Вы находитесь на странице: 1из 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi tua adalah suatu proses natural/alami yang terjadi pada manusia .
Secara umum proses penuaan ini menyangkut 2 komponen utama yaitu
komponen biologis dan komponen psikologis. Perubahan pada kedua
komponen ditambah dengan sikap masyarakat terhadapnya akan
mempengaruhi kualitas hidup lansia. Jika mereka dihargai, dicintai dan
dihormati keluarganya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kontribusi
mereka di komunitas tempat mereka hidup diakui dan dihargai maka lansia
menjadi sangat aktif dan hidup mandiri (Watson Roger, 2003).
Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi
usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 2023 akan naik 414
%, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan
menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina,
India, dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada
semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis,
psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang
kemunduran fisik dan mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan
ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan,
inkontinensia, dan gangguan intelektual. Sifat umum dari empat besar tersebut
adalah 1) mempunyai masalah yang kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang
sederhana, 3) hancurnya kemandirian, dan 4) membutuhkan bantuan orang
lain yang berkaitan erat dengan keperawatan (Isaac, 1981).
Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada
urutan ke empat penyakit di dunia. Sekitar 20 % wanita dan 12 % pria dalam
suatu waktu kehidupannya pernah mengalami depresi (Amir N, 2005). Depresi
adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia. Kondisi ini sering berhubungan
dengan kondisi sosial, kejadian hidup seperti kehilangan, masuk rumah sakit,
2

menderita sakit atau merasa ditolak oleh teman dan keluarganya serta masalah
fisik yang dialaminya. Cash, H (1998) dalam Hawari (2001) mengemukakan
bahwa 1 dari 5 orang pernah mengalami depresi dalam kehidupannya,
selanjutnya 5-15 % para pasien-pasien depresi melakukan bunuh diri setiap
tahun.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka di dapatlah rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Apa pengertian depresi?
b. Apa saja aspek depresi?
c. Bagaimana proses terjadinya depresi?
d. Apa saja faktor penyebab dan faktor resiko depresi?
e. Bagaimana gejala depresi pada lansia?
f. Bagaimana penanganan depresi pada lansia?
g. Bagaimana penatalaksanaan depresi pada lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
a. Mengetahui pengertian dari depresi
b. Mengetahui aspek depresi
c. Mengetahui proses terjadinya depresi
d. Mengetahui faktor penyebab dan faktor resiko dari depresi
e. Mengetahui gejala depresi pada lansia
f. Mengetahui penanganan depresi pada lansia
g. Mengetahui penatalaksanaan depresi pada lansia
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini hendaknya bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang
depresi pada lansia sehingga bisa menerapkannya dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien di rumah sakit.

3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Depresi
Seseorang dikatakan depresi apabila aktifitas fisiknya menurun, berpikir
sangat lamban dan diikuti oleh perubahan suasana hati. Sesorang yang
mengalami depresi memiliki pemikiran yang negatif terhadap dirinya sendiri,
terhadap masa depan, dan ingatan mereka menjadi lemah, serta kesulitan
dalam mengambil keputusan.
Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8), depresi adalah suatu bentuk
gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Depresi
juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih, murung, kesal, tidak
bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk
merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal,
tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. Individu yang menderita
depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat, kepercayaan diri
menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat, insomnia, atau
gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak didada,
hingga keinginan untuk bunuh diri (John & James, 1990 : 2).
Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba
lamban (retardasi psikomotor), fungsi kognitif (aktifitas mental emosional
untuk belajar, mengingat, merencanakan, mencipta, dan sebagainya)
terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal kesadaran yaitu menurunnya
aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang yang depresi
berbeda - beda dari yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan yang
mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan
gaya gerak lambat (A. Supratiknya, 1995 : 67).
Menurut Maramis (1998 : 107), depresi adalah suatu jenis keadaan
perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak
berguna, gagal, kehilangan, putus asa, dan penyesalan yang patologis. Depresi
juga disertai dengan komponen somatik seperti anorexia, konstipasi, tekanan
darah dan nadi menurun. Dengan kondisi yang demikian, depresi dapat
4

menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam
hidupnya.
Depresi pada lanjut usia kemungkinan akan sangat berkaitan dengan
proses penuaan yang terjadi pada diri lanjut usia, pada fase tersebut sering
terjadi perubahan fisik dan mental yang mengarah ke penurunan fungsi. Proses
menjadi tua menghadapkan lanjut usia pada salah satu tugas yang paling sulit
dalam perkembangan hidup manusia. Hurlock (1992 : 387 ) mengemukakan
beberapa masalah yang umumnya unik pada lanjut usia, yaitu :
a. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, sehingga bergantung pada
orang lain.
b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk
melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.
c. Menentukan kondisi fisik yang sesuai dengan perubahan status
ekonominya.
d. Mencari teman untuk mengganti pasangan yang meninggal atau cacat.
e. Mengembangkan kegiatan untuk mengisi waktu luang yang semakin
bertambah.
f. Belajar untuk memperlakukan anak anak yang sudah besar sebagai
orang dewasa.
g. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa.
h. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang
berusia lanjut dan memiliki kemampuan untuk menggantikan kegiatan
lama yang berat dengan yang lebih cocok.
i. Menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat buaya
darat, dan kriminalitas karena tidak sanggup lagi mempertahankan
diri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa depresi pada lanjut usia adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan psikologis yang
berpengaruh terhadap suasana hati, cara berpikir, fungsi tubuh dan
perilakunya, seperti rasa sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, insomnia,
putus asa dan merasa tidak berharga. Jadi keadaan depresi dapat diketahui dari
5

gejala dan tanda yang penting yang mengganggu kewajaran sikap dan
tindakan individu atau menyebabkan kesedihan yang mendalam.

2.2 Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki
beberapa aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
a. Aspek yang dimanifestasikan secara emosional, yaitu :
Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ; perasaan ini
menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang
dialami individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat
hingga kesedihan yang terus - menerus.
Perasaan negatif terhadap diri sendiri ; perasaan ini mungkin
berhubungan dengan perasaan sedih yang dijelaskan di atas,
hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada diri
sendiri.
Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan
atas apa yang dilakukan. Perasaan ini dapat terjadi pada setiap
kegiatan yang dilakukan termasuk hubungan psikososial,
seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab.
Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan
atau hubungan dengan orang lain ; keadaan ini biasanya disertai
dengan hilangnya kepuasan diatas. Hal ini dimanifestasikan
dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian atau rasa
keterlibatan emosi terhadap orang lain.
Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini
banyak dialami oleh penderita depresi, khususnya wanita.
Bahkan mereka yang tidak pernah menangis selama bertahun-
tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin menangis
tetapi tidak dapat menangis.
Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita
tidak kehilangan kemampuan untuk mempersepsi lelucon,
namun kesulitannya terletak pada kemampuan penderita untuk
6

merespon humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita
tidak terhibur, tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.
b. Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif, yaitu :
Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana
penderita memandang dirinya. Biasanya mereka menganggap
rendah ciri - ciri yang sebenarnya penting, seperti kemampuan
prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya tarik,
popularitas, dan sumber keuangannya.
Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada
wanita. Mereka merasa dirinya jelek dan tidak menarik.
Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang
terburuk dan menolak uasaha terapi yang dilakukan.
Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul
dalam bentuk anggapan penderita bahwa dirinya sebagai
penyebab segala kesalahan dan cenderung mengkritik dirinya
untuk segala kekurangannya.
Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan
karakteristik depresi yang biasanya menjengkelkan orang lain
ataupun diri penderita. Penderita sulit untuk mengambil
keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah
keputusan.
c. Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional ; meliputi
pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha, dorongan,
dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi penderita,
penderita tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut adanya
suatu tanggung jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang kuat.
d. Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik meliputi
kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan
kelelahan yang sangat.
Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159) mengatakan bahwa individu
mengalami depresi jika individu mengalami gajala-gejala rasa sedih, pesimis,
membenci diri sendiri, kehilangan energi, kehilangan konsentrasi, dan
7

kehilangan motivasi. Selain itu individu juga kehilangan nafsu makan, berat
badan menurun, insomnia, kehilangan libido, dan selalu ingin menghindari
orang lain.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek depresi adalah
gejala depresi yang dapat dimanifestasikan secara emosional, kognitif,
motivasional, fisik dan pencernaan, raut wajah sedih, retardasi, dan agitasi.
Gejala yang dimanifestasikan secara emosional terdiri dari perasaan kesal atau
patah hati, perasaan negatif terhadap dirinya, hilangnya rasa puas, hilangnya
keterlibatan emosional,kecenderungan untuk menangis diluar kemauan, dan
hilangnya respon terhadap humor. Sedangkan gejala yang dimanifestasikan
secara kognitif meliputi sikap menyimpang penderita, baik terhadap diri,
pengalaman, dan masa depannya. Gejala yang dimanifestasikan secara
motivasional meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang
usaha, dorongan, dan keinginan , sedangkan gejala yang muncul sebagai
gangguan fisik apabila terjadi gangguan saraf otonom dan hipotalamus.

2.3 Proses Terjadinya Depresi
Dalam kehidupan individu, ada periode - periode kritis yang berpengaruh
terhadap perkembangan individu selanjutnya. Kurangnya perhatian dan kasih
sayang dari figur yang penting bagi individu pada periode kritis akan
mempengaruhi kecenderungan depresi pada masa yang akan datang. Pada saat
individu merespon kembali situasi serupa yaitu kurangnya kasih sayang dan
perhatian, maka individu mempunyai kecenderungan depresi yang lebih tinggi
dibandingkan pada orang yang tidak mengalami keadaan demikian.
Kehidupan manusia ditandai oleh interaksi individu dengan
lingkungannya. Depresi dapat timbul karena beberapa faktor, baik faktor dari
dalam maupun dari luar individu. Menurut Abraham (dalam Meyer, 1984 :
165), keadaan depresi didominasi oleh perasaan kehilangan, rasa bersalah dan
ada perasaan ambivalen antara cinta dan benci. Ambivalensi dari depresi ada
dua, yaitu :
a. Marah dan benci terhadap objek cinta yang hilang kerena persepsi
tentang dirinya yang ditinggalkan atau ditolak.
8

b. Rasa bersalah karena keyakinannya bahwa dirinya telah gagal
merespon secara tepat dan sesuai terhadap objek cinta yang hilang.
Arienti dam Bemporad (dalam Meyer, 1984 : 249), menyatakan bahwa
depresi sering terjadi pada orang yang mengalami kehilangan anak - anak.
Situasi yang menyenangkan akan hilang jika ada kehadiran anggota keluarga
lain seperti adik sehingga perhatian ibu terbagi, karena kematian orang tua,
ditinggalkan oleh orang terdekat dengan individu, dan bisa juga disebabkan
oleh larangan yang mendadak terhadap perilaku anak yang sudah menetap.
Individu akan menyerap gaya hidup yang ditujukan untuk meraih keberhasilan
dalam menyenangkan orang yang demikian tersebut. Harapan - harapan
tersebut seringkali melebihi kemampuan individu sehingga terjadi kegagalan,
individu akan mencela dan menyalahkan diri sendiri.
Jadi depresi terjadi karena hilangnya objek eksternal yang bernilai tinggi
bagi individu tersebut. Kehilangan didefinisikan sebagai kehilangan objek
cinta utama, yaitu sesorang, sesuatu atau aktifitas.
Depresi menurut teori kognitif disebabkan oleh adanya bentuk-bentuk
pemikiran yang tidak logis. Individu yang depresi cenderung berpikir dengan
cara yang menyimpang dan penyimpangan ini menimbulkan masalah baru dan
memperburuk keadaan yang ada serta meningkatkan perputaran yang
memyebabkan depresi. Hal ini dipertegas oleh Ellis (dalam Meyer, 1984 :
187) yang mengatakan bahwa cara individu memandang dan berpikir tentang
dirinya sendiri akan menimbulkan gangguan tertentu seperti depresi.
Menurut Ferster ( dalam Meyer, 1984 : 167 ) depresi dapat timbul karena
salah satu daridua proses dibawah ini, yaitu :
a. Perubahan lingkungan seperti anggota keluarga atau kehilangan
pekerjaan dapat membatasi (reinforcement) yang diterima individu.
Individu yang menyandarkan diri pada satu atau dua reinforcement
akan cenderung mudah terserang depresi karena kurangnya
reinforcement.
9

b. Ditinjau dari perilaku menghindar, depresi muncul pada saat usaha
menghindar di lingkungan menjadi kuat. Dalam kasus ini depresi
timbul karena individu ingin menghindari kecemasan. Jika individu
menarik diri dari stimulus yang menyebabkan kecemasan, maka akan
kehilangan dengan kontak reinforcement sosial, dan akan timbul
depresi.
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa depresi terjadi
karena individu kehilangan objek eksternal yang bernilai tinggi bagi individu
tersebut. Kehilangan yang dimaksud adalah kehilangan objek cinta utama,
seperti kehilangan pasangan hidup, anak atau teman. Hal ini menyebabkan
individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik, sehingga tidak menutup
kemungkinan individu akan mudah mengalami gangguan depresi.
2.4 Faktor Penyebab dan Faktor Resiko Depresi
a. Faktor penyebab
Menurut Birren (1980 : 629) ada beberapa faktor yang
menimbulkan depresi, yaitu :
- Faktor individu yang meliputi :
1. Faktor biologis seperti genetik, proses menua secara
biologis, penyakit fisik tertentu.
2). Faktor psikologis seperti kepribadian, proses menua secara
psikologis. Pada kepribadian introvert akan berusaha
mewujudkan tuntutan dari dalam dirinya dan keyakinannya,
sedangkan kepribadian ekstrovert membentuk keseimbangan
dirinya dengan menyesuaikan keinginan - keinginan dari orang
lain.
- Faktor kejadian - kejadian hidup yang penting bagi individu
Kehilangan seseorang ataupun sesuatu dapat menimbulkan
depresi. Penyakit fisik juga berhubungan dengan serangan
afeksi karena penyakit merupakan ancaman terhadap daya
tahan individu, terhadap kemampuan kerjanya, kemampuan
10

meraih apa yang diinginkannya dan merupakan ancaman
terhadap aktifitas motorik dan perasaan sejahtera individu.
- Faktor lingkungan yang meliputi faktor sosial, faktor budaya,
dan faktor lingkungan fisik.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
beberapa faktor yang menyebabkan depresi, diantaranya adalah
proses menua secara biologis, penyakit fisik, kepribadian,
kehilangan orang yang dicintai, dan faktor lingkungan.
b. Faktor resiko
Menurut Amir N (2005), faktor resiko depresi adalah jenis kelamin
(wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), usia rata-rata awitan
antara 20-40 tahun), status perkawinan terutama individu yang bercerai
atau berpisah, geografis (penduduk dikota lebih sering depresi daripada
penduduk di desa), riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi
(kemungkinan lebih sering terjadi depresi), kepribadian : mudah cemas,
hipersensitif, dan lebih tergantung orang lain, dukungan sosial yaitu
seseorang yang tidak terintegrasi ke dalam masyarakat, stresor sosial :
peristiwa-peristiwa baik akut maupun kronik, tidak bekerja terutama
individu yang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur.
Depkes RI (2001) menyatakan ada beberapa keadaan yang
beresiko menimbulkan depresi yaitu kehilangan/meninggal orang (objek)
yang dicintai, sikap psimistik, kecendrungan berasumsi negatif terhadap
suatu pengalaman yang mengecewakan, kehilangan integritas pribadi,
berpenyakit degeneratif kronik, tanpa dukungan sosial yang kuat.

2.5 Gejala Depresi pada Lansia
Untuk menangani depresi pada lansia, kita harus mengetahui terlebih
dahulu gejala-gejala depresi pada lansia. Gejala depresi pada lansia adalah
sebagai berikut:
- Bad mood hampir sepanjang hari
- Insomnia atau hipersomnia
- Hilangnya minat dan rasa senang dalam aktifitas mereka
11

- Berat badan merosot atau bertambah drastic
- Kelelahan dan tidak mmiliki tenaga
- Agitasi atau retardasi psikomotor
- Sulit untuk berkonsentrasi
- Menurunnya harga diri
- Adanya perasaan bersalah pada diri mereka
- Perasaan pesimis dalam memandang masa depan
- Adanya perubahan pada pola tidur
- Berkurangnya nafsu makan
- Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang berlebihan
- Pikiran yang berulang tentang kematian
- Adanya tindakan percobaan bunuh diri

2.6 Penanganan Depresi pada Lansia
Bila ditangani dengan baik dan cepat, para lansia yang terkena depresi ini
tetap dapat sembuh dan bisa kembali seperti sedia kala. Penanganan depresi
pada lansia ini ada 2 jenis:
1. Penyembuhan dari dalam diri lansia itu sendiri
Ini adalah penanganan yang terpenting karena penyembuhan ini
berasal dari kemauan dan pengertian dari dirinya sendiri. Biasanya,
proses penyembuhannya akan lebih cepat berhasil. Caranya bisa
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
- Mengadakan pertemuan atau aktivitas berkumpul dengan
banyak orang sehingga dapat melakukan pertukaran informasi
dengan orang lain sehingga dapat membangkitkan semangat
hidup.
- Kontak sosial dilakukan dengan cara menulis surat, mengirim
email, menulis pesan lewat media elektronik atau media
publikasi tertulis.
- Mengisi waktu dengan aktivitas ringan seperti seperti
menonton televisi, menyiram bunga, olahraga, mendengarkan
radio, atau hobi lainnya untuk mengisi waktu dan
12

menghilangkan kebosanan sehingga dapat menimbulkan
perasaan senang.
- Menanamkan pikiran untuk berani beradaptasi dengan
perubahan yang ada. Menggap masa tua adalah kesempatan
untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya ketika masih muda
tidak dapat dilakukan karena kesibukan pekerjaan dan lain
sebagainya.
- Selalu berusaha untuk berpikir positif, karena segala hal yang
dilakukan akan menjadi lebih menyenangkan dan
membahagiakan jika segala sesuatunya dilihat dari sisi
positifnya. Dengan begitu, pada akhirnya dapat memberikan
kepuasan bagi dirinya sendiri.
2. Penyembuhan dari keluarga dekat hingga keluarga yang jauh, tetangga,
teman, dan lingkungan sekitar.Dukungan dari orang-orang terdekat
juga sangat penting untuk penyembuhan depresi pada lansia. Caranya
yaitu:
- Menjenguk lansia sesekali agar ia tidak merasa dilupakan.
- Luangkan waktu untuk menikmati kebersamaan dengan mereka
agar mereka bahagia.
- Temani mereka dalam aktivitasnya agar mereka tidak bosan.
- Rawatlah mereka dengan ketulusan dan sepenuh hati untuk
menumbuhkan semangatnya kembali.
- Berikanlah yang terbaik untuk mereka.
Deteksi dini perlu dilakukan untuk mewaspadai depresi, terutama pada
lansia dengan penyakit degeneratif, lansia yang menjalani perawatan lama di
rumah sakit, lansia dengan keluhan somatik kronis, lansia dengan imobilisasi
berkepanjangan serta lansia dengan isolasi sosial.
Penanganan depresi lebih dini akan lebih baik serta menghasilkan gejala
perbaikan yang lebih cepat. Depresi yang lambat ditangani akan menjadi lebih
parah, menetap serta meminbulkan resiko kekambuhan. Depresi yang dapat
13

ditangani dengan baik juga dapat menghilangkan keinginan pasien untuk
melukai dirinya sendiri termasuk upaya bunuh diri.
2.7 Penatalaksaan Depresi pada Lansia
Penatalaksanaan yang adekuat menggunakan kombinasi terapi psikologis
dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Terapi
diberikan dengan memperhatikan aspek individual harapan-harapan pasien,
martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem fisik yang ada
bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati.
1. Terapi biologik :
- Pemberian obat antidepresan
Terdapat beberapa pilihan obat anti depresi yaitu jenis Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs): Prozac (fluoxetine); Zoloft
(setraine), Cipram (citalopram) dan Paxil (paroxetine). Jenis
NASSA: Remeron (mirtazapine). Jenis Tricylic antidepresan:
Tofranil (imipramine) dan Norpramin (desipramine). Reversible
Inhibitor Mono Amine Oxidase (RIMA) Inhibitors: Aurorix. Stablon.
(Tianeptine).
- Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy
Penggunaan Electroconvulsive Therapy (ECT) dengan cara shock
therapy untuk pasien yang tidak memberi respon positif terhadap,
obat antidepresan dan psikoterapi. ECT bekerja untuk
menyeimbangkan unsur kimia pada otak, dirasa. cukup aman dan
efektif serta dapat diulang 3 kali seminggu sampai pasien
menunjukan perbaikan. Efek samping ECT adalah kehilangan
kesadaran sementara.pada pasien namun cukup efektif untuk
mengurangi resiko bunuh diri pada pasien tertentu.
2. Terapi psikososial (psikoterapi)
Terapi psikososial (psikoterapi) bertujuan mengatasi masalah
psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola
berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi
interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah
14

sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga, kendala terkait
faktor kultural, perubahan peran sosial.
Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi pembicaraan dengan
psikiater dan psikolog dapat membantu pasien melihat bahwa perasaan
yang dialaminya juga dapat terjadi pada orang lain namun karena
menderita depresi ia mengalami kondisi yang berlebihan atas perasaannya
sendiri.Seluruh instrunien yang terdapat pada diri perawat merupakan alat
praktek yang memiliki efek terapi apabila digunakan secara tepat.
Mata dengan pandangan yang penuh perhatian, mimik muka dan
ekspresi wajah simpati, sikap yang tepat merupakan alat perawat untuk
membantu klien untuk mengembalikan rasa percaya diri serta perasaan
diperhatikan dan dihargai sebagai manusia yang bermartabat. Penerimaan
yang tulus dari perawat tanpa ada sentimen apapun berdasarkan latar
belakang merupakan kepuasan tersendiri yang akan diterima oleh klien
jika mendapatkan pelayanan dari perawat.
Dengan telinga perawat bisa mendengarkan segala keluh kesah
pada klien yang mengalami depresi. Sebagaimana diuraikan sebelumnya
bahwa depresi timbul akibat adanya dorongan negatif dari super-ego yang
diresepsi dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga
depresi adalah sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun
ketidakpuasan secara emosional yang direpresi tidak secara otomatis akan
hilang, melainkan sewaktu-waktu akan muncul (return of the repressed).
Oleh karena itu sebagai toksin (racun) penyebab depresi yang ada
pada diri lansia perlu digali dan dikeluarkan, salah satu medianya dengan
percakapan. Psikoterapi malah sering didefenisikan dengan penyembuhan
melalui percakapan. Menurut para ahli psikoterapi percakapan efektif
untuk menyembuhkan kepribadian yang terluka, jika dirancang dan
didesain secara tepat, kontinyu, dilaksanakan dengan perhatian yang tulus,
dimulai dengan hubungan baik, serta mampu menumbuhkan harapan
klien. Dalam percakapan tentu perlu ada yang mendengarkan. percakapan
antara perawat dengan klien bukanlah sekedar pemberian nasehat (advice
15

giving) dimana perawat memiliki otoritas yang dominan untuk
menceramahi klien, dan klien harus menurut.
Dalam tehnik percakapan ini perawat lebih banyak menjadi
pendengar yang efektif. Saat klien telah mampu mengungkapkan
perasaannya maka berilah kesempatan yang seluas-seluasnya, dengan
aman, dan nyaman untuk bercerita. Dengan bercerita dan perawat
mendengar dengan penuh minat, maka klien telah mulai bekerja
mengeluarkan segala kecemasan, serta perasaan-perasaan yang menekan
jiwanya. jika dilakukan secara terencana dan. kontinyu, maka
kernungkinan besar toksin (racun) depresi pada klien akan terangkat
seluruhnya sampai bersih.
Tugas perawat adalah mernbantu klien memahami realitas apa
yang sesungguhnya dialami, sehingga klien bisa keluar dari kondisi yang
membuatnya depresi. perawat dalam proses pertolongan agar sangat
berhati-hati jangan sampai timbul proses pemberian nasehat yang justru
menimbulkan kesan menghakimi, sebab penghakiman adalah cairan cuka
yang disiranikan pada luka emosional klien. Sikap yang terkesan
menasehati ataupun dengan sengaja menasehati merupakan bakteri/ racun
baru yang akan memperbesar tumor depresi klien. Nasehat yang terlalu
dini/ dominan serta tidak pada tempatnya tidak akan berdampak pada
penyembuhan, sebab sebelum klien butuh nasehat sebagai salah satu
ramuan obat, maka klien perlu mengeluarkan segala bentuk tekanan
emosionalnya. Bercerita, berkeluh kesah, mendesah, mengadu, curhat,
ataupun menangis bahkan berontak adalah merupakan cara alamiah untuk
mengernbalikan keseimbangan dan kestabilan emosional klien serta akan
melepaskan energi-energi negatif yang menggantung dan menyesakkan
jiwanya. Karenanya perawat yang memainkan peran sebagai konselor/
terapis jangan buru-buru mengeluarkan kata-kata seperti: "oma mesti sabar
menghadapi kenyataan ini" atau "oma, jangan menangis tidak baik" atau
"tidak baik berkeluh kesah" dan sebagainya. Kata-kata seperti itu hanya
akan menyumbat upaya klien mengobati dirinya. Jika klien berkeluh
kesah, menangis, mengadu, curhat, maka berilah kesempatan, karena klien
16

pada saat sedang melepaskan toksin/ racun dalam jiwanya, yang
diharapkan adalah dukungan dan perhatian dari konselor. Jika klien
meminta saran dan tanggapan, maka berikanlah saran dan tanggapan
dengan selogis dan serealistis mungkin, jawaban tidak harus kepastian,
tapi usahakan klien diajak berpikir untuk, menemukan solusi yang paling
tepat. Klien perlu dirangsang untuk berpikir secara positif dan realisitis
dalam menghadapi situasi sulit. Menasehati ataupun mendikte bukanlah
cara yang bijak sekalipun nasehat itu cocok untuk dilakukan oleh klien,
sebab akan membuat klien malas berpikir dan tidak pernah belajar untuk
memecahkan masalahnya sendiri. Klien perlu juga diberdayakan, sebab
klien memiliki potensi yang cukup untuk menolong dirinya, perawat perlu
mengingatkan dan memunculkan kembali potensi-potensi tersebut,
kuatkan klien dan kembalikan kepercayaan dirinya untuk melawan
depresi.
3. Perubahan gaya hidup
Aktivitas fisik terutama olah-raga. Pasien dibiasakan berjalan kaki
setup pagi atau sore sehingga energi dapat ditingkatkan serta mengurangi
stress karena kadar norepinefrin meningkat. Selain itu, pasien juga dapat
diperkenalkan pada kebiasaan meditasi serta yoga untuk menenangkan
pikirannya: Setidaknya ada dua alasan penting mengapa olah raga perlu
untuk penderita depresi.
Pertama, olah raga meningkatkan kesadaran sistem syaraf sentral.
Denyut nadi meningkat dan membangkitkan semua sistem. Hal ini
berlawanan dengan penurunan kesadaran syaraf sentral akibat adanya
depresi.
Kedua, olah raga bisa memacu sistem syaraf sentral. Endorphin
adalah molekul organik yang seperti halnya norepinephrine dan serotonin,
berfungsi sebagai kurir kimiawi. Kadang endorphin dianggap, sebagai
candu (opium) alami yang berfungsi untuk meningkatkan proses biologic
untuk mengatasi depresi. Karenanya perawat diharapkan bisa
mengidentifikasi olah-raga yang disenangi oleh klien yang terindikasi
depresi dan mendesainnya menjadi sebuah program yang kontinyu dan
17

rutin. Perawat dapat bekerjasama dan berkonsultasi dengan tenaga medis
mengenai berbagai bentuk gerak yang efektif yang bisa menstimulus detak
jantung.
Diet sehat untuk mengurangi asupan gizi yang menambah kadar
stress juga perlu dilakukan. Memperhatikan jenis makanan yang akan
disajikan kepada lanjut usia yang mengalami depresi. Depresi
berhubungan dengan tingkat kesadaran yang rendah. Kesadaran mengacu
pada proses psikologis yang meliputi hal-hal seperti misalnya kemampuan
untuk memusatkan perhatian seseorang dan kemampuan untuk bekerja
secara efektif. Makanan berat secara otomatis akan memicu tindakan
bagian syaraf parasimpatik yakni cabang dari sistem syaraf otonom yang
menurunkan kesadaran. Darah dialirkan ke proses pencernaan untuk
membantu seseorang mencerna makanan yang dimakan. Sewaktu darah
meninggalkan otak dan tangan serta kaki, tubuh akan merasa lemas dan
mengantuk, karena itu makanan berat cenderung memicu depresi. Karena
itu dianjurkan untuk makan makanan ringan, ketika lapar diantara jam-jam
makan, akan tetapi sebaiknya menghindari makanan yang mengandung
kadar gala yang tinggi. Sementara kudapan yang rendah kalori dan
berprotein tinggi akan membuat seseorang tetap segar, memuaskan rasa
lapar, dan tidak mengganggu kesadaran optimal seseorang.












18

BAB III
ASKEP DEPRESI

Ny A 60 thn kini tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu.
Ny A masuk ke pantisosial dengan kamauan sendiri ia ingin melupakan trauma
masa lalunya. Yaitu kira-kira 5 tahun yang lalu rumah Ny A mengalami
kebakaran akibat kelalaiannya dalam menggunakan kompor. Saat itu Ny A sedang
memasak nasi akan tetapi ia lupa sehingga terjadilah kebakaran di rumah nya.
Akibat kebakaran itu anak ke 3 klien (12 tahun) meninggal dunia di karenakan
saat kebakaran terjadi anak Ny A sedang tertidur pulas.
Ny A memiliki 3 orang anak yaitu D (33 tahun), E (26 tahun) dan F (12
tahun yang meninggal 5 tahun yang lalu). kini anak pertama dan kedua Ny A
sudah berumah tangga. Suami Ny A kini tinggal bersama anak pertama nya di
padang. keluhan yang di rasakan Ny A ia kini merasakan nyeri pada sendi,
pandangan agak kabur, dan semenjak kejadian 5 tahun yang lalu itu Ny A juga
mengeluhkan susah tidur dan terkadang ia terbangun di malam hari dan Saat
terbangun, Ny. A biasanya langsung teringat pada peristiwa kematian anaknya
dan ia tidak dapat kembali tidur

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
a. Nama : Ny.A
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 55 tahun
d. Agama : Islam
e. Status Perkawinan : Kawin
f. Pendidikan Terakhir : SD
g. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
h. Alamat rumah : Pariaman


19

3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluhkan kalau ia kini merasakan nyeri pada sendi,
pandangan agak kabur, dan semenjak kejadian 5 tahun yang lalu itu. Ny
A juga mengeluhkan susah tidur dan terkadang ia terbangun di malam
hari.
b. Riwayat penyakit sekarang
klien merasakan nyeri sendi dan pandangan kabur
c. Riwayat penyakit terdahulu
klien tidak memiliki riwayat penyakit yang serius
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada penyakit keturunan

3.1.3 Kebiasaan Sehari-Hari
A. Biologis
a. Pola Makan
Klien makan 3 x sehari, porsi hanya habis separuh, menu seimbang, diet
buah 2 x seminggu.
b. Pola Minum
Klien minum hanya 1 hingga 2 mug (kira-kira 1 L) sehari. Selain itu klien
juga rutin minum segelas air teh setiap pagi di tambah dengan biskiut
kelapa untuk menemani minum teh
c. Pola Tidur
Klien tidur kira-kira 5 jam sehari dan Ny. A mengatakan susah tidur pada
malam hari. Tidurnya tidak pulas dan sering terbangun pada malam hari
sekitar pukul 01.00. Saat terbangun, Ny. A biasanya langsung teringat
pada peristiwa kematian anaknya sehingga Ny. A tidak dapat tidur kembali
sampai pagi dan Ny.A juga menyatakan kalau ia juga sulit untuk tidur di
siang hari. Saat pengkajian, pengkaji melihat ada lingkaran hitam di bawah
mata Ny. A, wajah tampak lesu dan kelelahan. Saat menjawab pertanyaan
20

pengkaji, Ny. A tampak tidak konsentrasi dan sering tidak ada kontak
mata dengan pengkaji. Klien mengatakan bahwa ia sering merasa malas
karena kurang tidur.
d. Pola Eliminasi
BAB : Frekuensi BAB 1x seminggu, konsistensi keras, warna coklat tua..
BAK : Frekuensi BAK 3-4 x sehari, jumlah sedikit, warna kuning jernih
e. Aktifitas sehari-hari
Waktu subuh klien shalat subuh berjamah di mesjid, kemudian mandi.
Setelah itu klien biasanya menyapu rumah sesuai jadwal piket. Kira-kira
jam 08.00 klien makan. Setelah makan klien bercengkrama dengan teman-
temannya.Selain itu kadangkala klien juga menonton TV dikamar perawat
pengawas. mengaji dikamarnya. Ketika bangun itu, klien sering termenung
kemudian menagis sendirian. Pada siang hari, kalau klien sendirian di
kamar.
B. Psikologis
Ny. A selalu mengingat kejadian yang menyebabkan anaknya meninggal,
sehingga Ny. A sering melamun dan menangis hampir tiap malam. Pada saaat
pengkajian Ny. A mengatakan sangat bersalah atas kejadian yang menimpa
anaknya karena lalai dalam menggunakan kompor. Ny. A bercerita kenapa
beliau lupa mematikan kompor, pada saat itu Ny A lupa kalau ia sedang
memasak nasi ketika kejadian itu terjadi Ny A berada di warung depan rumah
nya. ketika ia kembali dari warung ia melihat api yang berpusat di belakang
rumah nya dan api mulai menyebar hingga mengahabiskan rumahnya. pada
saat itu Ny A baru ingat kalau anak nya yg ke 3 sedang berada di kamar
dalam keadaan tidur akan tetapi anak Ny A tidak dapat diselamatkan di
karenakan rumah Ny A berada di daerah padat penduduk sehingga para
penyelamat kesulitan dalam mengevakuasi anak Ny A. setelah di evakuasi
anak Ny A di bawa ke RS namun pada akhirnya anak Ny A tidak dapat
diselamatkan. Pada saat pengkajian Ny. M terlihat lesu, kontak mata dengan
21

pengkaji kurang, dan sering mengungkapkan kata yang menyalahkan diri
sendiri.
C. Sosial
a. Dukungan Keluarga
Keluarga sering mengunjungi Ny. A kepanti baik suami maupun anak-
anaknya , cucu- cucunya pun sering menelpon untuk menanyakan keadaan
Ny. A
b. Hubungan Antar Keluarga
Masih terjalin hubungan komunikasi dengan keluarga lain
c. Hubungan Dengan Orang Lain
Pasien mampu untuk menjalin hubungan dan berinteraksi dengan orang lain
D. Spiritual
a. Pelaksanaan Ibadah
Shalat wajib 5 waktu berjamah di mesjid, membaca alquran, berzikir
b. Keyakinan tentang kesehatan
Menurut klien sehat adalah mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Sakit adalah tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda Vital
Keadaan umum : lemah, kurang bersemangat
Kesadaran : compos mentis
Suhu : 37,1
0
C
Nadi : 72 x / menit
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Pernapasan : 18 x /menit
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 48 kg
22

b. Kebersihan perorangan
1. Kepala :
Rambut : rambut beruban, berminyak, mudah rontok
Mata : simetris, sklera agak merah,konjungtiva anemis, ada
lingkaran hitam dibawah mata, pandangan agak kabur
Hidung : simetris, tidak ada sekret dan perdarahan
Mulut : bibir kering, tidak ada lesi gigi tidak lengkap, ada caries
gigi
Telinga : simetris, bersih, pendengaran baik

2. Leher : tidak ada pembengkakan
3. Muskuloskeletal : nyeri pada persendian

















23

BAB III
PENUTUP

3.2 Kesimpulan
Depresi pada lanjut usia adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
gangguan psikologis yang berpengaruh terhadap suasana hati, cara berpikir,
fungsi tubuh dan perilakunya, seperti rasa sedih, kehilangan minat dan
kegembiraan, insomnia, putus asa dan merasa tidak berharga. Jadi keadaan
depresi dapat diketahui dari gejala dan tanda yang penting yang mengganggu
kewajaran sikap dan tindakan individu atau menyebabkan kesedihan yang
mendalam.
Aspek depresi adalah gejala depresi yang dapat dimanifestasikan secara
emosional, kognitif, motivasional, fisik dan pencernaan, raut wajah sedih,
retardasi, dan agitasi. Gejala yang dimanifestasikan secara emosional terdiri
dari perasaan kesal atau patah hati, perasaan negatif terhadap dirinya,
hilangnya rasa puas, hilangnya keterlibatan emosional,kecenderungan untuk
menangis diluar kemauan, dan hilangnya respon terhadap humor. Sedangkan
gejala yang dimanifestasikan secara kognitif meliputi sikap menyimpang
penderita, baik terhadap diri, pengalaman, dan masa depannya. Gejala yang
dimanifestasikan secara motivasional meliputi pengalaman yang disadari
penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan keinginan , sedangkan gejala
yang muncul sebagai gangguan fisik apabila terjadi gangguan saraf otonom
dan hipotalamus.
Depresi terjadi karena individu kehilangan objek eksternal yang bernilai
tinggi bagi individu tersebut. Kehilangan yang dimaksud adalah kehilangan
objek cinta utama, seperti kehilangan pasangan hidup, anak atau teman. Hal
ini menyebabkan individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik,
sehingga tidak menutup kemungkinan individu akan mudah mengalami
gangguan depresi.

Вам также может понравиться