ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH
BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN
Oleh : KHRISIA SAPTARINI F24051118
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009
RINGKASAN
Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi. Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6C). Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification). Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16C) maupun suhu pendinginan (6C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.
KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009
ABSTRACT
Nowadays people must be aware to their choose of food, due to many case affected by salmonella contamination. This research focusing on level of salmonella contamination in beef samples and its survival ability at frozen (-16C) and refrigeration (6C) temperature. Beef samples (ground and cut) was collected from 5 traditional market and 10 modern market in Bogor area. The contamination level was determined by aerobic plate count method and conventional isolation of Salmonella spp. The average of aerobic plate count from traditional market was 7.49 0.49 log CFU/g and from modern market was 6.09 0.85 log CFU/g. Meanwhile, the isolation level of Salmonella spp. with API 20E from total 30 samples reach 16.67%. One sample was indicated 99.9% (excellent identification) of Salmonella spp. while the other 4 samples was indicated 89.4% (excellent identification). Salmonella spp. in beef samples kept at -16C and 6C show that it was good to survive in both temperature, no matter first inoculum in 3 log CFU/g or 6 log CFU/g. Its survival ability can be seen from insignificant change of total Salmonella spp. counted (p>0,05).
Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi. Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6C). Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification). Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16C) maupun suhu pendinginan (6C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim- enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp. SKRIPSI
ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : KHRISIA SAPTARINI F24051118
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN
Oleh : KHRISIA SAPTARINI F24051118
Dilahirkan pada tanggal 4 September 1987 Di Bogor
Tanggal lulus: J uli 2009
Disetujui, Bogor, J uli 2009
Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Beny Hanapi dan Nuria Erawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Taman Rejeki, Ciriung, Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Cibinong, Bogor, hingga tahun 2002. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Bogor pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur USMI pada tahun 2005. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina Islami Fateta (FBI-F) sebagai staff Divisi Syiar, staf Badan Pengawas HIMITEPA, anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB pada tahun 2005, anggota Food Processing Club Himitepa bidang Es Krim pada tahun 2008 serta berbagai kepanitiaan, seperti Lepas Landas Sarjana tahun 2006 dan 2007, Masa Perkenalan Fakultas FATETA tahun 2007, Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR) tahun 2007. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum Mikrobiologi Pangan pada tahun 2008. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor Serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum. i KATA PENGANTAR
Puji-pujian serta syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi, yang berjudul ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan sejak Nopember 2008 sampai April 2009 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing yang tiada henti- hentinya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis. 2. Dra. Suliantari MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan. 3. Dr. Nugraha Edi Suyatma, STP., DEA atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan. 4. Mama dan papa yang sangat kucintai, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang, doa, nasihat, dan dukungan kepada penulis. 5. Adik-adikku (Erick Dwi Putra Hanapi dan Anisa Restu Hanifah) yang sangat kusayangi. 6. Cici Midah, Om Agung, serta kedua anaknya (Diana dan Hafiz) di Cilangkap. 7. Rachmad Danusubrata yang dengan kesabarannya mampu menjadi tempat berbagi dalam suka maupun duka. ii 8. Reni Setiawati, Resna Nur Apriani, Galih Eka Pratiwi dan Santy Ernawati terimakasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama di ITP. Aku menyayangi kalian dan semoga tetap menjadi sahabat selamanya. 9. Teman seperjuanganku: Marcel P. Segara dan Leonardus Adi Wijaya, terima kasih atas persahabatan dan dukungannya. 10. Kakak-kakak satu bimbingan ( KDilla, KNanang, KAris, Mbak Via, dan Mas Reza) atas saran dan bantuannya. Senang sekali bisa punya kakak-kakak seperti kalian. 11. Rekan-rekan Salmonellaers (Nina SR, Ikhwan, Olo, Tjan, dan Abigail) atas semangat, bantuan dan kerja sama selama penelitian. 12. Dosen-dosen IPB terutama dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya. 13. Teman-teman ITP 42: Fera, Hesti, Venty, Nina N., Atus, Peye, Tiu, Riska, Icha, Wiwi, Sisi, Indri, Marina, Septi, Rika, Upik, Acuy, Nanda, Midun, Aji, Harist, Umam, Muji, serta teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa kusebutkan satu persatu. 14. Teman-temanku di Wisma Khumaira (Fuzy, Jihan, Rela, Rizki, Dedeh, Mba Wid, dan Mba Dhenok). Terimakasih atas kebersamaannya. 15. Sella Andriyani Natalia dan keluarga, terimakasih atas kekeluargaan yang telah terjalin semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini. 16. Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Mba Ida, Pak Rojak, Pak Sidik, Pak Wahid, dan teknisi Lab. ITP lainnya. Terimakasih atas bantuannya. 17. Adik seperguruanku : Prima, Meta dan Oxi 18. Serta teman-temanku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2009
Penulis iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR............... i DAFTAR ISI...... iii DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR.. vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN.. 1 A. LATAR BELAKANG.. 1 B. TUJ UAN PENELITIAN.......... 3 C. MANFAAT PENELITIAN.. 3 II. TINJ AUAN PUSTAKA.. 4 A. SALMONELLA. 4 B. SALMONELLOSIS......................................................................................... 7 C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH. 8 D. DAGING DAN DAGING SAPI.. 10 E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI.. 13 F. PEMBEKUAN. 14 1. Suhu Pembekuan. 15 2. J enis Pembekuan.. 16 3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme... 16 G. PENDINGINAN... 18 III. METODOLOGI PENELITIAN........ 20 A. BAHAN DAN ALAT....... 20 B. METODE. 21 1. Penelitian Tahap I... 22 1.1. Pengambilan Sampel... 22 1.2. Analisis Total Mikroba....... 23 1.3. Analisis Salmonella..... 24 2. Penelitian Tahap II. 28 iv
2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp. 28 2.2. Penyegaran Kultur. 29 2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp. 29 2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan.. 29 2.5. Pengolahan Data. 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 31 A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella spp. Pada Daging Sapi)..................................................................................... 31 1. Pengambilan Sampel... 31 2. Analisis Total Mikroba... 32 3. Isolasi Salmonella Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging Sapi Giling.......................................................................................................... 35 B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan terhadap Salmonella spp. dan Total Mikroba pada Daging Sapi)................................ 47 1. Konfirmasi Kultur Salmonella.................................................................... 47 2. Pengaruh Proses Pembekuan dan Pendinginan Terhadap Salmonella spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Pada Daging Sapi......................... 47 2.1. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme Daging Sapi Giling................................................................................................... 48 2.2. Pengaruh Pembekuan Terhadap J umlah Sel Salmonella spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba................................................ 49 2.3. Pengaruh Pendinginan Terhadap J umlah Sel Salmonella spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba................................................ 54 V. KESIMPULAN DAN SARAN 60 A. KESIMPULAN................................................................................................ 60 B. SARAN............................................................................................................ 61 VI. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 62 LAMPIRAN...................................................................................................................... 67
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella...... 5 Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella... 6 Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu Pembekuan...................................................................................................... 9 Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada Chicken Chow Mein Pada Suhu -25,5 C...................................................................... 10 Tabel 5. Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008................................................ 12 Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi.................................................................. 12 Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Menurut SNI 01/6366/2000............................................................................. 13 Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat................... 17 Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging................................... 19 Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi........................................................................... 23 Tabel 11. Kondisi Penyimpanan Sampel Daging Sapi di Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan(supermarket).................................................................................... 31 Tabel 12. Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia Pada Media TSIA Dan LIA. 41 Tabel 13. Persentase Salmonella spp. yang Dapat Diisolasi pada Sampel..................... 46
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I 21 Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II.............................................. 22 Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar Tradisional...............................................................................................
33 Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar Modern (Supermarket)............................................................................
33 Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling Pasar Modern (Supermarket)............................................................................
34 Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB dan RV................................................... 37 Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada Media HEA........................................................................................................
38 Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA................ 38 Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA................... 39 Gambar 10. Reaksi Positif TSIA (kiri) dan LIA kanan) 40 Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap J umlah Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA
42 Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth................................. 44 Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella dengan API 20E Kit................................ 45 Gambar 14. Pengaruh pembekuan (-16C)terhadap jumlah mikroorganisme pada daging giling...........................................................................................
48 Gambar 15. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g) selama pembekuan daging giling (-16C).................
50 Gambar 16. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g selama pembekuan (-16C).................................................................................
51 Gambar 17. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g selama pembekuan (-16C).................................................................................
53 vii
Gambar 18. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g) selama pendinginan daging giling (6C)........................................................................................................
55 Gambar 19. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama pendinginan (6C)...................................................................................
57 Gambar 20. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama pendinginan (6C)...................................................................................
58
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Blangko analisa API 20E Test.. 67 Lampiran 2. Hasil analisis total mikroba pada 30 sampel daging sapi. 68 Lampiran 3. Hasil identifikasi sampel negatif Urea Broth.. 70 Lampiran 4. Hasil identifikasi isolat dengan perangkat API 20E. 71 Lampiran 5. Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E..........
73 Lampiran 6. Hasil analisis jumlah total mikroorganisme pada daging sapi giling selama14 hari pembekuan (-16C) beserta hasil uji ANOVA..
83 Lampiran 7. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA..
84 Lampiran 8. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA..
85 Lampiran 9. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA....
86 Lampiran 10. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA....
87 Lampiran 11. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA....
88 Lampiran 12. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA....
89 Lampiran 13. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA..
90 ix
Lampiran 14. Hasil analisis jumlah sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
91 Lampiran 15. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA.
92 Lampiran 16. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA.
93 Lampiran 17. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA.
94 Lampiran 18. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA.
95
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pangan hewani disebut aman jika memenuhi kriteria dari beberapa aspek seperti aspek fisika, kimia, radioaktivitas, maupun mikrobiologi. Dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang biasanya mengontaminasi daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 di Amerika Serikat dilaporkan 42 dari 563 (7,5%) sampel daging sapi giling mengandung Salmonella, sedangkan di Kanada pada tahun 1988 pernah dilaporkan sebanyak 15 dari 666 sampel karkas sapi positif mengandung Salmonella (Jay et al., 2005). Salmonella merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan penyakit keracunan makanan di negara berkembang. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Salmonellosis dibagi menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem (Del Portillo, 2000). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengestimasi setiap tahunnya di Amerika Serikat jumlah kasus penyakit salmonellosis non tifoid dari bahan pangan (foodborne disease) mencapai 1,4 juta kasus, 15.608 harus dirawat dan 553 meninggal (30,6% dari seluruh kasus kematian yang disebabkan oleh patogen asal pangan). Di Amerika Serikat jumlah kasus salmonellosis yang tidak dilaporkan diestimasi 38 kali dari jumlah kasus yang dilaporkan (Mead et al., 1999). 2
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Soeparno (1998) daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH sekitar 5,3-6,5). Salah satu upaya penanganan untuk mempertahankan daya awet daging dilakukan dengan penyimpanan beku dan pendinginan. Secara mikrobiologis, penggunaan suhu rendah seperti pembekuan dan pendinginan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel mikroba pada makanan tersebut. Pada kenyataannya, bakteri patogen seperti Salmonella memiliki ketahanan terhadap suhu penyimpanan beku dan pendinginan, meskipun secara berangsur-angsur jumlahnya semakin berkurang dengan semakin lamanya waktu pembekuan. Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Di Indonesia, penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella pada daging sapi masih jarang dilakukan. Mengingat besarnya resiko yang disebabkan oleh infeksi Salmonella maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri tersebut pada daging sapi. Selain itu diperlukan penelitian untuk mengetahui ketahanan bakteri tersebut (terutama Salmonella spp.) terhadap proses pendinginan dan pembekuan yang biasanya diterapkan pada penyimpanan daging. Informasi tentang besarnya tingkat cemaran Salmonella pada produk daging sapi yang dijual baik pada pasar tradisional maupun pasar swalayan (supermarket) akan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat Indonesia dalam membeli dan mengonsumsi daging sapi. 3
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Selain itu, penelitian juga bertujuan untuk mengetahui ketahanan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan.
C. MANFAAT PENELITIAN
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Dengan demikian diharapkan dilakukan tindakan pencegahan kontaminasi bakteri patogen terutama Salmonella spp. pada daging sapi agar terjamin keamanannya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. SALMONELLA
Salmonella merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Habitat utama Salmonella adalah saluran usus hewan (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia. Salmonella juga terdapat di bagian tubuh yang lain serta di udara terutama udara yang tercemar. Dalam studi di rumah pemotongan babi, Kampelmacher menemukan Salmonella di limpa, hati, empedu, sendi, dan feses (Jay et al., 2005). Salmonella pada makanan ditemukan pada kacang-kacangan, salad dressing, mayonnaise, susu, dan makanan lainnya (Jay et al., 2005). Selain itu, Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa makanan yang sering terkontaminasi Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju. Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae (Jay et al., 2005). Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0,7 1,5 x 2,0 5,0 m (Bell dan Kyriakides, 2003). Beberapa strain Salmonella bersifat dapat memfermentasi laktosa diantaranya yaitu Salmonella Heidelberg, Salmonella Anatum, Salmonella Sendai, Salmonella Typhimurium dan Salmonella Newwington. Karakteristik biokimia dari Salmonella dapat dilihat pada Tabel 1. Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini tidak dapat berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang terdapat di dalam makanan. Oleh karena itu, pertumbuhannya sangat terhambat dengan adanya bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus Escherichiae dan bakteri asam laktat (Supardi dan Sukamto, 1999).
5
Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella* Karakteristik Reaksi Katalase + Oksidase - Produksi gas dari glukosa a + Indol - Produksi urease - Produksi H 2 S dari TSIA (Triple Sugar Iron Agar) a + Sitrat sebagai sumber karbon b + Metil Merah + Voges-Proskauer - Lisin dekarboksilase + Ornitin dekarboksilase + + = reaksi positif; - = reaksi negatif a = pengecualian bagi S. Paratyphi A b = pengecualian bagi S. Typhi *Sumber : Bell dan Kyriakides (2002) di dalam Bell dan Kyriakides (2003)
Salmonella biasanya bersifat motil dan mempunyai flagella peritrikus, kecuali S. Gallinarum dan S. Pullorum, karena tidak mempunyai flagella. Selain karena tidak memiliki flagella, jenis Salmonella yang bersifat tidak motil disebabkan karena kesalahan pemasangan subunit flagella atau kekurangan fungsi motorik pada anggota selnya (DAoust, 2000). Umumnya Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan monosakarida lainnya dengan menghasilkan gas (Jay et al., 2005). Menurut Hanes (2003), Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon di saat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella Typhi memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya. Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella umumnya dapat tumbuh pada media yang memiliki a w di atas 0,94 dan pH 4,1-9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada serotipe, suhu inkubasi, komposisi media, a w , dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,1, Salmonella akan mati secara perlahan. Selain itu Salmonella dapat tumbuh pada suhu 5-47C, dengan suhu optimum 35-37C. Berbeda dengan Staphylococcus, Salmonella tidak tahan terhadap kadar garam tinggi. 6
Salmonella akan mati jika berada pada media dengan kadar garam di atas 9 % (Jay et al., 2005). Menurut (Jay et al., 2005), Salmonella tidak dapat dibedakan dengan E. coli jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada media yang mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum pada media pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak oleh mata dalam jangka waktu 24 jam pada suhu 37C. Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Namun Salmonella relatif dapat bertahan hidup pada suhu rendah. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al., 2005) melaporkan bahwa suhu terendah yang masih memungkinkan pertumbuhan adalah 5,3C untuk Salmonella Heidelberg dan 6,2C untuk Salmonella Typhimurium. Salmonella diklasifikasikan berdasarkan serologi dari H (flagella) dan antigen O (lipopolisakarida membran dinding sel). Pada tahun 1941 terdapat 100 serotipe Salmonella, kemudian pada tahun 1964 terdapat 9900 serotipe dan sekarang terdapat sekitar 2400 serotipe Salmonella. Tabel 2 menunjukkan distribusi serovar dalam genus Salmonella.
Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella* Spesies Sub spesies Jumlah serovar Salmonella enterica
20 Total 2.422 *Sumber : DAoust, J.Y. (2000) di dalam Lund et al. (2000)
Beberapa serovar dari S. enterica merupakan patogen dengan inang yang terbatas seperti S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C, dan S. Sendai hanya menyebabkan penyakit pada manusia. S. Pullorum/Gallinarum pada babi, S. Abortusuis pada domba, dan S. 7
Abortusequis pada kuda. Serovar S. Dublin dan S. Cholerasuis dapat menginfeksi manusia namun sangat jarang. Serovar S. Typhimurium dan S. Enteritidis merupakan penyebab utama gastroenteritis dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia, sapi, unggas, domba, babi, kuda, dan tikus. Untuk memudahkan mengidentifikasi antara serovar dan spesies, Le Minor dan Popoff (1987) mengusulkan bahwa nama serovar ditulis dalam huruf Roman (tidak miring / italic) dan dimulai dengan huruf kapital. Misalnya Salmonella enteric subsp. enterica serovar (atau ser.) Montevideo dan Salmonella choleraesuis subsp. choleraesuis serovar (atau ser.) Montevideo (DAoust, 2000).
B. SALMONELLOSIS
Infeksi Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan salmonellosis. Infeksi biasanya disebabkan karena mengonsumsi pangan mentah atau kurang matang yang telah terkontaminasi atau air yang mengandung materi fekal. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan tersebut, dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999). Menurut del Portillo (2000) penyakit yang diakibatkan oleh Salmonella dibagi menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem. Pang et al. (1995) di dalam del Portillo (2000) menyebutkan bahwa peristiwa typoid salmonellosis (demam enterik) relatif stabil dengan jumlah terendah terjadi di daerah negara maju, tetapi peristiwa non-typhoid salmonellosis (gastroenteritis) relatif meningkat di seluruh negara. Kasus gastroenteritis (diare) akut terhitung sebanyak 1,3 milyar kasus dengan tiga 8
juta jiwa meninggal, sedangkan kasus demam enterik terhitung sebanyak 16 juta kasus dengan kematian sebanyak 600 ribu kasus. Gejala yang ditimbulkan pada gastroenteritis adalah diare, sakit perut, demam, dan muntah dengan periode inkubasi 12-36 jam dan lama sakit 2-7 hari. Gejala yang ditimbulkan oleh demam enterik adalah sakit kepala, batuk, sakit perut, konstipasi, dan demam yang meningkat. Periode inkubasi bervariasi dari 7-28 hari dan sakit selama 1-8 minggu (Bell dan Kyriakides, 2003). Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel Salmonella, diduga merupakan penyebab timbulnya gejala demam tifus dan salmonellosis lainnya. Beberapa strain Salmonella juga dapat menimbulkan gejala yang menyerupai gejala intoksikasi yang ditimbulkan oleh enterotoksin (Supardi dan Sukamto, 1999). Gejala infeksi Salmonella dimulai dari masuknya sejumlah sel Salmonella ke dalam saluran pencernaan lalu masuk ke dalam saluran usus. Bakteri ini kemudian dapat berkembangbiak dengan baik. Bakteri ini dapat melakukan penetrasi pada saluran usus, terutama pada ileum dan sedikit pada usus besar sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel Salmonella kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mukosal dan limfatik dan dapat mencapai saluran darah sehingga menyebabkan bakterimia atau abses (Supardi dan Sukamto, 1999).
C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH
Bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk bertahan selama proses pendinginan. Bakteri cocci umumnya lebih tahan dibandingkan dengan bakteri Gram negatif berbentuk batang (Georgala dan Hurst, 1963). Meski bakteri Gram negatif seperti Salmonella tidak terlalu tahan terhadap suhu dingin jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif, akan tetapi bakteri Gram negatif dapat bertahan pada makanan beku tergantung pada efek perlindungan dari makanan (Lund, 2000). Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas 9
air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun. Tabel 3 menunjukkan ketahanan berbagai serovar Salmonella pada suhu rendah.
Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu Pembekuan* Kondisi Serotipe Pangan Suhu (C) Waktu bertahan Enteritidis Poultry -18 4 bulan Cholerae-suis Minced beef -18 4 bulan Typhimurium Chow mein -25 9 bulan Suhu Pembekuan Enteritidis Typhimurium Ice cream -23 7 tahun *Sumber : DAoust (1989) di dalam Blackburn dan McClure (2003)
Gunderson dan Rose (1948) melakukan penelitian untuk melihat kemampuan bertahan enam serovar Salmonella pada produk chicken chow mein yang disimpan selama 270 hari pada suhu -25,5C. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua pola pertumbuhan yang terjadi pada keenam serovar Salmonella tersebut. Pola pertama terjadi pada Salmonella Typhimurium, Salmonella Gallinarum, dan Salmonella Paratyphi B dimana Salmonella mengalami peningkatan yang besar sampai masa penyimpanan dua hari kemudian mengalami penurunan sampai penyimpanan 270 hari. Pola kedua terjadi pada Salmonella Newington, Salmonella Typhi, dan Salmonella Anatum dimana Salmonella mengalami penurunan terus menerus selama masa penyimpanan (Tabel 4). Menurut DAoust (2000), ketahanan Salmonella selama penyimpanan beku tergantung jenis Salmonella dan jenis produk pangannya. Jumlah sel akan berkurang secara berangsur-angsur selama penyimpanan beku suhu - 20C. Ketahanan Salmonella saat pembekuan juga tergantung kondisi fisiologi sel sebelum dibekukan. Adaptasi S. Enteritidis selama 30 menit pada suhu rendah (5C sampai 10C) sebelum pembekuan cepat (-78C) akan 10
mempertinggi jumlah sel yang bertahan. Kemampuan Salmonella untuk beradaptasi pada suhu rendah diinduksi oleh adanya sintesis gen csp-A yang disandi oleh cold shock protein. Gen ini belum diketahui pasti fungsi spesifiknya pada perlindungan Salmonella terhadap suhu pembekuan.
Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada Chicken Chow Mein pada Suhu -25,5C* Jumlah bakteri (10 5 /g) setelah penyimpanan selama waktu tertentu (hari) Organisme 0 2 5 9 14 28 50 92 270 Salmonella Newington 75,5 56,0 27,0 21,7 11,1 11,1 3,2 5,0 2,2 Salmonella Typhimurium 167,0 245,0 134,0 118,0 11,0 95,5 31,0 90,0 34,0 Salmonella Typhi 128,5 45,5 21,8 17,3 10,6 4,5 2,6 2,3 0,86 Salmonella Gallinarum 38,5 87,0 45,0 36,5 29,0 17,9 14,9 8,3 4,8 Salmonella Anatum 100,0 79,0 55,0 52,5 33,5 29,4 22,6 16,2 4,2 Salmonella Paratyphi B 23,0 205,0 118,0 93,0 92,0 42,8 24,3 38,8 19,0 *Sumber : Gunderson dan Rose (1948) di dalam Jay et al. (2005)
D. DAGING DAN DAGING SAPI
Menurut Lawrie (1991), daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan. Daging mempunyai penampakan yang menarik selera dan merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Menurut Standar Perdagangan (1982) daging merupakan otot yang melekat pada kerangka kecuali otot dari bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. 11
Daging dibedakan dari karkas berdasarkan kandungan tulangnya. Karkas masih belum dipisahkan tulangnya, sedangkan daging tidak mengandung tulang. Karkas didefinisikan sebagai bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh atau dibelah sepanjang tulang belakang dimana kaki, kepala, kulit, dan organ bagian dalam (jeroan) serta kadang-kadang ekor dipisahkan. Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot spesial. Jaringan lemak yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular. Jaringan ikat pada daging memiliki fungsi sebagai pengikat bagian-bagian daging serta mempertautkannya ke tulang. Jaringan ikat yang penting yaitu serabut kolagen, serabut elastin, dan serabut retikulin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging sapi adalah daging yang berasal dari sapi yang sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, tidak termasuk bibir, moncong, telinga dengan atau tanpa lemak yang menyertainya serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan pembuluh darah (Meyer, 1973). Daging sapi untuk konsumsi pada umumnya dihasilkan dari jenis sapi pedaging. Tabel 5 menunjukkan produksi daging Indonesia selama periode 2004-2008. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam, dan abu. Lebih kurang 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein. Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan, metode pengepakan, dan kandungan lemaknya. Komposisi kimia daging sapi dapat dilihat pada Tabel 6.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), dan stres (Soeparno, 1998).
Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi* Komposisi Kadar per 100 g Kalori (kal) 207 Protein (g) 18,8 Lemak (g) 14,0 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 11 Fosfor (mg) 170 Besi (mg) 2,8 Nilai Vit A (SI) 30,0 Vit. B1(mg) 0,08 Vit C (mg) 0 Air (g) 66.0 *Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)
13
E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI
Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay et al., 2005). Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan, dan penyimpanan. Mikroba yang paling banyak mengkontaminasi daging adalah bakteri, seperti Enterococcus, Acinetobacter, Aeromonas, Micrococcus, Moraxella, Leuconostoc, Lactobacillus, Bacillus, Flavobacterium, Clostridium, Escherichia, Campylobacter, dan Salmonella (Frazier dan Westhoff, 1988). Permukaan daging yang baru disembelih biasanya mengandung kira-kira 10 2
sampai 10 4 bakteri per inci 2 , dan terutama terdiri dari bakteri mesofilik yang berasal dari saluran pencernaan dan permukaan luar hewan tersebut. Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi menurut SNI 01/6366/2000 ditunjukkan Tabel 7.
Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Menurut SNI 01/6366/2000*
*Sumber : BSN (2000). 14
Kemampuan pertumbuhan mikroorganisme pada daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (a w ) yang terdapat dalam daging, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi suhu ruang penyimpanan, kelembaban relatif, dan kondisi oksigen atmosfer (Jay et al., 2005). Kerusakan daging segar biasanya disebabkan oleh bakteri perusak dan pembusuk seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, Moraxella, dan Aeromonas, kapang seperti Thamnidium, Mucor, Rhizopus, Cladosporium, Penicillium, Sporotrichum, dan Chrysosporium, serta khamir seperti Candida dan Rhodoturula (Jay et al., 2005). Menurut Soeparno (1998) daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH sekitar 5,3-6,5).
F. PEMBEKUAN
Pembekuan dalam teknologi makanan adalah serangkaian proses penggunaan suhu rendah di bawah titik beku untuk mengolah atau mengawetkan bahan makanan. Secara mikrobiologis, pembekuan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali. Seperti diketahui aktivitas metabolisme organisme merupakan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim dan kecepatan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu meningkat, kecepatan reaksi akan meningkat dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi menurun pula. Pada sistem biologi, peningkatan suhu sebesar 10C pada tingkat yang tepat akan meningkatkan kecepatan reaksi sebesar dua kali. 15
Demikian pula sebaliknya, setiap penurunan suhu sebesar 10C mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi sebesar dua kali. Penurunan suhu sampai taraf tertentu dapat menyebabkan terhentinya metabolisme mikroorganisme, yang selanjutnya berakibat kerusakan atau kematian sel (Fennema et al., 1976). Menurut Johnston et al. (1994) proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung lebih cepat, sedangkan pada bagian dalam, laju pembekuan lebih lambat. Proses ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu: a. Tahap pertama, suhu bahan menurun dengan cepat hingga tercapai titik beku. Tahap ini dikenal sebagai supercooling period. b. Tahap kedua, suhu bahan turun secara perlahan yang disebabkan oleh dua hal: 1) penarikan panas dari bahan mengakibatkan pembekuan air di dalam bahan; dan 2) terbentukknya es pada bagian luar/permukaan bahan merupakan penghambat bagi proses pembekuan dari bagian- bagian di dalamnya. c. Tahap ketiga, suhu bahan diturunkan sampai di bawah titk beku, yang idealnya adalah mendekati suhu penyimpanan beku.
1. Suhu Pembekuan Telah diketahui bahwa tidak semua jenis makanan mempunyai titik beku yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada sifat alami bahan makanan tersebut dan konsentrasi relatif dari zat terlarut di dalamnya. Dengan demikian penerapan suhu pembekuan jelas tidak akan selalu sama pada setiap bahan makanan (Hallowell, 1980). Pada kenyataannya, walaupun titik beku bahan pangan telah diketahui namun suhu pembekuan dapat diturunkan lebih rendah daripada titik bekunya. Hal ini dimungkinkan karena walaupun telah mencapai suhu beku, sebagian besar air bebas pada bahan makanan tersebut belum membeku. Semakin besar jumlah air bebas pada makanan yang membeku, semakin baik pertumbuhan mikroorganisme pada makanan tersebut (Desrosier dan Tressler, 1977). 16
Berdasarkan tingkat suhu yang diterapkan, pembekuan dapat dibedakan atas tiga tingkat yaitu suhu pembekuan tinggi dengan kisaran suhu dari 0 sampai -10C, suhu pembekuan sedang dengan kisaran suhu dari -10 sampai -20C, dan suhu pembekuan rendah yaitu pembekuan dengan suhu lebih rendah dari -20C. Pertimbangan penggunaan suhu pembekuan tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat kualitas mikrobiologis bahan makanan, tetapi lebih dari itu yaitu kualitas keseluruhan yang mencakup antara lain tekstur, citarasa, warna, bau, dan kandungan nutrien.
2. Jenis Pembekuan Terdapat dua metode dasar dalam pembekuan produk pangan, yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan cepat adalah proses pembekuan yang dimana suhu produk pangan diturunkan di bawah titik beku dalam waktu 30 menit, sedangkan pembekuan lambat adalah proses penurunan suhu sampai di bawah titik beku dalam waktu yang relatif lama biasanya 3 sampai 72 jam (Jay et al., 2005). Pembekuan cepat lebih baik daripada pembekuan lambat terutama terhadap kualitas produk yang dihasilkan karena kristal es yang terbentuk kecil dan terletak di dalam dan di luar sel, sedangkan pada pembekuan lambat kristal es yang terbentuk besar dan terletak di luar sel. Kristal es yang besar dan terletak di luar sel dapat merusakkan dinding sel dan struktur lainnya sehingga dapat merubah tekstur dan citarasa. Perbandingan dua metode pembekuan tersebut ditunjukkan pada Tabel 8.
3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme Pembekuan merupakan metode yang efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Selama pembekuan, mikroorganisme terkonsentrasi di dalam bagian cairan yang tak terbekukan. Seiring dengan penurunan suhu, air yang membeku akan semakin banyak sehingga terjadi peningkatan konsentrasi padatan terlarut di dalam cairan tak terbekukan tersebut. Akibatnya, air di dalam sel mikroba akan berdifusi keluar (Lund, 2000). 17
Menurut Lowry dan Gill (1985), faktor-faktor yang diduga menyebabkan kerusakan mikroorganisme selama pembekuan antara lain: (1) suhu yang sangat rendah; (2) pembentukan es ekstraseluler dan intraseluler; (3) konsentrasi padatan terlarut ekstraseluler dan intraseluler. Selanjutnya pengaruh faktor-faktor ini ditentukan oleh laju pembekuan dan pelelehan.
Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat* No Pembekuan cepat Pembekuan lambat 1. Kristal es yang terbentuk kecil Kristal es yang terbentuk besar 2. Menghalangi atau menekan metabolisme Merusak hubungan metabolisme 3. Sel terpapar pada pengaruh osmosis dalam waktu yang singkat Sel terpapar pada pengaruh osmosis dalam waktu yang lama 4. Tidak ada adaptasi terhadap suhu dingin Adaptasi terhadap suhu dingin secara berangsur-angsur 5. Sel mengalami thermal shock Tidak ada pengaruh thermal shock *Sumber: Jay et al. (2005)
Laju pembekuan yang sangat lambat dapat meningkatkan konsentrasi padatan terlarut intraseluler. Peningkatan konsentrasi padatan terlarut menyebabkan air intraseluler berdifusi dari sel. Apabila air tidak dapat berdifusi keluar sel, maka air tersebut akan mengalami supercooling dan akhirnya membeku. Selain itu, perubahan sebagian besar air dalam produk pangan menjadi es menyebabkan persediaan air menjadi sangat terbatas sehingga terjadi penurunan a w dan akhirnya mikroorganisme akan kesulitan untuk menyerap makanan (Lund, 2000). Berdasarkan responnya terhadap pembekuan, mikroba dapat dibedakan atas empat macam, yaitu: (1) mikroba yang tetap hidup pada semua kondisi pembekuan dan pelelehan, (2) mikroba yang resisten terhadap pengaruh pembekuan awal tetapi peka terhadap penyimpanan beku, (3) mikroba yang peka terhadap pengaruh pembekuan awal dan penyimpanan beku yang dilakukan pada kondisi yang sama, dan (4) mikroba yang peka terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku pada semua kondisi. 18
Bakteri Gram negatif seperti E.coli, Salmonella dan Vibrio bersifat lebih peka terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku. Lund (2000) menyatakan bahwa ketahanan mikroorganisme selama pembekuan dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan komposisi medium pembekuan. Selain itu dipengaruhi pula oleh status nutrisi, fase pertumbuhan mikroba sebelum dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu pembekuan, lama pembekuan, kecepatan thawing, metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sel yang hidup, dan media yang digunakan. Kecepatan pembekuan sangat berpengaruh terhadap sel yang dibekukan. Apabila pembekuan cukup lambat, sel akan kehilangan air dengan cepat dan banyak karena peristiwa ekso osmosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka isi sel akan menjadi pekat dan akhirnya kering. Pada pembekuan cepat, kristal es yang terbentuk relatif seragam dan berukuran kecil dan terjadi baik di luar sel maupun di dalam sel sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya ekso-osmosis. Mekanisme dekstrusi sel mikroba oleh proses pembekuan cepat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terbentuknya kristal es dari air bebas, meningkatnya viskositas di dalam sel, berkurangnya oksigen dan karbondioksida, perubahan pH, perubahan konsentrasi elektrolit sel, denaturasi protein sel, rangsangan akibat kejutan dingin, dan kerusakan metabolisme (Jay et al., 2005).
G. PENDINGINAN
Pendinginan merupakan metode pengawetan pangan (food preservation) yang paling banyak digunakan. Pendinginan dilakukan dengan tujuan untuk menghambat terjadinya proses kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu pada bahan pangan. Pendinginan akan dapat mempertahankan kesegaran serta dapat memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan (Desrosier dan Desrosier, 1977). Faktor yang perlu diperhatikan dalam pendinginan daging adalah :
19
1. Suhu Suhu pendinginan untuk daging segar biasanya berkisar antara -2 - 5 C. Semakin rendah suhu, maka pendinginan tersebut semakin baik. 2. Kelembaban relatif (RH) Kelembaban relatif yang terlalu rendah akan mengakibatkan daging kehilangan air, sebaliknya bila kandungan air terlalu banyak maka dapat memacu tumbuhnya mikroba. Hubungan antara suhu dan RH disajikan pada Tabel 9. Apabila suhu bertambah tinggi, sebaiknya RH harus lebih rendah untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging Suhu (C) RH (%) 0 92 2 88 4 75
3. Ventilasi Ventilasi atau kontrol pergerakan udara dalam ruang pendingin diperlukan untuk mengatur kelembaban relatif rata-rata. 4. Cahaya ultraviolet Penggunaan lampu ultraviolet dalam ruang pendingin memungkinkan dikombinasikan dengan suhu dan kelembababan relatif lebih tinggi. Cahaya ultraviolet diketahui memiliki sifat germisidal.
Pendinginan dapat menghambat kerusakan bahan pangan, salah satunya dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Ketika suhu diturunkan di bawah suhu optimum pertumbuhan suatu mikroorganisme, maka fase lag dan waktu generasi mikroba menjadi meningkat dan kecepatan pertumbuhan mikroba menurun. Saat suhu mendekati suhu minimum pertumbuhan mikroba, maka pertumbuhan mikroba akan terhenti (Herbert dan Sutherland, 2000).
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel daging sapi yang diperoleh dari berbagai pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Sampel terdiri dari 20 daging sapi potong dan 10 daging sapi giling.
2. Media Media-media yang digunakan untuk analisis Salmonella adalah Lactose Broth (LB) sebagai media pra pengkayaan, Tetrathionate Broth (TTB) dan Rappaport Vassiliadis (RV) Broth sebagai media pengkayaan selektif, Hectoen Enteric Agar (HEA), Xylose Lysine Desoxychholate Agar (XLDA) dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) sebagai media agar selektif, Triple Sugar Iron (TSI) dan Lysine Iron Agar (LIA) sebagai media konfirmasi biokimia, Nutrien Agar (NA), dan Urea Broth.
3. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Salmonella spp. ATCC 14028.
4. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu KH 2 PO 4 (buffer fosfat) sebagai larutan pengencer, NaOH, paraffin cair (mineral oil) steril, larutan I 2 - KI sebagai bahan tambahan media TTB, alkohol 70 % sebagai desinfektan, akuades untuk melarutkan berbagai macam media, spiritus, minyak imersi untuk melihat bakteri pada mikroskop dengan perbesaran 1000 kali, bahan- bahan untuk pewarnaan Gram seperti pewarna kristal violet, larutan lugol, safranin, dan alkohol 95% serta pereaksi API 20E (Bio-Merieux). 21
5. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, oven, inkubator 35 C dan 42 C, refrigerator dan freezer, cool box, stomacher, vorteks, mikropipet dan tipnya, neraca analitik, tabung reaksi dan raknya, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, pipet Mohr, gelas piala, batang pengaduk, bunsen, ose mata bulat dan lurus, bulb, plastik HDPE steril, pisau, tutup kapas, botol semprot, dan aluminium foil.
B. METODE PENELITIAN
Secara garis besar penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap I berupa proses pengambilan sampel, analisis total mikroba, dan analisis Salmonella dari potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket di daerah Bogor. Penelitian tahap I mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001 untuk analisis total mikroba dan Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2007 untuk anlisis Salmonella. Penelitian tahap II berupa evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonella Typhimurium pada daging sapi terhadap proses pendinginan dan pembekuan. Diagram alir metode penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I Pengambilan sampel Persiapan sampel Analisis Total Mikroba Analisis Salmonella Identifikasi dengan API 20E 22
Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II
1. Penelitian Tahap I
1.1. Pengambilan Sampel Sampel yang diteliti akan keberadaan Salmonella dalam penelitian ini berupa daging sapi potong dan daging sapi giling. Sampel daging sapi diambil secara acak dengan metode purposive sampling technique dari wilayah Bogor. Purposive sampling merupakan salah satu non probability sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Teknik purposive sampling ini dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Sampel diambil dari 5 pasar tradisional dan 10 pasar swalayan (supermarket). Pada pasar tradisional, sampel yang diambil berupa daging sapi potong, sedangkan pada pasar swalayan diambil sampel daging sapi potong dan daging giling. Pada pasar tradisional sampel diambil dari dua orang pedagang, sehingga dari pasar tradisional diperoleh sampel sebanyak 10 sampel. Sedangkan pada pasar swalayan hanya bisa diperoleh satu sampel, Dikontaminasi dengan kultur murni Salmonella spp. sebanyak 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g koloni/g Didiamkan selama 30 menit kemudian disimpan pada suhu freezer dan suhu refrigerator Dianalisis jumlah total Salmonella, total bakteri, dan total mikroba pada H0, H3, H7, H10, dan H14 setelah dibekukan serta H0, H3, dan H7 setelah didinginkan Daging sapi 23
sehingga dari pasar swalayan (supermarket) diperoleh 20 sampel termasuk diantaranya 10 sampel daging sapi giling. Total sampel daging sapi yang dianalisis adalah 30 sampel. Adapun koleksi sampel daging sapi yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi Sumber Jenis daging Jumlah sampel Pasar Tradisional Daging potong 10 Supermarket Daging Potong 10 Supermarket Daging giling 10 Total Sampel 30
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram potongan daging sapi untuk sampel dari pasar tradisional, satu paket potongan daging sapi yang telah dikemas dan 250 gram daging sapi giling untuk sampel dari pasar swalayan (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba oleh lingkungan. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool box berisi es batu menuju laboratorium untuk dianalisis. Penggunaan plastik steril dan cool box berisi es batu bertujuan untuk mempertahankan jumlah mikroba awal, termasuk Salmonella yang mungkin ada di dalam sampel daging sapi. Cool box berisi es batu juga bertujuan untuk memperlambat laju proses pembusukan daging sapi akibat adanya mikroba pembusuk.
1.2. Analisis Total Mikroba Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001, dimana 1 ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak 12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan 24
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35C selama 482 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM). Perhitungan total mikroba dilakukan dengan berbagai ketentuan BAM (2001), antara lain: a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan. b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:
Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n 1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n 2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua D = pengenceran pertama yang dihitung
1.3. Analisa Salmonella (BAM, 2007)
1.3.1. Pre enrichment (Pra Pengkayaan) Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam kantung plastik steril. Ke dalam plastik tersebut dimasukkan 225 ml Lactose Broth steril dan dihancurkan dengan menggunakan stomacher selama 120 detik. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam erlenmeyer steril dan dibiarkan selama 60 5 menit pada suhu ruang dalam keadaan tertutup kemudian diinkubasi selama 24 2 jam pada suhu 35 2C.
25
1.3.2. Selective Enrichment (Pengkayaan Selektif) Sebanyak 1 ml sampel dari Lactose Broth yang telah diinkubasi diinokulasikan ke dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB) dan divorteks, kemudian diinkubasi pada suhu 35 2C selama 24 2 jam. Sebanyak 0.1 ml dari sampel yang sama diinokulasikan ke dalam 10 ml Rappaport Vassiliadis (RV) Broth dan divorteks, kemudian diinkubasi pada suhu 42 2C selama 24 2 jam.
1.3.3. Isolasi Salmonella dengan agar selektif Sampel yang telah diinkubasi pada masing-masing media pengkayaan selektif diambil satu ose dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA). Sebelum digores, media pengkayaan selektif divorteks terlebih dahulu. Ketiga agar selektif tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 35 2C selama 24 2 jam. Setelah inkubasi, dilihat apakah ada koloni tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada masing-masing agar sebagai berikut: a. Pada media HEA, koloni berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang semuanya berwarna hitam b. Pada media XLDA, koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang semuanya berwarna hitam c. Pada media BSA, koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, yang disebut halo effect.
26
Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh maka analisa dilanjutkan dengan uji biokimia awal dengan menggunakan Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA). Jika koloni tipikal Salmonella tidak ada, dicari koloni Salmonella yang tidak tipikal sebagai berikut: a. Pada media HEA dan XLDA, beberapa kultur Salmonella yang tidak tipikal memproduksi koloni kuning dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya. Jika koloni yang tipikal tidak muncul setelah inkubasi 24 2 jam, diambil 2 atau lebih koloni yang tidak tipikal tersebut. b. Pada media BSA, beberapa galur yang tidak tipikal memproduksi koloni hijau dengan sedikit atau tanpa dikelilingi warna gelap pada media. Jika tidak terdapat koloni yang tipikal maka tidak diambil koloninya, tetapi diinkubasi lagi selama 24 2 jam. Jika koloni yang tipikal belum muncul juga maka koloni yang tidak tipikal diambil setelah diinkubasi 48 2 jam.
1.3.4. Uji Biokimia Awal Koloni tipikal atau non tipikal yang tumbuh pada media Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA), diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada agar miring TSI dengan menggores dan menusukkannya. Tanpa pembakaran lagi, jarum ose tersebut diinokulasikan pada LIA miring dengan cara ditusuk dua kali dan digoreskan. Karena reaksi lysine decarboxylation harus benar-benar anaerob, maka tusukan pada media LIA harus mempunyai kedalaman sedikitnya 4 cm. Inkubasi media TSIA dan LIA miring dilakukan pada suhu 35 2C selama 24 2 jam. Tabung ditutup secara longgar untuk memelihara kondisi aerobik pada waktu inkubasi dan mencegah produksi H 2 S berlebih. Reaksi spesifik Salmonella pada agar miring TSIA adalah bagian permukaan berwarna merah (reaksi basa), bagian dasar agar atau agar tusuk berwarna kuning (reaksi asam), dan memproduksi H 2 S (kehitaman 27
pada agar kadang hingga menutupi warna dasar agar) dengan atau tanpa memproduksi gas. Reaksi spesifik Salmonella pada LIA miring adalah bagian permukaan dan dasar agar (agar tusuk) berwarna ungu (reaksi basa). Sebagian besar kultur Salmonella memproduksi H 2 S pada LIA miring sedangkan beberapa yang bukan kultur Salmonella menghasilkan reaksi warna merah bata pada media tersebut.
1.3.5. Uji Biokimia Lanjutan Koloni spesifik Salmonella pada TSI agar miring diambil satu ose untuk digoreskan pada Nutrien Agar (NA) miring, lalu diambil kembali satu ose untuk diinokulasikan ke dalam Urea Broth 2 ml. Inokulasi pada NA digunakan untuk analisa API Test. Keduanya kemudian diinkubasi pada suhu 35 2C selama 24 2 jam. Setelah diinkubasi, dilihat reaksi pada tabung Urea Broth. Salmonella tidak merubah warna Urea Broth (reaksi negatif, warna tetap orange), sehingga apabila Urea Broth berubah menjadi warna merah muda maka koloni tersebut bukan Salmonella. Koloni yang diduga Salmonella analisanya dilanjutkan dengan API Test 20E dengan menggunakan inokulan yang tumbuh pada NA miring.
1.3.6. Uji Konfirmasi dengan Perangkat API 20E Koloni tipikal pada media NA miring yang berasal dari TSIA dan LIA digores kuadran pada media NA cawan dan diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Koloni yang terpisah diambil (3 koloni) dan dilarutkan ke dalam 5 ml garam fisiologis kemudian divorteks. Suspensi kultur tersebut dipipet dan diisikan ke dalam mikrotube (tabung-tabung mikro) strip API 20E dengan jumlah pengisian sesuai dengan kode tulisan mikrotube. Mikrotube dengan kode CIT, VP, dan GEL yang ditandai dengan kotak di sekelilingnya diisi dengan suspensi sampai bagian atas tube, sedangkan mikrotube dengan kode LDC, ODC, ADH, H 2 S dan URE diisi dengan suspensi sampai bagian bawah leher tube untuk kemudian dipenuhi dengan 28
mineral oil sampai bagian atas tube untuk menghasilkan kondisi anaerob. Sedangkan untuk mikrotube lainnya, suspensi dimasukkan sampai bagian bawah leher tube. Strip mikrotube API yang telah berisi suspensi bakteri kemudian diinkubasi dalam keadaan lembab selama 18 sampai 24 jam pada suhu 37C atau 48 jam pada suhu yang sama jika mikrotube pada satu strip API 20E menunjukkan hasil positif kurang dari 3 mikrotube. Setelah itu perubahan warna kemudian dibaca (beberapa mikrotube diberi reagen sesuai dengan standar API 20E), dan hasil reaksi ditulis menjadi 7 digit kode. Tujuh digit kode ini kemudian diterjemahkan dengan menggunakan Analytical Profile Index atau menggunakan software untuk identifikasi. Contoh blanko uji dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Penelitian Tahap II
2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp. ATCC 14028 (BAM, 2007) Tahap konfirmasi dilakukan untuk memeriksa kemurnian kultur yang akan digunakan. Konfirmasi kultur Salmonella spp. diawali dengan tahap pewarnaan Gram. Konfirmasi kultur dilanjutkan dengan tahap-tahap identifikasi Salmonella yang mengacu pada BAM (2007). Pewarnaan Gram diawali dengan menginokulasikan satu ose kultur ke atas gelas objek yang telah diberi setetes akuades steril. Kultur kemudian difiksasi di atas api untuk membuat sel-sel bakteri tersebut melekat pada gelas objek. Setelah film kultur siap, kemudian diteteskan violet kristal dan dibiarkan selama 1 menit, lalu bilas dengan akuades dan sisa air yang tertinggal kemudian dihilangkan lalu ditetesi larutan lugol selama 1 menit. Setelah dicuci kembali dengan akuades, dihilangkan warnanya dengan menggunakan alkohol 95% selama 10-20 detik atau sampai warna biru tidak luntur lagi. Preparat kemudian diwarnai dengan larutan safranin selama 10-20 detik dan dibilas kembali dengan air lalu dikeringkan dengan menggunakan kertas serap. Preparat yang telah siap kemudian diamati melalui mikroskop dengan perbesaran 1000 kali dengan penambahan minyak imersi. Di bawah 29
mikroskop akan terlihat sel-sel Salmonella berwarna merah dengan bentuk batang pendek. Identifikasi Salmonella dilanjutkan dengan menginokulasikan satu ose kultur pada NA miring ke dalam media NB (Nutrient Broth) dan diinkubasi pada suhu 37C selama 242 jam. Hasil positif dari media NB digoreskan secara kuadran pada media HEA lalu diinkubasi pada suhu 37C selama 242 jam. Koloni tipikal kemudian digores dan ditusuk pada agar miring TSIA dan LIA untuk diinkubasi kembali pada suhu 37C selama 242 jam.
2.2. Penyegaran Kultur (Dewanti-Haryadi et al., 2001) Kultur Salmonella pada NA miring disegarkan setiap 2 minggu sekali. Penyegaran dilakukan dengan mengambil 1 ose kultur, digores langsung pada NA miring yang baru, kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 242 jam. Setelah diinkubasi, kultur kemudian disimpan pada suhu rendah di dalam lemari es.
2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp. Persiapan kultur dilakukan dengan mengambil sebanyak 1-2 ose kultur murni Salmonella spp. dari media NA miring lalu dipindahkan ke dalam media NB, selanjutnya divorteks dan diinkubasi secara statis pada suhu 37C selama 24 jam. Setelah diinkubasi selama 24 jam, akan diperoleh Salmonella sekitar 8 log CFU/g. Hasil positif dari media NB diambil sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer buffer fosfat sehingga diperoleh pengenceran 10 -1 . Pengenceran dilanjutkan
sampai diperoleh konsentrasi kultur yang dikehendaki. Setelah itu kultur uji siap digunakan.
2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp. Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan Salmonella spp. yang telah diinokulasikan pada sampel daging dihitung jumlahnya dengan menggunakan media Hectoen Enteric Agar (HEA) dalam interval waktu tertentu yaitu pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-10, 30
dan ke-14 untuk sampel daging sapi yang dibekukan dan pada hari ke 0, ke-3, dan ke-7 untuk sampel daging sapi yang disimpan pada suhu pendinginan. Sampel daging beku diberi perlakuan thawing dalam waterbath pada suhu kurang dari 45 o C selama 10 menit sebelum dianalisis sedangkan sampel yang diberi perlakuan pendinginan langsung dianalisis. Selain jumlah Salmonella spp., dianalisis juga total bakteri menggunakan media NA dan total mikroba dengan menggunakan media PCA. Sampel daging diambil 10 gram dan dimasukkan ke dalam pengencer buffer fosfat sebanyak 90 ml sehingga diperoleh pengenceran 10 -1 . Pengenceran dilanjutkan dan dipupukkan ke media yang sesuai sampai konsentrasi yang dikehendaki. Perhitungan jumlah Salmonella, total bakteri, dan total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standar Aerobic Plate Count (BAM, 2001).
2.5. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis ANOVA one-way lalu dilanjutkan dengan Uji Duncan pada program SPSS 13.0. Pengolahan data ini dilakukan untuk melihat pengaruh lamanya pembekuan atau lamanya pendinginan terhadap total Salmonella spp., total mikroba, dan total bakteri pada sampel daging sapi giling.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella spp. Pada Daging Sapi)
1. Pengambilan Sampel Sampel daging sapi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) dengan total sampel sebanyak 30 sampel. Tabel 11 berikut menunjukkan kondisi penyimpanan sampel daging sapi baik yang berada di pasar tradisional maupun pasar swalayan (supermarket) pada saat dilakukan pengambilan sampel.
Tabel 11. Kondisi penyimpanan sampel daging sapi di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket). Asal sampel Jenis daging n (jumlah sampel) Kondisi sampel Suhu penyimpanan Pasar tradisional Daging potong 10 Segar Suhu ruang Pasar swalayan (supermarket) Daging potong 10 Segar Suhu refrigerator Pasar swalayan (supermarket) Daging giling 10 Segar Suhu refrigerator
Pada pasar swalayan (supermarket), terdapat dua jenis sampel daging sapi yaitu daging sapi potongan dan daging sapi giling. Daging sapi potongan dijual dalam bentuk siap pakai, dengan dikemas dalam styrofoam dan ditutup dengan wrapping plastic, sedangkan daging sapi giling dijual dengan menatanya dalam wadah stainless steel dan tidak ditutup dengan wrapping plastic. Kedua jenis daging sapi tesebut dikondisikan pada suhu rendah 32
dengan menggunakan refrigerator sehingga daging sapi lebih awet. Daging sapi di pasar swalayan berasal dari rumah pemotongan hewan (RPH) domestik dan juga luar negeri yang telah bersertifikat halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia). Pada pasar tradisional juga ditemukan daging sapi potongan dan daging giling, namun sampel yang digunakan pada penelitian ini hanya berupa daging potongan yang berasal dari pasar tradisional. Umumnya, daging sapi di pasar tradisional dijual dengan menggantungnya dengan gantungan besi dan ditata di atas meja tanpa pengkondisian suhu rendah, misalnya dengan penambahan es batu.
2. Analisis Total Mikroba Analisis total mikroba pada sampel dilakukan untuk mengetahui mutu mikrobiologi sampel daging sapi. Mutu mikrobiologi suatu produk pangan perlu diketahui untuk melihat tingkat cemaran mikroba pada produk pangan tersebut, sehingga dapat diketahui risiko keamanannya apabila dikonsumsi. Jumlah total mikroba dapat dijadikan sebagai indikator kebusukan yang mencerminkan mutu dan sebagai indikator daya simpan bahan pangan. Kontaminasi mikroba pada makanan dapat menyebabkan perubahan kimia dan menimbulkan bau tidak sedap (Ruslan, 2003). Hasil analisis kuantitatif mutu mikrobiologi potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket serta daging sapi giling yang berasal dari supermarket dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Sedangkan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa total mikroba pada sampel potongan daging sapi yang dijual di pasar tradisional berkisar antara 6,68 sampai 8,34 log CFU/g, sehingga diperoleh rata-rata total mikroba sebesar 7,49 log CFU/g dengan nilai standar deviasi sebesar 0,49. Sedangkan berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa total mikroba 10 sampel daging sapi potongan yang berasal dari 10 supermarket berkisar antara 4,41 sampai 7,00 log CFU/g sehingga diperoleh rata- rata total mikroba sebesar 5,89 log CFU/g dengan nilai standar deviasi sebesar 0,89. 33
Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar Tradisional
Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar Swalayan (Supermarket)
34
Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling Pasar Swalayan (Supermarket)
Adapun hasil analisis kuantitatif total mikroba pada 10 sampel daging sapi giling yang berasal dari 10 supermarket (Gambar 5) menunjukkan bahwa total mikroba 10 sampel daging sapi giling berkisar antara 4,82 sampai 7,15 log CFU/g, sehingga diperoleh rata-rata total mikroba sebesar 6,29 log CFU/g dengan nilai standar deviasi sebesar 0,80. Berdasarkan Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa total mikroba daging sapi yang dijual di supermarket nilainya lebih rendah dari total mikroba daging sapi yang dijual di pasar tradisional. Penanganan yang kurang higienis, kondisi penyimpanan tanpa pendinginan dan berada di tempat udara terbuka merupakan penyebab utama total mikroba yang tinggi karena hal tersebut mengkondisikan pertumbuhan mikroba baik pembusuk maupun patogen seperti Salmonella. Sedangkan pada supermarket, penanganan daging umumnya lebih higienis, disimpan dengan menggunakan wadah yang tertutup wrapping plastic dan dilengkapi dengan sistem pendingin seperti refrigerator, sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat. 35
Pada Gambar 4 dan Gambar 5 terlihat bahwa total mikroba daging sapi giling yang dijual di supermarket nilainya lebih besar dari total mikroba potongan daging sapi yang dijual di supermarket yang sama, karena penggilingan menyebabkan bertambahnya luas permukaan daging yang dapat kontak dengan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada daging sapi tersebut maupun dengan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan, tangan pekerja, maupun peralatan pekerja seperti mesin penggiling daging. Selain itu, luas permukaan yang semakin besar mendukung pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk yang bersifat aerob. Penyebab lainnya adalah penggunaan alat penggiling daging yang biasanya tidak didisinfeksi setiap kali digunakan sehingga banyak mengandung mikroba yang dapat berpindah dari alat ke permukaan daging sapi pada saat penggilingan daging (Jay et al., 2005). Secara keseluruhan, hasil analisis total mikroba pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket berkisar antara 4,41 sampai 8,34 log koloni/g. Standar TPC (Total Plate Count) maksimal untuk daging sapi segar berdasarkan SNI 01/6366/2000 adalah 4,00 log koloni/g, sehingga daging sapi yang dijual baik pada pasar tradisional maupun supermarket belum memenuhi standar yang telah ditetapkan tersebut. Namun menurut ICMSF (1986), standar TPC (Total Plate Count) untuk karkas sapi adalah n=5, c=3, m=10 5 dan M=10 6 , artinya maksimal 3 sampel dari 5 sampel yang dianalisis boleh mengandung total mikroba 10 5 - 10 6 CFU/g, sehingga beberapa sampel daging sapi memenuhi syarat TPC yang ditetapkan oleh ICMSF.
3. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging Sapi Giling Salmonella merupakan bakteri yang sering mengontaminasi makanan seperti telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Jay et al., 2005). Salmonella merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan pangan. 36
Pada penelitian ini dilakukan uji lengkap Salmonella untuk mengetahui ada tidaknya Salmonella pada potongan daging sapi dan daging sapi giling yang dijual di pasar tradisional dan supermarket. Dalam SNI 01/6366/2000 ditetapkan bahwa pada daging sapi segar tidak boleh mengandung Salmonella (Salmonella negatif). Analisis Salmonella dimulai dari tahap pra pengkayaan. Pada tahap pra pengkayaan, media yang digunakan adalah Lactose Broth (LB). Tahap pra pengkayaan dilakukan untuk memperkaya populasi Salmonella karena diduga Salmonella jumlahnya sedikit pada sampel. Hasil menunjukkan bahwa dari 30 sampel daging sapi yang ditumbuhkan pada media LB, seluruhnya menunjukkan kekeruhan (positif). Tahap selanjutnya adalah pengkayaan selektif dengan menggunakan dua jenis media yaitu Rappaport Vassiliadis (RV) dan Tetrathionate Broth (TTB). Kedua media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang terdapat pada sampel. Pada media RV senyawa selektif seperti malachite green dan magnesium klorida yang dikombinasikan dengan pH rendah (5,2 2) menghambat pertumbuhan mikroba alami yang berasal dari saluran pencernaan selain Salmonella (DAoust, 1989). Selain itu, pertumbuhan Salmonella didukung juga dengan adanya soy peptone pada media. Soy peptone yang terdapat pada media RV berfungsi sebagai sumber nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella (Oxoid Manual, 1995). Pada media TTB, senyawa selektif berupa garam empedu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain itu terdapat senyawa selektif seperti natrium tiosulfat dan tetrationat untuk menghambat pertumbuhan bakteri koliform. Tetrationat terbentuk di dalam media akibat penambahan iodin dan kalium iodida (I 2 -KI). Pada media TTB, Salmonella dapat tumbuh karena memiliki enzim tetrationat reduktase (Oxoid Manual, 2009). Adanya enzim tetrationat reduktase pada Salmonella menyebabkan Salmonella tahan terhadap efek toksik dari tetrationat (S 4 O 6 2- ) selama pengkayaan. Pada kedua media hasil menunjukkan positif apabila terjadi kekeruhan pada media seperti pada Gambar 6. Hasil menunjukkan bahwa dari 30 sampel isolat dari LB yang diinokulasikan ke dalam media RV dan TTB, 37
keseluruhannya menunjukkan hasil positif, yang berupa kekeruhan pada media RV serta kekeruhan dan pengendapan pada media TTB.
Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB (kanan) dan RV (kiri)
Selanjutnya dilakukan isolasi Salmonella dengan menggunakan tiga media spesifik yaitu Hektoen Enteric Agar (HEA), Xylose Desoxycholate Agar (XLDA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA). Koloni tipikal pada media HEA berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada media XLDA berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang semuanya berwarna hitam (BAM, 2007). Koloni tipikal dan atipikal pada media HEA dan XLDA dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, yang dinamakan halo effect. Koloni tipikal pada media BSA dapat dilihat pada Gambar 9.
38
Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada HEA
Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA (www.prise-pcp.org)
39
` Pada beberapa cawan berisi media HEA, XLDA, dan BSA yang telah digores dengan ose berisi kultur dari TTB dan RV, tidak terdapat koloni tipikal Salmonella, maka media tersebut diinkubasi kembali selama 24 2 jam. Namun setelah diinkubasi, koloni tipikal Salmonella tidak muncul juga, sehingga diambil koloni yang atipikal tersebut..
Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA
Koloni tipikal maupun tidak tipikal Salmonella yang diisolasi dari media HEA, XLDA, dan BSA selanjutnya diinokulasikan pada media agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) untuk konfirmasi biokimia dengan cara gores dan tusuk, kemudian diamati pertumbuhannya setelah diinkubasi pada suhu 35 2C selama 24 jam. Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah di bagian permukaan dan warna hitam di bagian dasar tabung (menghasilkan H 2 S) serta adanya gas pada agar. Warna merah terjadi karena Salmonella dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam media, sehingga jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai sumber energi yang terjadi di permukaan agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa (merah). Terbentuknya H 2 S ditandai dengan warna 40
hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H 2 S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam. Konfirmasi biokimia pada LIA ditandai dengan terbentuknya warna ungu di bagian permukaan dan berwarna hitam di bagian dasar tabung (menghasilkan H 2 S). Warna ungu terjadi karena Salmonella dapat mendekarboksilasi lisin menghasilkan amin kadaverin yang ditunjukkan dengan berubahnya indikator pH bromkresol ungu menjadi warna ungu. Reaksi biokimia yang menunjukkan hasil positif dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10. Reaksi positif TSIA (kiri) dan LIA (kanan)
Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA miring disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 memperlihatkan hasil bahwa media yang paling banyak menghasilkan uji positif konfirmasi biokimia adalah koloni tipikal dari XLDA baik dari media pengkaya selektif RV dan TTB, dimana 7 dari 17 koloni tipikal (41,18%) yang berasal dari RV dan 5 dari 18 koloni tipikal (27,78%) yang berasal dari TTB diduga Salmonella. Hasil analisa dari media BSA menunjukkan bahwa 5 dari 29 koloni tipikal (17,24%) yang berasal dari RV dan 1 dari 30 koloni 41
tipikal (3,33%) yang berasal dari TTB diduga sebagai Salmonella. Hasil analisa dari media HEA menunjukkan bahwa 3 dari 8 koloni tipikal (37,50%) yang berasal dari RV dan 6 dari 27 koloni tipikal (22,22%) yang berasal dari TTB juga diduga sebagai Salmonella. Dari koloni atipikal yang diuji baik dari media HEA, XLDA, dan BSA, tidak ada koloni yang tidak tipikal diduga sebagai Salmonella (0%) setelah uji konfirmasi biokimia dengan media TSIA dan LIA.
Tabel 12. Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA Media Tipikal Atipikal % tipikal % atipikal Positif TSIA LIA %positif TSIA LIA XLDA 17 13 56,67 43,33 7 41,18 BSA 29 1 96,67 3,33 5 17,24 RV HEA 8 22 26,67 73,33 3 37,50 XLDA 18 12 60,00 36,67 5 27,78 BSA 30 0 100,00 0,00 1 3,33 TTB HEA 27 3 90,00 10,00 6 22,22
Gambar 11 menunjukkan persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA terhadap jumlah koloni yang diisolasi dari media XLDA, BSA, dan HEA. Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut terlihat bahwa kemungkinan tertinggi mendapatkan koloni yang diduga Salmonella adalah dengan mengisolasi koloni tipikal dari media XLDA, dimana media XLDA menunjukkan hasil 34,48% koloni tipikal diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada TSIA dan LIA sedangkan pada media HEA sebesar 29,86% dan media BSA sebesar 10,29%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2004), dimana dari tiga media agar selektif untuk mengisolasi Salmonella pada 50 sampel selada segar, media HEA menunjukkan hasil 28,57% koloni tipikal diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada TSIA dan LIA 42
miring, sedangkan pada media XLDA sebesar 24,4% dan media BSA sebesar 22,45%.
Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap Jumlah Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA
Namun, hasil isolasi ini sejalan dengan ISO 6579 : 2002 dimana XLDA merupakan media agar selektif paling utama dalam mendeteksi Salmonella. Adapun senyawa selektif yang terdapat dalam XLDA adalah sodium desoksikolat dan natrium tiosulfat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut juga dapat terlihat bahwa kemungkinan tertinggi mendapatkan koloni yang diduga sebagai Salmonella adalah dengan mengisolasi koloni tipikal maupun atipikal dari media pengkaya selektif cair RV yaitu sebesar 27,77%, bila dibandingkan dengan media cair TTB (16%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sylviana (2008), dimana dari dua media pengkaya selektif yang 43
digunakan untuk mendeteksi Salmonella pada 40 sampel karkas ayam, diketahui bahwa media RV (68,52%) lebih efektif dibandingkan dengan media TTB (23,33%). Media broth Rappaport Vasiliadis (RV) dalam BAM (2007) sangat dianjurkan untuk dipakai dalam mendeteksi Salmonella pada daging segar dan pangan yang mengandung mikroba dalam jumlah tinggi. RV menggantikan Selenite Cystine Broth (SCB) sebagai media pengkayaan selektif. Hal ini disebabkan karena dalam SCB terkandung selenium yang bersifat toksik, sehingga meningkatkan biaya pengolahan limbah, dimana selenium diklasifikasikan ke dalam limbah berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, dari beberapa studi pada hewan, diketahui bahwa selenium bersifat embriotoksigenik dan teratogenik (Hammack et al., 1998). Tidak semua Salmonella akan tumbuh sama baiknya pada semua media agar cawan selektif untuk menekan tumbuhnya kontaminan non Salmonella sehingga proses perbaikan dari jenis Salmonella kemungkinan besar memerlukan dua atau lebih media agar cawan selektif. Kesalahan dalam deteksi ketika melihat koloni pada media agar cawan juga dapat terjadi karena tidak ada media selektif yang secara penuh bersifat selektif (Oxoid Manual, 1995). Hasil yang positif pada media TSIA dan LIA selanjutnya dikonfirmasi dengan media Urea Broth dan perangkat API 20E untuk memastikannya sebagai Salmonella. Pengujian dengan Urea Broth bertujuan untuk mengetahui bahwa organisme yang diuji tidak menghasilkan urease, karena spesies Salmonella merupakan urease negatif. Urea positif ditunjukkan dengan berubahnya warna Urea Broth dari kuning (pH 6,8) menjadi merah atau merah muda (pH 8,1). Hasil pengujian TSIA dan LIA menunjukkan bahwa koloni positif dari 30 sampel yang dianalisis, ada 16 sampel yang diduga Salmonella (53,33%) dan setelah dikonfirmasi dengan Urea Broth, terdapat 15 koloni sampel (50%) yang positif menunjukkan reaksi negatif. Gambar 12 menunjukkan hasil uji konfirmasi Urea Broth yang positif, sedangkan data 44
sampel yang menunjukkan hasil uji konfirmasi Urea Broth negatif disajikan pada Lampiran 3. Kultur yang diperoleh setelah uji urease selanjutnya dikonfirmasi dengan API 20E untuk memastikannya sebagai Salmonella. Perangkat API 20E merupakan rapid test kit untuk mengidentifikasi bakteri-bakteri pada keluarga Enterobacteriaceae dan bakteri Gram negatif tertentu dengan memberikan kemudahan untuk inokulasi dan membaca hasil uji yang relevan.
Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth
Isolat bakteri yang diperoleh dari sampel terlebih dahulu digoreskan pada media NA dalam cawan petri untuk mendapatkan koloni terpisah. Setelah diperoleh satu koloni terpisah, maka koloni tersebut dilarutkan dalam 5 ml larutan fisiologis. Suspensi kultur tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube dengan volume yang berbeda-beda sesuai dengan kode yang ada. Hasil identifikasi Salmonella dengan API 20E kit disajikan pada Gambar 13 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Uji API 20E menunjukkan bahwa 5 dari 15 sampel (33,33%) merupakan Salmonella spp., dimana 1 sampel teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 99,9% (excellent identification) dan 4 sampel 45
teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 89,4% (excellent identification). Sisanya, 9 dari 15 sampel (66,67%) dipastikan bukan Salmonella spp.
1
2
Keterangan: 1. Salmonella spp. ATCC 14028 2. Bukan Salmonella
Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella spp. dengan API 20E kit
Tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis ditunjukkan dengan hasil identifikasi dengan API 20E kit. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada sampel daging sapi diperoleh sebesar 16,67%. Persentase terbesar terdapat pada supermarket dimana dari 20 sampel terdapat 4 sampel (20%) positif sedangkan pada pasar tradisional diperoleh 1 dari 10 sampel (10%) positif mengandung Salmonella spp. Keseluruhan hasil uji Salmonella mulai dari tahap pra pengkayaan sampai uji API 20E dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 13. Persentase Salmonella spp. yang Dapat Diisolasi pada Sampel Asal sampel Jenis sampel Jumlah sampel Jumlah sampel yang positif Persentase (%) Pasar tradisional Daging potong 10 1 10 Supermarket Daging potong 10 2 20 Supermarket Daging giling 10 2 20 Total 30 5 16,67 46
Angka isolasi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan isolasi Salmonella spp. pada sampel daging ayam yang dilakukan oleh Sylviana (2008) sebesar 55%, dimana dari pasar tradisional diperoleh isolat Salmonella spp. sebanyak 17 dari 40 sampel (42,5%) sedangkan dari supermarket diperoleh 5 dari 40 sampel (12,5%). Pada penelitian ini, tingkat isolasi Salmonella spp. pada sampel daging yang dijual di supermarket nilainya lebih tinggi (20%) dibandingkan dengan pasar tradisional (10%) padahal penerapan sanitasi dan higiene pasar tradisional sangat buruk. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan bakteri Salmonella dan adanya cemaran bakteri lain. Adanya bakteri-bakteri lain pada daging sapi seperti bakteri pembusuk dan bakteri asam laktat merupakan salah satu faktor penghambat pertumbuhan Salmonella, sebagaimana yang diutarakan oleh Ray (2001) bahwa bakteri Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum terdapat di dalam bahan makanan. Faktor utama yang diduga dapat memungkinkan terjadinya cemaran Salmonella spp. pada daging sapi yang terdapat di pasar tradisional dan supermarket adalah kontaminasi Salmonella spp. dari saluran pencernaan daging sapi itu sendiri terutama pada saat pemotongan, karena habitat utama Salmonella adalah saluran usus binatang dan manusia (Jay et al., 2005). Selain itu dapat juga disebabkan akibat air yang digunakan untuk mencuci karkas atau daging sapi, peralatan yang digunakan seperti pisau, talenan, wadah, mesin giling, dan cemaran dari pekerja serta kontaminasi silang dari bahan makanan lainnya saat penyimpanan.
47
B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan terhadap Salmonella spp. dan Total Mikroba pada Daging Sapi)
1. Konfirmasi Kultur Salmonella Konfirmasi terhadap kultur Salmonella berguna untuk meyakinkan apakah kultur Salmonella yang dipakai pada penelitian ini adalah kultur murni Salmonella, tanpa adanya mikroba kontaminan lainnya. Pada penelitian ini digunakan kultur Salmonella spp. Konfirmasi kultur Salmonella dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Gram dan uji lengkap Salmonella. Hasil konfirmasi dengan pewarnaan Gram menunjukkan bahwa kultur yang digunakan adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang ditunjukkan dengan adanya sel berwarna merah karena dapat menyerap safranin. Uji lengkap Salmonella mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM) FDA tahun 2007. Dari hasil uji lengkap ini diketahui bahwa kultur yang digunakan adalah kultur murni Salmonella spp. Salmonella spp menghasilkan H 2 S pada media TSIA dan LIA serta urease negatif. Setelah diujikan pada API 20E, teridentifikasi sebagai Salmonella spp dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification).
2. Pengaruh Proses Pembekuan dan Pendinginan Terhadap Salmonella spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Pada Daging Sapi Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel daging sapi giling yang berasal dari salah satu supermarket di Bogor. Daging giling diinokulasikan dengan kultur murni Salmonella Typhimurium sebanyak 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g, kemudian masing-masing disimpan di dalam freezer dan refrigerator. Secara mikrobiologis, penggunaan suhu rendah seperti pembekuan dan pendinginan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel mikroba pada makanan 48
tersebut. Penurunan jumlah sel selama pembekuan dan pendinginan dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah sel pada interval waktu tertentu.
2.1. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme Alami Daging Sapi Giling Jumlah mikroorganisme yang dianalisis adalah mikroorganisme alami yang berasal dari daging sapi giling segar dan dihitung sebagai Total Plate Count dengan menggunakan media PCA. Dari Gambar 14 dapat terlihat bahwa selama empat belas hari pembekuan daging sapi giling, jumlah total mikroba pada daging sapi giling cenderung menurun, namun berdasarkan uji statistik, penurunan jumlah total mikroba tersebut tidak signifikan karena memiliki signifikansi sebesar 0,915 (p>0,05). Untuk mengetahui data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 14. Pengaruh pembekuan (-16C) terhadap jumlah mikroorganisme pada daging sapi giling
49
Penurunan jumlah mikroba yang tidak signifikan menunjukkan kemampuan bertahan mikroba alami yang terdapat pada daging sapi giling terhadap proses pembekuan. Namun adanya penurunan jumlah total mikroba menunjukkan adanya mikroba yang mengalami kerusakan subletal bahkan kematian akibat proses pembekuan. Pembekuan terutama pembekuan lambat dapat menyebabkan kematian sel mikroba karena kristal es yang terbentuk berada pada luar sel (ekstraseluler) dan bentuknya besar-besar sehingga merusak struktur sel mikroba secara mekanis (Lund, 2000). Gambar 14 juga memperlihatkan bahwa jumlah awal mikroorganisme alami pada daging sapi giling cukup tinggi yaitu sebesar 6,46 log CFU/g. Jumlah mikroorganisme yang tinggi ini disebabkan karena penggilingan menyebabkan bertambahnya luas permukaan daging yang dapat kontak dengan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada daging sapi tersebut maupun dengan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan, tangan pekerja, maupun peralatan pekerja seperti mesin penggiling daging. Selain itu, luas permukaan yang semakin besar mendukung pertumbuhan bakteri- bakteri pembusuk yang bersifat aerob. Penyebab lainnya adalah penggunaan alat penggiling daging yang biasanya tidak didisinfeksi setiap kali digunakan sehingga banyak mengandung mikroba yang dapat berpindah dari alat ke permukaan daging sapi pada saat penggilingan daging (Jay et al., 2005).
2.2. Pengaruh Pembekuan Terhadap Jumlah Sel Salmonella spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Jumlah total sel Salmonella spp., total bakteri, dan total mikroba cenderung mengalami penurunan selama empat belas hari penyimpanan beku daging giling. Namun berdasarkan uji ANOVA, penurunan tersebut tidaklah signifikan karena memiliki signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05). Gambar 15 menunjukkan perubahan jumlah Salmonella spp. baik dengan inokulum awal 3 Log CFU/g maupun inokulum awal 6 Log CFU/g pada daging sapi giling akibat pembekuan pada suhu -16C. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
50
Gambar 15. Perubahan jumlah sel Salmonella spp (inokulum awal 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g) selama pembekuan daging giling (-16C)
Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa pada konsentrasi inokulum 3 log CFU/g, jumlah koloni Salmonella spp. cenderung mengalami penurunan selama tujuh hari pembekuan, setelah itu cenderung meningkat kembali sampai hari keempat belas pembekuan. Namun pada konsentrasi inokulum 6 log CFU/g, jumlah koloni Salmonella spp. cenderung mengalami penurunan sampai hari keempat belas pembekuan. Berdasarkan uji ANOVA, selama empat belas hari pembekuan tersebut, baik pada sampel daging yang dikontaminasi inokulum Salmonella spp. sebanyak 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g, jumlah koloni Salmonella spp mengalami penurunan maupun peningkatan yang tidak signifikan karena memiliki siginfikansi sebesar 0,148 dan 0,175 (p>0,05). Perubahan jumlah koloni Salmonella spp. yang tidak signifikan selama empat belas hari pembekuan daging sapi giling menunjukkan kemampuan bertahan Salmonella spp. pada suhu rendah. Penelitian Gunderson dan Rose (1948) menunjukkan bahwa beberapa serovar 51
Salmonella dapat bertahan pada produk pangan yang disimpan pada suhu pembekuan diantaranya yakni Salmonella Enteritidis dapat bertahan pada produk unggas pada suhu -18C selama empat bulan, sedangkan Salmonella Typhimurium dapat bertahan pada chicken chow mein pada suhu -25,5C selama 270 hari. Menurut Craig et al. (1998), kemampuan Salmonella bertahan pada suhu rendah dibantu oleh adanya sintesis cold shock proteins. Gambar 16 menunjukkan perubahan jumlah total bakteri dan total mikroba pada sampel yang telah dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g, sedangkan Gambar 17 menunjukkan perubahan jumlah total bakteri dan total mikroba pada sampel yang telah dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai Lampiran 12.
Gambar 16. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama pembekuan (- 16C)
52
Dari Gambar 16 terlihat bahwa selama empat belas hari pembekuan sampel daging sapi yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g, jumlah total mikroba dan jumlah total bakteri cenderung menurun. Penurunan jumlah total mikroba diperoleh sebesar 0,36 log CFU/g sedangkan penurunan jumlah total bakteri sebesar 0,34 log CFU/g. Sedangkan dari Gambar 17 terlihat bahwa pada konsentrasi inokulum sebesar 6 log CFU/g, penurunan jumlah total mikroba mencapai 1,02 log CFU/g sedangkan jumlah total bakteri mengalami penurunan hanya sebesar 0,87 log CFU/g. Namun, setelah diuji statistik dengan uji ANOVA, penurunan baik jumlah total mikroba maupun total bakteri selama empat belas hari pembekuan tersebut tidaklah siginfikan karena memiliki signifikansi sebesar 0,305 dan 0,754 (p> 0,05). Kecenderungan menurunnya jumlah koloni baik Salmonella spp., total bakteri, maupun total mikroba pada sampel daging sapi yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g lebih besar dibandingkan dengan sampel daging sapi yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g. Hal ini diduga karena semakin banyaknya mikroba pada sampel berarti semakin tinggi pula tingkat persaingan antar mikroba dalam mendapatkan nutrisi, sehingga semakin sedikit mikroba yang dapat bertahan pada sampel. Berdasarkan Gambar 16 diketahui juga bahwa pada hari ke-tiga dan hari ke-sepuluh pembekuan sampel daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g, jumlah mikroba yang terhitung pada media PCA nilainya lebih rendah dari jumlah mikroba yang terhitung pada media NA. Padahal seharusnya jumlah mikroba yang terhitung pada media PCA lebih tinggi dibandingkan pada media NA. Kemungkinan penyebabnya adalah pada media PCA bukan hanya bakteri saja yang tumbuh melainkan kapang dan khamir juga dapat tumbuh sehingga terjadi persaingan antara bakteri, kapang dan khamir dalam mengambil nutrisi dan akhirnya jumlah mikroba yang tumbuh tidak terlalu banyak. Pada media NA, karena bakteri saja yang dapat tumbuh, maka persaingan dalam mendapatkan nutrisi antar bakteri sama, sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh lebih banyak. Dari Gambar 17 dapat 53
dilihat hal yang sama yaitu pada hari ke-tiga sampai hari ke-empat belas pada sampel yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g, jumlah mikroba yang terhitung pada media PCA nilainya lebih rendah dari jumlah mikroba yang terhitung pada media NA.
Gambar 17. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama pembekuan (- 16C)
Berkurangnya jumlah mikroba alami (bakteri, kapang, dan khamir) daging giling sapi maupun jumlah Salmonella spp. yang dikontaminasikan pada daging giling akibat proses pembekuan disebabkan karena sebagian sel mengalami kerusakan subletal dan mati selama pembekuan. Menurut Bernard (2000) penurunan ini terjadi karena sel mengalami kerusakan pada membran terluar sel yang terdiri dari lipopolisakarida sehingga mengakibatkan kematian sel. Kerusakan ini menimbulkan kematian sel jika sel tidak bisa kembali seperti semula. Hal ini merupakan akibat dari hilangnya fungsi membran (kontrol permeabilitas membran), kehilangan magnesium yang mengakibatkan tidak stabilnya ribosom dan kegagalan proses perbaikan DNA, serta kehilangan kofaktor yang akan mengganggu proses kontrol 54
metabolisme. Jika kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama maka sel akan mengalami kematian. Selain itu kematian sel mikroba oleh proses pembekuan dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu terbentuknya kristal es dari air bebas, meningkatnya viskositas di dalam sel, berkurangnya oksigen dan karbondioksida, perubahan pH, perubahan konsentrasi elektrolit sel, denaturasi protein sel, rangsangan akibat kejutan dingin, dan kerusakan metabolisme (Jay et al., 2005). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa baik pada sampel daging sapi yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g, bakteri Salmonella spp. menunjukkan kemampuan bertahan terhadap proses pembekuan -16C, karena walaupun terjadi penurunan jumlah koloni selama pembekuan, namun penurunan tersebut tidak signifikan (p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gunderson dan Rose (1948) yang menemukan bahwa Salmonella Newington, Salmonella Typhimurium, Salmonella Typhi, Salmonella Gallinarum, Salmonella Anatum, dan Salmonella Paratyphi B mampu bertahan sampai selama 270 hari pada chicken chow mein yang disimpan pada suhu -25,5C. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Yuliatin (2008) yang menemukan bahwa Salmonella Paratyphi, Salmonella Enteritidis, dan Salmonella Lexington mampu bertahan selama 48 jam pada pembekuan es batu baik pada konsentrasi inokulum sebesar 3 log CFU/g maupun 5 log CFU/g, walaupun selama 48 jam tersebut terjadi penurunan jumlah koloni Salmonella yang diujikan.
2.3. Pengaruh Proses Pendinginan Terhadap Jumlah Total Salmonella spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Sampel daging sapi giling yang telah dikontaminasi oleh kultur murni Salmonella spp. disimpan pada suhu refrigerator (6C) selama 7 hari dengan melakukan pengamatan pada hari ke-0, ke-3 dan ke-7. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah Salmonella spp., jumlah total mikroba, dan jumlah total bakteri. 55
Gambar 18 menunjukkan perilaku Salmonella spp. selama pendinginan baik dengan inokulum awal 3 log CFU/g maupun dengan inokulum awal 6 log CFU/g selama tujuh hari. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Perhitungan jumlah koloni Salmonella spp. dilakukan dengan menggunakan media HEA.
Gambar 18. Perubahan jumlah Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g) selama pendinginan daging giling (6C)
Secara keseluruhan, dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa selama 7 hari pendinginan daging sapi giling, jumlah sel Salmonella spp. relatif menurun pada hari ke-tiga dan meningkat kembali pada hari ke-tujuh pada inokulum awal 3 log CFU/g. Setelah diuji statistik dengan uji ANOVA memang terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah Salmonella spp. pada hari ke-3 dengan jumlah Salmonella spp. pada hari ke-0 dan ke-7. Sedangkan pada sampel daging dengan inokulum awal Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g, jumlah sel Salmonella spp. cenderung menurun. Setelah diuji statistik dengan uji ANOVA, penurunan jumlah Salmonella spp. tersebut tidak signifikan karena memiliki signifikansi sebesar 0,354 (p>0,05). 56
Penurunan jumlah Salmonella spp. pada daging sapi giling yang tidak signifikan menunjukkan kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap perlakuan suhu rendah (6C). Namun pada suhu rendah tersebut pertumbuhan Salmonella spp. cenderung terhambat. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan menurunnya jumlah sel Salmonella spp. selama tujuh hari pendinginan. Menurut ICMSF (1996), laju pertumbuhan Salmonella mulai berkurang pada suhu <15C, dan terhambat pada suhu <7C. Perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena suhu rendah menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme mikroba. Hal ini ditegaskan oleh Fennema et al. (1976) yang menjelaskan bahwa pada sistem biologi, peningkatan suhu sebesar 10C pada tingkat yang tepat akan meningkatkan kecepatan reaksi sebesar dua kali. Demikian pula sebaliknya, setiap penurunan suhu sebesar 10C mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi sebesar dua kali. Penurunan suhu sampai taraf tertentu dapat menyebabkan terhentinya metabolisme mikroorganisme, yang selanjutnya berakibat kerusakan atau kematian sel. Kecenderungan menurunnya jumlah sel tidak berlaku pada jumlah total mikroba dan total bakteri pada sampel daging sapi yang didinginkan. Pada penelitian ini, jumlah total mikroba dan total bakteri yang terdapat pada sampel daging cenderung mengalami peningkatan selama pendinginan. Kecenderungan meningkatnya jumlah total mikroba dan total bakteri pada sampel daging yang dikontaminasi kultur murni Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g dapat dilihat pada Gambar 19, sedangkan kecenderungan meningkatnya jumlah total mikroba dan total bakteri pada sampel daging yang dikontaminasi kultur murni Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g dapat dilihat pada Gambar 20. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15 sampai Lampiran 18. Berdasarkan Gambar 19 terlihat bahwa selama pendinginan, jumlah total mikroba dan total bakteri pada sampel daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan total mikroba terjadi sebesar 1,26 log CFU/g sedangkan 57
6,71 7,41 7,97 6,57 7,42 7,84 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 3 7 Lama pendinginan (hari) J u m l a h
k o l o n i
( l o g
C F U / g ) Total mikroba Total bakteri peningkatan jumlah total bakteri sebesar 1,27 log CFU/g. Setelah diuji statistik dengan uji ANOVA, jumlah total bakteri dan total mikroba tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah total bakteri pada sampel daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g pada hari ke-0 berbeda nyata dengan jumlah total bakteri pada hari ke-3 dan ke-7. Sedangkan perbedaan nyata jumlah total mikroba pada sampel daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g terjadi antara hari ke-0 dan hari ke-7. Pada sampel yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g, jumlah total mikroba mengalami peningkatan sebesar 0,52 log CFU/g, sedangkan jumlah total bakteri meningkat sebesar 1,00 log CFU/g. Namun setelah diuji statistik dengan ANOVA, peningkatan jumlah sel yang signifikan terjadi hanya pada jumlah total bakteri karena memiliki signifikansi sebesar 0,041 (p0,05).
Gambar 19. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama pendinginan (6C)
58
Kecenderungan meningkatnya jumlah total mikroba dan total bakteri selama pendinginan menunjukkan bahwa selama pendinginan tersebut terjadi pertumbuhan mikroba. Menurut ICMSF (1981) mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 5C adalah mikroba jenis psikrofilik dan psikotrofik. Terjadinya pertumbuhan mikroba psikrofilik dan psikotrofik selama pendinginan menyebabkan kerusakan pada daging sapi giling yang didinginkan. Namun menurut ICMSF (1981), pada produk pangan yang didinginkan hanya mikroba psikotrofik yang dapat menyebabkan kerusakan. Mikroba psikotrofik yang dapat menyebabkan kerusakan pada daging yang didinginkan terutama adalah golongan Pseudomonas, Acinetobacter, Aeromonas, Micrococcus, dan Moraxella.
Gambar 20. Peningkatan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama pendinginan (6C)
Ciri-ciri kerusakan daging sapi yang terlihat antara lain daging berlendir, terdapat noda kekuningan dan terjadi cacat warna, serta timbulnya bau tidak enak (bau busuk) dari daging. Menurut Fardiaz (1992), timbulnya lendir biasanya disebabkan oleh mikroba genus Pseudomonas dan 59
Achromobacter, cacat warna disebabkan oleh Micrococcus dan Pennicillium dan timbulnya bau busuk pada daging dapat disebabkan oleh Acinetobacter dan Moraxella. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa penurunan jumlah sel Salmonella spp. baik akibat penyimpanan beku maupun penyimpanan dingin tidak signifikan karena memiliki signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan kemampuan Salmonella spp. bertahan pada suhu rendah yang dibantu oleh adanya sintesis cold shock proteins. Menurut Craig et al. (1998), pada kondisi suhu rendah Salmonella akan memproduksi cold shock proteins yang berfungsi sebagai pengantar dan pelindung enzim, protein, asam nukleat dan ribosom di dalam sel. Protein ini akan melindungi sel dari pengaruh cold shock yang merusak permeabilitas membran sitoplasma bakteri. Menurut Ulusu dan Tezcan (2001) gen cold shock proteins (CSPs) pada Salmonella terdiri dari cspA, cspB, cspC, cspE, dan cspH. Sintesis protein ini diatur pada konsentrasi transkripsi. Namun sampai saat ini mekanisme protein tersebut dalam melindungi Salmonella dari efek kerusakan sel akibat pendinginan dan pembekuan belum diketahui.
60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Rata-rata total mikroba sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 log CFU/g dengan nilai standar deviasi 0,49, sedangkan rata-rata total mikroba sampel daging sapi yang berasal dari 10 supermarket sebesar 6,09 log CFU/g dengan nilai standar deviasi 0,85. Hasil identifikasi dengan API 20E menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%, dimana 1 sampel teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 99,9% (excellent identification) dan 4 sampel teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 89,4% (excellent identification). Analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bertahan Salmonella spp. pada pembekuan dan pendinginan sampel daging sapi menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik pada konsentrasi inokulum sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16C) maupun suhu pendinginan (6C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05) pada uji ANOVA. Penurunan total mikroba pada sampel daging yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g adalah 0,36 log CFU/g sedangkan penurunan jumlah total bakteri sebesar 0,34 log CFU/g. Pada sampel daging yang dikontaminasi Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g, jumlah total mikroba mengalami penurunan mencapai 1,04 log CFU/g sedangkan jumlah total bakteri mengalami penurunan hanya sebesar 0,89 log CFU/g. Namun berdasarkan uji statistik ANOVA, perubahan jumlah total mikroba, dan total bakteri tersebut tidak signifikan (p>0,05). Selama pendinginan, jumlah total mikroba dan total bakteri sampel daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. baik sebesar 3 log CFU/g 61
maupun 6 log CFU/g cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah total mikroba mencapai 1,26 log CFU/g sedangkan jumlah total bakteri mencapai 1,27 log CFU/g. Berdasarkan uji statistik ANOVA, peningkatan jumlah total bakteri dan total mikroba tersebut signifikan kecuali peningkatan jumlah total mikroba pada daging sapi giling yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g (p>0,05). Pada penyimpanan dingin 6C terjadi pertumbuhan mikroba yang diduga bersifat psikotrofik sehingga menyebabkan sampel daging sapi giling mengalami kerusakan. Ciri-ciri kerusakan daging sapi yang terlihat antara lain daging berlendir, terdapat noda kekuningan dan terjadi cacat warna, serta timbulnya bau tidak enak (bau busuk) dari daging. Berdasarkan evaluasi proses pembekuan dan pendinginan terhadap jumlah Salmonella spp., jumlah total bakteri, dan jumlah total mikroba, maka proses pembekuan merupakan proses yang dapat mempertahankan mutu daging sapi giling. . B. SARAN Adanya cemaran bakteri patogen Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) maka diperlukan evaluasi atau tinjauan ulang terhadap penerapan praktek higiene dan sanitasi kedua jenis pasar tersebut. Selain itu perlu dilakukan uji ketahanan Salmonella spp. pada penyimpanan beku dan penyimpanan dingin dengan suhu dan lama penyimpanan sampel daging sapi yang berbeda.
62
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, D. S. 2004. Prevalensi Salmonella Pada Selada Segar di Pasar Tradisional Daerah Bogor dan Evaluasi Prosedur Pengujiannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01/6366/2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Dewan Standarisasi Nasional. J akarta.
BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2003. Food Sampling and Preparation of Sample Homogenate. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-1.html (12 September 2008).
BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2007. Salmonella. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-5.html (12 September 2008).
Bell, C. dan A. Kyriakides. 2003. Salmonella. Di dalam: Blackburn, C. dan P. J . McClure. (eds.). 2003. Foodborne pathogens: Hazard, risk analysis and control. Woodhead Publishing Limited. Cambrige, England.
Bernard, M. M. 2000. Injured Bacteria. Di dalam: Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, G. W. Gould. (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.
Blackburn, C. dan P. J . McClure. 2003. Foodborne pathogens: Hazard, risk analysis and control. Woodhead Publishing Limited. Cambrige, England.
Bryan, F. L., M. J . Fanelli, H. Riemann. 1979. Salmonella Infections. Di dalam: Bryan, F. L., dan H. Riemann. Foodborne Infections and Intoxications 2 nd
Edition. Academic Press, New York.
Craig, J . E., D. Boyle, K. P. Francis, dan M. P. Gallagher. 1998. Expression of the cold-shock gene cspB in Salmonella Typhimurium occurs below a threshold temperature. J . Microbiol. 144: 697-704.
63
DAoust, J . Y. 2000. Salmonella. Di dalam: Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, G. W. Gould. (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.
DAoust, J .Y., 1989. Salmonella. Di dalam : Doyle, M.P. (ed.). Foodborne Bacterial Pathogens. Marcel Dekker, Inc. New York.
Del-Portillo, F. G. 2000. Moleculer and Celluler Biology of Salmonella Pathogenesis. Di dalam Cary, J . W., J . E. Linz, dan D. Bhatnagar. Microbial Foodborne Disease: Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Techonomic Publishing Company, Inc. Cancaster, Pennsylvania, USA.
Desrosier, N. W. dan D. K. Tressler. 1977. Freezing of Shellfish In Fundamental of Freezing. AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Desrosier, N. W. dan J . N. Desrosier. 1977. The Technology of Food Preservation. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut.
Dewanti-Hariyadi, R., N. Andjaya, Suliantari, dan L. Nuraida. 2001. Teknologi Fermentasi: Penuntun Praktikum. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dickens, D. L., H. L. Dupont, dan P. C. J ohnson, 1985. Survival of bacterial enterophatogens in the ice of popular drinks. The J ournal of the American Medical Association. Vol. 253 No 21. http:jama.ama- assn.org/cgi/content/abstract.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara Karya Aksara, J akarta.
Direktorat J enderal Peternakan. 2008. Produksi Daging, Telur, dan Susu Tahun 2004- 2008 (Indonesia). ditjennak.go.id/bank%5CTabel_5_1.pdf. 26 Februari 2009.
Eley, A. R. 1992. Other Bacterial Pathogens. Di dalam: Eley, A. R., Microbial Food Poisoning. Chapman & Hall, London.
Fardiaz, S. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU, IPB.
64
Fennema, O. R., W. D. Powrie, dan E. H. Morth. 1976. Low Temperature Preservation of Food and Living Matters. Marcel Dekker, New York.
Frazier, W.C. dan P.C Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Co. Inc. New York.
Gaman, P. M dan K.B. Sherrington. 1981. An introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. In The Food Science. 1981. Pergamon Press. Oxford.
Georgala, D. L. dan A. Hurst, 1963. The Survival of Food Poisoning Bacteria in Frozen Food. J . Appl.. Microbial. 26: 364-358. Di dalam: J ay, J . M., Loessner, M. J ., Golden, D. A. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA
Gunderson, M. F. dan K. D. Rose. 1948. Survival ofbacteria in a Precooked Fresh Frozen Food. Food Re. 13:254-263. Di dalam: J ay, J . M., M. J .Loessner, D. A.Golden. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA
Hallowel, E. R. 1980. Cold and freezer Storage Manual. AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Hammack, T. S., R. M. Amaguana, G. A. J une, P. S. Sherrod, and W. H. Andrews. 1999. Relative effectiveness of selenite cystine broth, tetrathionate broth, and Rappaport-Vassiliadis medium for the recovery of Salmonella from foods with a low microbial load. J . Food Prot. 62:16-21.
Hanes, D. 2003. Nontyphoid Salmonella. Di dalam: Miliotis, M. D., Bier, J . W. (Eds), International Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Dekker, Inc., New York.
Herbert, R. A. dan J . P. Sutherland. 2000. Di dalam : Lund, B.M., T.C. Baird-parker, dan G.W.Gould, , 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food, Vol. I. Aspen Publishers, Inc., Gaitehersburg, Maryland.
ICMSF. 1986. Microorganism in Foods 2. Sampling for Microbiological Analysis Principles and Spesific Applications, 2 nd ed. University of Toronto Press, Toronto.
65
ICMSF. 1996. Microorganism in Foods 5. Microbiological Spesifications of Food Pathogens. Chapman and Hall, London.
J ay, J . M., M. J . Loessner, dan D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA
J ohnston, W. A., F. J . Nicholson, A. Roger dan G. D. Stroud. 1994. Freezing and Refrigerated Storage in Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper-340 Food and Agriculture Organization of The United Nations.
J udge, M. D., E. D. Aberle, J . C. Forrest, H. B. Hedrick, dan R. A. Merkel. 1989. Prnciples of Meat Science. Kendall Hunt Publishing Company, Iowa. USA.
Lawrie, R. A. 1991. Meat Science. Pergamon Press, London.
Lowry, P. D., dan C. O. Gill. 1985. Microbiology of Frozen Meat and Meat Products. Di dalam: Robinson, R. K (ed.). Microbiology of Frozen Foods. Elsevier Applied Science Publishers, England.
Lund, B. M. 2000. Freezing. Di dalam : Lund, B.M., T.C. Baird-parker, dan G.W.Gould, , 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food, Vol. I. Aspen Publishers, Inc., Gaitehersburg, Maryland.
Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, dan G. W. Gould. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Vol II. Aspen Publisher, Inc. Gathersburg, Maryland.
Matches, J . R. dan J . Liston. 1968. Low Temperature Growth of Salmonella. J . Food Sci. 33:641-645.
Mead, P. S., L. Slusther, V .Diets, , L. F. McCraig, , J . S. Bresee, , C. Shepiro, P. M. Griffin, dan R. V. Tauxe. 1999. Food related illness and death in united States Emerg. Infect. Dis 5: 607-625.
Meyer, L. H. 1973. Food Chemistry. Charles E. Turtle Co., Tokyo.
Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 1992. Penuntun Praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU, IPB, Bogor.
Nasution, R. 2003. Teknik Sampling. Bahan Internet. http:/www.usu.ac.id/ 66
Pang, T., Z. A. Bhutta, B. B Finlay, dan M. Altwegg. 1995. Typhoid fever and other salmonellosis: a continuing challenge. J . Microbiol. 3 (7):253-255.
Popoff, M. Y., dan L. L. Minor. 1997. Antigenic Formulas of The Salmonlla Serovars. Institut Pasteur, Paris.
Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology, 2 nd Ed. CRC Press, Boca Raton.
Ruslan. 2003. Keamanan Mikrobiologi dan Survei Lapang Sayuran Olahan di Daerah Bogor Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.
Sylviana. 2008. Prevalensi Cemaran Salmonella Typhimurium Pada Potongan Karkas Ayam dan Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle, Linn.) Sebagai Larutan Sanitaiser Alami. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ulusu, N. N. dan Tezcan, F. E. 2001. Cold Shock proteins. J . Med. Sci. Vol 31: 283- 290. http://journals.tubitak.gov.tr/medical/issues/sag-31-4-1-0010-22.pdf (25 April 2009).
Yuliatin. F. 2008. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella Pada Pembekuan Es Batu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
6 7
L a m p i r a n
1 .
B l a n g k o
A n a l i s a
A P I
2 0 E
T e s t
68
Lampiran 2. Data analisis total mikroba pada 30 sampel daging sapi
No. Kode Sampel CFU/g Nilai Log 1 SP1 2.6 x 10 4 4.41 2 SP2 7.0 x 10 6 6.84 3 SP3 2.6 x 10 5 5.41 4 SP4 3.8 x 10 5 5.58 5 SP5 2.0 x 10 6 6.30 6 SP6 1.0 x 10 7 7.00 7 SP7 4.0 x 10 4 4.60 8 SP8 3.7 x 10 6 6.57 9 SP9 1.8 x 10 6 6.26 10 SP10 8.1 x 10 5 5.91 11 T1P1 7.8 x 10 6 6.89 12 T1P2 6.8 x 10 7 7.83 13 T2P1 1.3 x 10 7 7.11 14 T2P2 1.9 x 10 7 7.28 15 T3P1 5.0 x 10 7 7.70
69
Lampiran 2 (Lanjutan). Data Analisis Total Mikroba pada 30 Sampel Daging Sapi
No. Kode Sampel CFU/g Nilai Log 16 T3P2 2.2 x 10 8 8.34 17 T4P1 4.4 x 10 7 7.64 18 T4P2 4.5 x 10 7 7.65 19 T5P1 5.6 x 10 7 7.75 20 T5P2 4.8 x 10 6 6.68 21 SG1 9.1 x 10 4 4.96 22 SG2 1.0 x 10 7 7.00 23 SG3 2.1 x 10 6 6.32 24 SG4 5.9 x 10 6 6.77 25 SG5 1.4 x 10 6 6.15 26 SG6 2.4 x 10 6 6.38 27 SG7 6.6 x 10 4 4.82 28 SG8 5.2 x 10 6 6.72 29 SG9 1.4 x 10 7 7.15 30 SG10 4.5 x 10 6 6.65
70
Lampiran 3. Hasil identifikasi sampel yang negatif pada Urea Broth
Lampiran 5. Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A - - B B - - - RV HEA T A A + - B B - + - XLDA T B A + - B A + - - BSA T A A + - B A + - - 1 SP1 TTB HEA T A A + + B A + + - XLDA AT A A + - B A + - - BSA T A A + - B B + - - RV HEA AT A A + - B B + - - XLDA AT A A + + B A + - - BSA T A A + + B B + + - 2 SP2 TTB HEA AT A A + + B B + + - XLDA AT A A + - B B + - - BSA T A A + - B B + - - RV HEA AT A A + - B B + - - XLDA T A A - - B B + - - BSA T B A + - B A + - - 3 SP3 TTB HEA T B A + - B A + - -
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA AT A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B + - - XLDA AT A A + - B A + - - BSA T B A + - B A - - - 4 SP4 TTB HEA T A A + - B A + - - XLDA T A A + - B B - - - BSA T B A + - B B - - - - RV HEA T B A + - B B - - - - - XLDA T A A - - B B + - - BSA T A A + - B A + - - 5 SP5 TTB HEA T B A + - B B - - - - XLDA T B A + + B B - + - - BSA T B A + + B B - + - + + RV HEA T B A + + B B - + + - XLDA AT A A + + B A + + - BSA T B A + - B B - - - - 6 SP6 TTB HEA T B A - - B B + - - - Keterangan: T =tipikal, AT =atipikal, Slant =permukaan agar, Butt =dasar agar, TSIA : A=Asam (kuning), B=Basa (Merah), LIA: A=Asam (kuning), B=Basa (Ungu)
75
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA T A A + - B A - - - BSA T A A + - B A - - - RV
HEA AT A A + - B A - - - XLDA T A A + + B A - + - BSA T A A + - B B - - - 7 SP7 TTB
HEA T B A + - B B - - - - XLDA T B A + + B B - + - - BSA T B A + + B B - + - - RV HEA T B A + + B B - + - + + XLDA T A A - - B B - - - BSA T B A - + B A - - - 8 SP8 TTB HEA T B A + - B A - - - XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - - XLDA AT A A + - B B + + - BSA T A A - - B B - - - 9 SP9 TTB HEA T B A - - B A - - - Keterangan: T =tipikal, AT =atipikal, Slant =permukaan agar, Butt =dasar agar, TSIA : A=Asam (kuning), B=Basa (Merah), LIA: A=Asam (kuning), B=Basa (Ungu)
76
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B - + - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A - - B B - - - - BSA T B A + - B A + - - 10 SP10 TTB HEA T B A - - B B - - - - - XLDA T B A + + B B - + - - BSA T A A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A + + B A + - - BSA T A A + - B A + - - 11 T1P1 TTB HEA T B A + + B B - + - - - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A - - B A - - - BSA T A A + - B B - - - 12 T1P2 TTB HEA T B A + - B A - - - Keterangan: T =tipikal, AT =atipikal, Slant =permukaan agar, Butt =dasar agar, TSIA : A=Asam (kuning), B=Basa (Merah), LIA: A=Asam (kuning), B=Basa (Ungu)
77
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA T B A + + B B - + - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA T B A + + B A - + - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T B A + - A + - - 13 T2P1 TTB HEA T B A + - B A + - - XLDA T B A + + B A - + - BSA T B A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T A A + + B A + + - BSA T A A + - B A - - - 14 T2P2 TTB HEA T B A + - B A - - - XLDA T B A + - B B - - - - - BSA T A A + - B B + + - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A - - B A - - - BSA T A A + + B B + + - 15 T3P1 TTB HEA T B A - - B A - - -
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A + - B A - - - BSA T B A + + B A - - - 16 T3P2 TTB HEA T B A + + B A + - - XLDA T A A + - B B + - - BSA T A A + - B A + - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B + - - 17 T4P1 TTB HEA T B A + + B B - - - - - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B - + - RV HEA T B A + + B B - + + - XLDA T B A + + B B - + - + + BSA T B A + + B B - + + - 18 T4P2 TTB HEA T B A + + B B - + + -
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA T A A + + B B - + - BSA T A A + + B B - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A - - B A + - - BSA T A A + - B B - - - 19 T5P1 TTB HEA T B A + - B A - - - XLDA T A A + + B B - + - BSA T A A + + B B - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A - - B A + - - BSA T A A + - B B - - - 20 T5P2 TTB HEA T B A + - B A - - - XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - - XLDA T B A - - B B - - - - - BSA T A A + + B A + + - 21 SG1 TTB HEA T B B - - B B - - -
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA AT A A + + B A + + - BSA T A A + + B A + + - RV HEA AT A A + + B A + + - XLDA AT A A + + B A + + - BSA T A A + + B A + + - 22 SG2 TTB HEA AT A A + + B A + + - XLDA AT A A + - B B - + - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A - - B B - - - XLDA AT B A + + B A + - - BSA T A A - - B B - - - 23 SG3 TTB HEA T A A - - B A + + - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T B A + - B B + - - - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A - - B B + - - - - BSA T A A + - B A + - - 24 SG4 TTB HEA T A A + + B A - + - Keterangan: T =tipikal, AT =atipikal, Slant =permukaan agar, Butt =dasar agar, TSIA : A=Asam (kuning), B=Basa (Merah),L IA: A=Asam (kuning), B=Basa (Ungu)
81
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S UB API Test Kesimpulan XLDA T B A + + B B - + - + + BSA T A A + + B B - + - RV HEA T B A + + B B + + - - XLDA AT B A + - B A - - - BSA T B A + - B A + - - 25 SG5 TTB HEA T B A + - B A - - - XLDA AT - BSA AT - RV HEA AT Tidak digores karena atipikal - XLDA T B A + + B B - + - - - BSA T A A + - B B - - - 26 SG6 TTB HEA T B A + - B A - - - XLDA T A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - - XLDA T B A + - B A - - - BSA T A A + - B A + - - 27 SG7 TTB HEA T B A + + B A - - -
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E
TSIA LIA UB API Test Kesimpulan No. Kode Sampel Selective Broth Selective Agar Slant Butt gas H 2 S Slant Butt gas H 2 S XLDA T B A + + B B - + - + + BSA T B A + + B B + + - - RV HEA AT A A + - B B + - - XLDA AT A A + + B B - - - BSA T B A + + B B + + + - 28 SG8 TTB HEA AT B A + + B A - - - XLDA AT A A + - B B - - - BSA T A A + - B B - - - RV HEA AT A A + - B B - - - XLDA AT A A + + B A - + - BSA T A A - - B B + - - 29 SG9 TTB HEA T A A - - B B - - - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B B + - - RV HEA T B A + - B B - - + - XLDA AT Tidak digores karena atipikal - BSA T A A + - B A + - - 30 SG10 TTB HEA T A A + - B A + - - Keterangan: T =tipikal, AT =atipikal, Slant =permukaan agar, Butt =dasar agar, TSIA : A=Asam (kuning), B=Basa (Merah),L IA: A=Asam (kuning), B=Basa (Ungu) 83
Lampiran 6. Hasil Analisis J umlah Total Mikroba pada Daging Sapi Giling Tanpa Perlakuan Selama 14 Hari Penyimpanan Beku (-16C) beserta Hasil Uji ANOVA
Waktu pembekuan (hari) Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 1.4 x 10 6 6.15 0 2 5.9 x 10 6 6.77 6.46 1 1.2 x 10 6 6.08 7 2 5.1 x 10 6 6.71 6.39 1 7.6 x 10 5 5.88 14 PCA 2 4.4 x 10 6 6.64 6.26
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .042(a) 2 .021 .092 .915 Intercept 243.589 1 243.589 1075.526 .000 Hari_ke .042 2 .021 .092 .915 Error .679 3 .226 Total 244.310 6 Corrected Total .721 5 a R Squared = .058 (Adjusted R Squared = -.570)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 ke-14 2 6.2600 ke-7 2 6.3950 ke-0 2 6.4600 Sig. .700 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .226. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
84
Lampiran 7. Hasil analisis jumlah total Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 8.2 x 10 3 3.91 0 hari 2 7.3 x 10 3 3.86 3.89 1 6.8 x 10 3 3.83 3 hari 2 5.7 x 10 3 3.76 3.79 1 2.8 x 10 3 3.45 7 hari 2 3.4 x 10 3 3.53 3.49 1 2.1 x 10 3 3.32 10 hari 2 4.5 x 10 3 3.65 3.49 1 4.7 x 10 3 3.67 14 hari HEA
2 1.8 x 10 3 3.26 3.46
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .320(a) 4 .080 2.750 .148 Intercept 131.334 1 131.334 4516.292 .000 Hari_ke .320 4 .080 2.750 .148 Error .145 5 .029 Total 131.799 10 Corrected Total .465 9 a R Squared = .687 (Adjusted R Squared = .437)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 ke-14 2 3.4650 ke-10 2 3.4850 ke-7 2 3.4900 ke-3 2 3.7950 ke-0 2 3.8850 Sig. .065 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .029. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05. 85
Lampiran 8. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 3.5 x 10 6 6.54 0 hari 2 5.4 x 10 6 6.73 6.64 1 1.8 X 10 6 6.26 3 hari 2 1.1 X 10 6 6.04 6.15 1 3.1 X 10 5 5.49 7 hari 2 1.8 X 10 6 6.26 5.87 1 7.3 x 10 5 5.86 10 hari 2 1.2 x 10 6 6.08 5.97 1 1.1 x 10 6 6.04 14 hari HEA
2 1.0 x 10 6 6.00 6.02
ANOVA Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .716(a) 4 .179 2.462 .175 Intercept 375.769 1 375.769 5165.920 .000 Hari_ke .716 4 .179 2.462 .175 Error .364 5 .073 Total 376.849 10 Corrected Total 1.080 9 a R Squared = .663 (Adjusted R Squared = .394)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 2 7 2 5.8750 10 2 5.9700 5.9700 14 2 6.0200 6.0200 3 2 6.1500 6.1500 0 2 6.6350 Sig. .367 .064 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .073. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05. 86
Lampiran 9. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 2.4 x 10 6 6.38 0 hari 2 5.8 x 10 6 6.76 6.57 1 1.8 x 10 6 6.26 3 hari 2 3.6 x 10 6 6.56 6.41 1 2.4 x 10 6 6.38 7 hari 2 3.4 x 10 6 6.53 6.46 1 1.8 x 10 6 6.26 10 hari 2 2.4 x 10 6 6.38 6.32 1 3.6 x 10 6 6.56 14 hari NA
2 8.0 x 10 5 5.90 6.23
ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .135(a) 4 .034 .476 .754 Intercept 409.216 1 409.216 5788.882 .000 Hari_ke .135 4 .034 .476 .754 Error .353 5 .071 Total 409.704 10 Corrected Total .488 9 a R Squared = .276 (Adjusted R Squared = -.304)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 14 2 6.2300 10 2 6.3200 3 2 6.4100 7 2 6.4550 0 2 6.5700 Sig. .269 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .071. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05. 87
Lampiran 10. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 3.3 x 10 6 6.52 0 hari 2 6.5 x 10 6 6.81 6.67 1 1.5 x 10 6 6.18 3 hari 2 3.4 x 10 6 6.53 6.35 1 2.4 x 10 6 6.38 7 hari 2 3.6 x 10 6 6.56 6.47 1 1.8 x 10 6 6.26 10 hari 2 1.9 x 10 6 6.28 6.27 1 2.8 x 10 6 6.45 14 hari PCA
2 1.5 x 10 6 6.18 6.31
ANOVA Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .200(a) 4 .050 1.603 .305 Intercept 411.522 1 411.522 13177.14 5 .000 Hari_ke .200 4 .050 1.603 .305 Error .156 5 .031 Total 411.879 10 Corrected Total .356 9 a R Squared = .562 (Adjusted R Squared = .211)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 10 2 6.2700 14 2 6.3150 3 2 6.3550 7 2 6.4700 0 2 6.6650 Sig. .085 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .031. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05. 88
Lampiran 11. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 5.5 x 10 7 7.74 0 hari 2 1.2 x 10 7 7.08 7.41 1 3.9 x 10 7 7.59 3 hari 2 1.4 x 10 7 7.15 7..37 1 9.8 x 10 6 6.99 7 hari 2 1.2 x 10 7 7.08 7.04 1 5.8 x 10 6 6.76 10 hari 2 8.8 x 10 6 6.94 6.85 1 1.7 x 10 6 6.23 14 hari NA
2 7.0 x 10 6 6.85 6.54
ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1.064(a) 4 .266 2.523 .169 Intercept 495.757 1 495.757 4703.129 .000 Hari_ke 1.064 4 .266 2.523 .169 Error .527 5 .105 Total 497.348 10 Corrected Total 1.591 9 a R Squared = .669 (Adjusted R Squared = .404)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 14 2 6.5400 10 2 6.8500 7 2 7.0350 3 2 7.3700 0 2 7.4100 Sig. .051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .105. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05. 89
Lampiran 12. Hasil analisis total mikroba (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pembekuan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 6.0 x 10 7 7.78 0 hari 2 1.5 x 10 7 7.18 7.48 1 9.7 x 10 6 6.99 3 hari 2 2.2 x 10 7 7.34 7.16 1 1.1 x 10 7 7.04 7 hari 2 2.7 x 10 6 6.43 6.74 1 1.8 x 10 6 6.26 10 hari 2 5.7 x 10 6 6.76 6.51 1 1.5 x 10 6 6.18 14 hari PCA
2 5.5 x 10 6 6.74 6.46
ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1.550(a) 4 .388 2.733 .150 Intercept 471.969 1 471.969 3327.944 .000 Hari_ke 1.550 4 .388 2.733 .150 Error .709 5 .142 Total 474.228 10 Corrected Total 2.259 9 a R Squared = .686 (Adjusted R Squared = .435)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 2 14 2 6.4600 10 2 6.5100 6.5100 7 2 6.7350 6.7350 3 2 7.1650 7.1650 0 2 7.4800 Sig. .131 .057 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .142. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05. 90
Lampiran 13. Data jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 8.2 x 10 3 3.91 2 7.3 x 10 3 3.86 0 hari 3 6.2 x 10 3 3.79 3.86 1 3.7 x 10 3 3.57 2 2.2 x 10 3 3.34 3 hari 3 2.3 x 10 3 3.36 3.42 1 8.1 x 10 3 3.91 2 7.1 x 10 3 3.85 7 hari HEA
3 3.8 x 10 3 3.58 3.78
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .317(a) 2 .159 9.381 .014 Intercept 122.250 1 122.250 7224.221 .000 Hari_ke .317 2 .159 9.381 .014 Error .102 6 .017 Total 122.669 9 Corrected Total .419 8 a R Squared = .758 (Adjusted R Squared = .677)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 2 3 3 3.4233 7 3 3.7800 0 3 3.8533 Sig. 1.000 .516 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .017. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
91
Lampiran 14. Hasil analisis jumlah sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 3.6 x 10 6 6.56 2 5.4x 10 6 6.73 0 hari 3 1.6x 10 6 6.20 6.50 1 1.9 x 10 6 6.28 2 3.8 x 10 6 6.58 3 hari 3 1.6 x 10 6 6.20 6.35 1 1.7 x 10 6 6.23 2 1.1 x 10 6 6.04 7 hari HEA
3 2.4 x 10 6 6.38 6.22
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .118(a) 2 .059 1.239 .354 Intercept 363.538 1 363.538 7658.801 .000 Hari_ke .118 2 .059 1.239 .354 Error .285 6 .047 Total 363.940 9 Corrected Total .402 8 a R Squared = .292 (Adjusted R Squared = .056)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 7 3 6.2167 3 3 6.3533 0 3 6.4967 Sig. .179 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .047. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
92
Lampiran 15. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 2.4 x 10 6 6.38 2 5.8 x 10 6 6.76 0 hari 3 3.6 x 10 6 6.56 6.57 1 6.9 x 10 6 6.84 2 5.8 x 10 7 7.76 3 hari 3 4.6 x 10 7 7.66 7.42 1 7.5 x 10 7 7.88 2 5.5x 10 7 7.74 7 hari NA
3 7.9x 10 7 7.90 7.84
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 2.526(a) 2 1.263 12.692 .007 Intercept 476.403 1 476.403 4787.439 .000 Hari_ke 2.526 2 1.263 12.692 .007 Error .597 6 .100 Total 479.526 9 Corrected Total 3.123 8 a R Squared = .809 (Adjusted R Squared = .745)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 2 0 3 6.5667 3 3 7.4200 7 3 7.8400 Sig. 1.000 .154 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .100. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05. 93
Lampiran 16. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 Log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 3.3 x 10 6 6.56 2 6.5 x 10 6 6.81 0 hari 3 5.6 x 10 6 6.75 6.71 1 5.9 x 10 6 6.77 2 3.2 x 10 7 7.51 3 hari 3 8.8 x 10 7 7.94 7.41 1 2.2 x 10 8 8.34 2 4.0x 10 7 7.60 7 hari PCA
3 9.4x 10 7 7.97 7.97
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 2.403(a) 2 1.202 7.150 .026 Intercept 487.674 1 487.674 2901.860 .000 Hari_ke 2.403 2 1.202 7.150 .026 Error 1.008 6 .168 Total 491.085 9 Corrected Total 3.412 8 a R Squared = .704 (Adjusted R Squared = .606)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 2 0 3 6.7067 3 3 7.4067 7.4067 7 3 7.9700 Sig. .081 .143 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .168. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05. 94
Lampiran 17. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pendinginan Media Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 3.0 x 10 7 7.48 2 5.5 x 10 7 7.74 0 hari 3 1.2 x 10 7 7.08 7.43 1 4.2 x 10 8 8.62 2 2.9 x 10 8 8.46 3 hari 3 8.5 x 10 7 7.93 8.34 1 9.8 x 10 8 8.99 2 1.4 x 10 8 8.15 7 hari NA
3 1.4 x 10 8 8.15 8.43
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1.818(a) 2 .909 5.727 .041 Intercept 585.640 1 585.640 3689.716 .000 Hari_ke 1.818 2 .909 5.727 .041 Error .952 6 .159 Total 588.410 9 Corrected Total 2.770 8 a R Squared = .656 (Adjusted R Squared = .542)
Post Hoc Tests
Duncan Subset Hari_ke N 1 2 0 3 7.4333 3 3 8.3367 7 3 8.4300 Sig. 1.000 .784 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .159. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05. 95
Lampiran 18. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 Log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji ANOVA
Waktu pembekuan
Media
Ulangan` CFU/g log CFU/g Rata-rata (log CFU/g) 1 6.0 x 10 7 7.78 0 hari 2 1.5 x 10 7 7.18 7.48 1 1.6 x 10 8 8.20 3 hari 2 4.9 x 10 7 7.69 7.95 1 6.8 x 10 7 7.83 7 hari PCA
2 1.5 x 10 8 8.18 8.00
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total_mikroba Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .330(a) 2 .165 1.334 .385 Intercept 365.977 1 365.977 2956.988 .000 Hari_ke .330 2 .165 1.334 .385 Error .371 3 .124 Total 366.678 6 Corrected Total .702 5 a R Squared = .471 (Adjusted R Squared = .118)
Post Hoc Tests Duncan Subset Hari_ke N 1 0 2 7.4800 3 2 7.9450 7 2 8.0050 Sig. .231 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .124. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.