Вы находитесь на странице: 1из 20

MATERI TEACH OTHERS PEMINATAN ICU/ICCU

AIRWAY MANAGEMENT
(PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Peminatan ICU/ICCU
Periode 7 Oktober 14 Desember 2013











Disusun oleh :

1) Raisa Farida Kafil, S.Kep
2) Eriyono Budi Wijoyo, S.Kep
3) Linna Cahyanti, S.Kep
4) Dyah Wardani, S.Kep



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2013






AIRWAY MANAGEMENT
(PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS)

Apa yang dimaksud Jalan Napas?
Rongga yang menghubungkan antara udara luar dengan paru.

Organ apa saja yang termasuk jalan napas?



Untuk menjamin oksigenasi yang adekuat maka JALAN NAPAS HARUS PATEN, YAITU
TERBEBAS DARI SUMBATAN. Sumbatan jalan napas bisa parsial atau total, bisa berasal
dari luar/benda asing atau dari pasien sendiri, misal lidah/terjadi penyempitan jalan napas.
Hubungan jalan napas dan dunia luar didapatkan melalui dua jalan:
Hidung menuju nasofaring
Mulut menuju orofaring

Apabila ada masalah terkait jalan napas, langkah apa yang musti dilakukan?
1. Mengenali adanya sumbatan jalan napas
2. Menentukan penyebabnya untuk dapat mengambil tindakan yang diperlukan

Untuk mengenali adanya sumbatan pada jalan napas, maka kita harus mengerti CIRI
PERNAPASAN YANG NORMAL, YAITU: napas teratur, frekuensi dalam batas normal,
gerakan dada dan abdomen sinkron, tidak disertai bunyi napas tambahan, otot-otot tambahan
Jalan nafas atas :
- Mulut
- Hidung
- Pharing (oro,naso,laringo)

Jalan nafas bawah :
- Laring
- Trakhea
- Bronkhus
- Bronkheolus
- Alveoli



pernapasan tidak ikut serta (retraksi sela iga, supraklavikula, dan cuping hidung). Disamping
itu, kita juga harus mengetahui ciri dari adanya gawat napas dan gagal napas.
Gawat Nafas (Respiratory Distress)
a. Frekuensi nafas cepat
b. Otot-otot tambahan ikut bekerja
c. Nadi cepat pada dewasa, lambat pada bayi dan anak.
d. Gelisah, disorientasi
e. Berkeringat
f. Sianosis
Gagal nafas (Respiratory Failure)
Gambaran klinik gawat nafas ditambah:
a. PaO2 < 60 mmHg (udara biasa)
b. PaCO2 > 50 mmHg (udara biasa)
c. pH < 7,35
Obstruksi jalan nafas sering terjadi di jalan nafas atas / hipofaring partial / total yang dapat
disebabkan oleh:
1. Otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari dinding
belakang pharing sehingga lidah jatuh menutup jalan nafas. Ini sering terjadi pada
pasien tidak sadar dengan posisi kepala fleksi atau mid posisi
2. Benda asing : cairan, darah,sekret, benda padat.
3. Laringospasme
4. Infeksi
5. Udem laring
6. Neoplasma
7. Trauma
8. Luka bakar.

Suara napas tambahan:
Snoring (dengkur) lidah jatuh
Crowing (lengking) laringospasme
Wheezing (bengek) sumbatan bronkhus
Gurgling (bunyi kumur-kumur) yang disebabkan adanya cairan pada jalan napas
(misalnya partikel makanan, muntah, bekuan darah )


Stridor (bunyi napas saat inspirasi bertambah) disebabkan karena sumbatan secara
anatomis (misalnya trauma maksilofasial, trauma leher, trauma laring).

Penatalaksanaan jalan napas:
1. Membebaskan jalan napas
2. Memberikan tambahan oksigen
3. Menunjang ventilasi
4. Mencegah aspirasi

MEMBEBASKAN/ MEMBUKA JALAN NAPAS
a. TANPA ALAT
Anjurkan untuk BATUK KUAT
Pada Obstruksi total biasanya penyebabnya adalah benda asing padat, yang kita
lakukan adalah membuat batuk buatan sehingga benda asing terlempar keluar.
Kalau tidak berhasil, bisa dilakukan krikotiroidotomi.
Bayi/anak
Lakukan TEHNIK BACK BLOW : pemukulan antara 2 skapula, kepala lebih
rendah, 5 pukulan atau CHEST THRUST : pemijatan pada area midsternal diatas
Px menggunakan 2 jari)
Dewasa
Bila Pasien Sadar lakukan BACK BLOW : sedikit bungkukkan, pukul antara
2 skapula 5 pukulan Tidak berhasil HEIMLICH MANUVER atau
ABDOMINAL THRUST : Berdiri dibelakang pasien, rangkul pasien, kepalkan
satu tangan pada perut korban antara Px dan umbilicus, tarik tangan ke dalam dan
ke atas secara menghentak 5 kali.
Sebelum melakukan pertolongan pada korban, lakukan inisiasi awal dengan
memberi pertanyaan Apakah Anda tersedak?
1) Jika korban masih dapat menjawab maka kemungkinan besar obstruksinya
bersifat partial. Beberapa sumber mengatakan tindakan backblow pada
obstruksi partial malah membuat obstruksi tersebut makin masuk ke dalam.
2) Jika korban tidak mampu menjawab, maka obstruksi bersifat total.
Bila Pasien Tidak Sadar miringkan pasien menghadap penolong lakukan
back blow kemudian telentangkan.


Lakukan AIRWAY POSITIONING
No Manuver Kriteria Pasien Teknik
1. Head Tilt Korban Sadar
Tanpa cedera
kepala, leher atau
spinal
Duduk: korban yang duduk kepala
cenderung fleksi ke arah dada. Lakukan
reposisi agar kepala tidak menunduk
Berbaring : Letakkan salah satu tangan
penolong pada dahi korban, lalu dengan hati-
hati dan mantap tekan ke belakang
menggunakan telapak tangan
2. Head Tilt-
Chin Lift
Korban sadar / tidak
sadar
Tanpa cedera
kepala, leher atau
spinal

3. Head Tilt
- Neck
Lift
Korban sadar / tidak
sadar
Tanpa cedera
kepala, leher atau
spinal
Penolong berlutut di sebelah kepala korban,
letakkan tangan penolong yang paling dekat
dengan kepala korban pada dahi dan tangan
yang lain di bawah leher. Angkat leher korban
sambil menekan dahi korban dengan lembut.
Gerakan ini akan menggeser lidah korban dari
belakang tenggorok dan membantu
membukanya jalan nafas yang adekuat.
4. Modified
Jaw
Thrust
Korban Tidak Sadar
Dengan Cedera,
kepala, leher dan
spinal


Komplikasi
Jika jalan napas tetap terobstruksi suction perlu dilakukan, dan kemudian lakukan
pemasangan OPA (oropharyngeal airway, misal: gudel/mayo) atau NPA
(nasopharyngeal airway).
Cedera pada spinal dapat terjadi jika dilakukan pergerakan pada kepala dan/atau leher
pada pasien dengan cedera servical.
Pasien trauma yg tidak sadar atau pasien yang diketahui atau dicurigai mengalami
cedera/trauma leher, maka kepala dan leher harus dipertahankan dalam posisi netral


tanpa hiperekstensi leher. Gunakan jaw thrust untuk membuka jalan napas pada situasi
tersebut. Perhatian: Jika jari-jari menekan terlalu dalam jaringan lunak di bawah dagu,
maka jalan napas akan terobstruksi.

b. DENGAN ALAT
1. Oropharyngeal Airway (OPA)
ADALAH : bentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya
dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras.
- Tujuan :
Mencegah/menahan lidah melekat pada dinding posterior faring
Mempermudah penghisapan lender (suction)
Mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal (ETT)
No Jenis Alat Kriteria Pasien Teknik Ukuran
1. Orofaringeal
airway (OPA)
Bernafas
spontan
Saat ventilasi
dengan
sungkup atau
bagging,
penolong
secara tidak
sadar menekan
dagu ke bawah
sehingga jalan
nafas
tersumbat.
Jangan dipakai
jika reflex
muntah masih
(+)
GCS > 10

Bersihkan mulut dan faring
dari segala kotoran
Masukkan alat dengan
bagian yang cekung
menghadap ke langit-langit
(mengarah ke atas) sampai
didorong mendekati dinding
belakang faring, alat diputar
180
o

Fiksasi dengan plester jangan
menutupi bagian yang
terbuka di jalan nafas.
Ukuran alat dan penempatan
yang tepat menghasilkan
bunyi nafas yang nyaring
pada auskultasi paru saat
dilakukan ventilasi
Pertahankan posisikepala
yang tepat setelah alat yang
terpasang.

00 = neonatus
0 = bayi
1 = usia 1-3 th
2 = usia 3-8 th
3 = usia >8 th
4 & 5 = dewasa




Komplikasi :
- Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau apabila
ukuran terlampau panjang epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis sehingga jalan
napas tersumbat
- Terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
- Muntah dan spasme laring. Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring
masih ada karena dapat menyebabkan muntah dan spasme laring.

2. Nasofaringeal Airway (NPA)
Adalah : bentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet lateks atau
plastic yang lembut.
Tujuan :
- Mempertahankan jalan napas adekuat
No Jenis Alat Kriteria Pasien Teknik

Ukuran
2. Nasofaringea
l Airway

Pasien menolak
menggunakan
orofaring
Secara teknis
orofaring tidak
dapat dipakai
karena adanya
trismus,rahang
menutup kuat
atau trauma/
cedera berat
daerah mulut)
Pilih alat dengan ukuran yang
tepat.Tentukan diameter alat
(Sesuai dg Diameter lubang
hidung luar)
Lumasi alat dengan jelly dan
masukkan menyusuri bagian
tengah dan dasar rongga hidung
hingga mencapai daerah
belakang lidah
Apabila ada tahanan dengan
dorongan ringan alat diputar
sedikit

Panjang = 15cm
Diameter = 6 8
mm

Komplikasi :
Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring
Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa akibat pernasangan, oleh
sebab itu alat penghisap harus selalu siap saat pernasangan.



3. Penghisapan Lendir (Suctioning)
Suctioning adalah tindakan mengangkat sekresi yang terdapat pada dinding bronchus
atau trachea. Tindakan ini dilakukan pada pasien yang terpasang ET, TT
Ada 2 metode yang digunakan pada suction ET yaitu dengan metode terbuka dan
metode tertutup. Suction tertutup adalah suction yang dilakukan dengan sirkuit
ventilator tertutup selama suction, sedangkan suction terbuka adalah sikuit ventilator
dibuka selama suction.

Gambar: suction tertutup Gambar: suction terbuka

Indikasi klinis penggunaan suction terbuka dan suction tertutup
Metode suction tertutup Metode suction terbuka
Frekuensi setiap jam atau kurang
Jumlah sekret berlebihan
Tingkat PEEP yang tinggi (>10 cm H2O)
Tingginya FiO2 (>80)
Penurunan SaO2 atau keadaan hemodinamik
yang berbahaya selama suction
Tingginya tingkat penularan infeksi
pernapasan (misal: TB)
Ada darah di dalam sekret
Intubasi <24 jam
Jumlah sekret sedikit atau
sedang
Frekuensi sekret tiap 2 jam

Tujuan:
1. Mengangkat sekret yang tidak bisa dikeluarkan sendiri atau dibatukkan oleh pasien
2. Mengurangi penumpukan CO2 di paru-paru
3. Mencegah terjadinya bronchopneumonia
4. Memperlancar sirkulasi dan perfusi ke seluruh jaringan
Rekomendasi Suction
a. Pre Suctioning
1. Lakukan pengkajian sistem respirasi auskultasi dada
2. Hiperoksigenasi dan Hiperinflasi. Hiperoksigenasi = pemberian O
2
melebihi
persentasi yang pasien terima sebelumnya. Hiperinflasi = Inflasi paru pasien
dengan volume tidal lebih dari yang diberikan sebelumnya.


Kombinasi hiperoksigenasi dan hiperinflasi dapat menurunkan kejadian hipokesia
induced suctioning.
3. Menjaga teknik aseptik
b. Selama Suctioning
1. Seleksi kateter
Kateter suction tidak boleh lebih dari diameter TT/ET/NTT/OTT untuk
menghindari tekanan negative pada jalan nafas dan meminimalkan penurunan
kadar PaO
2.

Contoh:
Ukuran TT= 8
Ukuran kateter suction = (8-2) x 2 = 12 Fr
Ukuran FG-8 FG-10 FG-12 FG-14 FG-16 FG-18 FG-20
Warna kode Biru Hitam Putih Hijau Orange Merah Kuning

2. Kedalaman memasukkan kateter
Masuknya kateter yang terlalu dalam dapat menyebabkan stimulasi vagal reflek
yang akan menyebabkan gangguan pada heart rate bradikardi.
Rekomendasi: Kateter masuk sampai karina ditarik 1 cm, baru kemudian
dilakukan suctioning (pemberian tekanan negatif)
3. Tekanan negative suction pump
Tekanan negative diberikan HANYA saat keteter ditarik.
Rekomendasi: 80-150 mmHg (10,6-20 kPa). Tekanan terlalu tinggi dapat
menyebabkan hipoksemia, barotraumas, dan ateletaksis.
Usia Tekanan Suction dinding
(mmHg)
Tekanan Suction portable
(H
2
O)
Infant 60-80 3-5
Anak usia 1-8 tahun 80-120 5-10
Dewasa 120-150 10-15
> 75 tahun 80-120 5-10

4. Lama suctioning
Lama tindakan tiap 1 kali suctioning adalah 10-15 detik
5. Jumlah suctioning
Melakukan suction maksimum 2 kali dalam satu periode tindakan

Ukuran kateter suction: (Ukuran TT/ET-2) x 2


c. Post Suctioning
Beberapa tindakan yang direkomendasikan setelah suctioning adalah:
a. Memberi dukungan pasien untuk mengurangi nyeri dan kecemasan
b. Memonitor hemodinamik (HR, irama, SpO
2
), perfusi, dan adanya sianosis
c. Auskultasi paru
d. Cuci tangan
e. Dokumentasi tindakan

Kriteria Pasien
Pasien dengan intubasi / trakeostomi
Koma
Tidak bisa batuk karena kelumpuhan otot pernafasan
Pasien dengan sekret banyak dan kental, yang mana dia sulit mengeluarkan
Ukuran
Bayi : 5 Fr
Anak-anak: 6-12 Fr
Dewasa : 12-16 Fr
Persiapan alat:
1. Peralatan oksigen air viva, oksigen + selang
2. Peralatan suction yang lengkap: suction dinding, selang suction, tubing/kateter suction
steril yang sesuai dengan usia dan nomor endotrakeal/trakeostomi
3. Sarung tangan steril atau pinset steril
4. Ember yang berisi larutan savlon untuk tempat kateter suction bekas
5. Handuk untuk alas dada
Cara kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Observasi saturasi, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan irama EKG
4. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui air viva atau ventilator
5. Atur tekanan pada suction.
6. Gunakan sarung tangan atau pinset steril
7. Pilih kateter suction yang sesuai dengan umur pasien dan ukuran ETT/TT (1/3
diameter ETT/TT)
8. Sambungkan kateter suction pada selang suction


9. Lakukan ventilasi dengan air viva 3 kali, dengan oksigen 12 15 l/mnt
10. Masukkan kateter dalam keadaan terbuka, jika ada reflek trachea angkat kateter 1 2
cm kemudian tutup kateter dan angkat kateter dengan gerakan memutar. (lama
tindakan 5 15 detik)
11. Berikan kembali oksigen denga konsentrasi tinggi 12 15 l/mnt melalui air viva
12. Perasat ini boleh diulangi sampai bersih/banyak berkurang
13. Monitor kembali hemodinamik dan tanda vital pasien
14. Jika akan suction hidung dan mulut lakukan suctioning ETT/TT dahulu sampai selesai
kemudian suctioning hidung dan yang terakhir adalah mulut
15. Bilas selang kateter denga air yang ada di ember, matikan suction dan buang suction
pada ember penampungan tersebut
16. Alat-alat dirapikan kembali dan dokumentasi
Komplikasi :
Perdarahan / kerusakan struktur
Kontaminasi bakteri
Kekurangan oksigen sesaat
Ketakutan dan panik pada pasien sadar
Ekstra iritasi akan menyebabkan ekstra produksi sekret.
Trauma jalan nafas.

4. Bronchial Washing
Bronchial Washing adalah tindakan pemberian cairan NaCl 0,9% (2,5-8 cc) pada pasien
yang menggunakan ETT dan TT. Perawat sebaiknya tidak melakukan bronchial washing
saat suctioning pada orang dewasa. Menjaga hidrasi pasien adekuat merupakan cara
yang tepat untuk memfasilitasi pengangkatan secret. Selain itu, NaCl 0,9% yang
dimasukkan saat suctioning tidak akan bercampur dengan secret sehingga tidak
memobilisasi secret, dan secara signifikan berhubungan dengan penurunan saturasi O
2
beberapa saat setelah suction.

5. Asistensi Intubasi (Permasangan Pipa Endotrakeal (ETT))
Intubasi adalah suatu tindakan memasukkan pipa endotrachea ke dalam trachea
Tujuan:
1. Membebaskan jalan nafas
2. Untuk pemberian pernafasan mekanik


3. Untuk mempermudah penghisapan sekresi
Keuntungan :
Terpeliharanya jalan napas
Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
Menjamin tercapainya volume tidal yang, diinginkan
Memberikan ventilasi dengan adekuat
Mencegah teriadinya aspirasi isi lambung
Mencegah distensi lambung
Mempermudah penghisapan lendir di trakea
Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi
Karena kesalahan letak pipa endotrakeal dapat menyebabkan kematian maka
tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh penolong yang terlatih
Kriteria Pasien
Henti jantung
Pasien sadar tapi ventilasi kurang adekuat
Pasien tidak dapat mempertahankan jalan nafas adekuat
Penolong tidak dapat memberikan ventilasi adekuat dengan cara konvensional
Ukuran
Emergency = 7,5
Persiapan alat:
1. Larigoscope dengan bilah yang sesuai
2. Magillas untuk membantu memasukkan pipa
3. Maudrin (bila ada kesulitan saat memasukkan tube)
4. OTT/NTT sesuai kebutuhan pasien
5. Xylocain jelly
6. Sarung tangan
7. Obat-obatan untuk persiapan intubasi antara lain: sedasi (midazolam, propofol,
pentotal), muscle relaxan (succinyl cholin, rocuronium, atracurium, vecuronium)
8. Xylocain spray/semprot
9. Presssure cuff/spuit cuff
10. Guedell/mayo
Perempuan = 7; 7,5; 8
Laki-laki = 8; 8,5


11. Stetoscope
12. Suction catheter untuk menghisap sekresi
13. Emergency trolly yang berisi obat-obatan emergency
14. Air viva, face mask untuk oksigenasi
15. Plester/pita untuk fiksasi
16. Suction dinding/sentral
Cara kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Cek suction sentral dan atur tekanan antara 100-200 mmHg dan sambungkan selang
catheter steril
4. Nilai kesadaran pasien, bila sadar diberitahu
5. Bersihkan jalan nafas dengan cara suctioning
6. Sambungkan pasien ke EKG monitor dan ukur tensi, nadi dan pernafasan ulang,
saturasi oksigen.
7. Posisi pasin terlentang/flat dan ekstensikan leher pasien (sesuaikan dengan kondisi
pasien)
8. Bantu tindakan intubasi sesuai dengan tahapannya.
9. Ikat selang trakea/trakeostomi dengan tali/plester
10. Bereskan peralatan dan dokumentasikan tindakan
Hal yang harus diperhatikan:
1. Keadaan umum pasien, terutama tensi, nadi, pernafasan, saturasi oksigen
2. Monitoring EKG
3. Pengisian cuff (balon)
4. Fiksasi
5. Penghisapan sekresi dengan tehnik yang semestinya
Komplikasi Pemasangan ETT
ETT masuk kedalam oesophagus, yang dapat menyebabkan hipoksia.
Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi.
Gigi patah.
Laserasi pada faring dan trakhea akibat stilet (mandrin) dan ujung ETT.
Kerusakan pita suara.
Perforasi pada faring dan oesophagus.
Muntah dan aspirasi.


Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi
hipertensi, takikardi dan aritmia.
ETT masuk ke salah satu bronkus. Umumnya masuk kebronkus kanan, untuk
mengatasinya tarik ETT 1-2 cm sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan
auskultasi bilateral. Jika ETT masuk ke paru kanan maka suara paru kiri akan
lebih redup dan kurang mengembang sehingga berisiko untuk terjadi atelektasis
pada paru kiri.

Ekstubasi
Ekstubasi adalah pengankatan pipa endotrachea dari trachea
Beberapa indikator umum pasien bisa dilakukan ekstubasi adalah:
- Bisa mempertahankan napas spontan dan adekuat dengan nilai AGD cukup
dengan pemberian O2 dalam jumlah sedikit atau sedang
- Bisa menjaga jalan napas
- Bersih dari sekret paru
Tujuan:
1. Sebagai tahap akhir proses penyapihan dari ventilator
2. Pasien sudah tidak mengalami sumbatan (potensial sumbatan jalan nafas)
3. Supaya pasien dapat bernafas seperti semula
4. Dapat berbicara dan menelan seperti biasa
5. Supaya pasien dapat batuk dengan efektif dan dapat mengeuarkan sputum sendiri
Persiapan alat:
1. Laringoscope
2. Peralatan suction yang lengkap
3. Spuit cuff
4. Pinset, spirometer
5. Alat-alat untuk memberikan pelembaban dan oksigen, misal: O2 + NRM, O2 +
binasal
6. Peralatan lengkap untuk intubasi
Cara kerja:
1. Ukur nadi, tensi, suhu, pernafasan dan kesadaran
2. Ukur TV pasien
3. Periksa AGD
4. Bila ada instruksi dokter (misal dexametasone)


5. Beritahu pasien untuk pengangkatan pipa pernafasan
6. Lakukan penghisapan sekresi sampai bersih dan cuff dikempeskan
7. Lepaskan fiksasi tube
8. Waktu pengangkatan tube, suction kateter yang baru harus berada di dalam sambil
tube diangkat (jangan dipakai suction katheter bekas untuk membersihkan mulut)
9. Selesai pengangkatan tube pasang NRM
10. Satu jam kemudian periksa AGD ulang
Hal yang harus diperhatikan:
1. Keadaan umum pasien
2. Ukur tensi, nadi, pernafasan dan kesadaran
3. Perhatikan apakah ada stidor dan kelainan pernafasan yang lain
Monitor respon pasien terhadap ekstubasi. Perubahan signifikan pada heart rate,
respiratory rate dan atau tekanan darah lebih dari 10% batas normal mengindikasikan
bahaya pernapasan, pengkajian intensive dan kemungkinan reintubasi.
Batuk dan napas dalam juga perlu diperhatikan saat meminitor vital sign serta adanya
suara stidor pada pernapasan atas. Inspirasi stidor yang terjadi karena adanya udema
pada glotis dan subglotis. Jika keadaan klinis pasien demikian, treatment dengan
2,5% epinephrine (0,5 ml dalam 3 ml normal saline) yang diberikan melalui alat yang
disemprot.
Post ekstubasi pasien berisiko:
- Spasme laring
- Aspirasi
- Kepatenan jalan napas tidak adekuat karena ketidakadekuatan otot relaksasi,
adanya udema/hematom, adanya udema lidah, kelumpuhan pita suara
- Ketidakadekuatan ventilasi
- Penurunan fungsi paru karena volume jalan napas bagian atas digantikan ETT.
Saturasi O2 <90% pada 20-3-% pasien ekstubasi tanpa tambahan O2.

c. DENGAN PEMBEDAHAN
1. Krikotiroidotomi
Krikotiroidotomi adalah : Tindakan yang dilakukan untuk membuka jalan napas
sementara dengan cepat, apabila cara lain sulit dilakukan. Pada tekhnik ini membran
krikotiroid disayat kecil vertikal, dilebarkan dan dimasukan ETT. Krikotiroidotomi
lebih mudah dilaksanakan pada keadaaan gawat darurat daripada trakeostomi, setelah


jalan napas dibebaskan maka krikotiroidotomi dapat dikonversikan dalam trakeostomi
elektif

2. Trakheostomi
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea, trakeostomi dapat
temporer atau permanen. trakeostomi dilakukan untuk memintas suatu obstruksi jalan
nafas atas untuk membuang mengatasi pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan
obstruksi jalan pernapasan bagian atas dan untuk memungkinkan penggunaan ventilasi
mekanis jangka pajang.



Indikasi Teknik
Tindakan ini dilakukan jika pasien
tidak dapat diintubasi dan tidak dapat
diberi ventilasi melalui mulut
Tindakan ini dilakukan untuk
membuka jalan nafas sementara
dengan cepat apabila cara lain sulit
dilakukan
Setelah membran krikotiroid dapat diraba,
lakukan irisan pada kulit hingga menembus
membran krikotiroid tersebut. Kemudian irisan
dilebarkan dengan forsep/klem arteri.
Masukkan pipa endotrakea kecil (4-6 mm) atau
pipa trakeostomi kecil, lalu lakukan fiksasi
Indikasi Teknik
- pasien yang memerlukan
ventilasi mekanis dalam
jangka panjang,
- pasien dengan keganasan
kepala dan leher yang akan
dilakukan reseksi yang sulit
dilakukan intubasi,
- pasien dengan trauma
maksilofasial disertai dengan
risiko sumbatan jalan napas,
- Pasien dengan sumbatan jalan
napas akibat dari trauma, luka
bakar atau keduanya,
- Pasien dengan gangguan
neurologis yang disertai
dengan risiko sumbatan jalan
napas,

Tindakan membuat lubang pada trakea untuk jalan
nafas.
Tekhnik ini bukan pilihan pada keadaan darurat
(live saving).
Tindakan ini sebaiknya dilakukan pada kamar
bedah oleh seorang yang ahli.
Keuntungan:
Lebih baik dari pada dengan intubasi, dimana pasien
masih dapat bicara, makan, mudah disuction, tahanan
pada waktu memasukkan sedikit, tidak terjadi trauma
laring karena insersi dan deadspace dapat dikurangi,
dapat batuk dengan spontan
Kerugian:
Trakeostomi dapat beresiko tinggi terjadinya
perdarahan dan stenosis. Prinsipnya, selagi tidak ada
penyempitan saluran nafas atas maka dianjurkan
untuk intubasi



Kebutuhan Oksigen

Konsentrasi FiO2 yang diperlukan pada pasien yang terpasang ventilator dapat dihitung
dengan rumus:





Keterangan:
PAO
2
: Tekanan parsial O2 dalam alveolus (dihitung menurut rumus)
PaO
2
: Tekanan parsial O2 dalam arteri (dilihat dari hasil AGD)
FiO
2
: Fraksi oksigen inspirasi (dilihat dari setting ventilator)
Pb : Tekanan barometrik (760 mmHg) (konstanta)
PH
2
O : Tekanan air dalam paru-paru (47 mmHg) (konstanta)
PaCO
2
: Tekanan parsial CO2 dalam arteri (dilihat dari hasil AGD)
AaDO2 : Selisih antara Tekanan parsial O2 dalam alveolus dan Tekanan parsial O2
dalam arteri

Contoh kasus:
Misalkan pasien mendapat FiO2 100% dan AGD menunjukkan:
PH : 7,40
PO2 : 150 mmHg
PCO2 : 40 mmHg

Perhitungannya menjadi:
PAO2 = FiO2 (Pb PH2O) (PCO2 : RQ)
PAO2 = 1,00 (760 47) (40 : 0,8)
= 1,00 (713) (50)
= 662 mmHg
Persamaan AGD:
PAO2 663 = X
PO2 150 90 (PO2 yang diharapkan)

X = 663 x 90
150
= 397,8
PAO2 = FiO2 (Pb PH2O) (PCO2 : RQ)
397,8 = FiO2 (713) (50)
397,8 = 663 FiO2
FiO2 = 397,8
663
PaO
2
= (760-47) x FiO2 PaCO
2

AaDO
2
= PAO
2
PaO
2
FiO
2
= AaDO
2
+ 100 x 100%
760



FiO2 = 0,6 atau 60%

Jadi untuk mendapatkan PO2 dengan target 90 mmHg, FiO2 yang diperlukan adalah 60%.
Sedangkan untuk mempertahankan tekanan alveolar (PAO2) menjadi 100 mmHg dengan
PCO2 40 mmHg adalah:

100 = FiO2 (713) 50
FiO2 = 100 + 50 = 0,22 atau 22%
663


Konsentrasi oksigen pada ventilator dapat lebih pasti ditentukan jumlahnya mulai dari 21-
100%. Berbeda dengan non invasive seperti nasal kanul atau simple mask yang menggunakan
aliran dalam liter/menit. Konsentrasi dalam persen akan lebih akurat dalam menilai besarnya
kandungan oksigen yang diberikan. Perbandingan masing-masing konsentrasi pada non
invasive diperlihatkan pada tabel berikut

Jenis Liter/menit Perkiraan
konsentrasi O2 (FiO2
(%))
Keuntungan dan kerugian
Nasal kanul 1 23-24 - Iritasi selaput farink
- Konsentrasi oksigen rendah
- Tidak efektif digunakan pada
pasien yang bernafas dengan
mulut
2 24-28
3 28-32
4 32-36
5 40
6 44
Simple mask 5 40 - Konsentrasi oksigen sedang
- Dapat mengganggu aktivitas
mulut seperti makan dan
bicara
6 45-50
8 55-60
Rebreathing
mask
6 35 - Konsentrasi oksigen sedang
- Dapat mengganggu aktivitas
mulut
- Resiko hipoksia jika kantung
udara kempis
8 45-50
10-15 60
Non
rebreathing
mask
6 55-60 - Konsentrasi oksigen sedang
- Dapat mengganggu aktivitas
mulut
- Resiko hipoksia dan
hiperkarbia jika kantung
udara kempis
8 60-80
10-15 80-90
CPAP mask - Mulai 21 sampai 100 - Kebocoran udara melalui
sungkup


- Hanya dapat digunakan pada
pasien yang kooperatif
- Dapat digunakan sebagai
peralihan ke intubasi





Referensi:
- Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan Rawat
Intensif (2007). Prosedur Tetap Khusus Keperawatan Rawat Intensif RSUP Dr.
Sardjito. Yogyakarta: RSUP Dr. Sardjito
- Calder I., Pearce A. (2005). Core Topics in Airway Management. New York:
Cambridge University Press
- Woodrow P. (2004). Intensive Care Nursing. A Framework for Practice.
Prancis: Taylor & Francis e-Library
- Chulay M., Burns S.M. (2010) AACN Essential of Critical Care Nursing,
second edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies
- Sundana K. (2008) Ventilator. Pendekatan Praktis di Unit Perawatan Kritis.
Bandung: Penerbit CICU RSHS Bandung
- Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Вам также может понравиться