Вы находитесь на странице: 1из 18

Laporan kasus

HIPOGLIKEMIA

Pembimbing :
dr. DANI ROSDIANA, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN KEGAWATDARURATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

I. PENDAHULUAN
Glukosa adalah bahan energi utama untuk otak, kekurangan glukosa
sebagaimana kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan fungsi otak,
kerusakan jaringan atau mungkin kematian kalau kekurangan tersebut
berkepanjangan. Hipoglikemia sangat berbahaya bagi otak, hal ini berdasar atas
kenyataan bahwa otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai bahan
energi (jaringan yang lain dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi). Walaupun metabolit rantai pendek asam lemak bebas yaitu asam aseto
asetat dan asam beta hidroksi butirat (benda keton) dapat digunakan oleh otak
untuk memperoleh energi, tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut
memerlukan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu ketogenesis bukan
merupakan mekanisme protektif yang efektif terhadap terjadinya hipoglikemia
yang mendadak.1,2
Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini,
dimana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara
tidak proposional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas
penurunan glukosa daerah yang aman. Faktor paling utama yang menyebabkan
hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan
jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan
bakar bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena otak hanya
menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit,
fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dan sirkulasi.
Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapt
menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi, dan koma.2
Dalam keadaan puasa dan makan, istirahat dan akivitas jasmani, masuknya
glukosa ke sirkulasi serta ambilan dari sirkulasi sangat bervariasi. Kadar glukosa
plasma yang tinggi mengganggu keseimbangan air di jaringan, menimbukan
glukosuria dan meningkatkan glikosilasi jaringan, sebaliknya kadar yang terlalu
rendah menyebabkan disfungsi otak, koma dan kematian. Pada individu normal
yang sehat, hipoglikemia yang sampai menimbulkan gangguan kognitif yang
bermakna tidak terjadi karena mekanisme homeostasis glukosa endogen berfungsi

dengan efektif. Secara klinis masalah hipoglikemia timbul karena pada diabetes
dan akibat terapi mekanisme homeostasis endogen tersebut terganggu.2
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus (DM) maupun
bukan DM. pada pasien DM hipoglikemia dapat terjadi pada mereka yang
menggunakan obat insulin maupun obat anti diabetes oral (sulfonil urea). Dalam
the Diabetes Control and Complication Trial (DCCT), kejadian hipoglikemia
tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin
intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada psien yang mendapat terpai
konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang berbeda kelompokk the
Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan pada 28 dengan
terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1,2
II. DEFINISI
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal.2,3 Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang
melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <108 mg% (6 mmol/L) masih
dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar
glukosa yang relative lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan
dengan vena, sedang kadar glukosa kapiler di antara kadar arteri dan vena.2
Pada individu normal, sesudah puasa semalam kadar glukosa darah jarang
lebih rendah dari 4 mmol/L, tetapi kadar kurang dari 50% (2,8 mmol/L) pernah
dijumpai sesduah puasa yang berlangsung lebih lama. Batas terendah kadar
glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg% disebut sebagai hipoglikemia.
Pada umumnya gejala-gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar glukosa darah
lebih rendah dari 45 mg%.1,2
Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi pada tumor yang
mensekresi insulin ataun insulin like-growth factor (IGF). Dalam hal ini diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa <50 mg% (2,8 mmol/L) atau bahkan
<40 mg% (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis
menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa
darah 55 mg% (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55

mg% (3 mmol/L) yang terjadi berulang kali merusak mekanisme produksi


endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat.2
Respon regulasi non-pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar
glukosa darah 63-65 mg% (3,5-3,6 mmol/L). Oleh sebab itu, dalam konteks terapi
diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma 63 mg
%(3,5 mmol/L).2
III. KLASIFIKASI
Pada diabetes, hipoglikemia juga sering didefinisikan sesuai dengan
gambaran klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan Triad Whipple
merupakan panduan klasifikasi klinis hipoglikemia yang bermanfaat. Triad
tersebut meliputi:
a. keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah,
b. kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L hipoglikemia pada diabetes), dan
c. hilangnya secara cepat keluhan-keluhan sesudah kelainan biokimiawi
dikoreksi.2,4
Akan tetapi pasien diabetes (dan insulinomia) dapat kehilangan
kemampuannya untuk menunjukkan atau mendeteksi keluhan dini hipoglikemia.
Dengan menambah kriteria klinis pada pasien diabetes yang mendapat terapi,
hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat. (Tabel
1)
Tabel 1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut2
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak
Ringan

ada gangguan aktivitas sehari-hari yang


nyata
Simtomatik, dapat diatasi sendiri,

Sedang
Berat

menimbulkan gangguan aktivitas seharihari yang nyata


Sering (tidak selalu) tidak simtomatik,
karena gangguan kognitif pasien tidak
mampu mengatasi sendiri
1. Mebutuhkan pihak ketiga tetapi
tidak memerlukan terapi

parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral
(glukagon intramuskular atau
glukosa intravena)
3. Disertai dengan koma atau
kejang
Hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai konsekuensi
terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan, karena potensial dapat diikuti kejadian
hipoglikemia yang lebih berat.2
HIPOGLIKEMIA YANG TIDAK DISADARI (UNAWARENESS)
Kegagalan Respon Proteksi Fisiologis dan Timbulnya Hipoglikemia yang
Tidak Disadari
Walaupun dengan derajat uang berbeda-beda, hampir semua pasien
diabetes yang mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme
proteksi terhadap hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut
umumnya ringan.2,5
Pada saat diagnosis DM dibuat, respon glukagon terhadap hipoglikemia
umumnya normal. Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 12 tahun, sesudah 5 tahun hampir semua pasien mengalami gangguan atau
kehilangan respon. Penyababnya sampai saat ini belum diketahui dengan pasti,
tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau kendali glukosa
yang ketat. Sel a secara selektif gagal mendeteksi adanya hipoglikemia dan tidak
dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk mensekresi
glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh
perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah
gangguan tersebut timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk di dalam
islet cell, akibat produksi insulin endogen yang turun. 2,5
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal
yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon
epinefrin terhadap rangsang yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal.

Seperti pada gangguan respon glukagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan


mengenal hipoglikemia yang selektif. 2,5
Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang
paling rentan terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia
yang tidak disadari karena hilangnya glucose counter regulation dan gangguan
respon simpatoadrenal. 2,5
Hipoglikemia yang Tidak Disadari
Hipoglikemia yang tidak disadari merupakan masalah yang sering terjadi
pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin. Sigi epidemiologi melaporkan
sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan mengenal hipoglikemia yang
menetap atau berselang-seling (intermittent). Kemampuan mengenal hipoglikemia
mungkin tidak absolute, dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial juga
dijumpai. Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak
mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal
mengenal hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang tidak disadari
kemungkinan pasien mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat;
peningkatan tersebut juga terjadi pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut
selayaknya tidak diberi terapi intensif, tidak diijinkan untuk memiliki ijin
mengemudi, dan mungkin juga tidak diperkenankan untuk menjalankan
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberitahu tentang
kemungkinan terjadinya hipoglikemia berat dan cara penanggulangannya.
Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari
dapat dilihat dalam tabel 2. 2,5
Tabel 2. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak
disadari (Heller,2003)2
Keadaan klinis
Diabetes yang lama

Kemungkinan mekanisme
Tidak diketahui
Hipoglikemia yang berulang merusak
neuron yang glukosensitif
Regulasi transport glukosa neuronal

Kendali metabolik yang ketat

yang meningkat
Peningkatan kortisol dengan akibat

Alkohol

gangguan jalur utama transmisi neuron


Penekanan respons otonomi perifer

Episode nokturnal

Gangguan kognisi
Tidur menyebabkan

gejala

awal

hipoglikemia tidak diketahui


Posisi berbaring mengurangi respons
simpatoadrenal
Usia muda (anak)

Kemampuan abstrak belum cukup


Perubahan perilaku

Usia lanjut

Gangguan kognisi
Respons otonomik berkurang
Sensitivitas adrenergik berkurang

Alkohol
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahaya
alkohol. Alkohol meningkatkan kerentanan terhadap hipoglikemia dengan cara
menghambat glikoneogenesis dan mengurangi hipoglikemia awareness. Episode
hipoglikemia sesdudah minum alkohol mungkin lebih lama dan berat, dan
mungkin karena dianggap mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau
kerabatnya.2
Usia muda dan usia lanjut
Pada diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia.
Anak umumnya tidak dapat mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan
kebiasaan makan yang kurang teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan
menyebabkan hipoglikemia menjadi masalah yang besar bagi anak. Otak yang
sedang tumbuh sangat rentan terhadap hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang
berulang, terutama yangdisertai kejang dapat mengganggu kemampuan intelektual
anak di kemudian hari.2
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan
mungkin dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing (dizzy spell) atau serangan
iskemia yang sementara (transient ischemic attact). Hipoglikemia akibat
sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti
glibenklamid. Pada usia lanjut respons otonomik cenderung turun dan sensitifitas

perifer epinefrin juga berkurang. Pada otak yang menua gangguan kognitif
mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.2
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali hipoglikemia sebaiknya tidak
terlalu ketat dan oleh sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut
disarankan agar sulfonilurea yang bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT
2 yang berusia lanjut.2
Obat penghambat (-blocking agents) yang tidak selektif sebaiknya tidak
digunakan karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh
reseptor 2, penghambat yang selektif dapat digunakan dengan aman.2

IV. EPIDEMIOLOGI
Kejadian hipoglikemia pada populasi sulit untuk dipastikan. Prevalensi
sebenarnya dari hipoglikemia, dengan kadar gula darah di bawah 50 mg/dl,
biasanya terjadi pada

5-10% orang yang

menunjukkan

gejala sugestif

dari

hipoglikemia.6 Di negara Barat dimana banyak pasien IDDM (Insulin Dependent


Diabetes Mellitus) hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien DM yang
menggunakan insulin daripada yang menggunakan sulfonil urea. Laporan dari
Inggris menunjukkan insidensi hipoglikemia sebesar 19/1000 pasien/tahun pada
pasien yang menggunakan sulfonil urea dan 4,2/1000 pasien/tahun perlu dirawat
di rumah sakit. Kejadian hipoglikemia yang perlu dirawat di rumah sakit pada
pasien yang menggunakan insulin sebesar 100/1000 pasien/tahun. Kematian
akibat hipoglikemia pada pasien yang menggunakan insulin di Inggris adalah
0,2/1000 pasien/tahun, sedangkan yang menggunakan sulfonil urea di Swedia
adalah 0 3,3/1000 pasien/tahun.1

V. PATOGENESIS
Pada waktu makan (absorptive) cukup tersedia sumber energi yang diserap
dari usus. Kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai makro molekul,
karena itu fase ini dinamakan sebagai fase anabolik. Hormon yang berperan
adalah insulin. Enam puluh persen dari glukosa yang diserap usus dengan

pengaruh insulin akan disimpan di hari sebagai glikogen, sebagian lagi akan
disimpan di jaringan lemak dan otot juga sebagai glikogen. Sebagian lain dari
glukosa tersebut akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk
memperoleh energi yang digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Sekitar
70% dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di otak. Berbeda dengan
jaringan lain otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi.1
Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peninggian asam
amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otot
sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk
kilomikron yang kemudian akan dihidrolisasi oleh lipoprotein lipase dan
terjadilah asam lemak. Asam lemak ini akan mengalami esterifikasi dengan
gliserol dan terbentuklah trigliserida yang akan disimpan di jaringan lemak.
Proses tersebut berlangsung dengan bantuan hormon insulin.1
Pada waktu sesudah makan (post absorptive) atau sesudah puasa 5-6 jam,
kadar glukosa darah mulai turun, keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga
menurun, sedangkan hormon kontra regulator yaitu glukagon, epinefrin, kortisol
dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan sebaliknya
(katabolik) yaitu sintesis glikogen, protein dan trigliserida akan menurun
sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada keadaan penurunan
glukosa darah yang mendadak glukagon dan epinefrin lah yang sangat berperan.
Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis dan glukoneogenesis dan
proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedialah
bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat,
piruvat dan gliserol. Hormon kontra regulator yang lain (kortisol dan hormon
pertumbuhan) berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi
perannya lambat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam keadaan post
absorptive (puasa) terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon konra
regulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penurunan penggunaan glukosa di
jaringan insulin sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas
hanya disediakan untuk jaringan otak.1

Selama homeostasis glukosa tersebut di atas berjalan hipoglikemia tidak


akan terjadi. Hipoglikemia terjadi karena ketidakmampuan hati memproduksi
glukosa. Ketidakmampuan hati

tersebut dapat disebabkan karena penurunan

bahan pembentuk glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal.


Kenaikan penggunaan glukosa di perifer tidak menimbulkan hipoglikemia selama
hati masih mampu mengimbangi dengan menambah produksi glukosa.1
VI. ETIOLOGI
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien DM maupun bukan DM (tabel 5).
Pada pasien bukan DM hipoglikemia dapat terjadi karena hiperinsulinisme
alimenter (misalnya sesudah mengalami gastrektomi), intoleransi fruktosa
herediter,

hipopituitarisme,

penyakit

hati,

obat-obatan,

insulinoma

dan

sebagainya. Sebab-sebab yang terjadi pada pasien bukan DM tersebut dapat juga
terjadi pada pasien DM. Pada pasien DM hipoglikemia dapat terjadi karena terapi
insulin. Kadang-kadang pada pasien DM stadium dini timbul gejala hipoglikemia
beberapa jam sesudah makan. Tetapi menurut Foster dan Rubenstein (1994)
gejala-gejala hipoglikemia post prandial tersebut sebagai gejala awal diabetes
adalah jarang. Memang pasien DM dini kadang-kadang menunjukkan penurunan
glukosa darah pada jam ke 4 pada tes toleransi glukosa, tetapi pola ini tidak
berbeda dengan hipoglikemia asimtomatik pada orang sehat.1
Tabel 3. Etiologi Hipoglikemia pada DM 1
1. Hipoglikemia pada DM stadium dini
2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunanaan insulin
b. Penggunanaan sulfonylurea
c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM
3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimenter post gastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati yang berat
d. Tumor ekstra pankreatik : fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme
Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin
yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikkan insulin subkutan atau karena obat
yanag meningkatkan sekresi insulin. Oleh karena itu dijumpai saat-saat dan

10

keadaan tertentu pasien diabetes akan mengalami hipoglikemia. Sampai sekarang


pemberian insulin masih belum dapat menirukan pola sekresi insulin yang
fisiologis. Makan akan meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit
dan mencapai puncak sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat
(insulin analog rapid-acting) bila diberikan subkutan belum mampu menirukan
kecepataan peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan
puncak konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien
rentan terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan samapai waktu makan
berikutnya. Oleh sebab itu waktu dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah
saat menjelang makan berikutnya dan malam hari.2
VII. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah :2
1. Kadar insulin berlebihan
Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidaksesuaian
dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup; deliberate overdose.
Peningkatan bioavailibilitas insulin : absorbs yang lebih cepat.
2. Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi hormone counter-regulatory : hipopituitarisme
Penurunan berat badan
Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi
3. Asupan karbohidrat kurang
Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang
Diet slimming, anoreksia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
4. Lain-lain
Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot.
Alcohol, obat (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja
sulfonylurea).

VIII. KELUHAN DAN GEJALA


Keluhan dan Gejala Hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien diabetes
:2
Otonomik

11

1.
2.
3.
4.

Berkeringat
Jantung berdebar
Tremor
Lapar

Neuroglikopenik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bingung
Mengantuk
Sulit bicara
Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi

Malaise
1. MualSakit kepala
IX. DIAGNOSIS
Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila didapatkan gejala-gejala tersebut di atas. Keadaan
tersebut dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya
meragukan sebaiknya diambil dulu darah untuk pemeriksaan kadar glukosanya.
Bila dengan pemberian suntikan bolus dekstrosa pasien yang semula tidak sadar
kemudian menjadi sadar, maka dapat dipastikan koma hipoglikemia. Sebagai
dasar diagnosis dapat digunakan Triad Whipple (hipoglikemia dengan gejalagejala saraf pusat, kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%, gejala akan hilang
dengan pemberian gula).1

X. PENGOBATAN
Hipogklikemia meruapak komplikasi DM yang sering terjadi karena itu
edukasi penderita

mengenai

gejala-gejala

awal

hipoglikemia

dan cara

mengatasinya perlu diberikan. Pengobatan hipoglikemia harus secepatnya


dilakukan, bila pasien masih sadar tindakan tersebut dilakukan oleh pasien sendiri
yaitu dengan minum larutan gula 10-30 gram. Pasien yang tidak sadar perlu
pemberian suntikan bolus dekstrosa 15-25 gram. Sebelum suntikan dektrosa darah

12

diambil dulu untuk pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila dengan suntikan
dekstrosa tersebut pasien menjadi sadar maka pasti hipoglikemia, tetapi bila
pasien belum sadar, kadar glukosa darahnya perlu diperiksa untuk evaluasi lebih
lanjut.1
Bila hipogklikemia tersebut terjadi pada pasien yang mendapat terapi
insulin maka selain penggunaan dekstrosa dapat juga digunakan suntikan
glucagon 1mg intramuscular, lebih-lebih bila suntikan dekstrosa intravena sulit
dilakukan.1
Koma hipoglikemia yang terjadi pada penderita yang mendapat
sulfonylurea sebaiknya dirawat dirumah sakit. Walaupun pasien sudah sadar
sesudah pemberian bolus dekstrosa tetapi pemberian dekstrosa harus diteruskan
dengan infuse dekstrosa 10% selama 3 hari. Bila tidak dilanjutkan dengan infuse
dekstrosa maka ada kemungkinan pasien jatuh kedalam keadaan koma. Monitor
glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan sekitar 90-180
mg%.1
Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaaan glukosa
darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Sebaiknya coklat
manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorpsi
glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan
10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan
keadaan tidak terlalu gawat,pemberian madu atau gel glukosa melalui mukosa
rongga mulut (buccal) mungkin dapat dicoba.2
Glukagon Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuscular dapat diberikan, kecepatan pemberian
glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah
sadar pemberian glucagon harus diikuti pemberian glukosa oral 20 mg dan
dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau yang
diinduksi alcohol, pemberian glucagon tidak efektif. Efektivitas glucagon
tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.2
Glukosa Intravena

13

Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati. Pemberian glukosa


dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20%
atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50%
dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.2
XI. PROGNOSIS
Kematian akibat hipoglikemia jarang terjadi. Kematian dapat terjadi
karena keterlambatan mendapat pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma
sehingga terjadi kerusakan jaringan otak. Kemungkinan lain pasien peminum
alkohol dan saat terjadi hipoglikemia dia dalam keadaan mabuk sehingga tidak
dapat mengatasi keadaan gawat tersebut. Di samping itu alkohol menekan
glukoneogenesis. Hipoglikemia yang terjadi saat pasien mengemudikan kendaraan
dapat menyebabkan kecelakaan yang berakibat fatal.1

14

ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny.N

Umur

: 72 tahun

Jenis kelamin : Perempuan


Pekerjaan

:-

Status

: Menikah

Alamat

: Jl. Sail Gg. Rahmat No. 70 Pekanbaru

Masuk RS

: 30 September 2011

Rekam Medis : 59 64 58
Anamnesis

: Allo-anamnesis

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran disertai dengan kelemahan pada seluruh badan.
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Ny. N umur 72 tahun datang via IGD pukul 19.00 WIB dengan
penurunan kesadaran dan kelemahan pada seluruh tubuh sejak 4 jam
SMRS setelah minum air rebusan daun sambiloto sebanyak 3 gelas.
Sebelumnya pasien merasakan gemetar dan berkeringat.

Pasien merasa pusing, tidak mual dan tidak ada muntah.

Riwayat Penyakit Dahulu

DM (+) sejak 4 tahun yang lalu, sering kontrol.

Riwayat hipertensi (+) sejak 4 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak diketahui.

Pemeriksaan Umum
- Kesadaran

: Somnolen
15

- Keadaan umum

: tampak sakit sedang

- BB

: 60 kg

- TB

: 155 cm

- Tekanan Darah

: 190/110 mmHg

- Nadi

: 59x/menit

- Napas

: 22 x/menit

- Suhu

: 36,7 oC

Pemeriksaan Fisik
Kepala

Mata :

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,


diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).

Leher :

pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH2O

Toraks
- Paru :

- Jantung :

Inspeksi

: bentuk dan gerakan dada kanan = kiri

Palpasi

: fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba di RIC V LMC

Perkusi

:Batas jantung kanan : Linea sternalis


dekstra RIC V
Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMC
sinistra RIC V

Auskultasi

: Suara jantung normal, bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: perut sedikit membuncit, venektasi (-)

Palpasi

: perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstremitas
Akral dingin, udem (-)

16

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (30 September 2011)
Hb

12,6 gr%

Leukosit

7.400/mm3

Trombosit

195.000/mm3

Ht

38 vol%

GDS cyto

37 mg/dl

Diagnosis kerja
Hipoglikemia
Terapi
- O2 3L/menit nasal canule
- IVFD D 10% 20 tetes/menit
- D 40% 4 fls

GDS cyto
GDS I
GDS II
GDS III (saat pulang)

: 37 mg/dl
: 85 mg/dl
: 101 mg/dl
: 184 mg/dl

- Pasien disarankan untuk dirawat tapi pasien menolak

DAFTAR PUSTAKA

17

1. Wiyono P. Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid I Edisi III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1996.
2. Soemadji DW. Hipoglikemia iatrogenik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2006.
3. Mathur R. Hypoglycemia. MedicineNet.com, 2011; [diakses 6 Oktober
2011] http://www.medicinenet.com/hypoglycemia/article.html
4. Casper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors. Harrisons Manual of Medicine, 16th edition. New York : McGrawHill Medical Publishing Division, 2005.
5. National Institutes of Health. Hypoglycemia. U.S. Departement of Health
and Human Services, 2008.
6. Raghavan VA. Hypoglycemia. Medscape Reference, 2011; [diakses 6
Oktober 2011] http://emedicine.medscape.com/article/122122-overview

18

Вам также может понравиться