Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
ABSTRAK
Putus sekolah bukan merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah
berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya
karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga,
dan lain-lain. Hal ini juga dialami oleh beberapa anak di Kecamatan Jangka Kabupaten
Bireuen. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang sebab-
sebab anak putus sekolah. Pembahasan ini berjudul “Anak Putus Sekolah dan Cara
Pembinaannya di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen”. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah apayang menyebabkan anak-anak putus sekolah di Kecamatan
Jangka. Bagaimana orang tua, masyarakat dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah
serta bagaimana cara pembinaannya. Tujuan pembahasan ini adalah menemukan jawaban
dari permasalahan di atas yaitu untuk mengetahui berapa banyak anak putus sekolah di
Kecamatan Jangka, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak putus sekolah, sikap
orang tua, serta bagaimana cara pembinaan terhadap anak yang putus sekolah. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode lapangan dan kepustakaan. Metode
lapangan dilakukan dengan tiga teknik pengumpulan data yaitu observasi, angket dan
wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapafaktor penyebab anak
putus sekolah di Kecamatan Jangka. Secara umum masalah utamanya adalah kondisi
ekonomi keluarga yang kurang mendukung. Sebagian lagi adalah faktor keluarga yang
menyebabkan anak-anak di Kecamatan Jangka putus sekolah. Adapun orang tua dan
masyarakat dalam menghadapi anak putus sekolah ada dua yaitu upaya pencegahan dan
upaya pembinaan. Upaya pencegahan dilakukan sebelum putus sekolah dengan
mengamati, memperhatikan permasalahan-permasalahan anak-anak dan dengan
menyadarkanorang tua akan pentingnya pendidikan demi menjamin masa depan anak
serta memberikan motivasi belajar kepada anak. Adapun upaya pembinaanyang
dilakukan adalah dengan mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan sosial kemasyarakatan
kepada anak, serta memberikan pekerjaan yang sesuai de
VIVAnews - Faktor ketidak mampuan membiayai sekolah atau faktor ekonomi menjadi
faktor penyebab yang paling dominan putus sekolah. Kenyataan itu dibuktikan dengan
tingginya angka rakyat miskin di Indonesia yang anaknya tidak bersekolah atau putus
sekolah karena tidak ada biaya.
Pendidikan murah atau gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan kalangan
masyarakat, memang akan menolong jika ditinjau secara faktor ekonomi, namun
kebijakan ini harus juga ditunjang dengan kebijakan yang lain untuk menuntaskan faktor-
faktor penyebab putus sekolah lainnya. Karena faktor ekonomi bukan penyebab satu-
satunya putus sekolah yang masih tinggi.
Penyebab putus sekolah itu ternyata bermacam-macam, baik internal maupun eksternal
dari diri siswa sendiri. Aspek internalnya, yaitu tidak ada keinginan atau motivasi untuk
melanjutkan sekolah dalam diri anak. Lalu penyebab eksternalnya adalah selain faktor
ekonomi orang tua yang tidak memungkinkan melanjutkan sekolah anak-anaknya.
Kondisi orang tua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak
begitu memahami makna penting pendidikan juga menyumbang terhadap kemungkinan
putus sekolah sang anak. Faktor lainnya juga seperti kondisi keluarga anak yang
perhatian orang tuanya kurang juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.
Lokasi fasilitas sekolah yang jauh, tidak terjangkau, tenaga pengajar yang kurang juga
menjadi faktor penyebab putus sekolah Kemudian fenomena pengaruh dari gaya hidup
yang konsumtif dan hedonis juga membuat banyak anak-anak yang memutuskan untuk
meninggalkan bangku sekolah tersebut.
Mereka ini akhirnya terjebak dalam hidup konsumtif dan hedonis serta meninggalkan
pendidikannya. Selain itu, secara umum di beberapa daerah termasuk di Kabupaten
Kayong Utara (KKU), pola pikir orang tua juga berpengaruh terhadap melanjutkan atau
putus sekolahnya anak-anak mereka.
Karena masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir bahwa pendidikan itu dianggap
kurang penting, kemudian juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah,
seperti di daerah pedalaman yang masyarakatnya hidup menggarap lahan pertanian dan
jauh dari jangkau fasilitas pendidikan, atau di daerah kepulauan yang anak-anaknya
terpaksa ikut melaut bahkan bekerja di jermal-jermal, ini harus ditangani.
Karena biasanya, jika anak-anak ini sudah terbiasa memegang uang dalam arti
menghasilkan pendapatan, maka mereka akan menganggap pendidikan itu tak penting.
Bahkan secara kultural, juga ada orangtua yang memang tidak ingin anaknya melanjutkan
sekolah karena alasan tertentu, ini merupakan sebagian dari faktor penyebab anak putus
sekolah.
Oleh karena itu, selain menerapkan kebijakan pendidikan murah nan gratis termasuk
menyediakan fasilitas pendidikan yang terjangkau dan menyediakan tenaga pengajar
yang siap sedia untuk terjun berjuang ditempatkan di mana saja (bukan yang hanya
mengejar status PNS kemudian numpuk di daerah perkotaan).
Maka agenda lain yang tak kalah pentingnya, bahkan termasuk sangat penting dalam
upaya menekan angka anak putus sekolah adalah mengubah pola pikir yang menganggap
enteng pendidikan, dan menanamkan pola pikir baru kepada para orang tua bahwa
pendidikan itu penting.
Sosialisasi atau proses penyadaran ini harus terus dilakukan secara massif dan dengan
melibatkan setiap elemen masyarakat dengan sasaran para orang tua peserta didik.
Sosialisasi tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsa sekaligus merupakan
agenda penyadaran di kalangan orangtua bahwa pendidikan sangat penting untuk bekal
masa depan anak.
Karena itu, jika sudah ada kebijakan pendidikan yang murah dan gratis, maka faktor-
faktor lain yang menjadi penyebab putus sekolah juga harus disentuh, sebab akan
menjadi mubazir jika pemerintah dapat menyediakan sekolah murah dan gratis, tapi
belum tentu menjadi jaminan masalah anak putus sekolah bisa teratasi jika faktor-faktor
lainnya tak teratasi.
Namun, Dinas Pendidikan Provinsi DIY menemukan pula anak-anak yang tidak sekolah
karena faktor budaya. Hal itu banyak ditemukan di Gunungkidul.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DIY Prof Dr Suwarsih Madya, mengatakan dalam
penelitian di Gunungkidul itu ditemukan, masyarakat yang secara ekonomi mereka
mampu bahkan berlebih. Namun, mereka tidak menyekolahkan anak-anak mereka.
"Budaya yang mereka anut mengatakan, sekolah itu tidak penting," katanya.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan, mereka yang berpandangan seperti itu tidak salah dan
tidak boleh disalahkan. "Karena cara berpikir mereka memang seperti itu," katanya.
Karena itu yang harus dilakukan Dinas Pendidikan adalah melakukan pendekatan dengan
cara pendekatan budaya juga.
Untuk itu, jelasnya, dalam waktu dekat ini Dinas Pendidikan Provinsi DIY akan segera
mengadakan kerjasama dengan Universitas Negeri Yogyakarta. Agar perguruan tinggi
negeri itu menerjunkan mahasiswanya untuk melakukan investigasi lapangan.
"Tujuannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang menyebabkan masyarakat memiliki
pandangan seperti itu, pandangan yang tidak berpihak pada pendidikan," katanya.
Kelompok masyarakat seperti ini, kata Suwarsih, selama ini ternyata lolos dari perhatian.
Karena itu, Dinas akan segera melakukan berbagai langkah agar pandangan yang tidak
pro pendidikan itu bisa dikikis. [R1]
Dapatkan berita populer pilihan Anda gratis setiap pagi disini atau akses mobile langsung
http://M.inilah.com via ponsel dan Blackberry !
Berdasarkan fakta yang kongkrit, bahwa setipan anak yang telah memasuki usia balita
atau berusia sekitar 7 tahun akan membutuhkan pendidikan, baik itu pendidikan didalam
rumah tangga maupun dalam lingkungan yang formal seperti sekolah, kursus atau bahkan
dalam lingkungan masyarakat. Pendidikan tidak hanya di dapat melalui pendidikan
formal atau yang sering disebut sekolah, tetapi pendidikan juga didapat dalam lingkungan
informal yang bersumber dari keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi atau kesalah pahaman dalam persoalan
pengertian pendidikan dan putus sekolah, maka penulis akan lebih dahulu mencoba
mengemukakan pengertian pendidikan itu sendiri.
Pendidikan dapat pula diartikan sebagai sebuah proses timbal balik dari pribadi-pribadi
manusia dalam menyesuaikan diri dengan manusia lain dan dengan alam semesta.
Sedangkan pengertian sekolah menurut WJS. Poerwodarminta adalah bangunan atau
lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.2
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengertian
putus sekolah adalah seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik
itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerina pelajaran tetapi
tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.
Pengertian putus sekolah dapat pula diartikan sebagai Drop-Out (DO) yang artinya
bahwa seorang anak didik yang karena sesuatu hal, biasa disebabkan karena malu, malas,
takut, sekedar ikut-ikutan dengan temannya atau karena alasan lain sehingga mereka
putus sekolah ditengah jalan atau keluar dan tidak lagi masuk untuk selama-lamanya.3
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia secara
keseluruhan. Setiap manusia berhak mendapatkan atau memperoleh pendidikan, baik
secara formal, informal maupun non formal, sehingga pada gilirannya ia akan memiliki
mental, akhlak, moral dan fisik yang kuat serta menjadi manusia yang berbudaya tinggi
dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
Namun jika kita melihat kenyataan dalam melaksanakan, khususnya mereka yang berada
di Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang ternyata kebanyakan anak-anak remaja
mereka banyak yang putus sekolah dan memilih bekerja untuk membantu orang tua
dalam hal menambah penghasilan orang tuanya. Hal inilah yang menyebabkan
banyaknya remaja putus sekolah di Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
Adapun faktor lain yang menyebab banyaknya remaja putus sekolah dan kegagalan
pendidikan menurut Bapak Umar Hatta salah satu guru di SMA Negeri I Anggeraja
mengatakan bahwa ada 3 permasalahan pokok yang menyebabkan banyaknya remaja
rawan DO atau putus sekolah sebagai berikut:
1. Kurangnya perhatian atau pengawasan orang tua terhadap kegiatan belajar anak di
rumah.
2. Figur orang tua yang senantiasa melihat keberhasilan seseorang dari ukuran yang
praktis dan pragmatis. Artinya dimata orang tua yang terpenting adalah si anak
dapat cepat bekerja dan mencari uang sendiri.
3. Kesadaran akan kebutuhan belajar anak kurang.7
Adapun faktor lain di luar faktor keluarga menurut pak Umar adalah masalah
lingkungan sosial masyarakat desa, dimana sudah menjadi rahasia umum bahwa lulusan
SLTP banyak yang tidak melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Lanjutan Atas (SMA),
atau bahkan ke jenjang perguruna tinggi, tetapi malah mereka lebih memilih untuk
mencari kerja.8
Selain itu ada juga faktor lain yang menyebabkan banyaknya remaja putus sekolah yang
mengakibatkan pendidikan menjadi gagal adalah akibat media massa, dimana banyak
remaja-remaja usia sekolah yang tergantung dan bahkan terpengaruh dengan hadirnya
stasiun TV yang banyak menawarkan berbagai macam acara-acarah menarik, sehingga
acapkali belajar pun rela mereka tinggalkan demi untuk mengikuti acara-acara di TV,
seperti acarah-acarah sinetraon, Filem India, acara KDI, AFI, dan acara-acarah lain yang
menarik, sehingga banyak remaja/pelajar yang lebih memili untuk menonton dari pada
belajar dan mengerjakan tugas.
Faktor yang lain yang juga merupakan penyebab banyaknya remaja putus sekolah di
Kecamatan Anggeraja yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan pendidikan adalah
masalah lingkungan sekolah, yang mana disekitar Kecamatan Anggeraja jumlah sekolah
yang relati kurang . Faktor lain yaitu jarak antara sekolah dan rumah relatuf jauh,
sehingga kebanyakan remaja mengatakan kepada orang tuanya bahwa mereka ke sekolah
tetapi ternyata mereka tidak sampai di sekolah. Meskipun hal ini jarang terjadi namun
kadang-kadang dapat mempengaruhi remaja untuk tidak masuk sekolah dan akhirnya
tidal lagi melanjutkan sekolahnya atau dengan kata lain mereka telah putus sekolah.
Kerasanya guru atau pengajar dalam memberikan sansi atau hukuman kepada siswa yang
berbuat suatu kesalahan, terutama hukum yang bersifat fisik mengakibatnya banyaknya
anak sekolah yang trauma dan akhirnya mereka lebih memilih untuk tidak melanjutkan
sekolahhnya.
Adapun masalah keterbatasan dan kurangnya dorongan dari orang tua murid juga
termasuk penyebab banyknya remaja putus sekolah sehingga menyebabkan mutu
pendidikan menjadi rendah yang akhirnya terjadi kegagalan pendidikan. Kesibukan orang
tua yang sangat padat, sampai-sampai tidak ada waktu juga untuk mengetahui serta
membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anaknya di sekolah.
Disamping itu tidak jarang pula terjadi akibat orang tua itu sendiri yang ternyata adalah
sama sekali tidak pernah mengenal bangku sekolah, sehingga wajar jika mereka tidak
mampu mendampingi anak-anaknya ketika mengerjakan PR di rumah.9
Kasus siswa atau remaja yang tinggal kelas atau bahkan putus sekolah dan prestasi
belajar buruk/kurang bukan semata karena pengartuh TV. Memang diakui sebagai
abak/remaja putus sekolah akibat pengaruh TV, namun ada faktor lain seperti faktor
psikologis anak itu sendiri dalam banyak hal juga berpengaruh. Salah satu guru SD di
Kecamatan Anggeraja menuturkan bahwa adanya kebiasaan buruk dari murid-murid,
yaitu bersikap cuek atau acuh tak acuh dalam menerima mata pelajaran dan mengerjakan
PR. Didugah oleh Ibu Hajrah bahwa acapkali dirasakan murid-murid yang masuk kelas
tanpa kurang bersemangat dan bahkan bersikap acuh terhadap penjelasan-penjelasan
yang diberikan oleh guru dimuka kelas, justru murid-murid sepertinya tampak gembira
kalau guru menyatakan bahwa hari ini tidak ada pelajaran atau kosong.10 Terkadang juga
sering kita jumpai banyak remaja-remaja entah sengaja atau tidak, tetapi sering
meninggalkan bukunya di sekolah sehingga anak-anak pulang hanya orangnya sendiri
saja tidak membawa pulang juga peralatan sekolahnya, sehingga jarang atau bahkan tidak
pernah anak-anak belajar di rumah kalau tidak mendesak ada PR dan bahkan PR itu
sering kali mereka kerjakan menjelang masuk sekolah.
Kurangnya waktu belajar yang cukup buat remajah/anak sekolah pada akhirnya membuat
mereka kelabakan sendiri jika PR dari sekolah. Bisa dikatakan bahwa anak-anaka
cenderung akan belajar hanya jika ada Prnya saja, jangankan belajar untuk materi yang
akan datang, materi yang sudah diajarkan saja tidak jarang anak-anak tidak belajar untuk
mengulangnya lagi. Seringkali didapati murid-murid mengerjakan PR secara dadakan,
dengan membawa PR tersebut ke sekolah dan dikerjakan bersama-sama dengan teman-
temananya yang lain yang kebetulan sudah mengerjakan PR. Biasanya mereka datang
pagi-pagi sekali ke sekolah, dan menungguh teman-temannya yang sudah mengerjakan
PR. Dengan berbekal PR pinjaman teman-temannya merekapun mencontek.11
Seperti halnya soaal standarisasi untuk menentukan seorang siswa layak atau tidak naik
kelas, masalah pemberian sanksi bagi siswa yang tidak mengerjakan Rp, bagi seorang
guru adalah sesuatu yang sangat dilematis. Di satu sisi jika guru bertindak lunak, tetapi di
sisi yang lain jika guru bertindak kasar, mungkin siswa yang bersangkutan akan malas
dan tidak masuk sekolah, atau bahkan pada akhirnya siswa tersebut lebih memilih untuk
tidak lanjut lagi dan akhirnya mereka putus sekolah. Disamping itu, para guru umumnya
juga menyadari bahwa untuk siswa yang sehari-harinya merangkap antara belajar dan
bekerja, entah itu di rumah atau bekerja di sektor publik, faktor kelelahan pisik juga
sangat mempengaruhi stamina siswa untuk dapat belajar dengan baik.
Menurut Bapak Ilham yang sehari harinya bekerja sebagai ketua BP3 di SD Negeri
….. Anggeraja, faktor-faktor yang menyebabkan sehingga banyak remaja usia sekolah
tidak naik kelas yang akhirnya memilih untuk tidak lanjut lagi/memilih untuk putus
sekolah, sebenarnya sangat komplek. Secara garis besarnya ada 3 faktor utama yang
menyebabkan prestasi belajar anak di sekolah tidak maksimal adalah sebagai berikut :
1. Keadaan anak itu sendiri yang memang lebih senang bekerja dari pada belajar,
bagi anak-anak yang senang bekerja ini karena mereka sudah tahu bagaimana
enaknya kalau mendapatkan uang sendiri, sehingga mereka menganggap bahwa
dengan adanya uang tersebut mereka dapat melakukan apa saja demi memenuhi
keinginannya.
2. Masalah ekonomi, dimana anak-anak disuruh untuk bekerja membantu orang
tuanya untuk mencari uang demi tambahan penghasilan dan demi untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Masalah kecerobohan orang tua dalam hal pengawasan, sehingga sering dijumpai
orang tua dan anak sedang asyik menonton TV sampai larut malam, apalagi kalau
ada stasiun TV yang menayangkan siaran langsung sepak bola.13
Walaupun disadari bahwa ketiga faktor di atas bukanlah satu-satunya faktor penyebab
banyaknya remaja putus sekolah, namun faktor kemiskinan dalam banyak hal dipandang
sebagai kondisi yang sifatnya sangat struktural, yang artinya bahwa masalah ekonomi
memiliki peranan besar dalam memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga
yang secara kenyataan memiliki ekonomi yang relatif kurang/keluarga miskin.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, biasanya setiap orang tua yang memiliki ekonomi
lemah/miskin mengambil 3 pilihan untuk menjembatami dua kepentingan yang bertolak
belakang, keinginan untuk menyekolahkan anak dan keharusan anak untuk bekerja demi
membantu penghasilan orang tua.
1Drs. Khaeruddin., Ilimu Pendidikan Islam. (Cet. I; CV. Berkah Utami, Makassar, 2003),
h.2.
2Lihat W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia., (Cet. XV; Jakarta:
CV……, h. 889.
3Bangong Suyanto et-al (Ed)., Pekerjaan Anak di Sektor Berbahaya., (Cet. I; Surabaya:
Lutfansah Mediatama, 2001), h. 77.
9 Lihat Ibid., h. 81
Salam …
=====================================================
Tinggalkan Balasan
Nama Anda
Surel Anda
Your URL
Tulisan
Oktober 2009
S S R K J S M
« Jul Nov »
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31
Cari Tulisan
Cari
Pencarian untuk:
Posting Terbaru
Posting Terlaris
• Kumpulan Judul Skripsi Pendidikan Matematika
• Kumpulan Kata-Kata Mutiara Cinta Khalil Gibran
• Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi Pendidikan
• Kedudukan Filsafat Ilmu dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Kontribusinya
dalam Krisis Masyarakat Modern
• Kumpulan Kata-kata Mutiara Cinta (Originally Posted)
• Konsep Pendidikan Seumur Hidup
• Etika Pergaulan Remaja dalam Pandangan Islam
• Hubungan Filsafat Ilmu dan Penelitian
• Fungsi dan Peranan Lembaga Pendidikan
• Keterampilan yang Harus Dimiliki Guru dalam Mengajar
Kategori
Komentar Terakhir
Blogroll
• Almascatie
• Antobilang
• Arul
• Asepsaiba
• Bicara Matematika
• Boyindra
• deKing
• Helgeduelbek
• Jalan Dakwah Bersama
• Menteri Desain Indonesia
• Metamarsphose
• Rona Wajah
• Sains In Religion
• Sawali
• Siti Fatimah Ahmad
• Slaman Slumun Slamet
• Sunarnosahlan
• Yari NK
• Zainurie
Komunitas
• Al-Falah Connection
• Pend. Matematika UIN
Liputan 6
Tempo
Banner
Yang Belajar
• 55,608 Orang
Jakarta - Anak putus sekolah yang tidak mampu itu sebenarnya menjerit meminta
sekolah namun di dalam hatinya. Walaupun memakai wajah polos seperti orang yang
tidak bisa berbuat apa apa. Saya merasa bersalah jika saya hanya bisa membuat kritikan.
Saya akan mencoba dengan sepenuh hati memberikan solusinya. Tapi silahkan dengar
pengalaman saya sewaktu di SMA berikut ini.
Saya memiliki teman. Wajahnya seperti orang lugu. Memang teman saya orang miskin.
Saya sebagai penyayang teman yang berhati baik tidak ada perbedaan apa pun. Semua
teman yang baik sama.
Sekarang ia menjadi buruh pabrik statusnya kontrak tiga bulan di Jakarta. Semoga saja ia
bisa mengatasi "operasi orang miskin" di Jakarta. Uang gajinya hanya untuk ditabung dan
langkah selanjutnya digunakan untuk masuk kuliah.
Jika dilihat dari prestasi ia sangat bagus. Berikut adalah prestasinya selama mengikuti
kegiatan sekolah:
Ia memiliki lebih dari delapan sertifikat formal di rumahnya. Namun sayangnya, ia masih
tidak bisa kuliah karena uang gaji yang ditabungnya belum cukup untuk membayar uang
masuk kuliah.
Contoh teman saya yang lain adalah sebut saja si "An" laki laki. Terlebih dia selama
menjalani pendidikan sekolah sampai SMA dia selalu mendapat juara satu di kelas mana
pun dia berada.
Memang si "An" ini kecerdasan dan kegigihannya sangat kuat. Sekarang ia menganggur
dan mengisi waktu luangnya dengan membaca ilmu dari hari ke hari. Teman saya ini juga
bermasalah dalam keuangan karena orang tuanya hanya penjual gorengan.
Sebenarnya masih ada puluhan teman saya yang pintar dan cerdas tapi ia orang yang
tidak mampu. Kita lihat bersama teman saya yang kaya dan keluarganya banyak uangnya.
Ia tidak pernah mendapatkan ranking dan nol prestasi. Bahkan ia nakal sekali karena
tertipu kesenangan dunia. Kini ia bisa kuliah karena uangnya banyak.
Marilah kita khususnya para mahasiswa tentunya mensyukuri karena kita bisa menikmati
kuliah. Mensyukurinya bagaimana? Yakni dengan wujud rajin belajar dan menebarkan
kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain.
Perlu diketahui bahwa seburuk buruknya manusia adalah manusia yang memiliki
kesempatan untuk mendapatkan kebaikan untuk dirinya dan untuk orang lain. Tapi,
manusia itu menyia-nyiakannya. Sebagai contohnya adalah kita yang punya uang banyak
untuk sekolah tapi hanya untuk main-main dan senda gurau belaka. Itulah wujud bagi
orang orang yang tidak bersyukur dan nantinya akan di azab.
Sesungguhnya belum tentu orang miskin itu benar-benar tidak mampu. Mereka hanya
bermasalah dalam segi ekonomi. Sulitnya mencari sekeping uang. Menurut saya jika
orang-orang miskin tersebut memiliki uang lalu bisa sekolah. Bisa jadi orang miskin
tersebut mampu memiliki jiwa kepemimpinan yang baik.
Nah, di sini. Jiwa kepemimpinan yang baik seperti apa? Jawabannya cukup sederhana
yakni menyayangi dan memberi pertolongan tulus dari dasar hati kepada orang yang
dirasa tidak mampu. Sekali lagi, jangan menganggap remeh orang miskin.
Kita amati bersama. Pasal 34 menetapkan bahwa "Fakir miskin dan anak anak terlantar
dipelihara oleh Negara". Sebelum saya memberikan solusi menolong anak putus sekolah
yang tidak mampu. Kita amati lagi baik baik.
Pasal 27 ayat (2) yang menetapkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Saya pun bertanya dengan tenangnya
hati. Apakah para pengatur negara dan pemerintah setempat sudah lulus ujian mengenai
pasal pasal. Atau mereka membuat pasal sendiri tanpa sepengetahuan rakyat. Bukannya
pasal 34 dan 27 ini bertentangan dengan fenomena pengasingan orang miskin yang sudah
tidak dianggap lagi oleh negara sekarang ini.
Janganlah terlalu memandang sebuah opini dan teori. Implementasikan atau laksanakan
dengan seikhlas-ikhlasnya. Dua solusi untuk menolong anak putus sekolah yang tidak
mampu yang sangat kita sayangi menurut pendapat rakyat Indonesia yang baik adalah:
1. Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak
mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan ketidaksanggupan
membiayainya karena kemiskinan di mana pendirian sekolah tersebut seluruhnya
ditanggung pemerintah setempat. Pemerintah setempat memiliki kewajiban
melindungi dengan sikap tegas. Sekolah rakyat tersebut disetarakan dengan SD,
SMP, SMA, dan Universitas yang berkualitas.
2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai pembangunan
sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama warga negara yang
memiliki uang gaji berlebih seharusnya memberikan sebagian uangnya kepada
anak miskin untuk bersekolah. Itu saja.
Saya sangat suka mendengarkan informasi di radio. Saya jadi lebih pandai dan
mengetahui informasi seluruhnya. Daripada menonton televisi yang minim ilmu. Hanya
hiburan yang menghancurkan diri sendiri. Beritanya misal. Milyaran rupiah uang
pemerintah dikorup dan mungkin hanya untuk dihambur-hamburkan.
Orang miskin saja yang ingin mendapatkan secuil nasi sangatlah sulit. Mereka justru
membawa-bawa dosa entah ke mana. Dengan seenaknya lagi.
Bukankah alangkah baiknya jika uang milyaran tersebut untuk membangun sekolah
rakyat yang baik. Yaitu mampu melahirkan lulusan yang cerdas dan Sumber Daya
Manusia yang bagus. Lumayan kan negara kita memiliki SDM yang bagus. Belum lagi
Sumber Daya Alamnya yang dikatakan dunia bahwa Indonesia memiliki SDA terbesar
dan nomor 1 terkaya sedunia.
Bisa jadi Indonesia menjadi Negara paling maju dan pintar di seluruh dunia. Pintar yang
bagaimana? Pasti kita semua bertanya. Yakni pintar mengolah SDA yang ada di negara
kita. Sebagai contohnya adalah kayu dan rotan yang saat ini diam-diam lagi diincar
Negara lain.
Membangun sekolah rakyat tersebut tidak perlu super mewah cukup sederhana saja.
Katanya biar hemat dan efisien (melakukan kegiatan dengan benar). Namun, gurunya itu.
Gurunya itu diusahakan menumbuhkan sikap GIGIH.
Apa itu GIGIH? GIGIH adalah sebangsa kerja keras tapi dilakukan secara terus-menerus
untuk mencapai kualitas yang baik tentunya. Karena guru termasuk faktor utama
menjadikan SDM kita bagus atau tidaknya walaupun ada faktor utama yang lain semisal
lingkungan teman kita.
Kita amati dengan baik pasal berikut ini. Saya menyebutkan beberapa pasal dari tadi
bukan berarti kita lupa dengan ajaran agama kita. Pasal 31 ayat (1) yang menetapkan
bahwa "tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran". Semoga para pengatur
negara dan pemerintah khususnya paham mengenai pasal ini. Insya Allah.
Jadi, kesimpulan yang saya jelaskan di atas adalah anak putus sekolah yang tidak mampu
sebenarnya bisa ditolong yakni tanpa disadari adalah kita pelakunya. Bukan masyarakat
yang tidak mampu pelakunya melainkan kita yang memiliki uang berlebih.
Alangkah baiknya jika uang kita yang banyak itu diberikan sebagian kepada anak-anak
miskin hanya untuk sekolah. Agar anak-anak kita besok bisa mengolah SDA yang
tersedia di Indonesia karena mereka sudah memiliki ilmu mengolah dan dididik dengan
baik sekaligus dinamis.
Rangga Pramudya
Mangunjaya Purwokerto Lor
ranggapwt@plasa.com
02817661899(msh/msh)
Berdasarkan pernyataan di atas, maka salah satu alternatif sebagai solusi bagi
anak-anak yang putus sekolah PKBM merupakan tempat yang cocok dan sesuai untuk
dijadikan wadah pembelajaran. Mengapa demikian? Karena Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat berfungsi sebagai sekolah atau tempat belajar. Mengapa anak-anak usia
sekolah cenderung untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi? Ada
dua factor yang menjadi penyebab seorang anak putus sekolah yaitu Faktor Intren dan
Faktor Ekstren.
Faktor Intren yaitu faktor yang ditimbulkan oleh diri anak itu sendir atau yang
berasal dari dalam diri anak. Faktor ini meliputi; (1) kemampuan belajar anak yang
kurang sehingga anak malas untuk sekolah, (2)kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungan kurang, akhirnya anak merasa bahwa belajar itu tidak berarti, (3) kemampuan
mengaktualisasi diri kurang, sehingga anak tidak memiliki rasa percaya diri, karena rasa
percaya diri dapat membunuh potensi dan kreatifitas anak termasuk untuk belajar.
Faktor Ektren yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor ini meliputi hal-
hal sebagai berikut;
(1) ekonomi keluarga yang kurang mendukung anak untuk sekolah, sehingga anak
tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan selanjutnya.
(2) Motivasi keluarga yang kurang dirasakan oleh anak, misalnya keluarga kurang
memperhatikan anak tentang keadaan belajar atau pendidikannya.
(5) Pendidikan keluarga yang kurang mendidik, banyak kejadian di sekitar kita,
ada orang tua yang terlalu sayangnya kepada anak segala keinginan anak diturutinya
sehingga ketika anak tidak mau belajar atau tidak mau sekolah pun diikutinya. Cara
memdidik anak seperti ini pun bisa mengakibtanya anak putus sekolah.
Jika kita tanya kepada anak-anak putus sekolah, baik yang sudah berkeluarga atau
belum berkeluarga rata-rata jawaban mereka menyesal karena tidak melanjutkan jenjang
pendidikan selanjutnya. PKBM atau pusat kegiatan belajar masyarakat merupakan pusat
belajar nonformal yang diakui oleh Dinas Pendidikan Pusat sebagai tempat belajar yang
peruntukan anak-anak putus sekolah. Pembelajara yang diberikan disesuaikan dengan
jenjang pendidikan yang ada pada pendidikan formal.
(1) Pendidikan anak usia dini atau kelompok bermain. Pada kelompok ini materi
yang diajarkan sama dengan materi pada taman kanak-kanak yang acuannya adalah
kurikulum yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan setempat. Waktu dan hari belajar
biasanya disesuaikan dengan ketentuan para pengelola pusat kegiatan tersebut.
(2) Sekolah dasar atau disebut dengan Paket A. Paket A ini diselengggarakan
kegiatan belajar gratis atau tanpa dipungut biaya belajar.
(3) Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau disebut dengan paket B, untuk paket
ini pihak pengelola pusat kegiatan belajar mengratiskan anak-anak yang ingin belajar.
(4) Sekolah Menengah Umum atau disebut dengan paket C. Kegiatan belajar pada
paket C ini, anak-anak dipungut biaya tetapi biaya yang dikeluarkan tidak sebesar biaya
yang dipungut oleh lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan ini.
(5) Kursus merupakan program life skil bagi anak-anak dan orang dewasa yang
ingin memperoleh ketrampilan untuk bekal hidupnya. Mejahit dan komputer adalah
kursus yang dapat diberikan pada kegiatan pusat belajar masyarakat ini.
Waktu dan hari belajar pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
biasanya diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan para peserta didik (anak yang ingin
belajar).
Materi pembelajaran adalah sama dengan materi yang diadopsi dari kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang dikeluarkan oleh BNSP Indonesia. Tenaga pendidik juga
adalah orang-orang yang mempunyai kesetaraan mengajarnya dengan jenjang satuan
pendidian yang ada. Pengajar rata-rata lulusan perguruan tinggi yang disesuaikan bidang
jurusannya masing-masing.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ini juga tidak mewajibkan anak-anak atau
siswa mengenakan pakaian seragam, untuk hal ini siswa diberikan kebebasan untuk
berpakaian tetapi unsur kesopanan berpakaian merupakan hal yang paling utama. Artinya
walaupun kegiatan ini tidak terikat oleh aturan-aturan seperti pada jenjang pendidikan
formal sopan santun tetap menjadi prioritas pada pusat kegiatan belajar ini. Sarana dan
prasarana yang pasti tidaklah selengkap dan sebaik yang ada pada jenjang pendidikan
formal, tetapi masih layak dan memadai untuk digunakan sebagai tempat belajar.
Pentingnya Pusat Kegiatan Sanggar Belajar Masyarakat (PKBM) ini, telah banyak
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat umum dan khusus bagi mereka yang telah lulus
atau pernah mengikuti kegiatan di sana. Sehingga hampir di setiap kelurahan yang ada di
Propinsi Jambi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat didirikan.
Pusat kegiatan belajar dalam hal ini pengelola memberikan peluang yang luas
kepada masyarakat untuk mendaftarkan anak-anaknya yang putus sekolah karena faktor-
faktor penyebab yang telah disampaikan sebelumnya. Keluasan ini dibuktikan oleh
pengelola kepada masyarakat dengan cara memberikan kemudahan baik dari pendaftaran,
administrasi, pembiayaan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pusat kegiatan
belajar ini.
Fasilitas kelulusan diberikan ijazah berupa ijazah paket yang disetarakan dengan
satuan jenjang pendidikan yang ada. Ijazah ini dikeluarkan oleh dinas pendidikan
setempat. Ijazah ini bisa dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan melajutkan sekolah
yang lebih tinggi, misalnya paket A bisa digunakan untuk melanjutkan jenjang
pendidikan SMP formal, paket B bisa melanjutkan jenjang pendidikan SMA formal, dan
paket C bisa digunakan untuk melajutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta.
Untuk memperoleh tanda bukti kelulusan ini (ijazah) harus melalui ujian yang
diselenggarakan oleh dinas pendidikan kota yang penyelenggaraannya sama seperti
penyelanggaran ujian pendidikan formal. Materi-materi tes yang diujikan dikeluarkan
oleh pusat Jakarta. Hanya saja jadwal ujian biasanya diselenggarakan setelah selesainya
diadakan ujian pada pendidikan formal.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) ini merupakan salah satu alternative
pencerahan bagi anak-anak yang putus sekolah. Mereka dapat belajar sambil bekerja,
bagi yang sudah terlanjur menikah pada usia dini pun dapat melanjutkan pendidikannya,
anak yang pembosan belajar setiap hari boleh belajar di sini, prinsipnya siapun boleh
belajar di sini tanpa dibatasi usia yang penting mau untuk belajar.
Suatu hal yang menggembirakan, jika anak-anak putus sekolah bisa memanfaatkan
pusat kegiatan belajar masyarakat ini sebagai suatu solusi yang terbaik buat mereka.
Tempat ini adalah wahana yang baik dariapada anak-anak putus sekolah berkeliaran tidak
menentu dan tidak terarah yang akhirnya bisa membawa dampak negatif dalam
kehidupan bermasyarakat. Misalnya, sering tawuran, minuman keras, dan bahkan
mengganggu orang yang sedang melitasi jalan, kebut-kebutan di jalan raya, dan
sebagainya.
Dalam permendiknas No. 22 tahun 2006, salah satu prinsip kurikulum adanya
belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsure-unsur pendidikan formal, nonformal, dan
informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang
serta arah pengembangan manusia seutuhnya. (BERSAMBUNG)
Rubiati, S.Pd
Jakarta - Anak putus sekolah yang tidak mampu itu sebenarnya menjerit meminta
sekolah namun di dalam hatinya. Walaupun memakai wajah polos seperti orang yang
tidak bisa berbuat apa apa. Saya merasa bersalah jika saya hanya bisa membuat kritikan.
Saya akan mencoba dengan sepenuh hati memberikan solusinya. Tapi silahkan dengar
pengalaman saya sewaktu di SMA berikut ini.
Saya memiliki teman. Wajahnya seperti orang lugu. Memang teman saya orang miskin.
Saya sebagai penyayang teman yang berhati baik tidak ada perbedaan apa pun. Semua
teman yang baik sama.
Sekarang ia menjadi buruh pabrik statusnya kontrak tiga bulan di Jakarta. Semoga saja ia
bisa mengatasi "operasi orang miskin" di Jakarta. Uang gajinya hanya untuk ditabung dan
langkah selanjutnya digunakan untuk masuk kuliah.
Jika dilihat dari prestasi ia sangat bagus. Berikut adalah prestasinya selama mengikuti
kegiatan sekolah:
Ia memiliki lebih dari delapan sertifikat formal di rumahnya. Namun sayangnya, ia masih
tidak bisa kuliah karena uang gaji yang ditabungnya belum cukup untuk membayar uang
masuk kuliah.
Contoh teman saya yang lain adalah sebut saja si "An" laki laki. Terlebih dia selama
menjalani pendidikan sekolah sampai SMA dia selalu mendapat juara satu di kelas mana
pun dia berada.
Memang si "An" ini kecerdasan dan kegigihannya sangat kuat. Sekarang ia menganggur
dan mengisi waktu luangnya dengan membaca ilmu dari hari ke hari. Teman saya ini juga
bermasalah dalam keuangan karena orang tuanya hanya penjual gorengan.
Sebenarnya masih ada puluhan teman saya yang pintar dan cerdas tapi ia orang yang
tidak mampu. Kita lihat bersama teman saya yang kaya dan keluarganya banyak uangnya.
Ia tidak pernah mendapatkan ranking dan nol prestasi. Bahkan ia nakal sekali karena
tertipu kesenangan dunia. Kini ia bisa kuliah karena uangnya banyak.
Marilah kita khususnya para mahasiswa tentunya mensyukuri karena kita bisa menikmati
kuliah. Mensyukurinya bagaimana? Yakni dengan wujud rajin belajar dan menebarkan
kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain.
Perlu diketahui bahwa seburuk buruknya manusia adalah manusia yang memiliki
kesempatan untuk mendapatkan kebaikan untuk dirinya dan untuk orang lain. Tapi,
manusia itu menyia-nyiakannya. Sebagai contohnya adalah kita yang punya uang banyak
untuk sekolah tapi hanya untuk main-main dan senda gurau belaka. Itulah wujud bagi
orang orang yang tidak bersyukur dan nantinya akan di azab.
Sesungguhnya belum tentu orang miskin itu benar-benar tidak mampu. Mereka hanya
bermasalah dalam segi ekonomi. Sulitnya mencari sekeping uang. Menurut saya jika
orang-orang miskin tersebut memiliki uang lalu bisa sekolah. Bisa jadi orang miskin
tersebut mampu memiliki jiwa kepemimpinan yang baik.
Nah, di sini. Jiwa kepemimpinan yang baik seperti apa? Jawabannya cukup sederhana
yakni menyayangi dan memberi pertolongan tulus dari dasar hati kepada orang yang
dirasa tidak mampu. Sekali lagi, jangan menganggap remeh orang miskin.
Kita amati bersama. Pasal 34 menetapkan bahwa "Fakir miskin dan anak anak terlantar
dipelihara oleh Negara". Sebelum saya memberikan solusi menolong anak putus sekolah
yang tidak mampu. Kita amati lagi baik baik.
Pasal 27 ayat (2) yang menetapkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Saya pun bertanya dengan tenangnya
hati. Apakah para pengatur negara dan pemerintah setempat sudah lulus ujian mengenai
pasal pasal. Atau mereka membuat pasal sendiri tanpa sepengetahuan rakyat. Bukannya
pasal 34 dan 27 ini bertentangan dengan fenomena pengasingan orang miskin yang sudah
tidak dianggap lagi oleh negara sekarang ini.
Janganlah terlalu memandang sebuah opini dan teori. Implementasikan atau laksanakan
dengan seikhlas-ikhlasnya. Dua solusi untuk menolong anak putus sekolah yang tidak
mampu yang sangat kita sayangi menurut pendapat rakyat Indonesia yang baik adalah:
1. Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak
mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan ketidaksanggupan
membiayainya karena kemiskinan di mana pendirian sekolah tersebut seluruhnya
ditanggung pemerintah setempat. Pemerintah setempat memiliki kewajiban
melindungi dengan sikap tegas. Sekolah rakyat tersebut disetarakan dengan SD,
SMP, SMA, dan Universitas yang berkualitas.
2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai pembangunan
sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama warga negara yang
memiliki uang gaji berlebih seharusnya memberikan sebagian uangnya kepada
anak miskin untuk bersekolah. Itu saja.
Saya sangat suka mendengarkan informasi di radio. Saya jadi lebih pandai dan
mengetahui informasi seluruhnya. Daripada menonton televisi yang minim ilmu. Hanya
hiburan yang menghancurkan diri sendiri. Beritanya misal. Milyaran rupiah uang
pemerintah dikorup dan mungkin hanya untuk dihambur-hamburkan.
Orang miskin saja yang ingin mendapatkan secuil nasi sangatlah sulit. Mereka justru
membawa-bawa dosa entah ke mana. Dengan seenaknya lagi.
Bukankah alangkah baiknya jika uang milyaran tersebut untuk membangun sekolah
rakyat yang baik. Yaitu mampu melahirkan lulusan yang cerdas dan Sumber Daya
Manusia yang bagus. Lumayan kan negara kita memiliki SDM yang bagus. Belum lagi
Sumber Daya Alamnya yang dikatakan dunia bahwa Indonesia memiliki SDA terbesar
dan nomor 1 terkaya sedunia.
Bisa jadi Indonesia menjadi Negara paling maju dan pintar di seluruh dunia. Pintar yang
bagaimana? Pasti kita semua bertanya. Yakni pintar mengolah SDA yang ada di negara
kita. Sebagai contohnya adalah kayu dan rotan yang saat ini diam-diam lagi diincar
Negara lain.
Membangun sekolah rakyat tersebut tidak perlu super mewah cukup sederhana saja.
Katanya biar hemat dan efisien (melakukan kegiatan dengan benar). Namun, gurunya itu.
Gurunya itu diusahakan menumbuhkan sikap GIGIH.
Apa itu GIGIH? GIGIH adalah sebangsa kerja keras tapi dilakukan secara terus-menerus
untuk mencapai kualitas yang baik tentunya. Karena guru termasuk faktor utama
menjadikan SDM kita bagus atau tidaknya walaupun ada faktor utama yang lain semisal
lingkungan teman kita.
Kita amati dengan baik pasal berikut ini. Saya menyebutkan beberapa pasal dari tadi
bukan berarti kita lupa dengan ajaran agama kita. Pasal 31 ayat (1) yang menetapkan
bahwa "tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran". Semoga para pengatur
negara dan pemerintah khususnya paham mengenai pasal ini. Insya Allah.
Jadi, kesimpulan yang saya jelaskan di atas adalah anak putus sekolah yang tidak mampu
sebenarnya bisa ditolong yakni tanpa disadari adalah kita pelakunya. Bukan masyarakat
yang tidak mampu pelakunya melainkan kita yang memiliki uang berlebih.
Alangkah baiknya jika uang kita yang banyak itu diberikan sebagian kepada anak-anak
miskin hanya untuk sekolah. Agar anak-anak kita besok bisa mengolah SDA yang
tersedia di Indonesia karena mereka sudah memiliki ilmu mengolah dan dididik dengan
baik sekaligus dinamis.
Rangga Pramudya
Mangunjaya Purwokerto Lor
ranggapwt@plasa.com
02817661899(msh/msh)
Baca juga :
Pengikut
Arsip Blog
• ▼ 2009 (1)
o ▼ Januari (1)
ANAK PUTUS SEKOLAH DAN CARA PEMBINAANNYA
Mengenai Saya
triogirl0k
Lihat profil lengkapku