102011105 A9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat allysa.desita@ymail.com
Pendahuluan Mata merupakan salah satu anugerah dari Tuhan, tanpa mata kita tidak dapat melihat indahnya dunia ini. Dalam perjalanannya ada berbagai macam penyakit yang dapat membuat fungsi dari mata terganggung. Entah terganggu penglihatannya ataupun ketidaknyamanan yang dirasakan akibat mata merah, gatal atau berair. Pada makalah kali ini saya akan membahas tentang mata merah visus normal, spesifiknya tentang seorang wanita 45 tahun memiliki keluhan mata kanan sakit dan sedikit merah. Pada pemeriksaan didapatkan visus normal. Pada konjungtiva bulbi di dapatkan benjolan putih dekat limbus. Lensa dan posterior segmen dalam batas normal.
Pembahasan 1. Anatomi mata Untuk dapat mempelajari dan mengerti dengan baik kelainan ataupun penyakit mata, kita harus mempunyai dasar yang cukup tentang anatomi mata. Di dalam makalah ini akan dijelasakan secara singkat tentang rongga orbita, bola mata dan adneksa yang terdiri atas palpebra dan lakrimal. 1 - Rongga orbita Rongga orbita merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk seperti piramida berisi empat dengan puncak menuju kearah foramen optic. Masing-masing sisi tulang orbita berbentuk lengkung seperti buah peer yang menguncup kea rah apeks dank anal optic. Dinding medial rongga orbita kanan berjalan kurag lebih sejajar dengan dinding medial rongga orbita kiri dan berjarak sekitar 25 mm pada orang dewasa. Di bagian belakang dari rongga orbita terdapat tiga tulang: 1
Foramen optic yang merupakan ujung bagian orbita kanal optic member jalan kepada saraf optic, arteri oftalmik dan saraf simpatik. 2
Fisura orbita superior yang dilalui oleh vena oftalmik, saraf-saraf untuk otot-otot mata (N III, N IV dan N VI) serta saraf pertama saraf trigeminal. Fisura orbita inferior yang dilalui cabang ke-II N V, saraf maksila serta arteri infraorbita yang merupakan sensorik untuk daerah kelopak mata bawah, pipi, bibir atas dan gigi bagian atas. Sekitar tulang orbita didapatkan ruangan-ruangan seperti rongga hidung dan beberapa sinus seperti sinus etmoid, sphenoid, frontal dan maksila. 1
Isi rongga orbita terdiri atas bola mata dengan saraf optiknya, 6 otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah cabang arteri oftalmik, saraf cranial III, IV, VI, lemak dan fasia yang merupakan bantalan untuk bola mata. 1 Periosteum dinding rongga orbita (periorbita), berjalan dari tepi rongga orbita ke dalam kedua tarsus palpebra bersama dengan ligament kantus lateral dan medial membentuk septum orbita yang menutup lubang rongga orbita di bagian depan. 1 Kapsul Tenon merupakan suatu lapis fasia yang menyelebungi bola mata dari tepi kornea ke belakang memisahkan bola mata dengan lemak orbita. 1 Arteri rongga orbita berasal dari arteri oftalmik sedang venanya masuk ke dalam vena oftalmik yang melalui fisura orbita superior masuk ke dalam sinus kavernosa. 1 Saraf orbita bersifat motorik dan sensorik; saraf cranial III, IV dan VI adalah motorik dan mempersarafi otot prgerak bola mata. Saraf sensorik adalah cabang pertama dan kedua saraf cranial V. Ganglion siliar terletak di sebelah luar saraf optic, menerima serabut-serabut motorik saraf cranial III, sensorik saraf cranial V dan serabut saraf simpatik. 1 - Bola mata Pada anatomi bola mata akan dijelaskan anatomi bola mata dari anterior ke posterior. Palpebra Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma, trauma terhadap sinar dan pengeringan bola mata. Ganguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. 2 Dalam keadaan membuka palpebra member jalan masuk ke dalam bola mata yang dibutuhka untuk penglihatan. Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang terdapat pada permukaan bola mata. 1 3
Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persyarafannya masing-masing. Menutup mata adalah pekerjaan adalah pekerjaan otot orbicular yang dipersarafi saraf fasial (N.VII). Otot kelopak mata berfungsi untuk mengedipkan mata. Membuka mata dikerjakan oleh otot levator palpebra yang dipersarafi saraf okulomotor (N.III). Otot ini menempel pada batas atas tarsus dan pada kulit di bagian tengah kelopak mata atas. 1 Gambar 1. Anatomi Palpebra
Glandula lakrimal Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak didaerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal, meatus inferior. 2 Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian, yaitu: sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak pada temporo antero superior rongga orbita. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. 4
Sakus lakrimal terletang dibagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior. 2
Gambar 2. Anatomi Glandula Lacrimal
Konjungtiva Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. 2 Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu: 2 a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakan dari tarsus. b. Konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera di bawahnya. c. Konjungtiva fornises yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 5
Sklera Merupakan jaringan ikat yang kenyal an memberikan bentuk pada mata. Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus sclera, berjalan dari papil saraf optic sampai di kornea. Bagian terdepan sclera disebut kornea, kelengkungan kornea lebih besar daripada sclera. 2
Kornea Dinding bola mata bagian depan ialah kornea yang merupakan bagian yang jernih dan bening, bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal dibanding arah vertical. Kornea memiliki lima lapisan: 1
a. Epitel merupakan lapisan paling luar kornea dan berbentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bagian terbesar ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Daya regenerasi epitel cukup besar, sehingga bila terjadi kerusakan akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. b. Membrane bowman terdiri atas jaringan serat kolagen kuat yang mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan membrane bowman akan terbentuk jaringan parut. c. Stroma merupakan lapisan paling tebal dari kornea. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air dari bilik mata depan. Kadar air dalam stroma relative tetap yang diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel. Jika fungsi endotel kurang baik makan akan terjadi udem kornea. d. Membran descemet merupakan pelindung atau barier infeksi dan masuknya pembuluh darah. e. Endotel merupakan jaringan terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel adalah sel yang mengatur cairan di dalam stroma korea. Tidak mempunyai daya regenerasi sehingga jika terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Uvea Lapisan vascular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. 2 Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus (dilatators pupil). Iris menipis di dekat perlekatan di badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis. 1 6
Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik prosesus siliar dan koroid ke depan dan ke dalam, mendorong zonulla zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung. Fungsi prosesus siliar adalah memproduksi cairanan mata atau humor akuos. 1 Koroid adalah suatu membrane yang berwarna coklat tua, yang terletak diantara sclera dan retina terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optic. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama member nutrisi kepada retina bagian luar. 1
Lensa Merupakan bagian yang bening, bikonveks dengan ketebalan sekitar 5 mm dan berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung dibanding bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nucleus) dan bagian tepi (korteks). Nucleus lebih keras dibanding korteks. Dengan bertambahnya umur, nucleus makin membesar sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nucleus. Fungsi lensa adalah untuk membiaskan cahaya, sehingga difokuskan pada retina. 1 Vitreus Vitreus atau badan kaca merupakan suatu haringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Vitreus bersifat semi cair di dalam bola mata. Peranannya mengisi ruang untuk meneruksan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. 2
Retina Adalah suatu membrane yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabut-serabut saraf optic letaknya antara vitreus dan koroid. Merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima ransangan cahaya. 2 Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat macula lutea (bintik kuning) yang berperan penting untung tajam penglihatan. 1
Retina yang mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas 10 lapisan: 1 a. Membrane limitan dalam, merupakan bagian paling dalam. b. Lapisan serabut saraf, dalam lapisan ini terdapat cabang-cabang utama pembulu retina. 7
c. Lapisan sel ganglion, merupakan suatu lapisan sel saraf bercabang. d. Lapisan plesiform dalam. e. Lapisan nuklues dalam, terbentuk dari badan dan nucleus sel-sel bipolar. f. Lapisan pleksiform luar. g. Lapisan nucleus luar, terutama terdiri atas nuclei sel-sel visual atau sel kerucut atau sel batang. h. Membrane limitan luar i. Lapisan batang dan kerucut, merupakan lapisan penangkap sinar. j. Lapisan epitel pigmen.
Gambar 3. Anatomi Bola Mata
Bola mata digerakan oleh enam otot yang disebut otot luar mata (ekstrinsik) terdiri atas empat otot rektus dan dua otot oblik. Otot rektus terdiri atas empat otot rektus terdiri atas otot rektus medial, rektus lateral, rektus superior dan rektus inferior. 1 Origo otot oblik superior terletak pada terletak pada annulus zinn di atas origo otot rektus superior. Otot oblik ini menuju kea rah bagian nasal orbita, melalui troklea kemudian membelok ke belakan, dibawah otot rektus superior selanjutnya berinserasi pada sclera 8
dibelakang ekuator. Origo otot oblik inferior terletak pada dinding nasal orbita, menyilang di bawah otot rektus dan berinsersi pada sclera kwadran belakang lateral inferior bola mata di bawah otot rektus lateral. 1 Gambar 4. Anatomi Otot Bola mata
2. Anamnesis Setiap pemeriksaan selalu diawali dengan anamnesis. Pada kasus ini anamnesis dilakukan secara auto-anamnesis, karena pasien mampu menjawab secara baik pertanyaan yang diberikan. Yang pertama ditanyakan adalah identitas pasien yang meliputi; nama, alamat, usia dan alamat serta pekerjaan jika pekerjaan yang pasien lakukan sehari-hari merupakan faktor resiko dari keluhan utama pasien. Pada skenario ini, pasien adalah seorang wanita 45 tahun. Setelah itu tanyakan keluhan utama pasien. Pasien wanita tersebut datang ke poli ukrida dengan keluhan mata kanan sakit dan sedikit merah. Tanyakan sejak kapan pasien mengalami keluhan utamanya tersebut. 9
Tanyakan riwayat penyakit sekarang yang dialami oleh pasien. Beberapa anamnesis khusus mengenai mata yaitu: 3
Berapa lama mata tampak merah? Adakah rasa tidak nyaman atau iritasi? Apakah terasa nyeri? Apakah lebih buruk bila mata digerakkan? Adakah nyeri kepala yang menyertainya? Adakah gangguan penglihatan? Apakah mata terasa lengket? Adakah eksudat? Apakah mata terasa kering atau perih? Adakah tanda sistemik (misalnya demam, malaise, muntah, atralgia, atau ruam)? Adakah rasa gatal pada mata atau adakah variasi musiman? Adakah fotofobia? Selanjutnya tanyakan riwayat penyakit dahulu, apakah pasien adalah seorang penderita diabetes mellitus atau penderita hipertensi. Hal ini penting jika mungkin dari penyakit yang sebelumnya diderita pasien dapat menimbulkan masalah atau komplikasi pada mata. Pada riwayat penyakit dahulu hal penting yang perlu ditanyakan juga adalah adakah riwayat masalah mata sebelumnya, dan apakah pasien mengunakan lensa kontak atau tidak. Tanyakan apakah dilingkungan tempat pasien tinggal atau bekerja ada anggota keluarga atau teman yang menderita seperti yang dialami pada pasien atau tidak.
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pemeriksaan mata adalah pemeriksaan visus, pemeriksaan segmen anterior maupun posterior, pemeriksaan gerak bola mata, pemeriksaan lapang pandang dan pemeriksaan tekanan bola mata. Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan dilakukan dengan menggunakan snelen chart. Jarak pasien dengan snellen adalah 6 meter (=20 feet). Visus normal adalah 6/6 atau 20/20. bila saat pemeriksaan visus, visus pasien tidak ,mencapai 20/20 maka lakukan pinhole. Bila dengan pinhole visus bertambah baik, terdapat gangguan refraksi tetapi bila tidak terdapat gangguan media refraksi. Sedangkan bila pasien tidak dapat melihat snellen chart lakukan fingger counting, dimana pasien diminta menyebutkan jari yang ditunjukkan dari jarak 1meter kemudian mundur 2meter-6meter. Bila pasien masih tidak dapat menyebutkan jari, lakukan pemeriksaan hand movement, yaitu dengan menggoyangkan tangan ke kiri ke kanan atau ke atas ke bawah dan minta pasien menyebutkan arahnya. Apabila pasien tidak 10
dapat melihat goyangan tangan, periksalah dengan memberikan sinar lampu (penlight) dari superior, inferior, nasal dan temporal, pasien diminta menyebutkan arah sinar. Pada pemeriksaan anterior yang dilakukan adalah melihat keaadaan bola mata, area lakrimal, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva bulbi dan palebra, kornea COA, iris pupil serta lensa mata. Laporkan hasil pemeriksaan, adakah eksoftalmos/endotalmus, trikisasis, adakah hiperemis pada konjungtiva, adakah sikatrik, ataupun sekret, apakah kornea maupun COA jernih, apakah COA dalam/ dangkal, warna iris, warna,bentuk dan refleks cahaya pupil dan kejernihan lensa. Segmen posterior dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop (pemeriksaan funduskopi). Yang dilihat pada pemeriksaan ini adalah refleks fundus, kejernihan vitreus, warna, bentuk dan batas papil, CD ratio, perbandingan arteri vena, refleks makuka serta retina, apakah ada eksudat, pendarahan ataupun ablasio retina. Pemeriksaan tekanan bola mata bisa dilakukan dengan alat yaitu dengan tonometer schiotz ataupun dengan manual. Cara manual dilakukan dengan palpasi bagian sklera setelah pasien diminta melihat kebawah. Bandingkan dengan penekanan sklera sendiri. 4 Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan tes konfrontasi. Pada tes ini pasien dan pemeriksa duduk berhadapan sama tinggi. Pasien diminta menutup mata kiri dan pemeriksa menutup mata kanan. Cek pergerakan mata dari 8 arah, dengan mata tidak boleh melirik ke benda yang digerakkan. Lakukan setiap pemeriksaan dengan memeriksa mata kanan terlebih dahulu, kecuali pemeriksaan gerakan bola mata dimana kedua mata diperiksa sekaligus dengan mengecek pergerakan kedua bola mata ke 8 arah dengan menggambarkan huruf H di hadapan pasien. 4 Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien tidak ditemukan adanya penurunan ketajaman penglihatan. Pada konjungtiva bulbi di dapatkan benjolan putih dekat limbus. Lensa dan posterior segmen dalam batas normal.
4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium bermanfaat untuk mengidentifikasi penyakit sistemik terkait atau untuk menentukan sifat reaksi imunologis terkait. Pemeriksaan laboratorium pada skleritis sebagai berikut: 5 Hitung darah lengkap dan laju endap darah Kadar komplemen serum (C3) Kompleks imun serum 11
Faktor rematoid serum Antibodi antinukleus serum Rontgen dada Pemeriksaan sinar X orbita untuk melihat apakah ada benda asing terutama untuk skleritis noduler Kadar asam urat serum Urinalisis
5. Diagnosis banding Dari pemeriksaan yang dilakukan, diagnosis sementara atau diagnosis banding yang dapat diambil adalah episkleritis, pterigium dan pinguekula. - Episkleritis Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sclera. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengaan dengan penyakit bawaan rematik. 2
Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit ringan, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu dibawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan member rasa sakit, rasa sakit akan menjalar kesekitar mata. 2
Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva diatasnya, maka akan mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit dimulai dari episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau berapa bulan. 2 Komplikasi pada episkleritis, jarang sekali dijumpai dan kalaupun ada hanya ringan, misalnya keratitis superficialis. Pengobatan berupa tetes mata kortikosteroid, yang diberikan empat kali sehari. 1
- Pterigium Pterigium merupakan konjungtivita bulbi patologik yang menunjukan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke dalam kornea, dengan puncak segitinya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak pterigium. 1 12
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu cahaya sinar matahri dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi. 2 Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau dapat memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin akan menimbulkan astigmat yang kan memberikan keluhan gangguan penglihatan. 2 Tetapi ada pula yang datang dengan mengemukakan adanya sesuatu yang tumbuh diatas kornenya. Keluhan yang dikemukakan tersebut didasarkan rasa khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. 1 Gambar 5. Pterigium
- Pinguekula Kelainan ini terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal maupun bagian temporal, didaerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan bewarna putih-kuning keabu-abuan, berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lender. Secara histopatologik pada puncak penonjolan ini terdapat degenerasi hialin. 1
Pinguekula dapat ditemui pada orang dewasa laki-laki, maupun perempuan tidak menimbulkan keluhan, kecuali apabila menunjukan peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam keadaan iritasi, maka dapat disertai keluhan seperti ada benda asing. 1 Pasien umunya datang pada dokter karena adanya peradangan tersebut; atau karena penonjolan yang jelas, sehingga pasien khawatir akan suatu keganasan, atau karena alasan kosmetik. 1
13
Gambar 6. Pinguekula
6. Diagnosis kerja Diagnosis kerja yang diambil berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan pada pasien adalah skleritis. Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh dekstruksi kolagen, sebukan sel, dan keainan vaskuler yang menandakan adanya vaskulitis. Pada banyak kasus, kelainan-kelainan ini murni diperatarai oleh proses imunologis, yakni terjadi reaksi tipe IV(hipersensitivitas tipe lambat) dan tipe III(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknuya dicetuskan oleh proses-proses lokal contohnya pada bedah katarak. 5 Peradangan pada sklera ini lebih berat dibandingkan dengan episkleritis baik dalam gambaran klinik maupun dari perjalanan penyakitnya. Penyakit ini jarang ditemukan dengan onset perlahan atau dapat mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kamuhan. Skleritis dibedakan menjadi skleritis anterior difus dan nodular, dan skleritis posterior. Skleritis dapat mengenai satu mata aupun dua mata. 1 Skleritis diklasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan patologisnya. Dikenal 2 jenis utama yaitu anterior dan posterior. Skleritis anterior dibagi menadi tipe difus, nodular, dan nekrotikan. Tipe nekrotikan dibagi lagi sesuai dengan ada tidaknya peradangan. Semua bentuk skleritis memperlihatkan penurunan perfusi vaskular pada angigrafi segn=men anterior. Pada skleritik nekrotikan, juga terjadi sumbatan pembuluh darah, terutama pada subkelompok pada peradangan yang gambaran utamanya adalah sumbatan arteriol. Skleritik nekrotikan juga disertai berkurangnya jaringan sklera. 5 Semua bentuk skleritis anterior cenderung progresif, biasanya berupa perluasan sirkumferensial dari daerah yang sebelumnya sudah terkena. Perbedaan utama antara bentuk 14
skleritis difus dan noduler sederhana dengan skleritis nekrotikan adalah skala waktu progresifitas. Pada skleritik nekrotikan disertai peradangan, waktunya mungkin hanya beberapa minggu sebelum mata hancur, sehingga harus segera dilakukan pemeriksaan dan terapi. Pada skleritis nekrotikan tanpa peradangan (skleromalasia perforans), pasien sering datang dengan penyakit yang telah meluas.
7. Epidemologi Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh- kambuhan. Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi antara 50-60tahun. 6
8. Etiologi Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skleritis murni diperantarai oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses- proses lokal, misalnya bedah katarak. 5 Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu: 5 Penyakit Autoimun: Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa, Polikondritis berulang, Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus sistemik, Pioderma gangrenosum, Kolitis ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatik Penyakit Granulomatosa : Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt- Koyanagi-Harada (jarang) Gangguan metabolik: Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif Infeksi: Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes Simpleks, Infeksi oleh Pseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus 15
Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cedera tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak Tidak diketahui
9. Patofisiologi Terjadinya disregulasi pada penyakit autoimun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler (mikroagiopati inflamasi) dan respon imun sel perantara. Sifat autoimun skleritis juga berhubungan dengan penyakit sistemik yang mendasarinya. 6
10. Gejela klinis Rasa nyeri yang berat bersifat konstan dan tumpul disamping terdapat mata yang merah dan berair, sklera membengkak. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu yang kadang-kadang membangunkan sewaktu pasien tidur akibat sakit yang sering kambuh. Pada skleritis difus peradangan sklera lebih luas, tetapi perjalanan penyakitnya lebih ringan. Sedangkan pada skleritik nefrotik dapat menyebabkan kerusakan sklera yang berat.
Pada segmen posterior dapat bermanifrestasi sebagai edema periorbita, proptosis, pembatasan gerak mata dan penurunan penglihatan. Tanda-tanda segmen posterior adalah viritis, pembenkakan diskus, edem makula dan pelepasan retina eksudatif. 5 Diagnosis skleritis posterior ini didasarkan pada ultrasonografi atau dengan CT scan. Pada USG penebalan lokal dapat mirip dengan melanoma maligna. Banyak pasien terdiagnosis skleritis posterior hanya setelah terjadi enukleasi untuk kelainan ini atau setelah dugaan diagnosis lain. 5
11. Penatalaksanaan Terapi awal yaitu obat anti inflamasi non steroid sistemik. Obat pilihannya yaitu indometasin 100mg per hari, atau ibuprofen 300mg per hari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat meredah diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau setelah tampak adanya penyumbatan vaskuler , maka terapi steroid harus segera 16
dimulai yaitu terapi steroid sistemik dsis tinggi.Steroid ini diberikan peroral yaitu prednison 80mg per hari yang kemudian diturunkan dengan cepat selama 2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10mg per hari. Obat-obat imunosupresif yang lain juga dapat digunakan. Steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sitemik. Apabila ditemukan adanya infeksi maka dapat diberikan terapi spesifik. 5 Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera atau kornea. Tindakan operasi diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi mikroba atau pada granulomatosis Wegener atau poliartritis nodusa yang disertai penyulit perforasi kornea. Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali pada stadium dini telah diimulainya terapi. Namun pada stadium dini sering tidak ada gejala, sebagian esar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit. 5
12. Komplikasi Dibandingkan dengan episkleritis, komplikasi akibat skleritik jauh lebih sering dan lebih berat . Skleritis biasanya disertai dengan peradangan daerah sekitarnya seperti uveitis atau bisa juga mengallami keratitis sklerotikan. Pada sklera akibat terjadinya nekrossi sklera atau skleramalasia maka akan terjadi perforasi pada sklera. Keratitis sklerotikan yaitu kekeruhan koornea akibat peradangan sklera. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. hal ini terjai akibat gangguan susunan serat kolagen stroma. 2
13. Progonosis Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan merupakan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada tipe skleritis yang lainnya. 5
Kesimpulan Pasien wanita 45 tahun ini didiagnosa terkena skleritis pada mata kanan. Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik. Kelainan-kelainan skleritis murni diperantarai oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik.
17
Daftar pustaka 1.Sidarta H Ilysa, Mailangkay H H B, Taim Hilman, dkk. ilmu penyakit mata.Edisi ke-2: Jakarta; 2010.h.107-11. 2.Sidarta H Ilyas, Rahayu S Yuliantu. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4 Jakarta: FKUI; 2013.h.116-20. 3.Safitri A, ed. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga, 2006. h.49. 4.Sutanti YS, ed. Buku panduan keterampilan klinik (skills lab). Jilid 6. Jakarta : Biro publikasi FK UKRIDA, 2008. h.26-40. 5.Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73. 6.Maza, MS. Scleritis. http://www.emedicine.com [diakses 19 Maret 2014 jam 20.00 WIB]