Вы находитесь на странице: 1из 10

1

LATAR BELAKANG
Sebagai kota yang menjadi pusat dari daerah satelit di sekitarnya, Yogyakarta
didominasi oleh fungsi pelayanan dan jasa, serta menjadi daya tarik bagi penduduk di
sekitarnya. Arus urbanisasi menjadi sebab dari semakin sempitnya lahan karena
jumlah penduduk yang besar membutuhkan permukiman. Dalam hal ini, urbanisasi
juga menjadi tantangan dari kualitas lingkungan permukiman, terutama di kampung-
kampung kota. Sementara itu, kota juga dihadapkan pada fenomena spekulasi lahan
yang menyebabkan adanya lahan-lahan tidur yang tidak produktif. Untuk mengatasi
masalah tersebut ada sebagian
masyarakat yang mengusahakan
kegiatan urban farming.
Pemanfaatan (kembali)
lahan tidur pada dasarnya juga
merupakan upaya untuk
mengurangi pemanfaatan yang
justru mengurangi nilai lahan
tersebut, seperti dijadikannya lahan
tidur sebagai area membuang
sampah. Fenomena tersebut yang
pengusul temukan pada lahan di
bantaran Sungai Winongo,
perbatasan antara Kelurahan Bener
dan Kricak, Kecamatan Tegalrejo,
Kota Yogyakarta. Meskipun
keberadaan sampah dinilai sebagai sebuah masalah, proposal ini akan memberikan
usulan dalam sistem pembuangan sampah yang berintegrasi dengan sistem kebun
komunal yang berbasis masyarakat.

2

ANALISIS MASALAH
Sungai Winongo sejak tahun 2009 telah dikembangkan oleh Forum
Komunikasi Winongo Asri (FKWA) dalam program Winongo Wisataku 2030.
Program ini memprogramkan daerah sekitar Sungai Winongo sebagai tujuan wisata
pada 2030. Sejalan dengan program tersebut, FKWA telah mengupayakan
pemanfaatan lahan yang sebelumnya terlantar di bantaran Sungai Winongo menjadi
ruang terbuka dan telah dilengkapi oleh fasilitas lapangan sepakbola dan mainan
anak-anak demi mewujudkan ruang interaksi sosial masyarakat setempat. Ruang
terbuka tersebut salah satunya terletak di perbatasan Kelurahan Bener dan Kricak.
Hanya saja hingga saat ini pemanfaatan dari fasilitas tersebut kurang optimal dan
terkesan sepi. Ironisnya, tepat disebelah selatan dari ruang terbuka tersebut terdapat
lahan kosong yang dimanfaatkan warga setempat sebagai tempat pembuangan
sampah.

Taman Becak (Bener-Kricak) Maju Tumpukan sampah di tanah yang tidak produktif

Bagaimana mungkin ruang interaksi bagi masyarakat termanfaatkan apabila
ruang yang tersedia tersebut bersebelahan dengan tumpukan sampah? Satu kalimat
pertanyaan sederhana tersebutlah yang kemudian menjadi akar permasalahan pada
wilayah ini.
Permasalahan tumpukan sampah merupakan permasalahan yang kompleks. Di
satu sisi, masyarakat membutuhkan tempat pembuangan sampah, namun di sisi lain

3

tumpukan sampah di bantaran sungai berpengaruh kepada keseimbangan ekosistem
sungai. Sampah yang tertumpuk di sepadan sungai tersebut dapat terjadi pelindian
yang kemudian akan mencemari perairan sungai. Bekas timbulan sampah yang lama
kelamaan menumpuk bukan tidak mungkin akan menjadi timbulan yang permanen
sehingga dikhawatirkan kelak dapat menimbulkan pendangkalan sungai. Sementara
itu, produktivitas lahan juga tidak optimal. Menimbang Progam Winongo Wisataku
2030, keadaan sampah yang menumpuk di bantaran sungai akan mengurangi estetika
sungai sehingga program wisata tersebut dapat terganjal. Pemanfaatan lahan tempat
pembuangan sampah tersebutpun pada saat ini tidak memberikan manfaat secara
ekonomi kepada masyarakat setempat.
Di luar dampak ekologi dan ekonomi yang terjadi akibat pembuangan sampah,
keadaan sosial masyarakat juga memerlukan perhatian. Keberadaan ruang terbuka
yang disediakan sebagai wadah interaksi masyarkat belum dimanfaatkan secara
optimal, bahkan tumpukan sampah tersebut berada tepat di dekat ruang terbuka
tersebut. Pembenahan lingkungan khususnya mengenai pembuangan sampah ini
memerlukan pembenahan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat setempat
karena pada dasarnya masyarakatlah yang menjadi obyek dan subjek perubahan.
Integrasi pembenahan lingkungan yang berbasis ekonomi masyarakat merupakan
solusi yang harus segera dilakukan.

POTENSI MASYARAKAT
Untuk mendukung implementasi program yang diusulkan, maka perlu inisiasi
penuh dari masyarakat sendiri sebagai bentuk pemberdayaan. Meskipun 230 dari
1098 KK yang mayoritas menghuni sempadan sungai tergolong miskin, masyarakat
memiliki kekerabatan dan semangat gotong royong yang tinggi. Kelembagaan
masyarakat juga mendukung, baik dari internal maupun eksternal masyarakat, baik
yang berupa forum, komunitas, maupun jajaran pemerintah kota dan propinsi.

4

Dari segi lokasi, kawasan yang akan dikembangkan bersinergi dengan taman
bermain anak-anak serta sudah memiliki akses yang baik. Keberhasilan
pengembangan area bantaran sungai di bagian utara juga memberikan semangat bagi
pengembangan tapak yang diusulkan.

SOLUSI
Urban farming
Urban farming merupakan kegiatan pertanian di wilayah perkotaan untuk
memenuhi kebutuhan akan pangan sekaligus sebagai upaya penghijauan perkotaan.
Menurut Boukharave dan Marloie (2006), urban farming menurut pelakunya dapat
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu profesional urban argriculture dan
family urban agriculture. Profesional urban argriculture merupakan kegiatan
pertanian diperkotaan yang berorientasi pada kegiatan komersial, sementara family
urban agriculture terdiri dari orang-orang yang melakukan kegiatan urban farming di
waktu senggang dan liburan sebagai hobi dan hasil pertanian tidak untuk
dikomersilkan.
Kegiatan urban farming memiliki banyak manfaat baik dari segi kesenangan,
bisnis, atau dari segi ekologi maupun dari segi keindahan tata kota. Segi kesenangan
disini dimaksudkan sebagai sarana penduduk untuk menyalurkan hobi mereka dalam
bidang perkebunan ataupun pertanian. Hal ini dapat merangsang masyarakat di suatu
daerah untuk melakukan kegiatan positif secara bersama-sama. Rasa persatuan akan
timbul antar sesama penduduk baik dalam intra maupun antar-RT. Kegiatan ini juga
memiliki nilai keindahan karena masyarakat akan mempergunakan lahan yang belum
terpakai dengan kegiatan baik dalam kegiatan menanam tumbuhan hias, tanaman
obat, ataupun sayur mayur dan buah-buahan.
Urban farming merupakan konsep pertanian di perkotaan yang tidak
membutuhkan lahan yang luas. Lahan-lahan kecil dan tidak termanfaatkan disela-sela
pembangunan perkotaan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tersebut. Konsep

5

urban farming yang akan diadopsi di kawasan amatan adalah portable urban farming.
Dengan demikian, penanaman tidak akan dilakukan langsung di tanah, melainkan di
pot-pot serta menggunakan polybag atau media hidroponik lainnya. Masing-masing
teras pada tapak akan diberi pot sebagai media tanam. Masing-masing pot dapat
ditanami dengan tanaman yang berjenis berbeda sesuai dengan keinginan masyarakat.
Pemberian pot juga merupakan langkah antisipasi adanya erosi dan sedimentasi pada
sungai yang disebabkan oleh pertanian. Selain itu, dengan penggunaan pot,
penggunaan tanah dapat diganti dan diatur mengenai jenis tanah yang cocok.
Bank Sampah
Program Bank Sampah akan diinisiasi sebagai inovasi penyelesaian
pengelolaan sampah di kawasan amatan. Bank sampah merupakan pengelolaan
sampah berbasis masyarakat dengan cara menabung sampah yang telah dipisah-pisah
sesuai dengan jenisnya dan masih mempunyai nilai ekonomi.
Menurut Aryanti (2010), keberadaan bank sampah mampu mengubah
pemahaman dan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Sampah anorganik
yang bernilai ekonomi awalnya dibuang begitu saja tanpa perlakuan, namun sekarang
dengan didirikannya bank sampah, sampah anorganik telah mulai dikelola melalui
daur ulang dan ditabung. Meskipun demikian, kegiatan pengeloaan bank sampah ini
tidak dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan yang utama namun hanya sebagai
tambahan pendapatan masyarakat yang mengelolanya.
Bank sampah akan dikelola oleh organisasi kemasyarakatan yang ada dalam
wilayah tersebut. Dengan dikelola oleh organisasi kemasyarakat setempat diharapkan
dapat memberdayaan masyarakat sehingga dapat menghidupkan perekonomian lokal
dari hal yang sederhana. Pelatihan dan pendampingan harus dilakukan untuk program
ini, sehingga nantinya masyarakat dapat benar-benar mandiri. Masyarakat juga
dibekali oleh softskill dan ketrampilan dalam pendaurulangan sampah sehingga
kelak, masyarakat tidak hanya sekedar menabung sampah saja akan tetapi sudah
mampu mengelola menjadi barang yang lebih ekonomis. Keuntungan sistem bank

6

sampah di kawasan amatan akan digunakan untuk mendukung perawatan
pengembangan kebun komunal.
Kedua program yang diusulkan mendukung pembangunan keberlanjutan
secara menyeluruh pada masyarakat yang rentan. Berikut ini merupakan skema
penanganan kawasan amatan:


PROGRAM PENGABDIAN MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat melalui strategi urban farming dan Bank Sampah menjadi
terobosan dalam pemanfaatan lahan kota sekaligus pengurangan kerusakan
lingkungan. Secara rinci, berikut ini merupakan rangkaian program beserta
deskripsinya dalam konsep kebun komunal dan bank sampah berbasis masyarakat di
Kelurahan Bener dan Kricak:
1. Survey, Inventarisasi Potensi, dan Diskusi dengan Delphi Method
Tahapan pertama yang akan dilakukan adalah survey lapangan untuk
melakukan pengukuran tapak yang akan dikembangkan sebagai lokasi urban
farming serta inventarisasi potensi yang dapat digunakan selama masa
implementasi, seperti pendataan penduduk yang memiliki skill berkebun,
kepemimpinan, dan manajemen keuangan; pendataan perlengkapan yang

7

dapat dipinjam dari penduduk; dsb. Dengan demikian, penggunaan anggaran
dalam implementasi akan lebih efektif serta lebih mendayagunakan potensi
yang ada pada penduduk. Tahapan ini juga meliputi sosialisasi program dan
mendiskusikan desain tapak hingga rincian program yang akan dilaksanakan
kepada Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) dan Muspika Kecamatan
Tegalrejo.
2. Sosialisasi program dengan Focus Group Discussion
Sosialisasi program akan dilaksanakan dengan target utama semua warga
RT09 dan RT10 yang akan dilibatkan secara aktif baik dalam program urban
farming maupun Bank Sampah
3. Persiapan tapak untuk urban farming
Persiapan tapak dilakukan dengan pembersihan tapak dari sampah-sampah
serta melakukan penyesuaian (cut and fill) pada beberapa titik sesuai dengan
desain yang disetujui oleh masyarakat. Persiapan tapak akan dilaksanakan
oleh warga sendiri dengan cara kerja bakti pada akhir pekan, serta melibatkan
komunitas Pemuda Tata Ruang (PETARUNG) serta Forum Komunikasi
Winongo Asri.
4. Workshop
Untuk melaksanakan dua program yang berbeda, maka akan terdapat dua
macam workshop yakni:
A. Workshop tentang Urban Farming, diselenggarakan untuk melatih warga
kedua RT untuk bercocok tanam, menjelaskan tanaman apa saja yang
akan ditanam, serta bagaimana perawatannya. Workshop akan
menghadirkan praktisi-praktisi urban farming seperti Dinas Pertanian
Yogyakarta, Komunitas Pemuda Tata Ruang, serta Jogja Berkebun.
B. Workshop tentang Bank Sampah, diselenggarakan untuk melatih sekaligus
menyusun kerangka kerja Bank Sampah Becak (Bener Kricak). Workshop

8

ini akan menghadirkan BLH dan praktisi best-practice bank sampah
berbasis masyarakat di kampung-kampung Yogyakarta.
5. Hari Berkebun Becak
Hari Berkebun Becak (Bener-Kricak) merupakan puncak pelaksanaan
program urban farming yakni dengan mengadakan penanaman bibit serta
cangkokan tanaman pada tapak yang telah disesuaikan. Hari Berkebun Becak
akan diresmikan oleh Walikota Yogyakarta beserta organisasi dan komunitas
seperti BLH Kota Yogyakarta, Walhi, Pemuda Tata Ruang, dan Koalisi
Pemuda Hijau. Masyarakat akan dilibatkan langsung dalam penanaman serta
menjadi pandu bagi kelompok dan komunitas lain yang ingin berkontribusi.
6. Evaluasi pertengahan periode (setelah tiga bulan)
Baik pelaksanaan Bank Sampah maupun Hari Berkebun Becak akan
dievaluasi setelah tiga bulan (evaluasi pertama) oleh masyarakat sendiri untuk
mengetahui kekurangan serta potensi lain yang bisa dikembangkan untuk
mendukung keberlanjutan program.
7. Integrasi dengan event tahunan Festival Winongo
Adanya Festival Winongo yang diadakan setiap tahun sekali (pada bulan
November), masyarakat berkebun dan bank sampah dapat turut serta
melakukan pawai, misalnya dengan kirab hasil panen. Dengan demikian,
warga akan memiliki semangat untuk terus melanjutkan program yang telah
diinisiasi serta menumbuhkan kerukunan masyarakat.

9

TARGET PROGRAM
Program Target Indikator Capaian
Kebun
Komunal
Mengeliminasi lokasi timbunan
sampah
Tidak ada lagi lahan terbengkalai untuk timbunan
sampah
Meningkatkan diversifikasi dan
ketahanan pangan warga setempat
Jenis tanaman yang dikembangkan bervariasi, dari
sayur mayur, buah, tanaman obat
Mengurangi pengeluaran rumah tangga
dalam belanja bumbu dapur
Berkurangnya pengeluaran rumah tangga hingga
Rp50.000,00 per bulan
Meningkatkan keguyuban (social
engagement) antarwarga
100% warga ikut serta dalam Hari Berkebun
Becak serta dalam pemeliharaan lokasi berkebun
Keterlibatan warga dalam Festival Winongo
Bank
Sampah
Meningkatkan pendapatan bulanan
penduduk
Meningkatnya pendapatan hingga Rp50.000,00
per bulan per-KK pelaku nasabah sampah
Mendidik masyarakat dalam
berperilaku bersih lingkungan
100% masyarakat tidak ada yang membuang
sampah sembarangan
100% masyarakat mampu memilah sampah
sesuai jenisnya (kertas, kaca plastik, dsb)
Mendukung pemeliharaan kebun
komunal
Adanya kas/iuran per bulan hasil keuntungan
nasabah sampah untuk pengelolaan kebun
komunal

TARGET PELAKSANAAN (RINCI)
Program
Bulan
I II III IV V VI
Kebun
Komunal
Rembug dengan
muspika dan FKWA
FGD dan sosialisasi
dengan warga dengan
target minimal 80%
warga hadir
Kerja bakti pembersihan
tapak diikuti oleh
minimal 80% warga,
anggota Muspika,
FKWA, komunitas
terkait; dilaksanakan
dalam 2 minggu pada
akhir pekan (4 hari)
Workshop
Berkebun dihadiri
80% warga serta
ada kontribusi
kaum perempuan
dan remaja
Warga yang hadir
terlatih
80% warga mulai
menggunakan
sistem pemisahan
sampah
Pelaksanaan
Hari Berkebun
Becak oleh
minimal 80%
masyarakat,
pemerintah
kota, FKWA,
dan komunitas-
komunitas.
Evaluasi
pelaksanaan
Pemeliharaan
kebun dan
temu warga
untuk berkebun
bersama setiap
2 minggu
sekali
Festival
Winongo
Evaluasi
pelaksana
an

10

Bank
Sampah
Rembug dengan
muspika dan FKWA
FGD dan sosialisasi
dengan warga dengan
target minimal 80%
warga hadir
Workshop Bank
Sampah dihadiri
80% warga serta
ada kontribusi
kaum perempuan
dan remaja
Warga yang hadir
terlatih
Sistem dan
kerangka kerja
Bank Sampah
tersusun
Warga mampu
memilah
sampah
Warga mulai
rutin
menyetorkan
sampah yang
sudah dipilah
Evaluasi
pelaksanaan
Program Bank
Sampah mulai
diadopsi oleh
semua warga

STRATEGI PROGRAM
1. Pelibatan masyarakat mulai dari perancangan program, implementasi, hingga
evaluasi program
2. Kemitraan dengan Muspika Kecamatan dan Pemerintah Kota Yogyakarta
3. Kemitraan dengan komunitas-komunitas peduli lingkungan hidup
Berikut ini merupakan skema strategi pelaksanaan pengabdian masyarakat:

Вам также может понравиться