    Skizofrenia
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Referat APP
    Referat APP
    Документ26 страниц
    Referat APP
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Lembar Observasi - DR - Yudi
    Lembar Observasi - DR - Yudi
    Документ1 страница
    Lembar Observasi - DR - Yudi
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Teori Skizofrenia
    Teori Skizofrenia
    Документ10 страниц
    Teori Skizofrenia
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Referat GEA
    Referat GEA
    Документ11 страниц
    Referat GEA
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • BAB 2 ISPA - DR - Yudi
    BAB 2 ISPA - DR - Yudi
    Документ20 страниц
    BAB 2 ISPA - DR - Yudi
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • BBLR (Lengkap)
    BBLR (Lengkap)
    Документ19 страниц
    BBLR (Lengkap)
    cukimae
    100% (1)
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ15 страниц
    Bab I Pendahuluan
    Wiwin Lg
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ1 страница
    Bab Iii
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Format Komu Nik As I Clerkship
    Format Komu Nik As I Clerkship
    Документ2 страницы
    Format Komu Nik As I Clerkship
    Octav Tambunan
    Оценок пока нет
  • BAB 2 ISPA - DR - Yudi
    BAB 2 ISPA - DR - Yudi
    Документ18 страниц
    BAB 2 ISPA - DR - Yudi
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Referat GEA
    Referat GEA
    Документ11 страниц
    Referat GEA
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Jurnal SSS
     Jurnal SSS
    Документ1 страница
    Jurnal SSS
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • CKD Report
    CKD Report
    Документ16 страниц
    CKD Report
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Diarea
    Diarea
    Документ2 страницы
    Diarea
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Fibrilasi Atrium Pada Hipertiroidisme
    Fibrilasi Atrium Pada Hipertiroidisme
    Документ12 страниц
    Fibrilasi Atrium Pada Hipertiroidisme
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Bells Palsy
    Bells Palsy
    Документ16 страниц
    Bells Palsy
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Sindrom Koroner Akut
    Sindrom Koroner Akut
    Документ24 страницы
    Sindrom Koroner Akut
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Cover 21
    Cover 21
    Документ1 страница
    Cover 21
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Refrat Gagal Ginjal Akut
    Refrat Gagal Ginjal Akut
    Документ23 страницы
    Refrat Gagal Ginjal Akut
    Rahmah Fitri Utami
    Оценок пока нет
  • Lepto Spiros Is
    Lepto Spiros Is
    Документ13 страниц
    Lepto Spiros Is
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • GCS
    GCS
    Документ3 страницы
    GCS
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Referat GEA
    Referat GEA
    Документ11 страниц
    Referat GEA
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Demensia DEFINISI
    Demensia DEFINISI
    Документ6 страниц
    Demensia DEFINISI
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
    Документ14 страниц
    Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет
  • Sinusitis Maksila1
    Sinusitis Maksila1
    Документ8 страниц
    Sinusitis Maksila1
    Yudy Hardiyansah
    Оценок пока нет