Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
HIPOGLIKEMIA
Pembimbing :
dr. DANI ROSDIANA, Sp.PD
I. PENDAHULUAN
Glukosa adalah bahan energi utama untuk otak, kekurangan glukosa
sebagaimana kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan fungsi otak,
kerusakan jaringan atau mungkin kematian kalau kekurangan tersebut
berkepanjangan. Hipoglikemia sangat berbahaya bagi otak, hal ini berdasar atas
kenyataan bahwa otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai bahan
energi (jaringan yang lain dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi). Walaupun metabolit rantai pendek asam lemak bebas yaitu asam aseto
asetat dan asam beta hidroksi butirat (benda keton) dapat digunakan oleh otak
untuk memperoleh energi, tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut
memerlukan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu ketogenesis bukan
merupakan mekanisme protektif yang efektif terhadap terjadinya hipoglikemia
yang mendadak.1,2
Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini,
dimana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara
tidak proposional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas
penurunan glukosa daerah yang aman. Faktor paling utama yang menyebabkan
hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan
jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan
bakar bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena otak hanya
menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit,
fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dan sirkulasi.
Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapt
menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi, dan koma.2
Dalam keadaan puasa dan makan, istirahat dan akivitas jasmani, masuknya
glukosa ke sirkulasi serta ambilan dari sirkulasi sangat bervariasi. Kadar glukosa
plasma yang tinggi mengganggu keseimbangan air di jaringan, menimbukan
glukosuria dan meningkatkan glikosilasi jaringan, sebaliknya kadar yang terlalu
rendah menyebabkan disfungsi otak, koma dan kematian. Pada individu normal
yang sehat, hipoglikemia yang sampai menimbulkan gangguan kognitif yang
bermakna tidak terjadi karena mekanisme homeostasis glukosa endogen berfungsi
dengan efektif. Secara klinis masalah hipoglikemia timbul karena pada diabetes
dan akibat terapi mekanisme homeostasis endogen tersebut terganggu.2
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus (DM) maupun
bukan DM. pada pasien DM hipoglikemia dapat terjadi pada mereka yang
menggunakan obat insulin maupun obat anti diabetes oral (sulfonil urea). Dalam
the Diabetes Control and Complication Trial (DCCT), kejadian hipoglikemia
tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin
intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada psien yang mendapat terpai
konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang berbeda kelompokk the
Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan pada 28 dengan
terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1,2
II. DEFINISI
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal.2,3 Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang
melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <108 mg% (6 mmol/L) masih
dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar
glukosa yang relative lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan
dengan vena, sedang kadar glukosa kapiler di antara kadar arteri dan vena.2
Pada individu normal, sesudah puasa semalam kadar glukosa darah jarang
lebih rendah dari 4 mmol/L, tetapi kadar kurang dari 50% (2,8 mmol/L) pernah
dijumpai sesduah puasa yang berlangsung lebih lama. Batas terendah kadar
glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg% disebut sebagai hipoglikemia.
Pada umumnya gejala-gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar glukosa darah
lebih rendah dari 45 mg%.1,2
Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi pada tumor yang
mensekresi insulin ataun insulin like-growth factor (IGF). Dalam hal ini diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa <50 mg% (2,8 mmol/L) atau bahkan
<40 mg% (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis
menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa
darah 55 mg% (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55
Sedang
Berat
parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral
(glukagon intramuskular atau
glukosa intravena)
3. Disertai dengan koma atau
kejang
Hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai konsekuensi
terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan, karena potensial dapat diikuti kejadian
hipoglikemia yang lebih berat.2
HIPOGLIKEMIA YANG TIDAK DISADARI (UNAWARENESS)
Kegagalan Respon Proteksi Fisiologis dan Timbulnya Hipoglikemia yang
Tidak Disadari
Walaupun dengan derajat uang berbeda-beda, hampir semua pasien
diabetes yang mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme
proteksi terhadap hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut
umumnya ringan.2,5
Pada saat diagnosis DM dibuat, respon glukagon terhadap hipoglikemia
umumnya normal. Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 12 tahun, sesudah 5 tahun hampir semua pasien mengalami gangguan atau
kehilangan respon. Penyababnya sampai saat ini belum diketahui dengan pasti,
tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau kendali glukosa
yang ketat. Sel a secara selektif gagal mendeteksi adanya hipoglikemia dan tidak
dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk mensekresi
glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh
perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah
gangguan tersebut timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk di dalam
islet cell, akibat produksi insulin endogen yang turun. 2,5
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal
yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon
epinefrin terhadap rangsang yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal.
Kemungkinan mekanisme
Tidak diketahui
Hipoglikemia yang berulang merusak
neuron yang glukosensitif
Regulasi transport glukosa neuronal
yang meningkat
Peningkatan kortisol dengan akibat
Alkohol
Episode nokturnal
Gangguan kognisi
Tidur menyebabkan
gejala
awal
Usia lanjut
Gangguan kognisi
Respons otonomik berkurang
Sensitivitas adrenergik berkurang
Alkohol
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahaya
alkohol. Alkohol meningkatkan kerentanan terhadap hipoglikemia dengan cara
menghambat glikoneogenesis dan mengurangi hipoglikemia awareness. Episode
hipoglikemia sesdudah minum alkohol mungkin lebih lama dan berat, dan
mungkin karena dianggap mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau
kerabatnya.2
Usia muda dan usia lanjut
Pada diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia.
Anak umumnya tidak dapat mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan
kebiasaan makan yang kurang teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan
menyebabkan hipoglikemia menjadi masalah yang besar bagi anak. Otak yang
sedang tumbuh sangat rentan terhadap hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang
berulang, terutama yangdisertai kejang dapat mengganggu kemampuan intelektual
anak di kemudian hari.2
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan
mungkin dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing (dizzy spell) atau serangan
iskemia yang sementara (transient ischemic attact). Hipoglikemia akibat
sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti
glibenklamid. Pada usia lanjut respons otonomik cenderung turun dan sensitifitas
perifer epinefrin juga berkurang. Pada otak yang menua gangguan kognitif
mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.2
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali hipoglikemia sebaiknya tidak
terlalu ketat dan oleh sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut
disarankan agar sulfonilurea yang bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT
2 yang berusia lanjut.2
Obat penghambat (-blocking agents) yang tidak selektif sebaiknya tidak
digunakan karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh
reseptor 2, penghambat yang selektif dapat digunakan dengan aman.2
IV. EPIDEMIOLOGI
Kejadian hipoglikemia pada populasi sulit untuk dipastikan. Prevalensi
sebenarnya dari hipoglikemia, dengan kadar gula darah di bawah 50 mg/dl,
biasanya terjadi pada
menunjukkan
gejala sugestif
dari
V. PATOGENESIS
Pada waktu makan (absorptive) cukup tersedia sumber energi yang diserap
dari usus. Kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai makro molekul,
karena itu fase ini dinamakan sebagai fase anabolik. Hormon yang berperan
adalah insulin. Enam puluh persen dari glukosa yang diserap usus dengan
pengaruh insulin akan disimpan di hari sebagai glikogen, sebagian lagi akan
disimpan di jaringan lemak dan otot juga sebagai glikogen. Sebagian lain dari
glukosa tersebut akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk
memperoleh energi yang digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Sekitar
70% dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di otak. Berbeda dengan
jaringan lain otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi.1
Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peninggian asam
amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otot
sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk
kilomikron yang kemudian akan dihidrolisasi oleh lipoprotein lipase dan
terjadilah asam lemak. Asam lemak ini akan mengalami esterifikasi dengan
gliserol dan terbentuklah trigliserida yang akan disimpan di jaringan lemak.
Proses tersebut berlangsung dengan bantuan hormon insulin.1
Pada waktu sesudah makan (post absorptive) atau sesudah puasa 5-6 jam,
kadar glukosa darah mulai turun, keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga
menurun, sedangkan hormon kontra regulator yaitu glukagon, epinefrin, kortisol
dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan sebaliknya
(katabolik) yaitu sintesis glikogen, protein dan trigliserida akan menurun
sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada keadaan penurunan
glukosa darah yang mendadak glukagon dan epinefrin lah yang sangat berperan.
Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis dan glukoneogenesis dan
proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedialah
bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat,
piruvat dan gliserol. Hormon kontra regulator yang lain (kortisol dan hormon
pertumbuhan) berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi
perannya lambat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam keadaan post
absorptive (puasa) terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon konra
regulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penurunan penggunaan glukosa di
jaringan insulin sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas
hanya disediakan untuk jaringan otak.1
hipopituitarisme,
penyakit
hati,
obat-obatan,
insulinoma
dan
sebagainya. Sebab-sebab yang terjadi pada pasien bukan DM tersebut dapat juga
terjadi pada pasien DM. Pada pasien DM hipoglikemia dapat terjadi karena terapi
insulin. Kadang-kadang pada pasien DM stadium dini timbul gejala hipoglikemia
beberapa jam sesudah makan. Tetapi menurut Foster dan Rubenstein (1994)
gejala-gejala hipoglikemia post prandial tersebut sebagai gejala awal diabetes
adalah jarang. Memang pasien DM dini kadang-kadang menunjukkan penurunan
glukosa darah pada jam ke 4 pada tes toleransi glukosa, tetapi pola ini tidak
berbeda dengan hipoglikemia asimtomatik pada orang sehat.1
Tabel 3. Etiologi Hipoglikemia pada DM 1
1. Hipoglikemia pada DM stadium dini
2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunanaan insulin
b. Penggunanaan sulfonylurea
c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM
3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimenter post gastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati yang berat
d. Tumor ekstra pankreatik : fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme
Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin
yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikkan insulin subkutan atau karena obat
yanag meningkatkan sekresi insulin. Oleh karena itu dijumpai saat-saat dan
10
11
1.
2.
3.
4.
Berkeringat
Jantung berdebar
Tremor
Lapar
Neuroglikopenik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bingung
Mengantuk
Sulit bicara
Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Malaise
1. MualSakit kepala
IX. DIAGNOSIS
Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila didapatkan gejala-gejala tersebut di atas. Keadaan
tersebut dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya
meragukan sebaiknya diambil dulu darah untuk pemeriksaan kadar glukosanya.
Bila dengan pemberian suntikan bolus dekstrosa pasien yang semula tidak sadar
kemudian menjadi sadar, maka dapat dipastikan koma hipoglikemia. Sebagai
dasar diagnosis dapat digunakan Triad Whipple (hipoglikemia dengan gejalagejala saraf pusat, kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%, gejala akan hilang
dengan pemberian gula).1
X. PENGOBATAN
Hipogklikemia meruapak komplikasi DM yang sering terjadi karena itu
edukasi penderita
mengenai
gejala-gejala
awal
hipoglikemia
dan cara
12
diambil dulu untuk pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila dengan suntikan
dekstrosa tersebut pasien menjadi sadar maka pasti hipoglikemia, tetapi bila
pasien belum sadar, kadar glukosa darahnya perlu diperiksa untuk evaluasi lebih
lanjut.1
Bila hipogklikemia tersebut terjadi pada pasien yang mendapat terapi
insulin maka selain penggunaan dekstrosa dapat juga digunakan suntikan
glucagon 1mg intramuscular, lebih-lebih bila suntikan dekstrosa intravena sulit
dilakukan.1
Koma hipoglikemia yang terjadi pada penderita yang mendapat
sulfonylurea sebaiknya dirawat dirumah sakit. Walaupun pasien sudah sadar
sesudah pemberian bolus dekstrosa tetapi pemberian dekstrosa harus diteruskan
dengan infuse dekstrosa 10% selama 3 hari. Bila tidak dilanjutkan dengan infuse
dekstrosa maka ada kemungkinan pasien jatuh kedalam keadaan koma. Monitor
glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan sekitar 90-180
mg%.1
Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaaan glukosa
darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Sebaiknya coklat
manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorpsi
glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan
10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan
keadaan tidak terlalu gawat,pemberian madu atau gel glukosa melalui mukosa
rongga mulut (buccal) mungkin dapat dicoba.2
Glukagon Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuscular dapat diberikan, kecepatan pemberian
glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah
sadar pemberian glucagon harus diikuti pemberian glukosa oral 20 mg dan
dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau yang
diinduksi alcohol, pemberian glucagon tidak efektif. Efektivitas glucagon
tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.2
Glukosa Intravena
13
14
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny.N
Umur
: 72 tahun
:-
Status
: Menikah
Alamat
Masuk RS
: 30 September 2011
Rekam Medis : 59 64 58
Anamnesis
: Allo-anamnesis
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran disertai dengan kelemahan pada seluruh badan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. N umur 72 tahun datang via IGD pukul 19.00 WIB dengan
penurunan kesadaran dan kelemahan pada seluruh tubuh sejak 4 jam
SMRS setelah minum air rebusan daun sambiloto sebanyak 3 gelas.
Sebelumnya pasien merasakan gemetar dan berkeringat.
Tidak diketahui.
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran
: Somnolen
15
- Keadaan umum
- BB
: 60 kg
- TB
: 155 cm
- Tekanan Darah
: 190/110 mmHg
- Nadi
: 59x/menit
- Napas
: 22 x/menit
- Suhu
: 36,7 oC
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata :
Leher :
Toraks
- Paru :
- Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Akral dingin, udem (-)
16
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (30 September 2011)
Hb
12,6 gr%
Leukosit
7.400/mm3
Trombosit
195.000/mm3
Ht
38 vol%
GDS cyto
37 mg/dl
Diagnosis kerja
Hipoglikemia
Terapi
- O2 3L/menit nasal canule
- IVFD D 10% 20 tetes/menit
- D 40% 4 fls
GDS cyto
GDS I
GDS II
GDS III (saat pulang)
: 37 mg/dl
: 85 mg/dl
: 101 mg/dl
: 184 mg/dl
DAFTAR PUSTAKA
17
18