Вы находитесь на странице: 1из 26

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan
dalam kandung empedu atau dalam duktus koledukus, atau pada kedua-duanya
1
. Penyakit
batu empedu merupakan maslaah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di
Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu masih
terbatas.
2

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Walaupun
demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik, maka
risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat berbentuk primer didalam saluran
empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu empedu umumnya
ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus
sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu
saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi
komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptomatik.
2

Insiden kolelitiasis atau penyakit batu empedu ini sering ditemukan pada wanita 20%
dan pada pria 8% (pada pemeriksaan autopsi di Amerika).










2



BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Raden Mattaher No.24 RT.03 Ma. Bulian
No RM : 770439
Tanggal Masuk : 22 Juli 2014
Tanggal pemeriksaan : 23 Juli 2014

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Os rujukan RSUD Abdul Majid Batoe Muara Bulian dengan keluhan sakit perut 6
hari yang tidak hilang.
2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Sejak 1 hari SMRS os merasakan sakit perut yang hebat di daerah ulu hatinya dan
perut kanan atas. Sebelumnya os menjalani puasa. Sakit perut mulai dirasakan setelah os
berbuka dengan es dogan. Sakit perut yang dirasakan os tidak menjalar ke bahu, ke
punggung, ataupun ke pinggang, tidak juga menjalar ke perut bagian lainnya.
Empat hari selama os dirawat di RSUD Abdul Majid Batoe Muara Bulian, os masih
mengeluhkan sakit perutnya, disertai pusing dan mual, muntah tidak ada, nafsu makan
menurun. Os juga merasakan badannya panas, yang muncul pada waktu kapan saja, disertai
menggigil, keringat dingin setelahnya disangkal. Sakit saat BAK disangkal, susah BAB dan
tidak bisa kentut.
3

Hari berikutnya (hari ke-5 dirawat di RSUD Abdul Majid Batoe) os masih
mengeluhkan sakit perut nya yang tidak hilang, demam, pusing, dan BAB mulai bisa sedikit
keluar, lembek, warna putih pucat seperti dempul, tidak disertai darah dan lendir. Os juga
mengeluhkan badan dan matanya tampak kuning. Riwayat sakit kuning sebelumnya
disangkal, riwayat bengkak pada perut, tangan, dan kaki disangkal, riwayat meminum obat-
obatan penghilang rasa nyeri dan jamu disangkal, riwayat kontak dengan penderita penyakit
kuning disangkal.
Os akhirnya minta dirujuk ke jambi dikarenakan keluhan yang os alami tidak kunjung
hilang. Os datang ke RSUD Raden Mattaher via IGD dengan keluhan yang sama seperti
seblumnya. Satu hari saat os dirawat di bangsal penyakit dalam os mengelukan sakit perutnya
sudah mulai berkurang, kuning seluruh tubuh, dan gatal-gatal pada tangan kanannya, demam
tidak ada.

3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat minum obat-obatan dan jamu disangkal.
Riwayat alergi obat disangkal.
Os menyangkal adanya riwayat penyakit hipertensi, penyakit kencing manis,
penyakit ginjal, dan penyakit hati
Riwayat malaria ada 3 tahun yang lalu.

4. Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.
Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal.
Riwayat malaria dan demam berdarah disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Komposmentis, GCS 15 (E4M5V6)
Tanda-tanda vital :
o TD : 110/70 mmHg
o N : 84 x/menit
4

o RR : 20 x/menit
o T : 37.1C
Kulit : Warna sawo matang, Hiperpigmentasi (-), pertumbuhan
rambut (+), sianosis (-), ikhterus (+), edem (-)
Cara berbaring : Nyaman dengan terlentang.
Cara Berbicara : Normal
Kepala :
o Bentuk : Normochepal, deformitas (-).
o Rambut : Rambut tampak sehat, dengan warna hitam dan tidak mudah
dicabut.
o Mata : Pupil Isokor (ki : ka 2 mm), konjungtiva anemis (-/-),
Sklera Ikterik (+/+), reflek cahaya dan kornea : +/+,
o Mulut : sianosis (-), selaput lender (-), gusi berdarah(-), lidah kotor (-
), lidah tremor (-)
o THT : Dalam batas normal
Leher : JVP : 5 - 2 cm H
2
O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
kelenjar tiroid : dbn, kaku kuduk (-)
Thorak : Bentuk dada normal, simetris
o Paru :
Inspeksi :
Bentuk normal, simetris kanan dan kiri, pengembangan dada kanan dan
kiri sama, torakoabdominal
Palpasi :
Nyeri pada perabaan (-), gerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan
ekspirasi (+), vokal fremitus (+) normal kanan dan kiri sama.
Perkusi :
Sonor, batas paru hati ICS VI linea midclavikularis dekstra,
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
o Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
5

Palpasi : Perabaan pulsasi iktus cordis teraba di ICS V 2 jari ke medial
midklavikula sinistra
Perkusi : batas-batas jantung
Batas atas jantung ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri ICS V sekitar 1 jari kearah medial
Pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi :
Bunyi jantung pokok: bunyi jantung 1 dan 2 reguler.
Bunyi jantung tambahan: murmur (-), gallop (-)
Bising jantung: (-)
o Abdomen
Inspeksi : Dinding perut datar, sikatrik (-), striae (-) spider nevi (-),
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, hipokondria dextra,
dan lumbal dextra, nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran,
nyeri tekan suprapubik (-), Murphys Sign (+), undulasi(-)
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Punggung
Inspeksi : simetris, sikatrik (-), striae (-) spider nevi (-)
Palpasi : vocal fremitus (+) simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor, nyeri ketok sudut costovertebral (-)
Auskultasi : vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
o Genitalia dan anus : Tidak diperiksa
o Ektremitas :
Superior : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), anemis (-)
Inferior : : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), anemis (-)
CRT : < 2 detik


6

IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi rutin
WBC : 7,4 L 10
3
/mm
3
(3.5-10.0)
RBC : 4,71 L 10
6
/mm
3
(3.8-5.8)
HGB : 13,2 L g/dl (11,0-16,5)
HCT : 41,0 L% (35,0-50,0)
PLT : 101 L 10
3
/ mm
3
(100-390)
PCT : 0,69 % (0,100-0,500)
MCV : 87 m
3
(80-92)
MCH : 28,0 pg (26,5-33,5)
MCHC : 32,2 g/dl (31,5-35,0)
RDW : 14,0 % (10.0-15.0)
MPV : 6,8 m
3
(6,5-11,0)
PDW : 9,1 % (10,0-18,0)
2. Faal Hati
SGOT : 70 U/L (<40)
SGPT : 215 U/L (<41)
3. Faal Ginjal
Ureum : 38,6 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (L: 0,9-1,3. P: 0,6-1,1)
4. Profil Lipid
Kolesterol Total : 215 mg/dl (<200)
Trigliserida : 145 mg/dl (<150)
5. Glukosa sewaktu
GDS : 101 mg/dL

6. Diagnosis Kerja
Ikteus Obstruksi ec Susp. Kolelitiasis

7

7. Diagnosis Banding
Obstruksi Penyakit Gejala
Intrahepatik
Sirosis Ikterik, varises, spider nevi, asites, nafsu makan ,
riwayat penyakit kuning sebelumnya (+), hepatomegali
Hepatitis Ikterik, BAK teh pekat, HbsAg , faal hati , riwayat
kontak (+), hepatomegali
Obat-obatan Riwayat pemakaian obat-obatan
Ekstrahepatik
Intraduktal
Kolelitiasis
Nyeri perut bagian kanan atas/epigastrium kadang dapat
menjalar sampai ke bahu dan punggung, mual, nyeri
setelah makan yang berlemak (+), demam, menggigil
(+), BAB berwarna dempul, murphys sign (+)
Striktur bilier Kencing pekat, BAB dempul, hepatomegali, berat badan
, ikterus
Primary sclerosing
colangitis
Kelelahan, ikterik, nyeri perut, demam,diare, rasa gatal,
autoimun, riwayat kolitis ulserativa (+)
Parasit (Plasmodium) Demam, leukositosis, DDR (+)
Ekstraduktal
Neoplasma
Tumor (+), teraba massa pada daerah abdomen,
Pankreatitis Nyeri perut menjalar sampai kepunggung, demam,
kembung, mual, muntah (+)
Kolelitiasis dengan
distensi kandung
empedu
nyeri perut, demam, Murphys sign (+), mual, BAB
berwarna dempul, USG: pelebaran kandung empedu.
Gastritis Mual, muntah, nyeri ulu hati, ikterik (-)

8. Pemeriksaan Yang Dianjurkan
a. USG abdomen
b. Cek bilirubin total, bilirubin direk dan indirek

9. Tatalaksana
Bed rest total
Diet : Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein Rendah Lemak
IVFD dex 5% 20 tetes/menit
8

Drip ketorolac 1x10 mg
Omeprazole 1x20 mg
Sukralfat 3x 1 gr
Ciprofloxacin 2x 200 mg

10. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Follow-up
Hari/tanggal Keluhan Keterangan
Kamis
24-7-2013
S= Nyeri ulu hati, mual (+)
O=
TD: 130/90 mmHg
RR: 20x/menit
T: 36,5C
N: 82x/menit
Sklera Ikterik +, Murhphys Sign (+), akral hangat
A = ikterus obstruktif e.c kolelitiasis
P=
IVFD dextrose 5% 20 tetes/menit
Suplemen hati 3x1
Injeksi Omeprazole 1x40 mg
Ciprofloksasin infus 2x200 mg
Ursodeoksikolat 2x 250 mg
Ketorolac drip 1x10 mg
Hasil Lab:
Bilirubun total : 6,5
Bilirubin direk 3,5
Bilirubin indirek 3,0

USG :
Kesan :Cholelitiasis
multipel







9




























10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Bilirubin
3

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit
dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya
seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin,
asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.Langkah oksidase pertama adalah
biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim
yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut
dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal
bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan
kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui
sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein
ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.








11


Gambar 1. Metabolisme Bilirubin.

2.2 KOLELITIASIS
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu,
terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu
2
.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan,
yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena
kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung
empedu
4
.
Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.Kandung empedu
adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan
empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari
batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
3

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa
mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat,
12

maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri
bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya
2
.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat
disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu
sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini
menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga
cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut
misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun
demam. Namun, infeksi lebih Sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.
2,5

2.3. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
2.3.1. Anatomi
6

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar
10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan
kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah
advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang
di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus
sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang
kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang
keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera
bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus.



13

2.3.2. Fisiologi
3,5,7

Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya
dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang
dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal
dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu)
dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu
kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.
5

Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan
ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke duodenum.
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu,
lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot
polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120
menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan
elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam
empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di
dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di
dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung
empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan
14

bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan
dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobinyang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses
penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu
sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.Garam empedu kembali diserap ke dalam
usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal
sebagai sirkulasi enterohepatik.
Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari.
Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di
dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari
unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari
asam empedu yang disekresikan dalam feses.
2.4. Epidemiologi
4.1

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang
dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin
(20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%).
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam
pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child
trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43
(0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5
mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala
asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala
2.4.2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus
tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.
15

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang
yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung
empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago,
ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.
Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang
bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada
penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara,
frekuensi batu empedu adalah 80%.
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak
mempunyai keluhan.
2.4.3. Faktor risiko
2,7

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan
usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan
usia yang lebih muda. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal
ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol
oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu
empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu
pada wanita.
c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
16

d. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol
yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap
dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.5. Gambaran Klinis
2

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam
duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus
sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada
kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke
duodenum.
4

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya
mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier
(nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh batu,
sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris
dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang
lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa
kembung, dan lain-lain
2
.
2.5.1 Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu
2,1

Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Terbentuknya batu empedu tidak
selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada penderita batu
empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk ke
dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna sehingga tidak
memunculkan keluhan apapun pada penderitanya. Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung
17

empedu, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari
atau dikurangi denganmenghindari atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu
kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan
pola makan, maka dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut.
Batu empedu yang berada dalam kandung empedu bisa bertambah besar dan berisiko
menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan
empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi, kandung empedu dapat
membusuk dan infeksi membentuk nanah. Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu
tersebut bermigrasi ke saluran empedu.
Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil
berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain. Nyeri yang muncul akibat
penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang hampir sama dengan nyeri yang
muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung empedu. Apabila batu empedu menyumbat
di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat
hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi
posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah kanan dan dapat
menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah.
Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut dengan kolangitis dapat terjadi
karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan
penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.
2.6. Tipe Batu Empedu
Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:
2.6.1. Batu Empedu Kolesterol
2,4

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan
bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa
soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada
yang seperti buah murbei.

18


Gambar 2. Batu Kolesterol
Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini
akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu
tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah
pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-
sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi
pengendapan.










Gambar 3. Patogenesis batu kolesterol
19


2.6.2. Batu Empedu Pigmen
2,4

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecilkecil, dapat berjumlah
banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti
lumpur atau tanah yang rapuh.

Gambar 4. Batu pigmen
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar
larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.







Gambar 5. Patogenesis batu pigmen

20

2.6.3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung
kalsium sehingga bersifat radioopaque.
2.7. Patogenesis
7,8

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.
Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang
disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan
kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua
sel jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu
berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan
pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan
empedu.Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di
saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.




21












Gambar 6. Patofisiologi Kolelitiasis
2.8 Diagnosis kolelitiasis
1,2

1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pasien kolelitiasis dapat ditemukan dari pemeriksaan fisiknya berupa peningkatan
suhu, adanya ikterik, dan nyeri tekan pada regio epigastrium dan perut kanan atas, serta tanda
Murphys sign (+).

22

3. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh
batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.
4. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan
Ahli Radiologi.
5. CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalamsaluran empedu.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.

2.9. Penatalaksanaan dan PencegahanKolelitiasis
1,2,4

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya batu
itu diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera
dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm, langkah
operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.

2.9.1 Penanggulangan non bedah
1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik, dan duktus sistik paten.
2. Stimulasi aliran empedu4
Fenobarbital
o Enzim glukuronil transferase
o Enzim sitokrom P450 induksi
o Enzim Na
+
K
+
ATPase 3 10 mg/ kgBB/ hari
Ursodeoksikolat 10 30 mg/ kgBB/ hr
o Competitive binding empedu toksik
o Bile flow inducer
o Suplemen empedu
23

o Hepatoprotector
Kolestiramin 0,25 0,5 g/ kgBB/ hari
o Menyerap empedu toksik
o Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
o aktivitas mikrosom
o Menghambat ambilan empedu
3. Terapi suportif
Terapi nutrisi
o MCT
o Vitamin ADEK
A 5.000 25.000 U/ hr
D
3
0,05 0,2 g/ kgBB/ hr
E 25 50 IU/ kgBB/ hr
K
1
2,5 5 mg/ 2 7 x/ mig
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
4. Terapi komplikasi
Hiperlipidemia/ xantelasma : kolestipol
Gagal hati : transplantasi

5. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang ejak tahun 1974 hingga
sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya
batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui
muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar
bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran
empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
6. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang
suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat
pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.


24

Terapi Operatif:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan
puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi pembedahan batu :
Kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu
atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering
menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi
luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2.9.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat
yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap
individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan
makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan
mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat
makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko
stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk
menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
2.9.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita
kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis agar
25

dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis,
ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.
2.9.4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan
mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan
denganmemerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.10 Prognosis
2,7

Pasien dengan kolelitiasis biasanya membaik dengan angka mortalitas yang kecil.
2.11. Komplikasi
1,2

2.11.1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2.11.2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang
oleh sebuah batu empedu.
2.11.3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi
empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi
bersifat kuratif.
2.11.4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan
jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.


26

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, W, Jong WD. Buku Ajar Penyakit Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.2005
2. Sudoyo, WA, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Dalam Penyakit Batu
Ginjal. Jakarta: PBPAPDI.2006.
3. Guyton, CA, dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC 2006
4. Ward, J, dkk. At a Glance Fisiologi. Jakarta: EMS. 2009
5. Snell, A. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC. 2008
6. Davey, P. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006
7. Silbernaglm S, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC.2002.

Вам также может понравиться