Вы находитесь на странице: 1из 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN: PEDIATRIK
DENGUE HEMORRAGHE FEVER

Disusun oleh:
NUNING KHUROTUL AFIDA
PSIK REGULER-2010
105070201111011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2014

DENGUE HEMORRHAGE FEVER


(DHF)
I.

PENGERTIAN
1.

Demam Berdarah Dengue (DHF) adalah suatu penyakit yang


disebabkan oleh virus (arbovirus) yang masuk kedalam tubuh melalui
gigitan nyamuk Aides aegypti. (Suriadi : 57)

2.

Demam Berdarah Dengue (DHF) adalah penyakit demam akut yang


disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan
empat gejala klinis utama yaitu dengan demam tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegali, dan tanda - tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindrom renjaatan dengue) sebagai akibat dari
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. (Soegijanto,
Soegeng : 45)

3.

DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue


dengan ciri - ciri demam dan manifestasi perdarahan. (DEPKES RI :
112)

II.

ETILOGI
DBD / DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
aides, di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aides yaitu :
1.

Aides aegypti
Paling sering ditemukan
Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air
jernih atau tempat penampungan air di sekitar rumah.

Nyamuk ini tampak berlurik, berbintik - bintik putih.


Biasanya menggigit pada siang hari , terutama pada pagi dan sore
hari.
Jarak terbang 100 meter.
2. Aedes Albopictus
Tempat dan habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar
rumah atau pohon - pohon, dimana tertampung air hujan yang
bersih yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas , dll.
Menggigit pada waktu siang hari.
Jarak terbang 50 meter.
(Rampengan : 136)
III.

MANIFESTASI KLINIK
Menurut WHO, tanda dan gejala dari DHF yaitu :
1. Demam mendadak selama 2 - 7 hari tanpa sebab yang jelas.
2. Manifestasi perdarahan berupa petechie (bintik - bintik merah pada
kulit), purpura, echymosis, perdarahan gusi, epistaksis, bahkan ada
yang sampai hematemesis dan melena.
3. Hepatomegali.
4. Bila tidak cepat ditangani dapat timbul gejala shock: nadi cepat, lemah
dan kecil sampai tidak teraba, kulit terasa dingin dan lembab terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, hipotensi.
(DEPKES RI: 112 113)

IV.

KRITERIA LABORATORIUM
1. Trombositopenia ( trombosit 100.000 / mm3 )
2. Hemokonsentrasi ( Ht atau Hb meningkat 20% )
(Rampengan: 141)

V.

DERAJAT BERATNYA DBD


1. Derajat I

: Demam mendadak 2 - 7 hari disertai gejala khas dan


satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet
positif.

2. Derajat II

: Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau


perdarahan lain.

3. Derajat III : Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yang


ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi (sistolik 80
mmHg) yang disertai dengan kulit yang dingin, lembab
dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Derajat III dengan shock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah yang tidak teratur, dapat
disertai dengan penurunan kesadaran, sianosis dan
asidosis.
NB

: - Derajat I dan II disebut DHF atau DBD tanpa renjatan


atau shock.
- Derajat III dan IV disebut DHF atau DBD dengan
renjatan atau Dengue Shock Syndrom.

UJI TOURNIQUET / RUMPEL LEEDE TEST POSITIF


Dengan mempertahankan manset tensimeter pada tekanan antara sistole dan
diastole selama 5 menit kemudian dilihat apakah ada timbul petekie atau
tidak di daerah voler lengan bawah.

KRITERIA :
(+)

Bila jumlah petekie 20

()

Bila jumlah petekie 10 - 20

(-)

Bila jumlah petekie 10


(Rampengan: 139 - 140)

VI.

PATHOFISIOLOGI

( Soegijanto, Soegeng : 2002 )

VII. PENATALAKSANAAN
1. Pengenalan dini DBD berat
Gambaran klinis penting yang menandakan kemungkinan akan
terjadinya renjatan ( hari ke 3 - 7 ) yaitu :
a. Perubahan sensorik dan nyeri perut
b. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit
c. Terdapatnya efusi pleura atau asites
d. Peninggian hematokrit 20% atau lebih
e. Trombosit kurang dari 50.000 / mikroliter
f. Hiponatremia dengan natrium urin kurang dari 10 mmol/liter
g. EKG abnormal
h. Hipotensi
2. Pemantauan ketat pasien yang sakit berat
Parameter untuk pemantauan ketat DHF :
Parameter Klinis
Diatesis perdarahan
Gejala petunjuk syok
Tanda akumulasi cairan diruag ke-3

Parameter Laboratorium
FBC, Ht, PBF
Cr, urea, elektrolit serum
Kadar Na urin

Tanda syok
Curah urin
Berat badan harian

Osmolalitas urin dan plasma


Albumin serum
CXR
EKG

Tekanan vena sentral

Gas darah dan laktat darah PT, PTT,


Fibrinogen serum, FDP

KETERANGAN :
Cr = kreatinin
FDP = Produk degradasi fibrin
Ht = hematokrit
PBF = film darah tepi
PT = waktu protrombin, PTT = waktu tromboplastin parsial
3. Mempertahankan Milieu Interieur
a. Memberikan terapi cairan intravena

i.

Dekstrose 5% dalam 0,45% NaCl ( 40 ml/Kg BB dalam 1 2


jam, diturunkan sampai 10 ml/Kg BB/jam ); periksa Ht dan
nilai respon terhadap terapi.

ii.

Plasma 15 - 20 ml/Kg BB pada renjatan berat yang tidak


responsif terhadap Dekstrose / NaCl.

iii.

Transfusi darah.

b. Memberikan tindakan suportif yang bermanfaat seperti pemberian


oksigen,

menurunkan

suhu

tubuh

dengan

kompres

atau

parasetamol.
c. Tindakan yang tidak berguna, seperti :
i.

Pemberian kortikosteroid, heparin, vasokonstriktor perifer


dan antibiotika tidak bermanfaat dalam penanganan DBD.

ii.

Jangan memberikan diuretik pada fase renjatan atau syok


karena dapat memperburuk keadaan hipovolemia.
( Sastroasmoro, Sudigdo. 1993 : 377 379, 380 )

VIII. PENGOBATAN ATAU PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK


1. Pemberian cairan yang cukup
Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat dari
demam tinggi, anorexia dan muntah. Penderita perlu diberi minum
sebanyak mungkin ( 1 2 liter dalam 24 jam ). Pada beberapa penderita
dapat diberi oralit.
2. Antipiretik
Seperti golongan acetaminofen ( paracetamol ), jangan berikan
golongan

salisilat

karena

dapat

menyebabkan

bertambahnya

perdarahan.
3. Surface cooling
4. Antikonvulsan
NB : Bila penderita kejang dapat diberikan:
- Diazepam ( Valium )
- Fenobarbital ( Luminal )
( Rampengan : 142 )

XI.

PENCEGAHAN DHF
Untuk memutuskan rantai pemutaran, pemberantasan vektor dianggap
cara yang paling memadai saat ini. Sebelumnya perlu diketahui
metamorfosis nyamuk yaitu : dimulai dari telur menetas jentik
nyamuk larva nyamuk dewasa. Vektor dengue khususnya Aides
aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarang - sarangnya terbatas di
tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter.
Tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan pemberantasan
diperlukan total coverage ( meliputi seluruh wilayah ) agar nyamuk tidak
dapat berkembang biak lagi.
Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1. Menggunakan insektisida
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah
dengue :
a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa ( adultisida )
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan ( thermal
fogging ) atau pengabutan ( cold fogging ). Untuk pemakaian
rumah tangga dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang
disemprotkan di dalam kamar / ruangan, misalnya golongan
organofosfat, karbamat atau pyrethoid.
b. Temephos ( abate ) untuk membunuh jentik ( larvasida ).
Cara penggunaan temephos ( Abate ) ialah dengan menaburkan
pasir Abate ( sand granules ) ke dalam sarang - sarang nyamuk
aedes, yaitu bejana tempat penampungan air bersih. Dosis yang
digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.
2. Tanpa Isektisida
Caranya adalah :
-

Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air


minimal 1 x seminggu ( perkembangan telur ke nyamuk lamanya 7
- 10 hari )

Menutup tempat penampungan air rapat-rapat

Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas,botol-botol


pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
( Soeparman, 1987 : 23 24 )

X.

KONSEP ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Kaji riwayat keperawatan :
a. Keluhan utama ,riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
2. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda - tanda perdarahan,
mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan
sendi, tanda-tanda renjatan (denyut nadi cepat dan lemah,
hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstremitas,
sianosis, gelisah dan penurunan kesadaran).
B. FOKUS INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi virus.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam suhu tubuh klien dalam batas normal


Kriteria Hasil : Suhu: 36-370C, sianosis (-), klien tampak lebih
tenang
INTERVENSI :
a.

Ukur TTV : suhu

b.

Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu

c.

Lakukan Tepit sponge ( seka ) dengan air biasa.

d.

Tingkatkan intake cairan.

e.

Berikan terapi untuk menurunkan suhu (kompres hangat).

f.

Kolaborasi dengan tenaga medis ttg terapi antipiretik

2. Diagnosa Keperawatan

: Kekurangan volume cairan berhubungan


dengan

peningkatan

permeabilitas

kapiler, perdarahan, muntah dan demam.


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam kebutuhan cairan klien terpenuhi dengan baik.


Kriteria Hasil : Anak menunjukkan tanda - tanda terpenuhinya
kebutuhan cairan, sianosis (-), klien tampak lebih
tenang, TTV normal (nadi:80-110x/menit, TD:
110-120/70-80 mmHg, RR: 20-30x/menit, suhu:
36-370C)
INTERVENSI :
a. Observasi TTV paling sedikit setiap 4 jam.
b. Monitor tanda - tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor
tidak elastis, ubun - ubun cekung, produksi urin menurun.
c. Observasi & catat intake dan output.
d. Berikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
e. Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, berat jenis urin,
serum albumin.
f. Pertahankan intake dan output yang adekuat.
g. Monitor dan catat berat badan.
h. Monitor pemberian cairan intravena setiap jam.
i. Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat ( Insensibel Water
Loss / IWL ).
3. Diagnosa Keperawatan

; Perubahan

perfusi

jaringan

perifer

berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam perfusi jaringan adekuat


Kriteria Hasil : Anak menunjukkan tanda - tanda perfusi jaringan
perifer yang adekuat, TTV normal (nadi:80110x/menit, TD: 110-120/70-80 mmHg, RR: 2030x/menit, suhu: 36-370C), CRT < 2detik

INTERVENSI :
a.

Observasi TTV ( kualitas dan frekuensi denyut nadi, tekanan


darah, capillary refill ).

b.

Observasi sirkulasi pada ekstremitas ( suhu, kelembapan dan


warna ).

c.

Lakukan penilaian kemungkinan terjadinya kematian jaringan


pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.

4. Diagnosa Keperawatan

: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, tidak nafsu makan.

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24

jam kebutuhan nutrisi adekuat


Kriteria Hasil : Anak menunjukkan tanda - tanda kebutuhan nutrisi
yang adekuat, BBI
INTERVENSI :
a.

Ijinkan anak untuk makan - makanan yang dapat ditoleransi


anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas pada saat selera
makan anak meningkat.

b.

Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk


meningkatkan kualitas intake nutrisi.

c.

Anjurkan kepada orangtua untuk memberikan makanan dengan


teknik porsi kecil tapi sering.

d.

Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan
dengan skala yang sama.

e.

Pertahankan kebersihan mulut pasien.

f.

Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk


penyembuhan penyakit.

5. Diagnosa Keperawatan

: Perubahan proses keluarga berhubungan


dengan kondisi anak.

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24

jam keluarga dapat melakukan koping adaptif


Kriteria Hasil : Keluarga menunjukkan koping yang adaptif,
manajemen waktu dan pembiayaan perawatan dengan baik.
INTERVENSI :
a.

Kaji perasaan dan persepsi orangtua atau anggota keluarga


terhadap situasi yang penuh sters.

b.

Ijinkan orangtua dan keluarga untuk memberikan respon secara


panjang

lebar,

dan

identifikasi

faktor

yang

paling

mencemaskan keluarga.
c.

Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar


keberhasilannya dalam mengatasi keadaan

d. Tanyakan pada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk


membuat anak / keluarga menjadi lebih baik / dan jika
memungkinkan memberikan apa yang diminta oleh keluarga.
e. Memenuhi kebutuhan dasar anak ; jika anak sangat tergantung
dalam melakukan aktivitas sehari - hari, ijinkan hal ini tidak
terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian,
bertahap meningkatkan kemandirian anak.
C. PERENCANAAN PEMULANGAN
a. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai
dengan tingkat perkembangan dan fisik anak.
b. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, waktu pemberian obat serta
efek samping obat.
c. Menjelaskan gejala - gejala kekambuhan penyakit dan hal yang
harus dilakukan untuk mengatasi gejala.
d. Tekanan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
( Suriadi : 59 62 )

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Jakarta:
Depkes RI.
Rampengan. 2008. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC
Sastroasmoro, Sudigdo. 1993. Kedaruratan pada Anak. Jakarta: Binapura Aksara.
Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan
Edisi 1. Jakarta : Salemba.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Jakarta : FKUI.
Suriadi. 2005. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться