Вы находитесь на странице: 1из 5

Rileks passive movement

Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari
anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena
gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak rileks passive movement ini
diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek pengurangan atau
penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga
elastisitas otot (Kisner, 1996). Mekanisme penurunan nyeri oleh gerakan rileks passive
movement sebagai berikut : adanya stimulasi kinestetik berupa gerakan rileks pasif movement
yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien
akan merangsang muscle spindle dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik, fungsi
dari muscle spindle adalah (1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot, (2) mendeteksi
kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan fungsi dari organ tedo golgi adalah mendeteksi
ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot berkontraksi (Guyton, 1991). Dengan
terstimulasinya muscle spindle dan organ tendo golgi lewat gerakan rileks passive movement
akan mempengaruhi mekanisme kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion calsium
secara normal berada dalam ruang reticulum sarcoplasma. Potensial aksi menyebar lewat
tubulus transversum dan melepaskan Ca 2+. Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip
diantara filamen-filamen myosin, dan garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+
kemudian dipompakan kedalam reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor
(Chusid, 1993). Dengan kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat
terjadi melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1) Tidak ada lagi perbedaan tekanan
intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak terangsang untuk
menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks passive movement yang berulang-ulang maka
nociceptor akan beradaptasi terhadap nyeri. Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris
adalah bahwa mereka beradaptasi sebagian atau sama sekali terhadap rangsang mereka
setelah suatu periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk
pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls yang sangat
tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai akhirnya banyak diantaranya
sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat pula untuk menentukan dosis gerakan rileks
passive movement agar dapat menstimulasi muscle spindle.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi disebabkan oleh
penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2) Sebagian disebabkan oleh penyesuaian
didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991) (3) Dengan mengendornya otot melalui
gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan
sebagai penyebab nyeri. Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua
macam, yaitu : (1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular
dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi otot
meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu , spasme otot mungkin
menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas. Penyebab nyeri
pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan
adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk sebagai
akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin pila zat kimia
lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan karena kerusakan sel
otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton,
1991).
4 Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak
dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang
dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh
dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996). Mekanisme
gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle spindle sangat
penting dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri dengan menggunakan
gerakan pasif. Untuk menekankan pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah
suatu serabut saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar
daerah sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut saraf
motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik besar jenis A
alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak lain apapun ke
motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan. Ini menyebabkan serabut
otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan
kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah muscle spindle
menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif muscle spindle terhadap
peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan panjang otot.
Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka dengan mekanisme
adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri.(Guyton,1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited active
exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang rileksasi propioseptif.
Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan
meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan
komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan peningkatan secara bertahap beban atau
tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Mekanime
peningkatan kekuatan otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya
irradiasi atau over flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor
unit merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya. Komponen-komponen serabut
otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan rangsangan pada
cell (AHC)nya. Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan motor unitnya, otot akan berkontraksi
secara kuat bila otot tersebut semakin banyak menerima rangsangan motor unitnya. Karena
otot terdiri dari serabut-serabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot
secara keseluruhan tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada
saat itu. Jumlah motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat,
sedangkan kontraksi otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih
sedikit.(Heri Priatna, 1983).
C. Indikasi Fiksasi Internal
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya fraktur dengan
displacement dan tidak stabil.
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran setelah
dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan
fraktur pergelangan kaki yang bergeser.
3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur melintang pada
patella atau olecranon.
4. Fraktur yang penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama pada fraktur
leher femur.
5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang
6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau dengan tujuan
untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan berbagai organ sistem
tubuh (Philips dan Conteas, 1990).
7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu dan pembuluh-
pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990)
8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot dan jaringan
lunak lainnnya.
D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi
1. Posisi fraktur
2. Panjang dan bentuk fraktur
3. Ukuran fraktur
4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994)
E. Keuntungan Fiksasi Internal
1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan penyambungan tulang
(Mc. Ray, 1994)
2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat
3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat diminimalkan
bahkan dihilangkan.
4. Pasien dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar pasien tetap
melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah sakit dan menjauhkan
larangan-larangan yang diberikan seperti tidak boleh melkukan pembebanan yang
maksimal pada daerah fraktur.
F. Komplikasi Fiksasi Internal
1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering ditemukan, hal ini
tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat pembedahan yang tidak
memenuhi standart aseptic dan antiseptic.
2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau tungkai bawah
dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan tulang yang sebelahnya tetap
utuh.
3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos dan penyatuan
tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan rasa nyeri yang hebat pada
fraktur harus diwaspadai dan ditangani.
4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu cepat, waktu yang
paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun dan satu setengah tahun dan yang
paling aman setelah dua tahun setelah masa pelepasan tulang dalam kondisi lemah
diperlukan perwatan dan perlindungan.
G. Teknik Tindakan ORIF
1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur dan perangkat
yang digunakan juga dengan alasan yang sama.
2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada permukaan yang
dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang cembung.
3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat dikuncikan dengan
sekrup melintang. (Muller dkk, 1991)

Вам также может понравиться