Вы находитесь на странице: 1из 18

1

BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Besi di alam ditemukan dalam bentuk senyawa hematit (Fe
2
O
3
) dan
magnetit (Fe
3
O
4
). Selain berikatan dengan oksigen membentuk oksida besi, besi
juga tercampur dengan pengotor- pengotor seperti sulfur, posfor dan lain- lain.
Sewaktu dilebur, pengotor - pengotor tersebut terpisah dari besi membentuk terak,
untuk mengikat dan menghasilkan terak diperlukan batu kapur (CaCO
3
) selain itu
juga digunakan untuk menjaga kebasaan furnace.
Batu kapur tidak dapat langsung bereaksi dengan terak di furnace,
sehingga harus diubah menjadi oksida (CaO), dengan proses kalsinasi yang dapat
dilakukan baik secara langsung maupun secara terpisah dengan furnacenya.
Kalsinasi merupakan salah satu proses pra-olahan dengan tujuan untuk
menghilangkan air kristal (hidrat) ataupun karbonat yang terkandung dalam bijih,
dengan melakukan pemanasan pada temperatur yang tidak melebihi temperatur
lelehnya.

1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan mempelajari
pengaruh variasi bentuk bijih pada reaksi kalsinasi yang dilakukan pada
temperatur tertentu selama waktu tertentu.

1.3 Batasan Masalah
Pada percobaan ini, permasalahan dibatasi mengenai penggunaan variasi
bentuk bijih yang akan dilakukan kalsinasi, sehingga dapat diketahui pengaruhnya
terhadap perubahan berat produk yang dihasilkan.


1
2



1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari lima bab sebagai kajian
utama. Bab I menjelaskan latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, dan
sistematika penulisan laporan yang digunakan. Bab II merupakan tinjauan pustaka
yang berisi mengenai teori singkat yang terkait dengan percobaan yang dilakukan.
Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian yang dilakukan. Bab IV
menjelaskan mengenai data percobaan, dan pembahasan berdasarkan tinjauan
pustaka dari data yang telah diperoleh. Bab V menjelaskan mengenai kesimpulan
dari percobaan yang telah dilakukan, yang dilengkapi dengan saran seputar
percobaan. Sebagai kajian tambahan, di akhir laporan terdapat lampiran yang
memuat contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan tugas, gambar alat dan
bahan yang digunakan dalam praktikum serta blanko percobaaan.













3



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Proses Pra-Olahan
Dalam proses pirometalurgi bijih mengalami suatu proses yang dinamakan
proses Pra olahan. Tujuan dari proses ini adalah mengubah senyawa logam
menjadi bentuk senyawa lain yang lebih sesuai untuk proses berikutnya. Proses
Pra olahan dilakukan pada temperatur tinggi sebelum mencapai titik leleh. Pada
proses ini bijih mengalami dua perubahan baik perubahan bentuk ataupun
perubahan sifat.
Ada beberapa macam proses pada proses pra-olahan, yaitu:
1. Drying, proses penghilangan kandungan air atau moisture pada bijih
dan terjadi pada temperatur yang tidak terlalu tinggi.
2. Kalsinasi, proses penghilangan kandungan air kristal pada suatu bijih,
temperatur yang digunakan dalam proses ini lebih tinggi dari pada
proses drying tapi tidak melebihi temperatur leleh.
3. Roasting, proses pemanggangan senyawa sulfida menjadi senyawa
oksida.
4. Aglomerasi, proses penggumpalan dari material halus menjadi lebih
besar ukurannya, yang terdiri dari beberapa jenis yaitu: Bricketing,
Nodulizing, Sintering, dan Pelletizing.

2.2 Kalsinasi
Kalsinasi adalah penghilangan air, karbon dioksida, atau gas lain yang
mempunyai ikatan kimia dengan bijih. Kalsinasi dikerjakan pada temperatur
tinggi tanpa terjadi pelelehan dan disertai dengan penambahan reagen, hal ini
dimaksudkan untuk mengubah bentuk senyawa konsentrat. Kalsinasi biasa disebut
juga Dekomposisi Thermal (penguraian dengan temperatur). Contoh: Hidrat,
karbonat, FeCO
3
, Mg(OH)
2
, MgCO
3
, CaCO
3
. Penghilangan air dalam senyawa

3
4



karbonat dilakukan dalam berbagai variasi temperatur tergantung jenis senyawa
dan ikatan air pada senyawa. Kalsinasi merupakan proses endotermik yang berarti
memerlukan panas, dan juga lebih endotermik daripada proses Drying.
Dalam aplikasinya di industri, kalsinasi dilakukan dalam berbagai furnace,
diantaranya yaitu:
1. Untuk kuarsa, CaCO
3,
digunakan Shaft Furnace.
2. Untuk lumps digunakan Rotary Kiln.
3. Untuk material of uniform dengan ukuran kecil digunakan Fluidized
Bed.

Shaft Furnace Rotary Kiln Fluidized Bed
Gambar 1. Bentuk Furnace Pada Proses Kalsinasi
Kalsinasi adalah thermal treatment yang dilakukan terhadap bijih dalam
hal ini batu kapur agar terjadi dekomposisi dan juga untuk mengeleminasi
senyawa yang berikatan secara kimia dengan batu kapur yaitu karbon dioksida
dan air. Proses yang dilakukan adalah pemanggangan dengan temperatur yang
bervariasi bergantung dari jenis senyawa karbonat. Kebanyakan senyawa karbonat
berdekomposisi pada temperatur rendah. Contoh, MgCO
3
pada temperatur 417
o
C,
MnCO
3
pada 377
o
C, dan FeCO
3
pada 400
o
C. Tetapi untuk kalsium karbonat
diperlukan suhu 900
o
C untuk melakukan dekomposisi hal ini dikarenakan ikatan
kimia yang cukup kuat pada air kristal.

Kalsinasi adalah proses yang endotermik, yaitu memerlukan panas. Hal ini
dapat dilihat dari nilai H
o
yang postif. Panas diperlukan untuk melepas ikatan
kimia dari air kristal karena dengan panas maka ikatan kimia akan menjadi
5



renggang dan pada temperatur tertentu atom- atom yang berikatan akan bergerak
sangat bebas menyebabkan terputusnya ikatan kimia. Panas juga diperlukan untuk
mengoksidasi batu kapur menjadi oksidanya.
Reaksinya :
CaCO
3
(800
o
C) = CaO (1000
o
C) + CO
2
(900
o
C) , H
o
= 42,5 Kcal..............(1)
Panas mengalir secara konduksi ke seluruh bagian batu kapur. Laju
kalsinasi batu kapur memiliki persamaan dengan reaksi yang dikendalikan oleh
difusi. Dengan ukuran dan bentuk butiran yang sama, semakin tinggi temperatur
semakin cepat proses dekomposisi. Waktu yang diperlukan dalam proses kalsinasi
bergantung pada ukuran dan bentuk dari butiran batu kapur. Dengan temperatur
yang sama semakin kecil ukuran semakin cepat proses kalsinasi, bentuk yang
bulat akan mempercepat proses kalsinasi.

2.3 Aspek Termodinamika dari Kalsinasi
Pada kalsinasi batu kapur, Reaksi kimia yang terjadi adalah :
CaCO
3
= CaO + CO
2

Dari suatu padatan batu kapur (CaCO
3
) dihasilkan suatu padatan oksida
kapur bakar (CaO) dan gas karbondioksida. Dalam keadaan kesetimbangan
didapatkan suatu ketetapan kesetimbangan:
K=
| || |
| |
3
2
CaCO
CO CaO
..................................................................................(2)

Dapat dimisalkan aktifitas dari padatan adalah satu (a = 1). Maka persamaan
menjadi,
K=| |
2
CO
.............................................................................................(3)

gas dinyatakan dalam bentuk tekanan,
K=
2
CO
P
................................................................................................(4)

jadi tetapan kesetimbangan dari reaksi kalsinasi batu kapur adalah
2
CO
P .
Untuk menentukan apakah reaksi kalsinasi batu kapur dapat berlangsung
atau tidak dapat dilihat dari nilai G
o
dari reaksi, jika nilainya adalah negatif
6



maka reaksi dapat berlangsung. Persamaan energi bebas dari reaksi dekomposisi
batu kapur adalah:
G
T
0
= 40.250-34.4T kal/mol..............................................................(5)

2.4 Aspek Kinetika Dari Kalsinasi
Temperatur Pada saat proses kalsinasi, batu kapur dipanaskan hingga
mencapai 900
o
C. Energi panas yang dihasilkan oleh furnace mengalir secara
konduksi ke seluruh bagian permukaan batu kapur. Panas tersebut cukup untuk
menguraikan batu kapur menjadi oksidanya dan gas karbon dioksida. Proses
penguraian tersebut menyebabkan massa dari batu kapur berkurang.



Gambar 2. Zone Kalsinasi dalam Furnace dan Temperature Kalsinasi

Dalam furnace ada tiga zone pemanasan dalam kalsinasi :

1. The preheating zone
Batu kapur dipanaskan sampai 800
o
C, belum terjadi reaksi kalsinasi.
2. The reaction zone
Batu kapur dipanaskan dengan suhu 900
o
C, temperatur efektif untuk
proses kalsinasi batu kapur. Dalam zone ini terjadi reaksi kalsinasi.
3. The cooling zone
Batu kapur yang dipanskan, dalam zone ini didinginkan sampai suhu
100
o
C. Proses kalsinasi banyak digunakan dalam industri, seperti pada
industri semen dan pembuatan serbuk nikel ferit.
7



BAB III
METODE PERCOBAAN


3.1 Diagram Alir Percobaan
Percobaan ini secara umum digambarkan dalam bentuk diagram alir
sehingga memudahkan pelaksanaan percobaan yang dilakukan seperti gambar 3.















Gambar 3. Diagram Alir Percobaan

7
Persiapan 3 sampel Batu kapur
Penggerindaan batu kapur untuk membuat bentuk
bola, kubus, dan prisma segitiga
Penimbangan sampel batu kapur yang sudah dibentuk
mengunkan
Sebelum Pemanasan
Proses Pemanasan di Muffle Furnace
selama 15 menit pada suhu 900
o
C
Suhu 900
0

selama 10,15 dan 20
menit
Pengeluaran sampel dan pendinginan, kemudian
penimbangan berat akhir sampel
Setelah Pemansan
Pembahasan
Kesimpulan
Data
Pembahasan
Literatur
8



3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Muffle Furnace
2. Neraca Teknis
3. Penjepit
4. Mesin Grinda
5. Sarung Tangan
6. Stopwatch
7. Jangka Sorong
8. Crucible Baja (tempat sampel untuk kalsinasi)
3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Batu kapur 3 buah

3.3 Prosedur Percobaan
1. Mempersiapkan 3 buah batu kapur yang akan digunakan.
2. Membentuk batu kapur tersebut menjadi bentuk kubus, bola, dan
prisma segitiga dengan ukuran yang sama atau mendekati.
3. Menimbang berat dan ukuran batu kapur.
4. Memanaskan batu kapur pada 900
o
selama 15 menit.
5. Setelah dilakukan pemanasan, mengeluarkan sampel batu kapur
dengan penjepit dan mendinginkan batu kapur tersebut kemudian
ditimbang kembali.
6. Melakukan pengamatan dan pembahasan data hasil berat dan ukuran
batu kapur tersebut.
7. Membuat kesimpulan.


.

9



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data percobaan
yang ditunjukkan dalam tabel 1.

Tabel 1. Hasil Kalsinasi Batu Kapur pada Temperatur 900
O
C selama
15 menit.
Sampel
Berat (Gram)
W
Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan
Bola 1,8 0,6 1,2
Kubus 4,3 2,7 1,6
Prisma Segitiga 2,2 1,4 0,8

4.2 Pembahasan
Mengacu pada tabel 1 pada subbab hasil percobaan, maka dapat dijelaskan
hubungan fraksi yang bereaksi pada bijih yang dilakukan proses kalsinasi dengan
variari bentuk, sesuai dalam gambar 4.

9
10




Gambar 4. Grafik Hubungan Bentuk Sampel terhadap Jumlah Fraksi yang
Bereaksi pada Sampel yang Mengalami Kalsinasi
Berdasarkan gambar 4, data menunjukan bahwa pada sampel yang
berbentuk bola, setelah dilakukan proses kalsinasi, fraksi yang bereaksi
menunjukkan hasil terbesar yaitu sebesar 0,667%. Hal ini berarti bahwa bentuk
sampel bola lebih mudah bereaksi atau terdekomposisi akibat dilakukannya
kalsinasi. Sedangkan pada dua sampel lainnya, nilai fraksi yang bereaksi yang
lebih rendah menunjukkan bahwa bentuk sampel seperti tersebut kurang optimum
untuk bereaksi. Artinya, untuk mendapatkan fraksi yang sama, dibutuhkan waktu
reaksi kalsinasi yang lebih lama.
Sesuai dengan literatur bahwa bentuk bola lebih mudah bereaksi atau
menurut teori kinetika reaksi, bentuk benda yang menyerupai partikel bola (sangat
halus), maka akan lebih mudah bereaksi sehingga perolehan fraksi yang
bereaksinya akan lebih besar. Adapun pada hasil percobaan yang diperoleh dari
praktikum kalsinasi ini, sampel bentuk kubus mengalami pengurangan berat yang
paling besar. Berdasarkan analisa yang praktikan lakukan, hal ini dapat terjadi
karena ukuran awal sampel bentuk kubus jauh lebih besar dibandingkan dengan
dua sampel lainnya, sesuai dengan data berat awal untuk ketiga sampel yang
digunakan. Jika dilakukan perhitungan perbandingan berat antara sampel bentuk
11



bola dan bentuk kubus, perbandingan berat awal antara kedua sampel tersebut
yaitu sekitar 1 untuk bentuk bola berbanding 2,5 untuk bentuk kubus. Sedangkan,
berdasarkan data berat sampel setelah dilakukan kalsinasi, perbandingan berat
antara bentuk bola dan bentuk kubus mencapai nilai 3 : 4. Oleh karena itu,
mengacu kepada data percobaan dengan perbandingan berat awal dan berat akhir
sampel serta sesuai dengan tinjauan literatur, maka dapat diketahui bahwa sampel
berbentuk bola lebih mudah bereaksi dibandingkan sampel berbentuk kubus
ataupun prisma segitiga.























12



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Kalsinasi di Laboratorium Metalurgi I
didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Sampel berbentuk bola lebih mudah bereaksi dibandingkan dengan
sampel berbentuk kubus atau prisma, hal ini ditunjukkan dengan nilai
fraksi yang bereaksi pada sampel bentuk bola memiliki nilai yang
paling tinggi, dengan catatan bahwa temperatur dan waktu proses
kalsinasi dibuat sama untuk semua jenis bentuk sampel.
2. Perbandingan pengurangan berat sampel terhadap berat awal memiliki
nilai paling besar pada sampel bentuk bola yaitu sebesar 0,67, sehingga
dapat dikatakan bentuk bola lebih mudah bereaksi dibandingkan
sampel dengan bentuk kubus ataupun prisma segitiga.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum kalsinasi pada kesempatan
selanjutnya, yaitu membuat bentuk sampel batu kapur dengan benar sehingga
ukuran geometrinya dapat diukur dengan teliti dan menggunakan variasi waktu
agar praktikan dapat mengetahui pengaruhnya terhadap kehilangan berat setelah
proses kalsinasi. Untuk lebih memahami pemahaman tentang kalsinasi, maka
dapat juga dilakukan praktikum kalsinasi dengan jenis sampel yang berbeda,
selain batu kapur untuk menghilangkan kandungan karbonat, misalnya dengan
menggunakan sampel yang mengandung air kristal (hidrat) sehingga dapat
diketahui sampel jenis apa yang lebih cepat bereaksi dengan proses kalsinasi
dengan waktu dan temperatur tertentu.

12

13



DAFTAR PUSTAKA


Haryono, Didied. Diktat Kuliah Pirometalurgi. Cilegon. FT.UNTIRTA. 2007.
Rosenquist, Terkel. Principles of Extractive Metallurgy. Tokyo. Mc.Graww-Hill
Kogukusha. 1974.




















13

14












LAMPIRAN











14

15



Lampiran 1. Contoh Perhitungan

Bentuk bola,
W
o
= Berat CaCO
3
= 1,8 g
W = Berat CaO = 0,6 g
o
o
W
W W
R

=
R = 0,667
Jadi fraksi CaCO
3
yang bereaksi adalah 0,667















16



Lampiran 2. Jawaban Pertanyaan dan Tugas
1. Hitung berat CaO yang terjadi ?
Jawab :
Sampel 1 (Bentuk Bola)
W
o
= Berat CaCO
3
= 1,8 g
W = Berat CaO = 0,6 g
o
o
W
W W
R

=
R = 0,667
Sampel 2 (Bentuk Kubus)
W
o
= Berat CaCO
3
= 4,3 g
W = Berat CaO = 2,7 g
o
o
W
W W
R

=
R = 0,372
Sampel 3 (Bentuk Prisma Segitiga)
W
o
= Berat CaCO
3
= 2,2 g
W = Berat CaO = 1,4 g
o
o
W
W W
R

=
R = 0,364

2. Hitung P
CO2
proses ?
Jawab :
T = 900
o
C = 1173K
mol Kal T G
o
T
4 , 34 250 . 40 = A
mol Kal G
o
T
) 1173 ( 4 , 34 250 . 40 = A
mol Kal G
o
T
2 , 101 = A
|
|
.
|

\
| A
=
RT
G
P
o
CO
exp
2

17



|
|
.
|

\
|
=
) 1173 )( 987 , 1 (
2 , 101
exp
2
CO
P

=
2
CO
P 1.045atm
3. Plot P
CO2
terhadap temperatur?
Jawab :
Tabel 2. Data Plot Temperatur terhadap P
CO2

Temperatur (
o
C) P
CO2

727 0,052
900 1,044
1000 4,047


Gambar 5. Hubungan antara Temperatur Kalsinasi terhadap P
CO2

4. Buat kesimpulan dari pengamatan saudara?
Jawab :
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa





18



Lampiran 3. Gambar Alat dan Bahan


Gambar 6. Muffle Furnace Gambar 7. Batu Kapur

Gambar 7. Mesin Gerinda Gambar 8. Media Penggerus



Gambar 8. Mesin Gerinda Gambar 9. Jangka Sorong





Gambar 10. Sarung Tangan Gambar 11. Neraca Teknis

Вам также может понравиться