Вы находитесь на странице: 1из 15

Mikroorganisme Pendegradasi Senyawa

Hidrokarbon, Biosintesis Asam Lemak C12 dan


Metode-Metode Immobilisasi Enzim
Posted by muhammad asrol on 01.19

Senyawa Hidrokarbon
Minyak bumi merupakan sumber energi utama manusia pada zaman modern.Minyak
bumi menjadi harta yang paling berharga bagi manusia dalam bidang energi berkelanjutan
yang harganya cukup mahal. Mahalnya harga minyak bumi ini berbanding lurus terhadap
proses dan cara untuk memperolah minyak bumi tesebut. Minyak bumi pada dasarnya
terbentuk dari fosil zaman dahulu didalam tanah yang akhirnya terbentuk senyawa
hidrokarbon kompleks.


Sebagai sumber energi utama penduduk bumi, tentu saja minyak bumi dapat
ditemukan dimana saja.Hingga akhirnya, minyak bumi sekarang bukan seja berfungsi secara
tunggal dalam memenuhi kebutuhan energi, tetapi pada akhirnya juga menjadi masalah
lingungan yang serius karena pencemarannya.Pencemaran lingkungan oleh minyak bumi dan
senyawa hidrokarbon lainnya bukanlah menjadi masalah baru bagi lingkungan.Pencemaran
ini dapat ditemukan seperti kebocoran pipa saluran, kecelakaan pengangukutan, kebocoran
kapal pengangkut bahan bakar, dan tengki pnyimpanan yan pecah.Bahkan lebih parahnya
lagi, pencemaran tanah oleh minyak bumi dan senyawa hidrokarbon lainnya dapat kerusakan
luas pada ekosistem lokal karena terjadi akumulasi senyawa tersebut di dalam jaringan hewan
dan tumbuhan yang dapat menyebabkan kematian dan mutasi (Wongsa dkk, 2004).

Besarnya peluang dan kerusakan lingkungan akibat minyak bumi dan senyawa
hidrokarbon lainnya, harus ditangani secara serius dan berkelanjutan.Penanganan pencemaran
lingkungan akibat senyawa hidrokarbon pada dasarnya dapat dilakukan secara fisika, kimia
dan biologi. Perlakuan secara fisika dapat dilakukan dengan cara pengabuan (incineration),
kloronasi, ozonasi, pembakaran dan penggunaan surfaktan. tetapi menurut Pelezar
(1986),penanggulangan pencemaran lingkungan dengan menggunakan metode secara kimi
adan fisika membutuhkan biaya yang sangat besar, tetapi tidak dapat menghilangkan
pencemaran lingkungan secara maksimal.

Pada dasarnya, terdapat juga mikroorganisme atau mikroba yang memanfaatkan
hidrokarbon sebagai nutrisi dalam menyambung siklus hidupnya.Ini merupakan salah satu
peluang dalam menyelamatkan lingkungan bumi dari kepungan hidrokarbon yang
menggunung.Pemanfaatan mikroba tidak hanya dapat mereduksi dan memproses hidrokarbon
tetapi juga menjadi keuntungan tersendiri bagi mikroba tersebut. Terdapat beberapa cara
yang digunakan mikroba dalam memanfaatkan hidrokarbon sebagai nutrisinya, salah satunya
adalah dengan bioremediasi.



Bioremediasi
Bioremediasi merupakan memanfaatkan mikroorganisme dalam mendegradasi
kontaminan di suatu lingkungan akibat senyawa hidrokarbon menjadi bentuk yang tidak
mengandung racun. Bioremediasi awalnya merupakan pengembangan dari bidang
bioteknologi dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Dalam
proses bioremediasi, mikroba digunakan sebagai media untuk mengurangi senyawa organik
dan bahan beracun yang berasal dari rumah tangga maupun limbah industri. sebagia salah
satu teknik perbaikan terhadap lingkungan yang tersemar, bioremediasi dipandang sebagai
metode yang murah dari segi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang
terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Dwidjosaputro, 1998).

Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan biodegradasi senyawa hidrokarbon secara
berkelanjutan dan terkontrol baik. Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan
dengan cara penambahan nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme
pendegradasi hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme
yang tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat
mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai sumber
karbon untuk pertumbuhan.

Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya menmbutuhkan
kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti
minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat
menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu.Oleh karena itu, dalam memanfaatkan
bakteri, diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan
kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon. Beberapa bakteri yang memanfaatkan
hidrokarbon sebagai senyawa pertumbuhan serta secara tidak langsung berperan dalam
bioremediasi adalah :
1.1.1. Pseudomonas sp
Pseudomonas spmerupakan salah satu bakteri yang memanfaatan bakteri menjadi biosurfaktan.
Dengan demikian, jenis bakteri ini dapat di,amanfaatkan dengan baik dalam melakukan bioremediasi
dengan hidrokarbon. Tetapi terdapat beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah kelarutannya yang
rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri.Dalam produksi biosurfaktan, berkaitan dengan keberadaan
enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan
bakteri Pseudomonas :

1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam
lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini
bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium
cair.
2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul
hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan
mampu menurunkan tegangan permukaan.Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler
menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh
bakteri.Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui
beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan
teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri.
Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel
(Pelezar, 1986).

Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.Ada substrat
(misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan
membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium.Namun, ada beberapa substrat
hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam
medium.Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat
hidrofobik.Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang
hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam medium.

1.1.2. Bakteri Nictobacter
Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan
organik protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis. Bermanfaat dalam menguraikan
NH
3
dan NO pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak, dan dapat menekan populasi
bakteri patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan
terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.

1.1.3. Bakteri Endogenous
Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan
menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang
banyak menumpuk di sedimen tambak (Dwidjosaputro, 1998).Dengan menggunakan bakteri
fotosintetik dari jenis Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S.Hasilnya H2S tidak
terdeteksi sama sekali di tambak,Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis
Bacillus. Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri endogenous, maka
efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk bioremediasi dengan
menggunakan bakteri dari luar Indonesia,




1.1.4. Bakteri Nitrifikasi
Nitirifikasi untuk menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit
dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan
kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa
gas N2 1 N20ke atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit
atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi
dinitrogen oksida (N20)atau gas nitrogen (Nz).

1.1.5. Bakteri Pereduksi Sulfat
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan
pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan
bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66)
sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan
biota lainnya.

1.1.6. Arthrobacter
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8
1,2 x 1 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus
kecil dengan diameter 0,6 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam,
aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang
berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25
30oC (Waluyo, 2005).

1.1.7. Acinetobacter
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 1,6 mikrometer dan panjang
1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri
ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk
diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron
pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum
pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu
meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan
garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai
sumber karbon oleh beberapa strain.

1.1.8. Bacillus
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang
pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan
oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini
mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu
mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi
dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa
kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH
selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai
sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P.
janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria)
diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim
monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang
dimiliki mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol,
dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,
glukuronida, ksilosida, glukosida).Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan
mamalia.

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu
sebagai berikut :
a) Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-
rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
b) Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri
bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih
besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.
Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c) Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil
daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan
yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium (Waluyo, 2005).


Biosintesis Asam Lemak C-12 (Tidak Jenuh)
Pengubahan karbohidrat menjadi lemak memerlukan produksi asam lemak dan
gliserol.Hal ini menjadikan asam teresterifikasi.Asam lemak dibentuk oleh kondensasi
berganda unit asetat dari asetil CoA. Sebagian besar reaksi sintetis asam lemak terjadi hanya
di kloroplas daun serta di proplastid biji dan akar. Asam lemak yang disintesis di kedua
organel ini terutama adalah asam palmitat dan asam oleat.Asetil CoA yang digunakan untuk
membentuk lemak di kloroplas sering dihasilkan oleh piruvat dehidrogenase dengan
menggunakan piruvat yang dibentuk pada glikolisis di sitosol. Sumber lain asetil CoA pada
kloroplas beberapa tumbuhan adalah asetat bebas dari mikotondria. Asetat ini diserap oleh
plastid dan diubah menjadi asetil CoA yang digunakan membentuk asam lemak dan lipid
lainnya(Dwidjosaputro, 1998).

Pada reaksi sintesa asam lemak, enzim CoA dan protein pembawa asil (ACP)
mempunyai peranan penting.Enzim-enzim ini berperan membentuk rantai asam lemak
dengan menggabungkan secara bertahap satu gugus asetil turunan dari asetat dalam bentuk
asetil CoA dengan sebanyak n gugus malonil turunan dari malonat dalam bentuk malonil
CoA.Sintesa asam lemak berlangsung bertahap dengan siklus reaksi perpanjangan rantai
asam lemak hingga membentuk rantai komplit C16 dan C18.
Bahan utama yang digunakan pada biosintesis asam lemak adalah senyawa asetil CoA
dan senyawa malonil CoA.Malonil CoA disintesis dari asetil CoA dengan penambahan CO2
oleh asetil CoA karboksilase.Reaksi pertama pada biosintesis asam lemak adalah pemindahan
gugus asetil dan gugus malonil dari CoA ke ACP dengan katalis asetil-CoA; ACP transilase
dan malonil-CoA; ACP transilase.Reaksi berikutnya adalah pengkondensasian gugus malonil
membentuk asetoasetil-ACP dengan melepaskan CO2. Setelah penkondensasian asetil
dengan malonil, tahapan selanjutnya terdiri dari urutan reaksi reduksi dengan katalis 3-
ketoasil ACP reduktase, reaksi dehidrasi dengan katalis 3-hidroksi ACP dehidrase, dan reaksi
reduksi dengan katalis enoil ACP reduktase. Urutan reaksi-reaksi ini merupakan siklus
lintasan pembentukan dan penambahan panjang rantai asam lemak. Hasil sintesa dari urutan
reaksi ini adalah molekul asam lemak yang terikat dengan ACP (Ani, 2012).
Hasil sintesa awal adalah asam lemak rendah dengan jumlah atom karbon sebanyak
4.Hasil sintesis ini selanjutnya kembali memasuki siklus kondensasi-reduksi-dehidrase-
reduksi untuk menambah panjang rantai asam lemak dengan dua atom karbon. Bila panjang
rantai molekul asam lemak hasil sintesis belum cukup, sintesis lanjut berlangsung kembali
melalui siklus yang sama. Hasil sintesis asam lemak terdapat terikat dengan ACP dan CoA.
Kemudian CoA akan terhidrolisis dan keluar bila asam lemak bergabung dengan gliserol
selama pembentukan lemak atau lipid membran.

Pada reaksi pembentukan asam lemak dibutuhkan banyak energi, di mana dua pasang
elektron (2NADPH) dan satu ATP diperlukan untuk tiap gugus asetil.Kebutuhan energi ini di
daun dapat tersedia dari fotosintesis yang menyediakan sebagian besar NADPH dan ATP
sehingga pembentukan asam lemak pada keadaan terang dapat berlangsung lebih cepat
daripada pembentukan pada keadaan gelap.Pada tempat gelap di proplastid biji dan akar,
NADPH dapat tersedia dari lintasan respirasi pentosa fosfat, dan ATP dari glikolisis piruvat
yang merupakan senyawa asal dari asetil CoA.Sebagian besar asam lemak terbentuk di ER
walaupun asam oleat dan asam palmitat dibentuk di plastid.Pada biji, asam lemak yang
diproduksi dapat langsung diesterifikasi dengan gliserol membentuk oleosom.Kemungkinan
lainnya ialah asam lemak diangkut balik ke proplastid untuk membentuk oleosom.Asam
lemak dapat diubah menjadi fosfolipid di ER semua sel sebagai bahan untuk pertumbuhan
membran ER dan membran sel lainnya.Di ER pada daun, asam linoleat dan asam linolenat
yang disintesis kemudian diangkut dari ER ke kloroplas dan ditimbun sebagai lipid di
membran tilakoid.


Mekanisme Terjadinya Biosintesis Asam Lemak Tidak Jenuh
Ada dua mekanisme yang sangat berbeda untuk memperkenalkan ikatan rangkap
menjadi asam lemak.Hewan, tumbuhan, mikro-organisme eukariotik dan beberapa bakteri
aerobik menggunakan jalur aerobik sedangkan mayoritas bakteri menggunakan jalur
anaerob.Di jalur aerobik desaturation dari pembentukan asam lemak jenuh terjadi
membutuhkan oksigen molekul.Reaksi ini agak rumit dan dilakukan oleh sistem partikulat
multienzim yang disebut mono-oxygenase atau fungsi oksidase campuran.Pada eukariota
enzim berasal dari ER.Satu atom oksigen menghasilkan molekul air dengan mereaksikan dua
hidrogen dari asam lemak.Atom oksigen bebas yang menggabungkan dua atom hidrogen
lebih lanjut dari NADPH + H
+
.Prekursor adalah asam stearat dan produk adalah asam oleat
(Hadioetomo, 1993).

Senyawa tersebut adalah turunan Co-A asam bebas yang substratnya digunakan untuk
pembentukan asam lemak tak jenuh. Dua utama mono-asam lemak tak jenuh pada eukariota
adalah asam oleat dan asam palmitoleic. Keduanya terindikasi memiliki ikatan rangkap 9-10
dan merupakan dasar bagi serangkaian asam polyunsaturated lebih lanjut, untuk contoh asam
arachidonic tapi sistem prokariotik tidak mengandung asam lemak tak jenuh di- dan poli.Satu
masalah bagi hewan adalah bahwa mereka tidak dapat menyisipkan ikatan rangkap di luar C9
dari asam lemak dan karena itu tidak dapat mensintesis asam linoleat atau asam lemak
derivatives sehingga dietarily penting diberikan dari sumber tanaman.Jalur anaerob
dimanfaatkan oleh bakteri karena tidak memanfaatkan molekul oksigen meskipun akan
dilanjutkan dalam kondisi aerobik. Di ACP berlangsung biosintesis sebenarnya dari asam
lemak.Mono-asam lemak tak jenuh sel prokariotik adalah asam vaccenic.

Selama biosintesis asam lemak dua unit karbon ditambahkan pada akhir yang akan
menjadi karboksil bebas sehingga untuk tiba pada suatu C18 ikatan ganda asam lemak harus
disisipkan di ACP pada tahap C10 (decanoyl). Seperti dalam biosintesis asam lemak jenuh
konvensional, penurunan yang terjadi di kelompok -oxo direduksi menjadi turunan b-
hidroksi.Pada titik ini perbedaan antara kedua jalur terjadi.Cabang kiri jalur tersebut
merupakan biosintesis asam lemak sebagai konvensional dehidrasi berikut untuk
menghasilkan sebuah ikatan rangkap tak jenuh.Dalam hal ini terjadi penurunan produksi
turunan ACP sepenuhnya yang kemudian berlanjut dengan menggabungkan dua fragmen
karbon lebih lanjut.

Di sisi lain ACP reduktase enoyl tidak akan bekerja pada perantara tersebut, hanya
dapat mengenali karbon tak jenuh, sehingga ikatan rangkap yang tersisa utuh. Selain itu
sintetase SACP -oxoacy siap akan mengirimkan dua fragmen karbon ke SACP 3,4 decenoyl
yang memiliki efek mendorong ikatan rangkap dari ujung karboksil. Pada bakteri, misalnya
E. coli, telah menunjukkan bahwa itu adalah enzim yang sama yang memproduksi ikatan
rangkap (Waluyo, 2005).

Immobilisasi Enzim
Sel terimobilisasi adalah suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan inert dan tidak
larut dalam bahan tersebut, misal dalam sodium alginat atau kalsium alginat. Dengan sistem
ini, sel dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi seperti pH, juga temperatur. Sistem ini
juga membantu sel berada di tempat tertentu selama berlangsungnya reaksi sehingga
memudahkan proses pemisahan dan memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain (Guyton,
1997). Imobilisasi dapat dilakukan terhadap sel maupun terhadap enzim. Imobilisasi enzim
dapat dianggap sebagai metode yang merubah enzim dari bentuk larut dalam air bergerak
menjadi keadaan tak begerak yang tidak larut. Imobilisasi mencegah difusi enzim ke dalam
campuran reaksi dan mempermudah memperoleh kembali enzim tersebut dari aliran produk
dengan teknik pemisahan padat/cair yang sederhana. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain melalui pengikatan kimiawi molekul enzim pada bahan pendukung,
pengikatan silang intermolekuler sesama enzim, atau dengan cara menjebak enzim di dalam
gel atau membran polimer (Palmer, 1991).

Parameter
Metode
Kovalen
Carrier
Binding
Adsorbsi
CLEAs,
CLECs
Mikroenkapsulasi
Aktivitas Tinggi Tinggi Rendah Sedang/Tinggi Tinggi
Jarak
Aplikasi
Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang/Tinggi
Efisiensi Rendah Sedang Tinggi Sedang Sedang
Biaya Rendah Rendah Tinggi Sedang Rendah
Preparasi Mudah Mudah Sulit Sedang Sedang/Sulit
Spesifikasi
Substrate
Tidak bisa
diganti
Tidak bisa
diganti
Tidak bisa
diganti
Tidak bisa
diganti
Tidak bisa digani
Regenerasi Mungkin Mungkin Tidak Tidak Tidak mungkin
mungkin mungkin
Imobilisasi sel berkembang setelah imobilisasi enzim. Dalam teknologi imobilisasi
enzim terdapat hambatan pada regenerasi koenzim dan keterbatasan metode yang dapat
diterapkan untuk menyusun molekul enzim dalam rangkaian tertentu, sehingga dapat
melakukan tahapan reaksi katalitis enzim yang berkesinambungan. Untuk mencegah
hambatan tersebut dilakukan penelitian-penelitian, sehingga terjadi pengembangan pada
imobilisasi sel, yang dapat digunakan sebagai biokatalis. Hal ini memungkinkan untuk
melakukan imobilisasi seluruh sel dan menjaga sel tetap hidup (viabel). Dalam
praktiknya, metode yang digunakan adalah menjebak sel dalam gel dengan adsorpsi. Selain
itu, pengontrolan perlu dilakukan untuk mencegah inaktivasi dari aktivitas metabolisme yang
penting, sehingga pemisahan biokatalis dari produk lebih mudah dan membuat biokatalis
lebih stabil (Guyton, 1997).

Kelebihan penggunaan sel immobilisasi dibandingkan dengan sel bebas antara lain
sebagai berikut:
Immobilasi menyediakan konsentrasi sel yang tinggi.
Immobilisasi memungkinkan penggunaan sel kembali dan mengurangi biaya recovery sel
dan recycle sel.
Immobilisasi mengurangi masalah wash out sel pada laju alir yang tinggi.
Kombinasi konsentrasi sel yang tinggi dan laju alir yang tinggi (tanpa batasan wash out)
menghasilkan produktivitas volumetric yang tinggi.
Immobilisasi menyediakan kondisi micro environmental yang menguntungkan seperti kontak
antar sel, gradient nutrient-produk, gradient pH untuk sel sehingga menghasilkan kinerja
biokatalis yang lebih baik (kecepatan pembentukan dan yield produk yang lebih tinggi).
Immobilisasi menyebabkan kestabilan genetik.
Immobilisasi menyediakan perlindungan terhadap kerusakan sel.
Kekurangan penggunaan sel terimobilisasi adalah hambatan pada proses difusi baik
substrat maupun produk yang terbentuk. Untuk sel yang hidup, pertumbuhan dan evaluasi gas
sering merusak matriks pendukung sel terimmobilisasi.
Secara umum, ada dua jenis sel immobilisasi yakni:
1. Immobilisasi Aktif
Immobilisasi ini dilakukan dengan dua metoda yaitu metoda penjeratan dan metoda
pengikatan.Metoda penjeratan dilakukan secara fisik dalam matriks pendukung.Matriks
pendukung yang bisa digunakan yaitu polimer porous (agar, alginate, carragenan,
polyacrylamide, chitosan, gelatin, collagen), porous metal screen, polyurethane, silicagel,
polystyrene, dan selulosa triacetate. Polymeric beads harus cukup porous untuk keluar
masuknya substrat dan produk. Polymeric beads biasanya dibentuk dengan menggunakan sel
hidup di dalamnya.
2. Immobilisasi Pasif
Berbentuk biological films yang berbentuk lapisan-lapisan koloni sel yang tumbuh dan
melekat pada permukaan pendukung yang padat.Material pendukung dapat bersifat inert atau
aktif secara biologis.Biological films digunakan pada pengolahan limbah atau fermentasi
mikroba dengan jamur.

Aplikasi Pengembangan Rekayasa Bioproses.
Proses produksi biodiesel dari biji karet (Hevea brasiliensis) yang dilaksanakan di
Indonesia pada umumnya memakai metode katalis (asam atau alkil) dan metode pencucian
basah atau metode pencucian kering. Metode katalis membawa banyak kerugian antara lain:
waktu produksi lama, biaya produksi tinggi karena menggunakan magnesol sebagai absorban,
terutama jika pemurniannya menggunakan air (sistem pencucian basah) karena akan dapat
merusak komponen mesin seperti misalnya: seal cepat bocor, mudah timbul jamur, karat /
korosi pada silinder head, pompa dan saringan bahan bakar sering buntu, dan sebagainya.
Proses produksi biodiesel dengan metode non-katalis dapat mengatasi kelemahan seperti
disebutkan di atas. Pada studi ini, minyak biji karet diperoleh dengan metode pengepresan.
Spesifikasi minyak adalah sebagai berikut: viskositas 5,19 cSt, densitas 0,9209 g/ml,
kandungan air 0,2%, asam lemak bebas (FFA) 6,66%, dan titik didih 305oC. Metodelogi
yang digunakan adalah pemrosesan biji karet menjadi biodiesel metode non-katalis
superheated methanol. Tranesterifikasi berlangsung di dalam sebuah Bubble Column Reactor
(BCR) pada temperatur reaksi 270oC, 275oC, 280oC, 285oC, dan 290oC serta pada tekanan
atmosfir. Rasio molar antara methanol dan minyak biji karet adalah: 140, 150, dan 160.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pembuatan biodiesel dari minyak
nabati metode katalis biasanya melalui berbagai tahapan proses yaitu: proses degumming
untuk melepaskan getah atau lendir yang dikandungnya, esterifikasi untuk menurunkan kadar
FFA sampai di bawah 2,5% untuk mencegah penyabunan, dan tranesterifikasi untuk
memperoleh metil ester atau biodiesel dan kemudian pencucian. Tetapi dalam
pengembangannya menggunakan metode non-katalis ternyata bahwa minyak biji karet yang
memiliki kadar FFA tinggi (di atas 2,5%) dapat secara langsung diproses tranesterifikasi
tanpa terjadi penyabunan dan dapat menghasilkan biodiesel tanpa harus mengalami proses
pendahuluan degumming, esterifikasi, maupun pencucian. Densitas, angka setana, titik tuang,
titik nyala, dan angka asam metode non-katalis lebih baik dari pada metode
katalis.Kelemahannya adalah bahwa residu karbon mikro yang dikandung oleh biodiesel
minyak biji karet (B-100) masih cukup tinggi di atas standar yang diijinkan.Kadar metil ester
optimum diperoleh pada rasio molar 160 dan temperatur reaksi 290oC karena menghasilkan
biodiesel terbesar dan gliserol terkecil.








Degradasi Minyak Bumi via Tangan Mikroorganisme

Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan organik (sel-sel dan
jaringan hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama berjuta tahun di dalam tanah, baik di
daerah daratan atau pun di daerah lepas pantai. Hal ini menunjukkan bahwa minyak bumi
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Terbentuknya minyak bumi sangat
lambat, oleh karena itu perlu penghematan dalam penggunaannya.
Di Indonesia, minyak bumi banyak terdapat di bagian utara Pulau Jawa, bagian timur Kalimantan
dan Sumatera, daerah kepala burung Papua, serta bagian timur Seram. Minyak bumi juga
diperoleh di lepas pantai Jawa dan timur Kalimantan.
Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang
berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam
minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa
nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri
hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri
atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri
iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena
(sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik
(benzenoid).
Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber
penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika komponen utamanya ialah
hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang
terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat
rendah.
Minyak bumi berdasarkan titik didihnya dapat dibagi menjadi sembilan fraksi. Pemisahan ini
dilakukan melalui proses destilasi.
Tabel Fraksi-fraksi minyak bumi
Permasalahan terjadi ketika produk minyak bumi yang dimanfaatkann manusia memunculkan efek
yang tidak diinginkan bagi manusia itu sendiri ataupun bagi lingkungan sekitar. Sebagai contoh
adalah produk minyak bumi plastik, yang menimbulkan masalah pencemaran lingkungan karena
sulit didegradasi (memerlukan waktu yang lama untuk menghancurkannya). Belum lagi bahaya
tumpahan minyak bumi dalam jumlah besar di laut seperti yang terjadi pada bulan Maret 1989 di
dekat Prince William Sound, Alaska (11 juta galon minyak bumi dari super tanker Exxon Valdex
tumpah ke laut) yang menimbulkan kerusakan berat ekosistem laut. Bahkan menurut catatan,
biaya yang diperlukan untuk membersihkan tumpahan minyak tersebut diduga mencapai 1,5
milyar dolar Amerika Serikat.
Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan yang lebih efektif dan efisien dalam mengatasi limbah
yang ditimbulkan oleh produk minyak bumi. Salah satu metode paling cepat adalah dengan
degradasi minyak bumi yang memanfaatkan mikroorganisme atau yang sering disebut
biodegradasi.
Dekomposisi Minyak Bumi
Degradasi minyak bumi dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti bakteri,
beberapa khamir, jamur, sianobakteria, dan alga biru. Mikroorganisme ini mampu menguraikan
komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan
hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Mikroorganisme ini berpartisipasi dalam pembersihan
tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2). Sebagai
contoh, bakteri pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam lemak, gas,
surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas dan permeabilitas batuan reservoir
formasi klastik dan karbonat apabila bakteri ini menguraikan minyak bumi.
Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan
mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh
mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar
dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan
terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif
banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi
komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih kecil
dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bekteri pendegradasi
komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan
pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini biasanya
memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri
pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.
Jenis Hidrokarbon yang Didegradasi Mikroba
1. Hidrokarbon Alifatik
Mikroorganisme pedegradasi hidrokarbon rantai lurus dalam minyak bumi ini
jumlahnya relatif kecil dibanding mikroba pendegradasi hidrokarbon aromatik. Di
antaranya adalah Nocardia, Pseudomonas, Mycobacterium, khamir tertentu, dan
jamur. Mikroorganisme ini menggunakan hidrokarbon tersebut untuk
pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses
aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak
didegradasi oleh mikroba (sebagai pengecualian adalah bakteri pereduksi sulfat).
Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh mikroorganisme meliputi oksidasi molekuler
(O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
Reaksi lengkap dalam proses ini terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik
2. Hidrokarbon Aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh
mikroorganisme seperti bakteri dari genus Pseudomonas. Metabolisme senyawa
ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau
senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke
dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
Gambar 2 menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi catechol.

Gambar 2. Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik
Faktor Pembatas Biodegradasi
Kemampuan sel mikroorganisme untuk melanjutkan pertumbuhannya sampai minyak bumi
didegradasi secara sempurna bergantung pada suplai oksigen yang mencukupi dan nitrogen
sebagai sumber nutrien. Seorang ilmuwan bernama Dr. D. R. Boone menemukan bahwa nitrogen
tetap merupakan nutrien yang paling penting untuk degradasi bahan bakar. Selain itu keaktifan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti
temperatur dan pH. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan mikroba ini tidak aktif
bekerja mendegradasi minyak bumi. Sebagai contoh, penambahan nutrien anorganik seperti fosfor
dan nitrogen untuk area tumpahan minyak meningkatkan kecepatan bioremediasi secara
signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. 1984. Mengerti Kimia 1. Jurusan Kimia FMIPA ITB, Bandung.
Chapman, P.J., M. Shelton, M. Grifoll, & S. Selifonov. 1995. Fossil fuel biodegradation: Laboratory
study. Environmental Health perspectives. 103.
Pikoli, M. R., P. Aditiawati, & D. I. Astuti. 2000. Isolasi bertahap dan identifikasi isolat bakteri
termofilik pendegradasi minyak bumi dari sumur bangko. Jurusan Biologi, ITB, Bandung.
Toccalino, P. L., R. L. Johnson, & D. R. Boone. 1993. Nitrogen limitation and nitrogen fixation during
alkane biodegradation in a sandy soil. Appl. Environ. Microbiol. 59:2977-2983.
https://www.academia.edu/5140365/Bioremediasi

Вам также может понравиться