Вы находитесь на странице: 1из 31

1

Eklampsia Pada Ibu Hamil


Krissi Stiffensa
102010125
leaveurmailhere@gmail.com
Fakultas Kedokteran Krida Wacana


Pendahuluan
Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab
kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut the National Center
for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada 150,000 wanita, atau 3.7% dari
kehamilan (Martin and colleagues,2002). Berg and colleagues (2003) melaporkan bahwa 16%
dari 3201 kematian pada kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 1997 merupakan
komplikasi dari hipertensi selama masa kehamilan. Peneliti juga menemukan bahwa wanita kulit
hitam 3.1 kali berisiko meninggal karena preeclampsia dibanding dengan wanita kulit putih.
Klasifikasi dari hypertensive disorders complicating pregnancy oleh Working Group of the
NHBPEP (2000), terdapat lima jenis penyakit hipertensi antara lain:
1. Gestational hypertension (transcient hypertension): desakan Darah 140/90 mmHg
untuk pertama kalinya pada kehamilan, proteniuria (-) dan desakan darah kembali normal
< 12 minggu pasca persalinanPreeclampsia
2. Preeclampsia ringan: Desakan Darah 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu,
proteniuria 300mg/24jam atau dipstick 1+.
Preeclampsia berat: Desakan Darah 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu,
proteniuria 300mg/24jam atau dipstick 1+, dengan salah satu tanda preeclampsia
berat.
3. Eclampsia : Murni dari pre eclampsia, dan tidak murni dari hipertensi esensial dan
nefritis kronis.
2

4. Preeclampsia superimposed on chronic hypertension: timbulnya proteinuria
300mg/24jam setelah kehamilan 20 minggu pada wanita hamil yang sudah mengalami
hypertensi sebelumnya.
5. Chronic hypertension: desakan Darah 140/90 mmHg, proteniuria-, sebelum kehamilan
atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca
persalinan
Pertimbangan penting dalam klasifikasi ini adalah membedakan gangguan hipertensi yang
mendahului kehamilan dari preeclampsia yang secara potensial lebih merugikan. Bagaimana
kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum terpecahkan walaupun sudah
dilakukan riset intensif selama beberapa dekade. Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga
dimaksudkan untuk hipertensi yang timbul tanpa proteinuria, termasuk pada wanita nulipara.
Pada wanita nulipara, hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga merupakan prekursor,
potensial untuk preeclampsia atau eklampsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah
proteinuria.
Hipertensi didiagnosis ketika terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.
Dahulu penentuan diagnosis hipertensi pada wanita hamil adalah peningkatan tekanan sistolik 30
mmHg or 15 mmHg tekanan diastolic, walaupun ketika nilai absolut masih dibawah 140/90 mm
Hg. Kriteria ini sudah lama tidak digunakan lagi karena bukti memperlihatkan bahwa wanita
dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan
(Levine and co-workers, 2000; North and colleagues, 1999). Namun wanita dalam kondisi
seperti ini tetap harus mendapat pengawasan ketat. Edema sudah tidak digunakan lagi sebagai
kriteria diagnosis karena bisa terjadi pada setiap kehamilan normal.
3

PEMERIKSAAN
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan
kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan
neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang
yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari
postpartum. Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri
dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai
dan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).
Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai eclampsia. Tetapi perlu ada batasan untuk
mendiagnosis wanita dengan kejang dan memperhatikan kematian tanpa kejang yang disebabkan
oleh preeklampsia berat (PEB).
1,2

Eklampsia adalah suatu keadaan yang dapat dicegah, dan angka kejadiannya menurun di
Amerika Serikat karena sebagian besar wanita hamil sudah mendapat asuhan prenatal yang
memadai. Eclampsia umumnya terjadi kehamilan trisemester terakhir dan angka kejadiannya
meningkat pada tahap ini.
Oleh sebab itu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan untuk memastikan bahwa
apakah sebelumnya pasien memang dalam keadaan preeklamsia dan untuk menyingkirkan
penyebab lain kejang yang dialaminya. Berikut ini adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat
dilakukan:

I. Anamnesis
Dari anamnesis diharapkan kita dapat mengumpulkan data sebanyak-banyak tentang
riwayat kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan serta keadaan janin selama
kehamilan, disamping menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus pada
diagnosis.
Anamnesis obstetrik umum:
2,3
Riwayat kehamilan sekarang:
Kapan hari terakhir menstruasi terakhir?
Berapa lama siklus haidnya?
4

Sudah berapa bulan kehamilannya?
Apakah ada penyulit atau penyakit sebelum dan selama kehamilan, seperti
apakah pernah perdarahan, adakah anemia, diabetes, hipertensi, infeksi
saluran kemih, penyakit jantung, dan penyulit lainnya?
Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya mual, muntah,
nyeri tekan payudara, frekuensi berkemih?

Riwayat obstetric dahulu:
Apakah pernah hamil sebelumnya? Berapa kali? Apakah ada penyulit
dalam kehamilan sebelumnya?
Apakah pernah melahirkan sebelumnya? Berapa kali? Bagaimana cara
melahirkan, apakah ada penyulit selama persalinan sebelumnya? Apakah
ada komplikasi saat persalinan sebelumnya?
Apakah pernah mengalami abortus sebelumnya? Berapa kali? Mengapa?
Bagaimana terjadinya abortus? Adakah komplikasi akibat abortus?
Tanyakan juga kondisi anak yang pernah dilahirkan, berat badan bayi saat
lahir, umur bayi saat dilahirkan, keadaan bayi saat dilahirkan, keadaan
anak sekarang.

Riwayat ginekologis dahulu
Hal-hal yang harus ditanyakan menjurus kepada keadaan preeklamsia berat:
1,4

o Apakah ada gejala-gejala disfungsi sistem saraf pusat, seperti sakit kepala
berat yang menetap, penglihatan kabur.
o Apakah ada gejala peregangan kapsul hati, misal nyeri epigastrium
menetap

Pertanyaan untuk menyingkirkan penyebab lain:
1

o Apakah sebelum hamil pasien memiliki riwayat hipertensi
o Apakah pasien memiliki riwayat epilepsi
o Apakah pasein pernah mengalami trauma kepala
o Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit serebrovaskular
5

o Apakah pasien memiliki riwayat tumor serebri atau meningitis maupun
ensefalitis

II. Pemeriksaan fisik
i. Inspeksi
a. Wajah
Adakah edema pada muka, pucat atau merah
b. Leher
Apakah terdapat pembesaran tyroid atau kelenjar limfe
c. Dada
Bentuk payudara, adakah colostrum
d. Perut
Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran, pergerakan pernapasan, kondisi
kulit (tebal, kriput dan striae), jaringan parut operasi.
e. Vulva
Keadaan perineum, varises atau condyloma
3


ii. Palpasi
Maksud pemeriksaannya ialah untuk menentukan ;
a. Besarnnya rahim dan dengan ini bisa menentukan umur kehamilan.
b. Menentukan letak anak dalam rahim.
Sebelum dilakukan, kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu,karena
kandung kemih yang penuh akan teraba seperti kista. Jikalau perlu pasien
disuruh buang air kecil terlebih dahulu.
Beritahu pasien bahwa perutnya akan diperiksa sehingga perut pasien tidak
menegang dan bernapas biasa, kedua tungkai ditekuk sedikit dan pasien disuruh
bernapas dalam.
3

Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopold yang terdiri dari 4 bagian ;
a. Leopold I
6

o Pasien tidur telentang dengan lutut
ditekuk
o Pemeriksa berdiri disebelah kanan
pasien menghadap kearah kepala pasien
o Uterus dibawa ketengah (kalau
posisinya miring)
o Dengan kedua tangan tentukan tinggi
fundus
o Dengan satu tangan tentukan bagian apa
dari anak yang terletak dalam fundus
o ( Kepala berbentuk bulat, keras dan ada
ballottement. Bokong konsistensinya lunak, tidak begitu bulat dan
tidak ada ballottement. Pada letak lintang, fundus kosong)
5


b. Leopold II
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.
o Kedua tangan pindah kesamping uterus.
o Dengan kedua belah jari-jari uterus
ditekan ketengah untuk menentukan
dimana letak punggung anak : kanan
atau kiri.(Punggung anak memberikan
tahanan terbesar)
o Pada letak lintang dipinggir kanan kiri
uterus terdapat kepala atau bokong.
5

c. Leopold III
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.
o Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi bagian
bawah (kepala atau bokong).
7

o Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti bagian
tersebut belum terpegang oleh panggul. (bagian terbesar kepala belum
melewati pintu atas panggul).
5


d. Leopold IV
o Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.
o Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk
kedalam panggul.
o Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala masuk
panggul.
o Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk kedalam
rongga panggul.
o Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah masuk
panggul.
5

Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.

Sebelum bulan ke tiga fundus uteri dapat diraba dari luar ;
Akhir bulan ke-3 (12 mg) F.U 1-2 Jari diatas symphisis
Pertengahan antara sympisis dengan
pusat = 16 mg
3 jari dibawah pusat = 20 minggu
pusat procesus xympoideus = 32
Minggu
8

Sampai arcus costa atau 3 jari dibawah proc. Xympoideus = 36
minggu
pusat procesus xympoideus = 40 Minggu
5


iii. Auskultasi
Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler). Pada
auskultasi bisa didengar bermacam bunyi :
a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.
b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.
Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12
minggu sedang dengan stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26
minggu. Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 - 140 per menit. Frekuensi
jantung orang dewasa antara 60-80 per menit.
5



9

III. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
6

No Test Diagnostik Penjelasan
1. Hemoglobin dan
hematokrit
Peningkatan Hb dan Ht berarti :
1. Adanya hemokonsentrasi yang mendukung
diagnosis PE
2. Menggambarkan beratnya hipovolemia
3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
2. Morfologi sel darah
merah pada apusan
darah tepi
Untuk menentukan :
adanya mikroangiopatik hemolitik anemia -
Morfologi abnormal eritrosit :
schizocytosis dan spherocytosis
3. Trombosit Trombositopenia menggambarkan Preeklampsia berat
4. Kreatinin serum Asam
Urat serum Nitrogen
Urea Darah (BUN)
Peningkatan menggambarkan :
Beratnya hipovolemia
Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
Tanda Pre eklampsia berat
5. Transaminase serum Peningkatan Transaminase serum menggambarkan
gangguan fungsi hepar
6. Lactic Acid
Dehidrogenase (LDH)
Menggambarkan adanya hemolisis
10

7.
Albumin serum dan
faktor koagulasi
Menggambarkan kebocoran endotel dan
kemungkinan koagulopati
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan transabdominal USG ;
Untuk memperkirakan umur kehamilan
Melihat keadaan umum janin
Melihat pertumbuhan janin, normal atau adakah kelainan, terutama plasenta
abruption yang dapat mempersulit eklampsia, oligohidramnion, atau
pertumbuhan janin terhambat (PJT).
Pemeriksaan CT scan kepala dapat juga dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab lain dari kejang pada pasien, misal menilai pendarahan intrakranial,
perdarahan subarachnoid, atau kecelakaan serebrovaskular.
8


DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan data-data yang ada pada kasus, yaitu:
- Ibu hamil umur 18 tahun, primigravida
- Terdapat kejang, kemudian tidak sadarkan diri (koma)
- TD tinggi = 180/120 mmHg, frekuensi nadi normal = 72/menit
- Terdapat udeme anasarka
- Protein urine +3
- Anak letak kepala dengan denyut jantung normal = 132/menit teratur
maka diagnosis kerja yang paling mendekati adalah eklampsia, dimana sebelum eklampsia
terjadi pasien berada dalam keadaan preeklamsia berat.

DIAGNOSIS BANDING
1. Preeklampsia Berat
9,10

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala preeklampsia berat :
11

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
7. Nyeri ulu hati
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
9. Perdarahan di retina (bagian mata)
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru
11. Koma
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian
obat-obatan.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pemberian obat-obatan.
Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya
ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan,
adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya "HELLP
syndrome" (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan
konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring
3. Infus
4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
5. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
12

6. Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
7. Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda
pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)
Penatalaksanaan pada hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
adalah sama dengan pengelolaan preeclampsia berat.

13

ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/eklampsia masih belum diketahui.
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan tersebut di atas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
3
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan.
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Imunologis.
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita PE-E:
a) Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E
diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti
bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.

3. Peran Faktor Genetik/Familial
3

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
14

b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari
ibu yang menderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.

4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

Faktor yang meningkatkan risiko preeclampsia-eclampsia :
a) Primigravida
b) Primipaternernity
c) Umur yang ekstrim
d) Partner laki yang pernah menikah wanita yang kemudian hamil dan mengalami
preeclampsia
e) Pemaparan terbatas terhadap sperma
f) Inseminasi donor dan donor oocyte
g) Mola Hidatidosa
h) Kehamilan multiple
i) Infeksi saluran kencing pada kehamilan
j) Hydrops fetalis
k) Riwayat pernah preeclampsia
l) Obesitas
m) Antiphospholipid antibodies dan huperhomocysteinemia
EPIDEMIOLOGI
Amerika Serikat
Kejadian eklamsia dilaporkan berkisar dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 3.448 kehamilan di
dunia Barat. Nilai ini meningkat pada populasi sosial ekonomi rendah, pada wanita lebih muda
dari 20 tahun, kehamilan multifetal, dan pada mereka tanpa antenatal care.


15

Internasional
Diperkirakan, eklamsia terjadi 10% dari kehamilan yang dipengaruhi oleh hipertensi di seluruh
dunia. Kira-kira setengah dari semua gangguan kehamilan hipertensi disebabkan preeklamsi.
1

Mortalitas / Morbiditas
2,6

Preeklampsia-eklampsia tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 6,4 kasus per 10.000 kasus
saat melahirkan.
75 % terjadi pada primigravida.
Kejadian 5 kali lebih sering pada kehamilan kembar.
Komplikasi ibu yang paling signifikan pada eklampsia berhubungan dengan SSP
permanen adalah pendarahan intracranial. Tingkat kematian ibu adalah 8-36% pada kasus
ini.
Angka kematian janin bervariasi 13-30% karena kelahiran prematur dan komplikasinya.
Plasenta infarcts, abrupsio plasenta , dan pertumbuhan janin terhambat intrauterin juga
berkontribusi terhadap kegagalan janin.
Eklampsia biasanya terjadi pada pasien pada kedua usia ekstrem reproduksi, namun
resiko eklampsia yang terbesar ada pada perempuan < 20 tahun. Risiko kematian
meningkat untuk wanita berusia >35 tahun, yang tanpa perawatan kehamilan, dan
perempuan berkulit hitam, kemungkinan besar karena akses yang tidak memadai untuk
perawatan prenatal dan peningkatan insiden penyakit genetik yang berhubungan dengan
sirkulasi antiphospholipids.
Wanita yang telah eklampsia sebelum 28 minggu umur kehamilan juga memiliki resiko
kematian yang lebih tinggi.
PATOFISIOLOGI
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan
dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan
konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
16

Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat-
janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan
kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga
menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam
hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi
garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomelurus dan
tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat
sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus
arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga
menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada beberapa
arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan berakhir,
retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan
gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh
darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran
darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.
Metabolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia sebabnya
terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh
kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan
volume darah berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.
Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang akibatnya hipoksia.
Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat
dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.
17

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara.
Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan
cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk
dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan
alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu
pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

MANIFESTASI KLINIK

Eklampsia dapat terjadi saat antepartum, intrapartum atau postpartum (48 jam
postpartum). Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering
mendekati aterm.
1

Ada 4 fase eklamsia:
1,2

Premonitory stage, gejala seperti preeklampsia berat
Tonic stage
Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan
(twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi
otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik.
Clonic stage
Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh
kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan
relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang
bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit
oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini dapat berlangsung selama satu menit.
Secara bertahap gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang sampai akhirnya tidak bergerak.
Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan tertahan. Selama beberapa detik,
akan menjadi seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam,
panjang dan berbunyi lalu kembali bernapas.
Stage of coma
18

Ia kemudian mengalami koma dan tidak akan mengingat serangan kejang tersebut
maupun kejadiaan sesaat sebelum atau sesudah bangkitan kejang. Namun, seiring waktu
ingatan itu akan pulih kembali.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya
dapat bervariasi. Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan secara cepat sehingga
tampak seperti mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir kontinu. Durasi koma
setelah kejang pun bervariasi. Namun durasi koma yang panjang tidak menyebabkan
kematian. Kematian lebih sering disebabkan oleh bengkitan kejang yang berulang-ulang
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai
50/menit, mungki sebagai respon terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat
hipoksia. Sianosis dapat terjadi pada kasus yang parah. Demam 39
o
C atau lebih adalah tanda
yang buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan SSP. Bradikardia setelah serangan
kejang dapat terjadi karena hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang. Bradikardia ini
pulih dalam 3-5 menit; apabila menetap > 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, missal
solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin kemungkinan besar
berkurang bahkan kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi
hemoglobinemia jarang. Edema sering mencolok, kadang-kadang masif, walaupun mungkin
juga tidak ada. Proteinuria dan edema ini biasanya akan menghilang seminggu setelah
melahirkan. Sebagian besar kasus, hipertensi kembali normal dalam beberapa hari sampai 2
minggu setelah melahirkan. Semakin lama hipertensi menetap postpartum, semakin besar
kemungkinan bahwa hipertensi tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal atau vaskuler kronik.

Pada eklampsia antepartum, tanda persalinan dapat muncul segera setelah kejang dan
berkembang cepat, bahkan sebelum petugas medis menyadari bahwa ibu tersebut mengalami
His. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intesitas His dapat meningkat, dan
durasi persalinan dapat memendek.
Edema paru juga dapat terjadi setelah eklamsia. Hal itu disebabkan oleh pneumonitis
aspirasi (akibat inhalasi isi lambung bila kejang disertai muntah) atau gagal jantung (akibat
kombinasi hipertensi berat dan pemberian cairan IV berlebihan).
19

Pada 10% wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang, atau dapat
juga timbul spontan pada preeklamsia. Hal tersebut disebabkan oleh ablasio retina maupun
iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis. Gangguan penglihatan ini biasanya tuntas dalam
seminggu.
Sekitar 5% akan mengalami gangguan kesadaran bermakna, termasuk koma menetap
karena edema otak. Sedangkan herniasi unkus transtentorium dapat menyebabkan kematian.
Kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya diakibatkan
karena perdarahan otak masif.

Fitur eklampsia meliputi:
3,4

o Seizure atau bangkitan kejang (100%)
o Sakit kepala hebat (80%), pada bagian depan atau
belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan
tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut
terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian
aspirin atau obat sakit kepala lain
o Udema anasarka (50%)
o Gangguan visus (40%), seperti penglihatan kabur
dan photopobia, pasien akan melihat kilatan-kilatan
cahaya.
o Nyeri abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium
dengan mual (20%)
o Iritabel dan ibu merasa gelisah dan tidak bisa
bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya
o Nyeri perut atau nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah.
TREATMENT
Tujuan pengobatan :
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
20

2. Pengelolaan airway, breathing, circulation
3. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
4. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
5. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
6. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
7. Koreksi hipoksemia dan academia
a. Perawatan Prehospital
Dilakukan oleh petugas kedaruratan medis saat diperjalanan:
membebaskan jalan nafas dan pemberian oksigen bila
diperlukan, melakukan pemantauan jantung dan transportasi
pasien pada posisi lateral dekubitus kiri untuk mencegah
muntah dan aspirasi paru.


b. Perawatan di Rumah Sakit
Perawatan dasar eklamsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada pasien pada waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan
janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
5

c. Pengobatan
I. Medikamentosa
Rawat inap
Tirah baring kiri secara intermiten
Infus ringer laktat atau dektrose 5%

Anti konvulsi
i. Magnesium sulfat
Beberapa studi telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat
merupakan obat pilihan untuk mengobati kejang eklampsia. Magnesium
21

sulfat berhasil dalam mengendalikan kejang di > 95% kasus. Obat ini
memiliki keuntungan fisiologis untuk janin dengan meningkatkan aliran
darah uterus.
Mekanisme biokimia tindakan terapi magnesium sulfat adalah bahwa hal
itu menghambat pelepasan asetilkolin. Selain itu, magnesium memiliki
efek langsung pada otot rangka berdasarkan efek kompetitif antagonis
dengan kalsium. Mekanisme magnesium dalam mencegah kejang
berulang adalah kontroversial, tetapi dapat mencakup tindakan sebagai
vasodilator lokal atau antikonvulsi, atau melalui stabilisasi penghalang
darah otak atau pencegahan pembentukan edema serebral.
Magnesium sulfat diekskresikan oleh ginjal. Ini merupakan antikonvulsi
efektif dan membantu mencegah kejang berulang dan mempertahankan
aliran darah rahim dan janin. Hal ini dapat diberikan baik IV dan IM.
Rute intravena lebih disukai daripada rute IM karena administrasi lebih
mudah dikontrol dan waktu untuk tingkat terapeutik yang lebih pendek.
Intramuskular magnesium sulfat cenderung lebih menyakitkan dan
kurang nyaman.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang
berlangsung dan mencegah kejang lebih lanjut. Pasien harus dievaluasi
setiap sekitar 1 jam untuk memastikan bahwa refleks tendon dan output
urin minimal 100 mL selama 4 jam sebelumnya. Magnesium terapi
biasanya berlangsung selama 12-24 jam setelah melahirkan dan dapat
berhenti tergantung pada situasi klinis (misalnya, hipertensi resolusi,
output urin yang memadai).


ii. Fenitoin
Fenitoin adalah salah satu senyawa masuk kedalam golongan hidantoin.
Merupakan obat pilihan utama untuk hampir semua jenis epilepsi.
Meskipun fenitoin tidak seefektif magnesium untuk profilaksis atau
pengobatan eklampsia, dapat digunakan dengan aman untuk kasus-kasus
22

yang didak diperbolehkan menggunakan Magnesium sulfat. Kadar
fenitoin akan meninggi jika dikombinasi dengan kloramfenikol, simetidin
dan sulfonamide. Dosis yang diberikan 300 mg/hari.
iii. Diazepam
Golongan benzodiazepine ini selain sebagai antiansietas juga sebagai
antikonvulsi. Diazepam juga bebas melintasi plasenta dan berakumulasi
dalam sirkulasi janin. Obat ini digunakan mungkin untuk mengobati
aktivitas kejang berulang pada pasien yang sudah cukup diobati dengan
magnesium.
Dosis yang diberikan pada dewasa adalah sebesar 0,2/KgBB/hari,
sedangkan untuk dosis anak 0,15-0,3 mg/KgBB/hari.



Anti hipertensi
Hipertensi terkait dengan eklampsia sering cukup dikontrol dengan
menghentikan kejang. Obat antihipertensi yang digunakan untuk menjaga
tekanan darah diastolik < 110 mm Hg.
Terapi anti hipertensi memiliki 2 tujuan utama: (1) mengurangi
morbiditas ibu dan kematian yang terkait dengan serangan, stroke, dan
emboli paru, dan (2) berpotensi mengurangi morbiditas dan kematian
janin sekunder untuk keterbatasan pertumbuhan intrauterine dan
abruption plasenta.
Antihipertensi yang paling sering digunakan adalah hidralazin dan
nifedipin. Obat-obat penting yang diuraikan di bawah ini;
12

I. Hidralazin
Obat adalah termasuk kedalam golongan vasodilator arteriolar.
Hidralazin membantu untuk mempertahankan aliran darah rahim
dengan merelaksasikan otot polos arteriol dengan mekanisme yang
belum jelas dipastikan, sedangkan otot vena hampir tidak dipengaruhi.
Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflex kompensasi yang kuat
berupa peningkatan kekuatan dan frekuansi denyut jantung. Obat ini
menurunkan tekanan darah berdiri dan baring. Hidralazin
23

dimetabolisme di hati. Hidralazin dapat menimbulkan sakit kepala,
mual, hipotensi, angina pectoris.
Dosis yang diberikan 50-10 mg IV 15-20 menit yang diperlukan untuk
menjaga tekanan darah diastolik < 110 mm Hg. Mulai aksi 15 menit,
efek puncak 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam.
Interaksi beta bloker dapat meingkatkan toksisitas hidralazin dan efek
farmakologis hidralazin dapat dikurangi dengan pemberian
indometasin.



II. Metildopa
Mekanisme metildopa menurunkan resistensi vascular tanpa banyak
mempenaruhi frekuensi dan curah jantung. Tapi pada pasein lanjut,
dilatasi vena dan penurunan tekanan darah menyebabkan curah
jantung menurun. Efek maksimal tecapai 6-8 jam setelah pemberian
oral atau IV. Hipotensi ortostatik lebih jarang terjadi. Aliran darah dan
fungsi ginjal tidak doipengaruhi oleh metaldopa.
Obat ini masih merupakan pilihan utama pada hipertensi dalam
kehamilan karena terbukti aman untuk janin. Dosis maksimal yaitu 3 g
per hari. Efek samping yang paling sering adalah sedasi,hipotensi,
pusing, mulut kering dan sakit kepala, jarang terjadi anemia hemolitik,
trombositopenia. Penghentian mendadak dapat menyebabkan
fenomena rebound berupa peningkatan tekanan darah mendadak. Bila
terjadi hal ini maka metildopa harus diberikan kembali atau berikan
obat lain.
Pemberian besi bisa mengurangi absorbsi metildopa sampai 70%. Hal
ini harus diperhatilan dimana kedua obat ini harus diberikan.



III. Niferidin (Adalat )
Termasuk kedalam golongan antagonis kalsium. Antagonis kalsium
menghambat influks kalsium kedalam miokard dan sel otot polos.
Golongan dihidropiridin (Nifedipin, Nikardipin, Iskardipin, felodipin,
24

amlodipin) bersifat vasoselektif dan generasi yang memiliki
selektivitas yang tinggi. Semua antagonis kalsium dimetabolisme
dihati jadi penggunaan pada pasien sirosis hati harus hati-hati
memberikannya. Obat ini jarang menimbulkan efek samping yang
berat dan sangat rendah, seperti edema pada wajah, dan sakit kepala.
Konstipasi dan hyperplasia gusi sering terjadi pada pemberian semua
antagonis kalsium. Dosis yang diberikan 30-60 mg peroral.
2


II. Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan
diri terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan
aspirasi, karena hilangnya refleks muntah.
Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah terbuntunya jalan napas
atas. Setiap penderita eklamsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan
napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu tindakan pertama ialah
menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Adapun cara yang
dapat dilakukan adalah dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala
direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau head tilt-chin lift,
dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas, atau jaw-thrust, yaitu
mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sambil mengangkat kepala ke
belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan
oropharyngeal airway.
3


25


Gambar. 1a. dan 1b: head tilt-neck lift atau head tilt-chain lift 2: jaw-thrust
Hal penting kedua ialah penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga
mungkin sekali terjadi aspirasi bahan lambung. Lambung ibu hamil harus selalu
dianggap sebagai lambung penuh. Oleh sebab itu semua bahan yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik merupakan lendir maupun sisa makanan,
harus segera dihisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil
untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan Glasgow Coma Scale.
Pada perawatan koma yang panjang perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan panderita. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin diberi secara
oral, dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT)

1a.
1b.
2.
26

III. Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklamsia harus
diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu atau 12 jam sejak gejala eklamsia timbul.
Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam maka
dilakukan seksio sesarea. Pelaksanaan seksio sesarea harus memperhatikan:
tidak terdapat koagulopati, anestesi yang aman/ terpilih adalah anestesi umum.
Jika anestesi umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan
persalinan pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin
2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.


Perawatan postpartum: antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum;
antihipertensi diteruskan jika tekanan diastolik masih > 110 mmHg; dan pantau
volume urine.
4

Secara umum dapat disimpulkan penangan kasus eklamsia adalah sebagai berikut:

1. Hindari dari trauma saat kejang
2. Monitor kebutuhan oksigen ibu dan janin
- beri oksigen 8-10 L/menit
- monitor oksigenasi dan status metabolik dengan transcutaneous pulse
oximetry atau dengan pemeriksaan gas darah arteri.
3. Minimalisasi aspirasi
- Posisi lateral decubitus
- Hisap bahan lambung dan sekret oral
- Lakukan pemeriksaan x-ray dada setelah kejang untuk melihat apakah
terjadi aspirasi atau tidak.
4. Pemberian MgSO4 untuk mencegah kejang berulang
5. Kontrol hipertensi dengan obat antihipertensi
6. Segera lakukan persalinan.
27

KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup
dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi
pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fibrinogen
secara berkala.


3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada penderita autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.


4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.


5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara bisa terjadi selama seminggu.
Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.


6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.


7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.


8. Sindroma HELLP, yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.


9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra-uterin.


28

PENCEGAHAN
Upaya prevensi eklampsia, terutama dianjurkan untuk wanita hamil dengan resiko terhadap
preeklampsia-eklampsia :
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini
mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit
tidak menjadi lebih berat.
2. Perubahan gaya hidup
a. Tirah baring : untuk wanita resiko tinggi yang normotensif, dua penelitian yang tidak
begitu kuat menunjukkan bahwa tirah baring, sampai dengan 4 jam sehari di rumah,
dapat menurunkan resiko preeklampsia. Untuk hipertensi gestasional tirah baring di
rumah sakit terbukti dapat menurunkan hipertensi berat dibandingkan aktivitas biasa
di rumah. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada wanita resiko tinggi,
walaupun belum terbukti dalam mencegah terjadinya eklampsia.
b. Olah raga : Penelitian observasional mengasosiasikan olahraga dengan penurunan
resiko dari eklampsia. Mekanisme potensialnya meliputi penurunan tekanan darah,
kadar lipid darah, dan sitokin proinflamasi. Walaupun tidak ditemukan penelitian
yang menunjukkan pengaruh olahraga untuk pencegahan eklampsia untuk wanita
resiko rendah, olahraga dengan intensitas ringan sampai sedang menguntungkan
untuk alasan kesahatan tubuh secara keseluruhan (11 penelitian yang melibatkan 472
wanita). Dengan ini, olahraga tidak secara khusus menurunkan risiko eklampsia.


3. Diet dan nutrisi
Kalsium 1000-2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada wanita dengan resiko
tinggi terjadinya eklampsia. Efeknya paling terlihat untuk wanita resiko tinggi dan wanita
yang asupan kalsium dalam dietnya rendah. Data terakhir dari WHO trial menyatakan
bahwa pada wanita-wanita dengan diet yang rendah kalsium, asupan kalsium mendukung
penurunan resiko eklampsia yang cukup besar dibanding plasebo. Terdapat pula penurunan
resiko untuk eklampsia, hipertensi gestasional berat, dan terjadinya partus sebelum minggu
ke 32.
14

Antioksidan ( carotene, CoQ10, N-Acetylcystein, asam lipoik dan terutama vitamin C
dan E ). Eklampsia sering dihubungkan dengan stress oksidative. Namun, pada penelitian
randomized control trial yang dilakukan pada wanita-wanita nullipara dengan resiko
29

rendah, terapi dengan vitamin C (1000 mg/d) dan vitamin E (400 IU/d) selama 14 22
minggu menunjukkan reduksi pada insidensi dari Eklampsia ( 1 trial, 1877 wanita ).
Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian suplemen vitamin C dan E justru dapat
menurunkan risiko eklampsia.
Mikronutrien lain selain kalsium, defisiensi dari Magnesium, Zinc, dan Piridoxin
berhubungan dengan peningkatan kejadian hipertensi dalam kehamilan dan atau
komplikasinya.


4. Obat-obatan
Obat-obatan anti platelet, terutama aspirin dosis rendah (75100 mg/d ), mengurangi resiko
eklampsia sebesar 19%. Heparin, tunggal atau kombinasi dengan obat antiplatelet, telah
dianjurkan untuk wanita-wanita dengan resiko sangat tinggi, seperti penyakit ginjal dengan
riwayat preeclampsia. Namun, penelitian saat ini masih terlalu kecil untuk mengambil
keputusan.



PROGNOSIS
Sekitar 25% dari wanita dengan eklampsia memiliki hipertensi pada kehamilan berikutnya.
11

5% dari pasien dengan hipertensi mengembangkan preeklampsia berat. Sekitar 2% dari wanita
dengan eklampsia mengembangkan eklampsia dengan kehamilan berikutnya.
5

Wanita multipara dengan eklampsia memiliki yang berikut:
Memiliki risiko yang lebih tinggi untuk pengembangan hipertensi esensial
Tingkat kematian pada kehamilan berikutnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan primiparous.
6

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak
jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik
akan segera pula mengalami perbaikan (dengan pengecualian cedera serebrovaskular), tekanan
darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian. Diuresis ( > 4 L/hari) merupakan indikator
klinis paling akurat dari menyembuhkan kondisi ini. Eklamsia tidak mempengaruhi kehamilan
berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin
sangat bergantung pada usia gestasi pada saat kelahiran dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan prematuritas.
30

KESIMPULAN

Dalam rangka menurunkan angka kematian maternal dan perinatal akibat preeklampsia-
eklampsia deteksi dini dan penanganan yang adekuat terhadap kasus preeklampsia ringan harus
senantiasa diupayakan.
Penelitian-penilitian sebagai usaha untuk melakukan pencegahan terjadinya eklampsia pada
penderita preeklamsia telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini masih belum didapat hasil
yang diharapkan. Baik proteinuria, maupun tekanan darah hingga saat ini tidak jelas peranannya
dalam memperkirakan timbulnya kejang eklampsia ini. Oleh sebab itu, sampai saat ini belum ada
cara mencegah timbulnya preeklampsia yang bila tidak dikontrol dengan baik dapat menjadi
eklampsia.
Tindakan yang dapat dilakukan saat ini adalah mengontrol keadaan pasien agar walaupun sudah
terdeteksi preeklampsia tidak berlanjut dan bertambah parah hingga menimbulkan eklampsia
pada puncaknya. Untuk itulah sangat dibutuhkan kesadaran yang baik dari masyarakat terutama
wanita hamil yang memiliki faktor risiko tinggi terkena preeklampsia agar menjalani
pemeriksaan antenatal secara rutin.
















31

DAFTAR PUSTAKA

1. Sofian, A. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jilid 1. Jakarta: EGC; 2002.h.67-179.
2. Angsar, D. Hipertensi dalam Kehamilan. Edisi II. Surabaya: Lab/SMF Obstetri Ginekologi,
Fakultas Kedokteran UNAIR/RSUD Dr Soetomo.
3. Auer, J. Camoin, L. Guillonneau, F. Rigourd, V. Chelbi, S.T. Leduc, M. Laparre, J. dkk.
2010. Serum profile in preeclampsia and intra-uterine growth restriction revealed by iTRAQ
technology. Journal of Proteomics 73.2010.h.1004-1017.
4. Chappel, S. Morgan, L. 2006. Searching for genetic clues to the causes of pre-eclampsia.
Clinical Sience.h. 443-458.
5. Cunningham, F. Leveno, J.K. Bloom, S.L. Hauth, J. Gilstrap, L. Wenstrom, K.D.
Hypertensive disorders in pregnancy. In : Rouse, D. Rainey, B. Spong, C. Wendel, G. Editors.
William Obstetrics. 22
nd
. Ed. New York: McGraw Hill.h.761-809.
6. Davison, M. New Aspects in the Pathophysiology of preeclampsia. Journal American
Nephrology. 2004.h. 2440-2448.

Вам также может понравиться

  • Borang 2
    Borang 2
    Документ7 страниц
    Borang 2
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Farmako
    Farmako
    Документ4 страницы
    Farmako
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Kehamilan Ektopik
    Kehamilan Ektopik
    Документ1 страница
    Kehamilan Ektopik
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Borang 2
    Borang 2
    Документ7 страниц
    Borang 2
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Referat IPD
    Referat IPD
    Документ37 страниц
    Referat IPD
    kressa
    Оценок пока нет
  • Blok 3 Makalah
    Blok 3 Makalah
    Документ9 страниц
    Blok 3 Makalah
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Borang
    Borang
    Документ45 страниц
    Borang
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Borang 1
    Borang 1
    Документ31 страница
    Borang 1
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • SLELUPUS
    SLELUPUS
    Документ25 страниц
    SLELUPUS
    GI Sanada
    67% (3)
  • Skenario 5-Peranan Dan Mekanisme Sensoris Sehingga Menimbulkan Rasa Nyeri
    Skenario 5-Peranan Dan Mekanisme Sensoris Sehingga Menimbulkan Rasa Nyeri
    Документ21 страница
    Skenario 5-Peranan Dan Mekanisme Sensoris Sehingga Menimbulkan Rasa Nyeri
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Case HIL Inkaserata
    Case HIL Inkaserata
    Документ34 страницы
    Case HIL Inkaserata
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Hemangioma dan Penanganannya
    Hemangioma dan Penanganannya
    Документ2 страницы
    Hemangioma dan Penanganannya
    Krissi Stiffensa
    100% (1)
  • HIL Inkaserata
    HIL Inkaserata
    Документ50 страниц
    HIL Inkaserata
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform Dan Gangguan Terkait
    Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform Dan Gangguan Terkait
    Документ45 страниц
    Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform Dan Gangguan Terkait
    Candy Novia
    Оценок пока нет
  • Makalah
    Makalah
    Документ10 страниц
    Makalah
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Textus Nervosus
    Textus Nervosus
    Документ10 страниц
    Textus Nervosus
    Rizq Felageti Sofian
    Оценок пока нет
  • Filsafat
    Filsafat
    Документ1 страница
    Filsafat
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Textus Nervosus
    Textus Nervosus
    Документ10 страниц
    Textus Nervosus
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Tugas Filsafat
    Tugas Filsafat
    Документ1 страница
    Tugas Filsafat
    kristy clarine
    Оценок пока нет
  • Filsafat
    Filsafat
    Документ1 страница
    Filsafat
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Case Besar Meniere Loli
    Case Besar Meniere Loli
    Документ9 страниц
    Case Besar Meniere Loli
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Demensia
    Demensia
    Документ31 страница
    Demensia
    Beatrix Saragih
    Оценок пока нет
  • Case DR Ari Fix
    Case DR Ari Fix
    Документ12 страниц
    Case DR Ari Fix
    kressa
    Оценок пока нет
  • KET Terganggu
    KET Terganggu
    Документ20 страниц
    KET Terganggu
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Abses Leher Dalam
    Abses Leher Dalam
    Документ43 страницы
    Abses Leher Dalam
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Abses Leher Dalam New1
    Abses Leher Dalam New1
    Документ52 страницы
    Abses Leher Dalam New1
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • TBC
    TBC
    Документ33 страницы
    TBC
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • DIARE DOKTER KELUARGA
    DIARE DOKTER KELUARGA
    Документ15 страниц
    DIARE DOKTER KELUARGA
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Asupan Gizi Yang Dianjurkan
    Asupan Gizi Yang Dianjurkan
    Документ17 страниц
    Asupan Gizi Yang Dianjurkan
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет
  • Ref Tonsil 1
    Ref Tonsil 1
    Документ9 страниц
    Ref Tonsil 1
    Krissi Stiffensa
    Оценок пока нет