Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Prevalensi %
5
0,5-5
Aldosteronisme
0,5-1
Penyakit Tiroid
0,5-1
Feokromositoma
<0,2
Sindrom Cushing
<0,2
Obat
0,1-1
Kehamilan
0,1-1
PATOFISIOLOGI
1. Penyakit Parenkim Ginjal
Kelainan pada parenkim ginjal juga dapat menimbulkan hipertensi renal,
misalnya pada pielonefritis kronis. Infeksi kronis akan merusak parenkim dan
akhimya membentuk jaringan parut. Jaringan parut itu akan menarik jaringan
sekitarnya termasuk jaringan vaskular arteri interlobaris yang akan mengganggu
vaskularisasi ginjal yang berakibat timbulnya hipertensi. Tumor pada parenkim
ginjal akan menekan dan mendesak arteri intra renal, menimbulkan iskemi
parenkim aparatus juksta glomerular dan hiperfungsi sel juksta glomerular dalam
memproduksi renin, akibatnya angiotensin II dalam darah meninggi hingga terjadi
hipertensi renal. Ginjal polikistik, dapat menyebabkan hipertensi renal karena
kista yang besar dapat mendesak atau menekan arteri intra renal terutama daerah
korteks sehingga timbul iskemi parenkim dan glomerulus, sehingga sekresi renin
meningkat. Selain itu. terjadi retensi air dan garam yang menyebabkan cairan
ekstra selular bertambah (Nadeak, 2012).
2. Penyakit Renovaskular
Hipertensi renovaskular dibagi menjadi dua model utama berdasarkan
Goldblatt hypertension: 1). model two-kidney, oneclip (2K-1C) dimana satu
arteri renalis konstriksi dan ginjal kontralateralnya utuh, dan 2). model onekidney, one clip (1K-1C) dimana satu arteri renalis konstriksi dan ginjal
kontralateral diangkat.
Kedua model Goldblatt hypertension berkembang melalui fase akut,
fase transisi, dan fase kronik. Pada fase akut, induksi iskemi pada kedua model
baik pada 2K-1C maupun 1K-1C mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang
cepat, disertai aktivitas sistem renin-angiotensin. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan adanya ketergantungan renin sehingga pemberian segera antagonis
angiotensin II atau penghambat enzim angiotensin-konverting akan menormalkan
tekanan darah. Lebih dari itu, pengangkatan klip arteri renalis atau nefrektomi
unilateral dari stenosis ginjal mengakibatkan pemulihan cepat tekanan darah
menjadi normal.
Fase transisi berakhir selama dua hari atau beberapa minggu, ini
bergantung pada model eksperimen dan spesies. Pada model 2K-1C, ginjal iskemi
meretensi natrium dan air, yang akan meningkatkan volume dan menekan
natriuresis pada ginjal kontralateral. Ginjal kontralateral ini memperlihatkan
buntunya natriuresis, kerusakan autoregulasi aliran darah ginjal dan kecepatan
filtrasi glomerulus. Fungsi-fungsi abnormal ini untuk merefleksikan perfusi ginjal
kontralateral dengan peningkatan angiotensin II yang dilepaskan dari ginjal
iskemi ipsilatera.
Fase kronik hipertensi renovaskular ditandai dengan retensi garam dan air
dan peningkatan volume yang menekan sekresi renin. Pada model 1K-1C, fase
menahun sangat cepat terjadi, biasanya dalam jangka waktu 3-5 hari pada anjing
dan beberapa minggu pada tikus. Namun bila model 1K-1C ini diterapi dengan
preparat diuretik untuk mengkoreksi keseimbangan positif sodium, akan terlihat
peningkatan nilai renin; peningkatan tekanan darah yang menetap, tetapi sekarang
menjadi sensitif terhadap penghambat sistem renin-angiotensin. Sebaliknya,
model 2K-1C menekan natriuresis dari ginjal kontralateral sebagai kompensasi
terhadap penurunan ekskresi sodium pada ginjal iskemi ipsilateral. Lebih dari satu
periode, ginjal kontralateral mengakibatkan kerusakan pembuluh darah yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat, yang kemudian menyebabkan
penurunan fungsi ekskretoris dan peningkatan volume. Meskipun derajat sirkulasi
renin-angiotensin II umumnya normal pada fase menahun, namun studi
menunjukkan adanya peningkatan sistem renin-angiotensin jaringan vaskular
yang ikut memberi perubahan vaskular pada model 2K- 1C tikus; namun
demikian, penurunan secara bermakna tekanan darah dapat dicapai dengan
pemberian inhibitor enzim konverting atau antagonis angiotensin II. Perlu juga
dipertimbangkan bahwa peningkatan sistem saraf simpatis baik sentral maupun
perifer dapat menyebabkan hipertensi renovaskular yang menetap selama fase
kronik baik pada model 2K-1C maupun 1K-1C.
Pada stenosis arteri renalis, tekanan transkapiler yang memacu filtrasi
glomerulus dipertahankan oleh peningkatan tahanan arteriol efferen di belakang
glomerulus. Peningkatan tahanan arteriole efferen ini dipertahankan oleh
angiotensin II (yang diproduksi sebagai respons terhadap peningkatan sekresi
renin dari ginjal yang terkena). Angiotensin II juga merangsang sekresi aldosteron
dari korteks adrenal yang berperan terhadap retensi cairan dan natrium. Bila
tingkatan kritis stenosis arteri renalis tercapai (sekitar 60-70% lumen), maka
baroreseptor ginjal akan menyebabkan penurunan tekanan darah pada arteriol
efferen, yang mengakibatkan peningkatan pelepasan renin dari aparatus
juxtaglomerularis. Keadaan ini meningkatkan produksi angiotensin I. Angiotensin
I dibuat di perifer ginjal oleh kerja enzim konverting angiotensin menjadi
angiotensin II. Renin dihasilkan bila terdapat penurunan aliran darah dan
peningkatan tekanan pada parenkim ginjal. Ini memacu selsel jukstaglomerularis
untuk menghasilkan renin yang banyak yang kemudian mempengaruhi produksi
angiotensin. Penggunaan antagonis angiotensin II (seperti kaptopril) telah
diketahui efektif untuk diagnosis dan terapi hipertensi renovaskular. Kaptopril
memiliki toksisitas renal dan dapat menyebabkan trombosis arteri renalis. Oleh
karenanya, kaptopril sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi definitif untuk
hipertensi renovaskular. Pada pasien dengan stenosis arteri renalis atau
renovaskular hipertensi pada satu atau dua ginjal, kaptopril dapat memicu
terjadinya kegagalan ginjal akut, tetapi efek ini biasanya hanya sementara
(Samara, 2001).
3. Penyakit / gangguan endokrin.
Feokromositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel kromafin
yang berlokasi di bagian medula kelenjar adrenal. Sekitar 0,5 % dari penyebab
hipertensi sekunder pada anak berasal dari feokromositoma. Selsel kromafin
merupakan tempat untuk mensintesis, menyimpan dan mensekresikan hormon
serum
potasium,
aktivitas
plasma
renin,
rontgen
thorax,
hipertensi
yang
kurang
respon
memberi
terhadap
terapi
renovaskular
yang berat
dan
dibandingkan
dengan
Jenis-jenis pembedahan:
1.
2.
3.
4.
Autograf
5.
Enarterektomi
6.
7.
8.
9.
ditemukan
bahwa
angioplasti
efektif
untuk
hiperplasia
KOMPLIKASI
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi
(stroke, transient
memiliki faktor-faktor
peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri
perifer, dan gagal jantung (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006).
REFERENSI
Jafar, N. 2010. Hipertensi. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin
Manampiring, A.E. 2008. Hubungan Status Gizi dan Tekanan Darah pada
Penduduk Usia 45 Tahun Ke Atas di Kelurahan Pokowa Kecamatan Wanea
Kota Manado. Manado: Departemen Pendidikan Nasional RI Universitas
Sam Ratulangi.
Nadeak, B. 2012. Hipertensi Sekunder Akibat Perubahan Histologi Ginjal. Sari
Pediatri. 13(5):311-15.
Saing, J.H. 2005. Hipertensi pada Remaja. Sari Pediatri. 6:159-165.
Yusuf, I. 2008. Hipertensi Sekunder. Ilmu penyakit Dalam FKUI/RSCM. Medical
Review. Vol 21.
Samara, D. 2001. Penatalaksanaan Hipertensi Sekunder Akibat Perbedaan
Kelainan Anatomi Renovaskular pada Usia Muda dan Tua. Jurnal
Kedokteran Trisakti. 20 (1):27-41.Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Depkes:
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.