Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batuan sebagai bahan dasar pembentukan tanah mengalami proses pelapukan baik
secara fisik, kimia maupun biologis sehingga batu-batuan terdisintegrasi menghasilkan bahan
induk lepas-lepas. Selanjutnya pelapukan dan dekomposisi akan mengurai bahan induk tanah
yang dapat menjadi tubuh tanah. Batuan induk yang berbeda mempunyai komposisi mineral
yang berbeda dan penting dalam proses pembentukan tanah, keseimbangan mineral asam dan
alkalis sangat menentukan sifat dan perkembangan tanah selanjutnya.
Dari beberapa jenis batuan beku penulis mengambil jenis batuan beku yakni batuan
intrusi mikrodiorit dan pelapukannya serta keterkaitan utama dengan bahan dasar pembuatan
industri batu hias,nisan,genteng serta batu bata di daerah Kecamatan Godean, Kabupaten
Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta.
Pada penelitian ini penulis menitikberatkan perhatian pada pengaruh ke lima faktor
pembentukan tanah terhadap batuan beku intrusi diorit yang terletak dalam satu formasi, serta
karakteristik tanah yang terbentuk maupun tanah hasil interaksi dari batuan beku tersebut.
Teori tentang genesa tanah perlu dipahami agar mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembentukan intrusi mikrodiorit secara umum.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas pada mata
kuliah Bahan Galian Industri semester 3, Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui genesa bahan galian
yang difokuskan dengan pengamatan secara megaskopis keterdapatan batuan mikrodiorit
serta kaitannya sebagai bahan baku kegiatan industri batu nisan dan batu hias.


1.3 Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah
Lokasi penelitian berada di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, tepatnya di
gunung Berjo sekitar 12 km dari kota Yogyakarta (Gambar 1.1). Kesampaian daerah
penelitian dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat berjarak 12
km ke arah barat selama jam 40 menit.

Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian
: Gunung Berjo, Kec. Godean, Kab. Sleman, DIY.










BAB 2
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
2.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu satuan bukit intrusi. Satuan ini
memiliki bentuk bukit membulat dengan elevasi 121-174 m dan beda elevasi 13-61 m. Satuan
bukit intrusi tersusun oleh mikrodiorit biotit dan mikrodiorit piroksen (Iwan,2000). Pelapukan
yang berlangsung dengan intensif yaitu berupa speroidal weathering dapat terlihat dari tebal
tanah yang mencapai 2 meter.

Gambar 2.1 Pelapukan membola (speroidal weathering) yang terjadi pada mikrodiorit.
Pola pengaliran tidak berkembang dan tidak dijumpai aliran sungai permanen,hanya
pada musim penghujan akan terbentuk aliran-aliran sungai kecil di beberapa tempat
(ephemeral stream).
Pemanfaatan lahan pada lahan ini berupa hutan,ladang,dan penambangan mikrodiorit
untuk batu hias dan nisan.



2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda berturut-turut tersusun oleh satuan
batulempung,satuan batuan mikrodiori-andesit,endapan lempung-pasiran, dan endapan pasir-
krakal. Kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi daerah penelitian
termasuk dalam Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Endapan Kuarter Merapi.
2.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian berupa kekar gerus. Struktur
kekar gerus dijumpai pada satuan batulempung dan satuan mikrodiorit-andesit dengan
panjang 2-18 m (Iwan,2000). Arah gaya pembentuk kekar gerus pada batulempung dan
mikrodiorit-andesit merupakan arah gaya kompresi orde 2 yang berarah barat laut-tenggara
yang berumur miosen awal.














BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Diorit
Batuan Beku Intermediet Plutonik antara lain : dalam kelompok ini, berada ditengah
antara kelompok batuan asam dan kelompok batuan basa. Sehingga komposisi kimia ataupun
minerologi berada di tengah dari kedua kelompok itu. Diorit terdapat sebagai stock, dike
ataupun sill, juga sebagian kecil berasosiasi dengan tubuh intrusi yang besar dari batuan asam
atau basa. Tekstur dari diorit adalah holokirstalin, equigranular dan faneritik serta berstruktur
masif. Dan banyak pula yang bertekstur porpiritik dengan penokris berbentuk euhedral.
Warna batuan ini pada umumnya berwarna abu-abu tua. Komposisi mineralogy dimana
penyusun mineral utama adalah plagioklas dari jenis oligoklas-andesin dan hornblende. Bila
terdapat mineral augit memberikan arah bahwa batuan itu sedikit bersifat basa, sedangkan
mineral ortoklas mencerminkan batuan tersebut agak banyak dan bisa tidak terdapat sama
sekali, dan mineral lainnya ialah sphen, apatit, dan magnetik. Diorit, mempunyai tekstur
mirip granit, tetapi komposisinya tidak sama . Mineral utamanya adalah Na-Plogioklas
feldspar, sedangkan kuarsa dan K-Feldspar merupakan mineral minor. Amfibol didalamnya.
Komposisi kimia dari kelompok diorite ini tidak ada yang menonjol . hanya sebagian kecil
saja, ada perbedaan hal ini disebabkan pengaruh dasri magma lyalng bersifat asam atau basa.
Batuan intrusi atau plutonik adalah batuan yang terbentuknya berada jauh di dalam bumi (15
50 Km). Karena tempat pembentukannya dekat dengan astenosfer, maka pendinginan
berjalan sangat lambat. Karena itu bentuk batuannya besar besar dan mempunyai kristal
yang sempurna dengan bentuk tekstur holokristalin (semua komposisi disusun oleh kristal
sempurna), karena pembentukan kristalnya sangat sempurna mengingat waktu
penghablurannya sangat lama. (Munir, 1995). Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro,
diorit, dan granit (yang sering dijadikan hiasan rumah) dan lain-lain. Diorit Warna: Abu-abu
gelap, hitam kehijau-hijauan-abu ke hitam, tergantung pada persentase mineral gelap Texture
and granularity: kasar, meskipun tidak khususnya coarse. Kristal Hornblende boleh jadi
memberikan tampilan tekstur porphyritik . Komposisi: Terdapat lebih dari hornblende dan
feldspar lebih plagioklas dari orthoklas. Kehadiran kuarsa jarang. Dalam kasus ini,penamaan
batuan mikrodiorit dipakai karena ukuran kristal penyusun batuannya berukuran mikro.

Gambar 3.1 Diorit dan Mikrodiorit

Gambar 3.2 Intrusi Mikrodiorit
3.2 Genesa Mikrodiorit
Sejarah geologi daerah penelitian telah dimulai sejak Eosen tengah dengan
diendapkannya satuan batulempung pada lingkungan laut dangkal. Kemudian pada Oligosen
akhir terjadi aktivitas tektonik berupa penunjaman lempeng samudra Indo-Australia terhadap
lempeng benua Eurasia. Penunjaman tersebut mengakibatkan munculnya aktivitas magmatik
bersifat kalk-alkali dan menghasilkan intrusi satuan mikrodiorit-andesit yang menerobos
satuan betulempung. Sementara itu aktivitas tektonik berupa penunjaman lempeng masih
terus berlangsung sehingga terbentuk kekar gerus pada satuan mikrodiorit-andesit. Rekahan
tersebut membentuk kekar-kekar gerus yang kemudian diisi oleh larutan hidrotermal. Pada
Miosen tengah daerah penelitian terangkat ke permukaan dan menjadi daratan. Pada
Plestosen terjadi aktivitas gunung api yang mengeluarkan material-material berukuran pasir-
kerakal dan diendapkan sampai di daerah penelitian yang kemudian membentuk endapan
lempung. Proses pelapukan yang intensif menyebabkan satuan batulempung dan satuan
mikrodiorit-andesit lapuk sehingga membentuk tanah yang tebal. Tanah hasil pelapukan
digunakan masyarakat untuk pembuatan batu bata dan genteng sedangkan singkapan batuan
mikrodiorit-andesit digunakan masyarakat sekitar untuk membuat batu nisan.
3.3 Penambangan
Penambangan batu mikrodiorit dilakukan secara tradisional dan sederhana
menggunakan palu,cangkul dan pahat. Mikrodiorit menunjukkan warna segar abu-abu tua
kehijau-hijauan. Warna lapuk coklat kekuning-kuningan. Tekstur porfiritik dengan struktur
kekar tiang.

Gambar 3.3 Para penambang mikrodiorit.

Gambar 3.4 Singkapan intrusi mikrodiorit.

Gambar 3.5 Pelapukan intrusi mikrodiorit.

Gambar 3.6 Contoh setangan antara mikrodiorit segar dan pelapukan mikrodiorit.

3.4 Hasil
Hasil penambangan mikrodiorit digunakan untuk pondasi rumah, pondasi bangunan, kijing,
dll. Sementara hasil pelapukan mikrodiorit digunakan untuk pembuatan genteng dan batu bata
kemudian didistribusikan di daerah sekitar sampai Salatiga.






Gambar 3.7 Proses pembuatan nisan A: bongkahan mikrodiorit, B: pemahatan, C: hasil jadi pahat
mikrodiorit D: sanggar pahat kijing (nisan).

Gambar 3.8 Penggunaan mikrodiorit untuk pondasi.

D
C
B A
1



Gambar 3.9 Hasil lapukan mikrodiorit yang digunakan untuk pembuatan genteng dan batu bata. A:
pelapukan mikrodiorit B: Industri genteng C: Industri batu bata.











C
B
A
BAB 4
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan studi literatur dapat disimpulkan bahwa
di daerah Gunung Berjo,Kecamatan Godean,Kabupaten Sleman,Provinsi D.I Yogyakarta
terdapat intrusi mikrodiorit yang menerobos batulempung. Adanya kekar gerus pada satuan
mikrodiorit-andesit dan batulempung menyisakan batuan yang masih fresh dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk pondasi dan industri batu nisan. Sedangkan yang lapuk
dimanfaatkan untuk industri genteng dan batu bata. Dan hasil dari pemanfaatan tersebut
dipasarkan di daerah sekitar Godean serta daerah Salatiga.
















DAFTAR PUSTAKA
Septeriansyah,Iwan Mulia.2000. Geologi Daerah Gunung Berjo dan Sekitarnya ,Godean,Yogyakarta
serta Petrologi dan Pemanfaatan Mikrodiorit Berjo Sebagai Bahan Bangunan.Skripsi S1.UGM
Yogyakarta:Yogyakarta.
PUSTAKA ONLINE
http://petrolab.atspace.com/Diorit.htm
http://atlas.horniny.sci.muni.cz/magmaticke/mikrodiorit/mikrodiorit2.html
http://smart-pustaka.blogspot.com/2013/04/batuan-diorit.html
http://yubilaika.blogspot.com/2011/07/macam-macam-batuan-beku.html
http://geo-student.blogspot.com/2012/12/batuan-beku-intermediet-plutonik.html
http://wempigembul.blogspot.com/2010/02/diorit.html

Вам также может понравиться