Вы находитесь на странице: 1из 13

PENYAKIT KOLERA

BAB I

PENDAHULUAN





A. Pendahuluan

Penyakit saluran pencernaan akut yang di sebabkan oleh bakteri dan di
tandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba,
diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, di
sertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit. Pada kasus-kasus
yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat terjadi dehidrasi,
asidosis, kolaps, hipoglikemi pada anak serta gagal ginjal. Infeksi tanpa
gejala biasanya lebih sering terjadi dari pada infeksi dengan gejala,
terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare,
umum terjadi, terutama di kalangan anak-anak.

Pada kasus berat yang tidak di obati (kolera gravis), kematian bisa terjadi
dalam beberapa jam, dan CFR-nya bisa mencapai 50%. Dengan
pengobatan tepat, angka ini kurang dari 1%. Diagnosa di tegakkan
dengan mengisolasi vibrio cholera dari serogrup O1 atau O139 dari tinja.
Jika fasilitas laboratorium tidak tersedia, Cary Blair media transport dapat
di gunakan untuk membawa atau menyimpan spesimen apus dubur
(Rectal Swab).

Untuk diagnosa klinis presumtif cepat dapat di lakukan dengan mikroskop
medan gelap atau dengan visualisasi mikroskopik dari gerakan vibrio
yang tampak seperti shooting stars atau bintang jatuh, di hambat dengan
antisera serotipe spesifik yang bebas bahan pengawet. Untuk tujuan
epidemiologis, diagnosa presumtif di buat berdasarkan adanya kenaikan
titer antitoksin dan antibodi spesifik yang bermakna.

Di daerah non-endemis, organisme yang di isolasi dari kasus indeks yang
di curigai sebaiknya di konfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan
pemeriksaan serologis yang tepat serta di lakukan uji kemampuan
organisme untuk memproduksi toksin kolera atau untuk mengetahui
adanya gen toksin. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan
konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotik, maka terhadap
semua kasus yang lain tidak perlu lagi di lakukan uji laboratorium.

B. Tujuan Penulisan
1. Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
2. Meningkatkan pengetahuan tentang pengertian Infeksi oleh vibrio
cholera.
3. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang proses vibrio cholera.
4. Memberi saran dan alternatif pemecahan masalah terkait
permaslahan vibrio cholera.
D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif
yaitu memberi gambaran tentang proses vibrio cholera yang di lakukan
dengan cara :
1. Studi perpustakaan yaitu dengan pendekatan teoritis untuk
mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan
permasalahan dalam makalah ini.
2. Browsing melalui layananan internet untuk menambah literatur
yang ada.



BAB II

PEMBAHASAN





A. Identifikasi

Penyakit saluran pencernaan akut yang di sebabkan oleh bakteri dan di
tandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba,
diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, di
sertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit. Pada kasus-kasus
yang tidak di obati dengan cepat dan tepat dapat terjadi dehidrasi,
asidosis, kolaps, hipoglikemi pada anak serta gagal ginjal. Infeksi tanpa
gejala biasanya lebih sering terjadi dari pada infeksi dengan gejala,
terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare,
umum terjadi, terutama di kalangan anak-anak. Pada kasus berat yang
tidak di obati (kolera gravis), kematian bisa terjadi dalam beberapa jam,
dan CFR-nya bisa mencapai 50%. Dengan pengobatan tepat, angka ini
kurang dari 1%. Diagnosa di tegakkan dengan mengisolasi vibrio cholera
dari serogrup O1 atau O139 dari tinja. Jika fasilitas laboratorium tidak
tersedia, Cary Blair media transport dapat di gunakan untuk membawa
atau menyimpan spesimen apus dubur (Rectal Swab).

Untuk diagnosa klinis presumtif cepat dapat di lakukan dengan mikroskop
medan gelap atau dengan visualisasi mikroskopik dari gerakan vibrio
yang tampak seperti shooting stars atau bintang jatuh, di hambat dengan
antisera serotipe spesifik yang bebas bahan pengawet. Untuk tujuan
epidemiologis, diagnosa presumtif di buat berdasarkan adanya kenaikan
titer antitoksin dan antibodi spesifik yang bermakna. Di daerah non-
endemis, organisme yang di isolasi dari kasus indeks yang dicurigai
sebaiknya di konfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan
pemeriksaan serologis yang tepat serta di lakukan uji kemampuan
organisme untuk memproduksi toksin kolera atau untuk mengetahui
adanya gen toksin. Pada saat terjadi wabah, sekali telah di lakukan
konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotik, maka terhadap
semua kasus yang lain tidak perlu lagi di lakukan uji laboratorium

B. Penyebab Penyakit

Vibrio cholera serogrup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu vibrio klasik dan
vibiro El Tor dan yang terdiri dari serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima
(jarang di temui). vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal.
Gambaran klinis dari penyakit yang di sebabkan oleh vibrio cholera O1
dari kedua biotipe dan yang di sebabkan oleh vibrio cholera O139 adalah
sama karena enterotoksin yang di hasilkan oleh organisme ini hampir
sama.

Pada setiap kejadian wabah atau KLB, tipe organisme tertentu cenderung
dominan, saat ini biotipe El Tor adalah yang paling sering di temukan. Di
kebanyakan daerah di India dan Bangladesh, sebagian besar dari kejadian
kolera di sebabkan oleh vibrio cholera O139 dan vibrio cholera O1 dari
biotipe klasik di temukan di Bangladesh selama dekade lalu. Beberapa
jenis vibrio yang secara biokimiawi tidak dapat di bedakan satu sama lain,
tetapi tidak menggumpal dengan antisera vibrio cholera serogrup O1
(strain non-O1, dahulu di kenal sebagai vibrio yang tidak menggumpal
(NAGs) atau juga di kenal sebagai "non cholera vibrio" (NCVsJ) sekarang
di masukkan ke dalam spesies vibrio cholera. Beberapa strain kolera
memproduksi enterotoksin tetapi kebanyakan tidak.

Sebelum tahun 1992, strain non-O1 di ketahui sebagai penyebab diare
sporadis dan jarang menyebabkan KLB dan tidak pernah sebagai
penyebab wabah yang menelan korban banyak. Namun pada akhir tahun
1992 wabah kolera dengan dehidrasi berat terjadi di India dan
Bangladesh dengan jumlah korban yang sangat banyak.

Organisme penyebabnya adalah serogrup baru dari vibrio cholera O139,
yang menghasilkan toksin kolera yang sama dengan O1 tetapi berbeda,
pada struktur lipo polisakaridanya (LPS) dan berbeda dalam kemampuan
memproduksi antigen kapsuler. Gambaran klinis dan epidemiologis dari
penyakit yang di sebabkan oleh organisme ini dengan ciri khas kolera,
dan harus di laporkan sebagai kolera. Wabah oleh strain O139 yang
mempunyai faktor virulensi yang sama seperti Vibrio cholera O1 El Tor,
faktor ini nampaknya diperoleh dari hilangnya bagian gen yang
menyandikan (Encode) antigen lipo polisakarida dari O1 strain El Tor di
ikuti dengan bersatunya sebagian besar fragmen dari DNA baru yang
menyandikan (encoding) enzim yang memungkinkan terjadinya sintesa
dari liposakarida dan kapsul dari O 139. Melaporkan Infeksi vibrio cholera
O1 non-toksikogenik atau infeksi vibrio cholera non O1, selain O139
sebagai, kolera, adalah laporan yang tidak akurat dan membingungkan.

C. Distribusi Penyakit

Selama abad 19, pandemi kolera menyebar berulang kali dari delta
Sungai Gangga di India ke seluruh dunia. Sampai dengan pertengahan
abad ke 20, penyakit ini terbatas hanya terjadi di Asia, kecuali kejadian
wabah kolera yang menelan banyak korban di Mesir pada tahun 1947.
Selama setengah abad terakhir abad ke 20 gambaran epidemiologis
kolera di tandai dengan 3 ciri utama :
1. Terjadinya pandemi ke 7 kolera yang di sebabkan oleh vibrio
cholera O1 El Tor, dengankorban yang sangat banyak.
2. Di ketahui adanya reservoir lingkungan dari kolera, salah satunya
adalah di sepanjang pantai teluk Meksiko di AS.
3. Munculnya untuk pertama kali ledakan wabah besar dari cholera
gravis yang di sebabkan oleh organisme vibrio cholera dari serogrup
selain O1, (Vibrio cholera O139).

Sejak tahun 1961, vibrio cholera dari biotipe El Tor telah menyebar dari
Indonesia melalui sebagian besar Asia ke Eropa Timur. Pada tahun 1970,
biotipe ini masuk ke Afrika bagian barat dan menyebar dengan cepat di
benua itu dan menjadi endemis di sebagian besar negara Afrika.
Beberapa kali KLB kolera telah terjadi di semenanjung Iberia dan Itali
pada tahun 1970-an.

Kolera El Tor kembali ke Benua Amerika di tahun 1991, sesudah
menghilang selama satu abad dan menyebabkan ledakan-ledakan wabah
sepanjang pantai Pasifik di Peru. Dari Peru, kolera dengan cepat
menyebar ke negara-negara tetangga, dan pada tahun 1994, kira-kira 1
juta kasus kolera tercatat terjadi di Amerika Latin. Perlu di catat,
walaupun manifestasi klinis penyakit ini sama beratnya dengan yang
terjadi di bagian lain di dunia, namun keseluruhan CFR kolera di Amerika
Latin bisa di tekan tetap rendah (sekitar 1%) kecuali di pedesaan di
pegunungan Andes dan wilayah Amazona dimana fasilitas pelayanan
kesehatan sangat jauh.

Perlu di catat secara spesifik bahwa telah terjadi KLB kolera El Tor di
antara pengungsi Rwanda di Goma, Zaire, pada bulan Juli tahun 1994
dengan 70.000 penderita dan 12.000 orang di antaranya tewas dalam
kurun waktu kurang dari sebulan. Secara keseluruhan, 384.403 penderita
dan 10.692 kematian akibat kolera di laporan ke WHO pada tahun 1994
oleh 94 negara. CFR global pada tahun 1994 adalah 2,8% yang bervariasi
dari 1% di AS, 1,3% di Asia dan 5% di Afrika.

Variasi angka ini mencerminkan perbedaan dalam sistim pelaporan dan
akses terhadap pengobatan yang tepat, tidak menggambarkan virulensi
dari organisme penyebab. Kecuali untuk dua kasus kolera yang di
dapatkan karena infeksi di laboratorium, di belahan bumi bagian Barat
tidak di temukan penderita kolera indigenous sejak tahun 1911-1973,
pada saat itu di Texas di temukan penderita dengan vibrio cholerae El Tor
Inaba sebagai penyebab, dimana sumbernya tidak di ketahui.

Pada tahun 1978 dan awal 1990-an di temukan secara sporadis penderita
dengan infeksi vibrio cholerae El Tor Inaba di Louisiana dan Texas.
Timbulnya kasus-kasus kolera di atas di sepanjang Gulf Coast Amerika
selama bertahun-tahun di sebabkan oleh satu strain indigenous yang
berasal dari reservoir lingkungan dari vibrio cholerae O1 El Tor Inaba di
sepanjang pantai teluk Mexico.

Pada bulan Oktober 1992, KLB kolera terjadi secara serentak di beberapa
daerah di Negara Bagian Tamilnadu, India. Strain yang di isolasi dari KLB
ini tidak menggumpal dengan antisera O1, begitu pula strain ini pada
pemeriksaan laboratorium tidak dapat di identifikasi dengan panel standar
antisera dari Vibrio cholera 138 non O1. Serogrup baru, yang disebut
O139 Bengal menyebar dengan cepat ke seluruh negara bagian dan
kawasan sekitarnya, dalam beberapa bulan menyebabkan ratusan ribu
orang terserang. Selama periode wabah, vibrio cholerae O139
menggantikan strain vibrio cholerae O1 pada hampir semua pasien yang
di rawat di rumah sakit dan dari sampel yang di ambil dari air permukaan.
Wabah terus menyebar sepanjang tahun 1994 dengan penderita kolera
O139 yang di laporkan dari 11 negara di Asia. Strain baru ini di
perkirakan menyebar ke benua lain melalui para pelancong yang
terinfeksi di daerah tujuan wisata, tetapi tidak di laporkan adanya
penyebaran sekunder di luar Asia. Bahwa wabah O139 yang terjadi di
Asia pada awal tahun 1990-an di percaya sebagai awal terjadinya
pandemi ke 8 dari kolera.

Namun O139 bukan hanya tidak menyebar dan menyebabkan wabah di
Afrika dan Amerika Selatan tetapi ia juga menghilang dengan cepat baik
di India maupun Bangladesh. Dan bahkan menghilang dari daerah dimana
strain ini berasal dan pernah menyebar. Kalaupun di temukan di bagian
lain di dunia, O139 sebagai penyebab tidak lebih dari 5-10% dari seluruh
kasus kolera. Kolera O139 di masa yang akan datang di duga dapat
menyebabkan wabah yang sangat besar di bagian lain di dunia dan
karenanya membutuhkan surveilans internasional yang terus menerus.

Semenjak kolera kembali menyerang Amerika Latin pada tahun 1990-an,
para pelancong yang terserang kolera meningkat dengan tajam. Dengan
menggunakan metode bakteriologis yang canggih (media TCBS) berbagai
studi prospektif telah di lakukan dan membuktikan bahwa insiden kolera
yang menyerang para pelancong di AS dan yang menyerang turis Jepang
cukup tinggi dari yang di perkirakan sebelumnya.

D. Reservoir

Reservoirnya adalah : Manusia, pengamatan yang di lakukan di AS,
Bangladesh dan Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan
adanya reservoir lingkungan, dimana vibrio di duga hidup pada copepoda
dan zooplankton yang hidup di perairan payau dan muara sungai.

E. Cara Penularan

Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara
langsung atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang
terinfeksi. El Tor dan O139 dapat bertahan di air dalam jangka waktu
yang lama. Pada saat wabah El Tor sekala besar terjadi di Amerika Latin
pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air
yang tercemar karena sistem PAM perkotaan yang tidak baik, air
permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air di rumah tangga
yang kurang baik.

Makanan dan minuman pada saat itu di olah dengan air yang tercemar
dan di jual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang di
kemaspun juga tercemar oleh vibrio cholerae. Biji-bijian yang dimasak
dengan saus pada saat wabah itu terbukti berperan sebagai media
penularan kolera. vibrio ibrio cholerae yang di bawa oleh penjamah
makanan dapat mencemari salah satu dari jenis makanan yang di
sebutkan di atas yang apabila tidak di simpan dalam lemari es dalam
suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda
dalam waktu 8-12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang di cuci dan di
basahi dengan air limbah yang tidak di olah, juga menjadi media
penularan.

Terjadinya wabah maupun munculnya kasus sporadis sering di sebabkan
oleh karena mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang. Air
yang tercemar sering berperan sebagai media penularan seperti yang
terjadi pada KLB di Guam, Kiribati, Portugal, Itali dan Ekuador. Pada
kejadian lain, seperti di AS, kasus sporadis kolera justru timbul karena
mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang yang di tangkap
dari perairan yang tidak tercemar.

Sebagai contoh Kasus kolera yang muncul di Louisiana dan Texas
menyerang orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang di ambil dari
pantai dan muara sungai yang di ketahui sebagai reservoir alami dari
vibrio cholera O1 serotipe Inaba, muara sungai yang tidak terkontaminasi
oleh air limbah. Kolera klinis di daerah endemis biasanya di temukan pada
kelompok masyarakat ekonomi lemah.

G. Masa Penularan

Di perkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut
masih menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh.
Terkadang status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan.
Berbagai jenis antibiotika di ketahui efektif terhadap strain infektif
(misalnya: tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain O1).
Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat
jarang sekali, di temukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung
hingga bertahun-tahun pada orang dewasa yang secara terus menerus
mengeluarkan vibrio cholerae melalui tinja.

H. Kekebalan dan Kerentanan

Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi achlorhydria,
lambung mening-katkan risiko terkena penyakit, sedangkan bayi yang di
susui terlindungi dari infeksi. Kolera gravis biotipe El Tor dan vibrio
cholera O139 secara bermakna lebih sering menimpa orang-orang dengan
golongan darah O. Infeksi oleh vibrio cholerae O1 atau O139
meningkatkan titer antibodi penggumpalan maupun antibodi terhadap
toksin dan meningkatkan daya tahan terhadap infeksi. Serum antibodi
terhadap vibrio cholera bisa di deteksi sesudah terjadi infeksi oleh O1
(namun uji spesifik, sensitif dan prosedur pemeriksaan yang dapat
dipercaya seperti untuk O1 saat ini tidak ada untuk infeksi O139).

Adanya serum antibodi terhadap vibrio cholerae ini sebagai bukti adanya
perlindungan terhadap kolera O1. Studi lapangan menunjukkan bahwa
infeksi klinis awal oleh vibrio cholera O1 dari biotipe klasik memberikan
perlindungan terhadap infeksi biotipe klasik maupun El Tor; sebaliknya
infeksi klinis awal oleh biotipe El Tor memberikan perlindungan jangka
panjang namun sangat rendah dan terbatas terhadap infeksi El Tor saja.
Di daerah endemis, kebanyakan orang memperoleh antibodi pada awal
masa beranjak dewasa. Infeksi oleh strain O1 tidak memberi
perlindungan terhadap infeksi O139 dan sebaliknya. Studi eksperimental
yang di lakukan pada sukarelawan, menunjukkan bahwa infeksi klinis
awal oleh vibrio cholera O139 memberikan proteksi yang cukup bermakna
terhadap diare karena infeksi vibrio cholera O139.

I. Cara-Cara Pemberantasan

1. Tindakan pencegahan :
a. Pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell, yang di berikan
secara parenteral kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah
maupun untuk penanggulangan kontak. Vaksin ini hanya memberikan
perlindungan parsial (50%) dalam jangka waktu yang pendek (3-6 bulan)
di daerah endemis tinggi tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap
infeksi asimptomatik; oleh karena itu pemberian imunisasi tidak di
rekomendasikan. Dua jenis vaksin oral yang memberikan perlindungan
cukup bermakna untuk beberapa bulan terhadap kolera yang di sebabkan
oleh strain O1, kini tersedia di banyak negara. Pertama adalah vaksin
hidup (strain CVD 103-HgR, dosis tunggal tersedia dengan nama dagang
orachol di Eropa dan Mutacol di Kanada, SSV1); yang lainnya adalah
vaksin mati yang mengandung vibrio yang di inaktivasi di tambah dengan
subunit B dari toksin kolera, di berikan dalam 2 dosis (Dukoral, SBL).
Sampai dengan akhir tahun 1999, vaksin-vaksin ini belum mendapat
lisensi di AS.
b. Tindakan pencegahan yang melarang atau menghambat perjalanan orang,
pengangkutan bahan makanan atau barang tidak di benarkan.

2. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya :
a. Laporan kepada instansi kesehatan setempat : Laporan kasus kolera
umumnya di wajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional
(International Health Regulation,1969). Edisi beranotasi Ketiga (Third
Annotated Edition, 1983), dan IHR yang di perbarui dan di cetak ulang
pada tahun 1992, WHO, Geneva; kelas 1 (lihat tentang pelaporan
penyakit menular). Saat ini sedang di lakukan revisi terhadap IHR.

b. Isolasi : perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan
enterik di perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak di perlukan.
Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat di perlakukan sebagai
penderita rawat jalan, di beri rehidrasi oral dan antibiotika yang tepat.
Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat di
operasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan
kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan
secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan di laksanakan
dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu di lakukan.

c. Disinfeksi serentak : Di lakukan terhadap tinja dan muntahan serta
bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain)
serta barang-barang lain yang di gunakan oleh penderita, dengan cara di
panaskan, di beri asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang
memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat,
tinja dapat langsung di buang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu
di lakukan disinfeksi sebelumnya. Pembersihan menyeluruh.

d. Manajemen kontak : Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan
mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5
hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan
sekunder di dalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di
beri pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin
(500 mg 4 kali sehari) atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3
hari, kecuali untuk strain lokal yang di ketahui atau di duga resisten
terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa di berikan tetrasiklin
(50mg/kg/hari di bagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6
mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang
singkat, tidak akan terjadi noda pada gigi.

Pengobatan profilaktik alternatif yang bisa di gunakan untuk strain vibrio
cholerae O1 yang resisten terhadap tetrasiklin adalah: Furazolidon
(Furoxone) (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan untuk anak-
anak 1.25 mg/kg 4 kali sehari), eritromisin (dosis anak-anak 40 mg/kg
sehari di bagi ke dalam 4 dosis dan untuk orang dewasa 250 mg, 4 kali
sehari); TMP-SMX (320 mg TMP dan 1600 mg SMX dua kali sehari untuk
orang dewasa dan 8 mg/kg TMP dan 40 mg/kg SMX sehari di bagi ke
dalam 2 dosis untuk anak-anak); atau siprofloksasin (500 mg dua kali
sehari untuk orang dewasa). TMP-SMX tidak bermanfaat untuk infeksi
vibrio cholerae O139 karena strain ini resisten pada obat-obat
antimikroba jenis ini. Kemoprofilaksis masal untuk semua anggota
masyarakat tidak pernah di lakukan karena dapat menyebabkan
resistensi terhadap antibiotika. Imunisasi terhadap kontak tidak di
anjurkan.

e. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi
terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan
makanan yang terkontaminasi. Makanan yang di konsumsi 5 hari sebelum
sakit harus di tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk
kasus-kasus yang tidak di laporan hanya di sarankan di lakukan terhadap
anggota rumah tangga atau terhadap orang-orang yang kemungkinan
terpajan dengan satu sumber (Common source) di daerah yang
sebelumnya tidak terinfeksi.

f. Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera :

- Terapi rehidrasi agresif.
- Pemberian antibiotika yang efektif.
- Pengobatan untuk komplikasi.

Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan
intravena yang di lakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan
elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang
berlangsung. Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat
penting terhadap pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat
mengurangi volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi
ekskresi dari vibrio sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
penularan sekunder. Akhirnya pada saat terapi rehidrasi cukup efektif,
dan penderita tertolong dari renjatan hipovolemik dan tertolong dari
dehidrasi berat, penderita dapat mengalami komplikasi seperti
hipoglikemi yang harus di ketahui dan di obati dengan segera. Jika hal di
atas di lakukan dengan baik maka angka kematian (CFR) bahkan pada
ledakan KLB di negara berkembang dapat di tekan di bawah 1%.

Untuk memperbaiki dehidrasi, asidosis dan hipokalemia pada penderita
dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup dengan hanya memberikan
larutan rehidrasi oral (Oralit) yang mengandung glukosa 20g/l (atau
sukrosa 40 gr/l atau dengan air tajin 50g/L), NaCl (3.5 g/L), KCl (1.5
g/L); dan trisodium sitrat dihidrat (2.9 g/L) atau NaHCO3 (2.5 g/L).
Kehilangan cairan pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang
di perbaiki dengan rehidrasi oral sebagai pengganti cairan, di berikan
lebih dari 4-6 jam, agar jumlah yang di berikan dapat mengganti cairan
yang di perkirakan hilang (kira-kira 5% dari berat badan untuk dehidrasi
ringan dan 7% pada dehidrasi sedang). Kehilangan cairan yang
berlangsung terus dapat di gantikan dengan memberikan, selama lebih
dari 4 jam, cairan per oral sebanyak 1.5 kali dari volume tinja yang hilang
selama 4 jam sebelumnya.

Penderita yang menderita renjatan sebaiknya di beri rehidrasi intra vena
cepat dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira
130 mEq/L Na+, 25-8 mEq/L bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-
15 mEq/L K+. Larutan yang sangat bermanfaat antara lain Ringer's laktat
atau Larutan Pengobatan Diare dari WHO (4 gr NaCl, 1 g KCl, 6.5 gr
natrium asetat dan 8 gr glukosa/L) dan "Larutan Dacca" (5 g NaCL, 4 gr
NaHCO3, dan 1 g KCL/L), yang dapat di buat di tempat pada keadaan
darurat. Penggantian cairan awal sebaiknya di berikan 30ml/kg BB pada
jam pertama untuk bayi dan pada 30 menit pertama untuk penderita
berusia di atas 1 tahun, dan sesudahnya pasien harus di nilai kembali.
Sesudah di lakukan koreksi terhadap sistem cairan tubuh yang kolaps,
kebanyakan penderita cukup di berikan rehidrasi oral untuk melengkapi
penggantian 10% defisit awal cairan dan untuk mengganti cairan hilang
yang sedang berlangsung.

Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi
volume larutan rehidrasi yang di butuhkan dan memperpendek ekskresi
vibrio melalui tinja. Orang dewasa di beri tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari
dan anak anak 12.5 mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari. Pada saat Strain
vibrio cholerae yang resisten terhadap tetrasiklin sering di temukan,
maka pengobatan di lakukan dengan pemberian antimikroba alternatif
yaitu TMP-SMX (320 mg trimethoprim dan 1600 mg sulfamethoxazol dua
kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg trimethoprim dan 40 mg/kg
sulfamethoxazol sehari di bagi dalam 2 dosis untuk anak-anak, selama 3
hari); furazolidon (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 1.25
mg/kg 4 kali sehari untuk anak-anak, selama 3 hari); atau eritromisin
(250 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 10 mg/kg 3 kali sehari
untuk anak-anak selama 3 hari). Siprofloksasin, 250 mg sekali sehari
selama 3 hari, juga merupakan regimen yang baik untuk orang dewasa.
Vibrio cholerae strain O139 resisten terhadap TMP-SMX. Oleh karena di
temukan strain O139 atau O1 yang mungkin resisten terhadap salah satu
dari antimikroba ini, maka informasi tentang sensitivitas dari strain lokal
terhadap obat-obatan ini perlu di ketahui, jika fasilitas untuk itu tersedia,
informasi ini di gunakan sebagai pedoman pemilihan terapi antibiotika
yang tepat.

3. Penanggulangan wabah
a. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi
untuk segera mencari pengobatan bila sakit.

b. Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif.

c. Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air
minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi
masyarakat, walaupun di ketahui bahwa sumber air ini tidak
terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan di minum,
dan air yang akan di pakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat
untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang telah di
klorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.

d. Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan
minuman yang sehat. Setelah di olah dan di masak dengan benar,
lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penanganan
yang tidak saniter; makanan sisa sebaiknya di panaskan sebelum di
konsumsi. Orang yang menderita diare sebaiknya tidak menjamah atau
menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang di
sediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan
selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya di
hindari.

e. Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sede-
mikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan
waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.

f. Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai
dengan syarat kesehatan.

g. Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak di
anjurkan.

h. Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat di
berikan sebagai tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah
kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak di gunakan pada saat suasana
masih panik atau pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah
yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.

Implikasi bencana : risiko terjadinya KLB sangat tinggi di daerah di suatu
daerah endemis kolera, apabila di daerah tersebut orang berkumpul
bersama dalam jumlah besar tanpa penanganan makanan yang baik serta
tanpa tersedianya fasilitas sanitasi yang memadai.

J. Mencegah Penularan Kolera

Untuk menhindari penularan kolera, bisa di lakukan dengan cara :
1. Biasakan mencuci tangan dengan sebelum makan atau masak.
2. Pastikan makanan dan minuman yang di komsumsi benar-benar
bersih.
3. Minimalkan komsumsi makanan mentah atau setengah matan,
terutama untuk jenis kerang-kerangan. Pilihlah menu sayuran yang
telah di masak, jika lingkungan tidak mendukung untuk mendukung
hidangan salad yang bersih.
4. Jangan biasakan mengomsumsi makanan yang di jajakan di pinggir
jalan, kebersihannya tidak terjamin.
Diposkan oleh Whan Duila di 05.46
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Lokasi: United States
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya

Whan Duila
Yogyakarta, DIY Yogyakarta, Indonesia
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
2013 (6)
o 7 April - 14 April (1)
o 14 April - 21 April (1)
PENYAKIT KOLERA
o 21 April - 28 April (2)
o 13 Oktober - 20 Oktober (1)
o 1 Desember - 8 Desember (1)

Вам также может понравиться