Вы находитесь на странице: 1из 24

Laporan Akhir

Praktikum Rekayasa Material


Modul E Keterkerasan Baja (Hardenability of Steel)
oleh :
Nama

Saniy Shabrina

NIM

13111060

Kelompok

Anggota (NIM)

Yusuf Galuh

(13112014)

Mario Gazali

(13112049)

Irlangga Belly

(13112053)

Vera Miranda Batubara

(13112064)

Hutama Yoga Wisesa

(13112078)

Fadhil Hidayat

(13112082)

Galang Erlangga

(13112102)

Tanggal Praktikum

29 Oktober 2014

Tanggal Penyerahan Laporan :

3 November 2014

Nama Asisten (NIM)

Azkal Fata Herzasha

Laboratorium Teknik Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2014

(13710058)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan zaman semakin marak dan cepat mengakibatkan
perkembangan teknologi yang semakin baju. Seiring perkembangan teknologi yang
semakin pesat, maka dibutuhkan komponen-komponen yang mendukung perkembangan
teknologi yang pesat tersebut, seperti halnya peyediaan logam, disadari atau tidak unsur
logam ini sangatlah penting dalam proses pengembangan teknologi bahkan hampir
menambah semua aspek kehidupan manusia.
Material-material tersebut seharusnya memiliki sifat-sifat material yang
memenuhi suatu standar yang ditentukan, salah satu sifat yang seharusnya memenuhi
standar adalah sifat fisik suatu material yaitu kekuatan suatu material agar ketika
material-material tersebut digunakan sebagai bahan dalam pembuatan suatu komponen,
aspek keamanan masih tetap diperhatikan.
Pengujian kekerasan baja adalah suatu cara untuk mengetahui sifat- sifat material
dengan hasil produksi yang diseleksi. Pada pengujian ini kita ingin mengetahui
bagaimana ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis lokal. Karena dalam
kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai aplikasi yang menggunakan kekuatan pada
suatu material untuk mengetahui tingkat keamanan material tersebut. Sering kita jumpai
juga berbagai problema dalam perancangan, yaitu kurangnya data-data dalam mengetahui
sifat suatu spesimen. Oleh karena itu, untuk menguji kekuatan suatu material maka kita
melakukan tes yang disebut Keterkerasan Baja (Hardenability of Steels).

Tujuan Praktikum
1. Memahami batas-batas peningkatan kekerasan yang bisa dicapai oleh suatu baja.
2. Memahami cara memperkirakan peningkatan harga kekerasan serta kedalaman
kenaikan kekerasan spesimen baja berdasarkan komposisi kimia baja.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengerasan baja.

BAB II
TEORI DASAR

A. Pengertian Kekerasan
Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik suatu material yang penting atau
kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap deformasi lokal.
Kekerasan berbeda dari kekuatan, kekuatan adalah ketahan suatu sifat material
terhadap suatu deformasi global.
Kekerasan pada baja bisa ditandai oleh seberapa banyak martensit yang
dihasilkan, semakin banyak martensit yang dihasilkan maka akan semakin keras
baja tersebut, karena pada dasarnya sifat martensit adalah keras.

B. Metode Pengujian Sifat Kekerasan


Pengujian sifat kekerasan antara lain dengan Metode Jominy Quench-End,
Metode Bola Baja (oleh Krauss-Baine), dan Metode Grossman. Ketiga metode
ini memiliki perbedaan yaitu,

Metode Jominy Quench-End


Metode ini ditemukan oleh Walter E. Jominy dan A.L. Boegohold pada
tahun 1937. Metode ini menggunakan silinder baja yang memiliki dimesi
panjang 4 inch, dan dengan diameter 1 inch. Cara pengujian dengan
memanaskan silinder baja di dalam tungku selama 30 menit dengan
temperatur 800-900 C, silinder ini setelah dipanaskan pada temperature
austenitnya, dimana pada baja adalah 912 C. Silinder baja kemudian
dipindahkan untuk melangsungkan proses pendinginan pada bagian
ujungnya selama kurang lebih 10 menit, dengan mengikir salah satu sisi
silinder baja yang telah didinginkan barulah mengujinya dengan
menggunakan uji keras dengan indentor Rockwell C. Standar prosedur
dari percobaan ini adalah dengan
menggunakan standar dari material
baja AISI 4140.

Di samping ini merupakan salah satu


contoh pengujian kekerasan dengan

menggunakan metode Jominy QuenchEnd.

Gambar di samping ini merupakan salah


satu standar dimensi pengujuan suatu
material dalam Metode Jominy QuenchEnd.

Gambar 2.1 Pengujian Silinder Baja dengan Menggunakan Indentor Rockwell C

Metode Bola Baja (oleh Krauss-Baine)


Metode bola baja Krauss Baine menggunakan spesimen dari baja yang
dibentuk menjadi bola. Bola baja kemudian dipanaskan sampai mencapai
temperatur austenisasi kemudian dicelupkan seluruhnya ke dalam wadah
berisi media quenching sampai temperatur spesimen mencapai
temperatur kamar. Kemudian persentase martensit yang terbentuk dengan
cara membandingkan ukuran diameter bola baja sebelum dan sesudah
proses. Tujuan dari metode ini adalah untuk menentukan diameter ideal
dari suatu spesimen berbentuk bola jika ingin dikeraskan.
Pada metode bola baja, harus dipersiapkan beberapa bola baja untuk
dipanaskan kemudian didinginkan.

Metode Grossman
Pengujian

kekerasan

dengan

metode

Grossman

adalah

dengan

menggunakan material baja diukur diameternya yang mempunyai


struktur mikro tepat di intinya 50% martensit setelah dilakukan proses
hardening dengan pendinginan tertentu.
Baja berbentuk silinder dengan panjang minimal 5 kali diameternya
dengan variasi diameter dilakukan pengerasan dengan media pendingin
tertentu. Hasil pengujian diuji metallography dan kekerasan, diameter
baja tersebut yang intintinya tepat 50% martensit dinyatakan sebagai
diameter kritis (DO), pada suatu laju pendinginan tertentu.
Laju pendinginan dinyatakan sebagai Coefficient of Serevity. Karena
harga DO masih tergantung dengan laju pendinginan tertentu maka
dirumuskan harga diameter baja tersebut (50% martensit) dengan
pendinginan ideal (H=tak hingga) yang disebut sebagai diameter ideal
(DI).

Gamabr 2.2 Hubungan antara Diameter Ideal, diameter baja, dan laju pendinginan

C. Metode Pengerasan
Kekerasan bisa didapatkan dari perlakuan panas (surface treatment). Contoh
beberapa perlakuan panas, yaitu :

Annealing
Annealing adalah suatu proses perlakuan panas (heat treatment) yang
sering dilakukan terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan
suatu produk. Tahapan dari proses anneling ini dimulai dengan
memanaskan logam (paduan) sampai temperature tertentu, menahan pada

temperatur tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar tercapai


perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau paduan tadi
dengan laju pendinginan yang cukup lambat. Jenis anneling itu beraneka
ragam, tergantung pada jenis atau kondisi benda kerja, temperature
pemanasan, lamanya waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate),
dll.
Pemanasan produk setengah jadi pada suhu 850-9500C dalam waktu
yang tertentu, lalu didinginkan secara perlahan. Proses ini berlangsung
didapur (furnace). Butiran yang dihasilkan umumnya besar/kasar.

Normalizing
Merupakan proses perlakuan panas yang menghasilkan perlite halus,
pendinginannya dengan menggunakan media udara, lebih keras dan kuat
dari hasil anneal.
Atau bisa dikatakan sebagai proses memanaskan baja sehingga seluruh
fasa menjadi austenite dan didinginkan pada temperature suhu kamar,
sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan ferit.

Quenching
Sistem pendinginan produk baja secara cepat dengan cara penyemprotan
air pada pencelupan serta perendaman produk yang masih panas kedalam
media air atau oli.

Tempering
Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar
lebih menjadi liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang
telah diquench pada temperature antara 300F sampai dengan 1200F
selama 30 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dengan temperatur
kamar. Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi sedikit
menurun tetapi kekuatan logam akan menjadi lebih kuat.

BAB III
DATA PERCOBAAN

Standar pengujian

: Metode Jominy Quench-End

Penguji

: Saniy, Yusuf, Mario, Belly, Vera, Hutama, Fadhil, dan Galang

Tanggal pengujian

: 29 Oktober 2014

3.1 Prosedur Praktikum


1
Mempersiapkan spesimen Uji Jominy EQ
2
Memanaskan spesimen di dalam tungku pada Temperatur Austenitnya selama 30
menit
3

Memindahkan spesimen untuk proses pendinginan dengan cara penyemprotan air

Melakukan proses pendinginan hingga spesimen bertemperatur suhu kamar

Mengikir salah satu bagian spesimen untuk diuji keras dengan menggunakan skala
Rockwell C
6

Menguji kekerasan dengan Rockwell C pada setiap jarak 5 mm dan mencatatnya

3.2 Tabel Hasil percobaan


Jarak ke

Kekerasan

Jarak (mm)

Quench End

HRC

44

10

40

15

40

20

34

25

34

30

33

35

36

40

31

45

30

10

50

33

11

55

30

12

60

31

13

65

30

14

70

27

15

75

25

3.3 Kurva Kekerasan/Hardenability Curve

Jominy End-Quench Curved,


Quenched
50

HRC

40
30
20
10
0
0

10

20

30

40
distance (mm)

50

60

70

80

3.4 Data Hardenability Band AISI 4140


Jarak dari End
Quench

Max

Min

59

54

15

54

47

20

51

42

25

49

39

30

48

38

35

46

37

40

44

36

45

43

35

50

41

33

Sumber: Standard Specification for Steel Bars Subject to Restricted End-Quench


Hardenability Requirements1

3.5 Grafik Hardenability Band AISI 4140

Hardenability Band AISI 4140


70
60

HRC

50
40
30
20
10
0
0

10

20

30
distance (mm)

40

50

60

3.6 Grafik Hardenability Band Hasil Percobaan

Hardenability Band AISI 4140 dan Pada Saat


Pengujian
70
60

HRC

50
40
Max
30

Min

20

Pengujian

10
0
0

10

20

30
distance (mm)

40

50

60

BAB IV
ANALISIS DATA

Pada praktikum pengujian kekerasan baja dengan menggunakan Metode Jominy EndQuench terlihat bahwa hasil pengujian dari surface treatment pada baja AISI 41040 tidak
berada dalam hardenability band, kurvanya terletak di bawah kurva hardenability band.
Pengertian dari hardenability band adalah garis yang memperlihatkan keadaan
maksimum dan minimum suatu kekerasan baja, ketika suatu pengujian masih berada di
dalam batasan tersebut, maka kekerasannya masih bisa dianggap benar dan memenuhi
standar.

Hardenability Band AISI 4140 dan Pada


Saat Pengujian
70
60

HRC

50
40
Max
30

Min
Pengujian

20
10
0
0

10

20

30

40

50

60

distance (mm)

Baja yang diinginkan agar kekerasannya meningkat ternyata dari awalnya kekuatan baja
sebesar 29 HRC meningkat paling besar pada 44 HRC. Perolehan data pada pengujian ke
1-15 dengan jarak terhadap titik ujung quench ada yang berfluktuasi semakin ke bawah,
44 HRC adalah nilai kekerasan baja terbesar dikarenakan pada daerah itu proses
pendinginan dilakukan terlebih dahulu baru ke ujung lainnya. Hasil yang berfluktuasi ini
dikarenakan beberapa kesalahan pada saat proses pengikiran berlangsung, adanya ketidak

sejajaran antara bidang yang satu dan bidang yang lainnya, sehingga pada saat pengujian
kekerasan nilainya berfluktuasi, dan disebabkan lagi karena pengukuran yang dilakukan
pada ujung-ujung benda kerja karena penyusunannya terletak paling ujung, sehingga
kondisi baja tidak stabil terhadap bentuk penampang V.

Gambar 4.1 Pelaksanaan Pengukuran yang Dilakukan pada Ujung Benda Kerja

Berfluktuasinya hasil yang diperoleh juga dikarenakan pada saat baja telah dipanaskan
dan akan dikeluarkan dari tungku, ada kesalahan peletakan pada medium untuk
mendinginkan sehingga baja harus diletakkan kembali pada tungku jadi proses
pendinginnya tidak sempurna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil uji kekerasan pada material baja adalah :
Geometri Benda Kerja
Geometri benda kerja sangat mempengaruhi hasil uji kekerasan pada baja,
dikarenakan pada praktikum kali ini menggunakan benda kerja berbentuk silinder,
maka hasil proses perlakuan panasnya lebih merata dibandingkan dengan material
yang bergeometri yang lainnya.
Komposisi Kimia
Komposisi kimia pada baja sangat mempengaruhi hasil kekerasannya, jika
semakin banyak martensit yang terjadi, maka akan semakin keras material
tersebut.

Medium Quenching
Semakin besar coefficient of severity suatu medium maka akan semakin cepat
pendinginan berlangsung dan akan semakin cepat baja akan menjadi lebih keras.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
1. Proses perlakuan panas akan mempengaruhi dan menaikkan nilai kekerasan dari
suatu material.
2. Semakin jauh benda kerja dari jarak end of quench maka nilai kekerasan dari
suatu baja akan semakin kecil dikarenakan oleh semakin lambatnya kecepatan
pendingin pada jarang yang semakin jauh dari end of quench.
3. Berfluktuasinya hasil pengujian yang telah didapatkan pada percobaan kali
dikarenakan ketidaklurusan pada saat melakukan pengikiran, dan pada saat akan
melakukan proses pendinginan melakukan kesalahan pada peletakan material
baja pada wadah untuk mendinginkannya sehingga baja harus memasuki tungku
lagi dan proses pendinginan berlangsung lebih lama.
4. Batas-batas peningkatan kekerasan dari baja dibatasi oleh kurva hardenability,
seperti gambar di bawah ini

Hardenability Band AISI 4140


70
60

HRC

50
40
30
20
10
0
0

10

20

30
distance (mm)

40

50

60

SARAN
1. Pengujian menggunakan metode lain sehingga praktikan mampu membedakan
pengaruhnya terhadap kekerasan baja.
2. Pengaruh lingkungan sebaiknya diperhitungkan dalam analisis data dikarenakan
akan menyebabkan perubahan yang cukup besar pada material baja yang di uji
kekerasannya.
3. Menggunakan material baja yang lain bukan hanya AISI 4140, agar praktikan
mampu membedakan kekerasan dari berbagai macam material baja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dieter,G.E., Mechanical metallurgy,Second Ed, Mc Graw Hill,New York,
1986.
2. http://www.sfsa.org/sfsa/pubs/hbk/s11.pdf diakses pada 24 oktober 2014
3. Callister Jr., William D., Materials Science and Engineering, An Introduction,
7th Ed, John Willey & Sons Inc., New York, 2007
4. http://www.slideshare.net/herarosdiana9/makalah-tentang-mekanisme-penguatanmaterial
5. http://hardiananto.wordpress.com/2012/06/29/belajar-kehidupan-dari-fenomenaprecipitation-hardening/
6. https://www.academia.edu/6959247/Mekanisme_Terbentuknya_Martensit_Seper
ti

LAMPIRAN

Tugas Setelah Praktikum


1. Buat grafik dari hasil percobaan dan berikan analisisnya!

Jominy End-Quench Curved,


Quenched
50

HRC

40
30
20
10
0
0

20

40

60

80

distance (mm)

2. Buat Kurva Grafik Hardenability Band dengan perhitungan dari baja yang
ditentukan setelah praktikum!

Hardenability Band AISI 4140 dan


Pada Saat Pengujian
70
60
HRC

50
40

Max

30
20

Min

10

Pengujian

0
0

20

40

distance (mm)

60

3. Apa penyebabnya Secondary Hardening dan Temper Ebrittlement pada proses


penemperan baja!
Secondary hardening dan temper ebrittlement adalah suatu fenomena yang
terjadi akibat adanya proses tempering. Pada baja hypoeutectoid adanya fasa
austenite yang terbentuk sehingga adanya sub zero treatment sehingga diperlukan
kembali pemanasan sehingga akan mengakibatkan terjadinya fenomena
secondary hardening dan temperature embrittlement.
Tugas Tambahan
1. Sebutkan jenis paduan lain yang dapat membentuk fasa martensit!
Stainless Steel, Nickel, Mangan, dan Cobalt.
2. Sebutkan standar pengujian hardenability dan gambarkan spesimen secara
lengkap!
Standar pengujiannya adalah standar AISI 4140, dengan gambar spesimen :

3. Jelaskan tentang metode pengerasan (precipitation hardening, grain size, dan


strain hardening)!

Precipitation hardening adalah pembentukan fasa baru melalui


mekanisme difusi dari suatu paduan yang bersifat supersaturated solidsolution. Fasa presipitat itu sendiri merupakan fasa transisi sebelum fasa
baru terbentuk. Suatu presipitat dapat memperkeras material dikarenakan
alasan yang kurang lebih sama dengan pengerasan akibat interstisial
ataupun cacat, yaitu adanya distorsi dan internal stress sehingga akan
menyulitkan bagi dislokasi untuk bergerak.

Grain size adalah penghalusan butir yang merupakan salah satu cara
efektif bagi penguatan yang dihasilkan dengan menghalangi pergerakan
dislokasi di sekitar batas butir. Dengan mengecilnya ukuran dari butir
akan meningkatkan batas per unit volume dan mengurangi garis edar
bebas dari slip yang berkelanjutan. Pergerakan selanjutnya membutuhkan
tegangan yang tinggi untuk membuka atau menhasilkan suatu dislokasi
baru pada butir berikutnya.

Gambar A. Salah satu contoh Grain Size

Strain hardening adalah penguatan logam untuk deformasi plastik


(perubahan bentuk secara permanen atau tidak dapat kembali seperti
semula). Penguatan ini terjadi karena dislokasi gerakan dalam struktur
Kristal dari material. Deformasi bahan disebabkan oleh slip (pergeseran)
pada bidang Kristal tertentu. Jika gaya yang menyebabkan slip
ditentukan dengan pengandaian bahwa seluruh atom pada bidang slip
Kristal seperempat bergeser, maka gaya tersebut akan besar sekali.
Dalam Kristal terdapat cacat kisi yang dinamakan dislokasi, dengan
pergerakan dislokasi pada bidang slip yang menyebakan deformasi
dengan memerlukan tegangan yang sangat kecil.

4. Mekanisme geser pada martensit!


Transofmasi dari austenit ke martensit terjadi apabila dilakukan pendinginan
cepat (quenching), untuk itu diperlukan suatu diagram yang dapat memberikan
informasi struktur mikro yang terbentuk akibat proses pendinginan yang
berlangsung cepat yaitu diagram TTT (timetemperaturtransformation).
Karakteristik utama yang membedakan transformasi austenit ke martensit dengan
reaksi yang lain adalah reaksi ini tidak melibatkan pengintian dan pertumbuhan
yang dicirikan dengan kontrol difusi atom. Pembentukan martensit didasari pada
proses pergeseran atom yang melibatkan penyusutan dari struktur kristal. Struktur
martensit merupakan konsekuensi langsung dari tegangan disekitar matriks yang
timbul akibat mekanisme geser.

5. Diagram CCT hypoeutectoid, hypereutectoid, dan eutectoid.

Gambar B1. CCT Eutectoid

Gambar B2. CCT Hypoeutectoid

Gambar B3. CCT Hypereutectoid

Rangkuman Praktikum
1. Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis lokal,
sedangkan kekuatan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi global.
2. Hardenability adalah suatu sifat mampu keras pada suatu material yang dapat di
plot pada kurva hardenability, yang menghasilkan fasa martensit.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hardenability :

Kadar karbon
Semakin tinggi kadar karbonnya maka akan semakin tinggi kekerasan
bajanya dan semakin rendah kadar karbonnya maka akan semakin rendah
kekerasan bajanya.

Medium Quenching
Semakin cepat kecepatan pendinginannya maka akan semakin tinggi
kekerasan bajanya dan semakin lambat kecepatan pendinginannya maka
akan semakin rendah kekerasan bajanya.

Komposisi kimia
Komposisi kimia pada baja sangat mempengaruhi hasil kekerasannya,
jika semakin banyak martensit yang terjadi, maka akan semakin keras
material tersebut.

Jarak pendinginan
Semakin jauh jarak pendinginannya maka kekerasan pada baja akan
semakin rendah dan sebaliknya.

Geometri benda kerja


Geometri benda kerja sangat mempengaruhi hasil uji kekerasan pada
baja, dikarenakan pada praktikum kali ini menggunakan benda kerja
berbentuk silinder, maka hasil proses perlakuan panasnya lebih merata
dibandingkan dengan material yang bergeometri yang lainnya.

Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas, ada tiga faktor utama yang sangat
mempengaruhi hardenability yaitu Medium Quenching, Komposisi Kimia, dan
Geometri benda kerja.
4. Beberapa metode uji kekerasan pada material yaitu Metode Bola Baja (KraussBaine), Metode Grossman dan Metode Jominy End-Quench, dan pada praktikum
kali ini adalah menggunakan Metode Jominy End-Quench.

5. Fenomena yang terjadi pada tempering adalah secondary hardening dan


temperature embrittlement, sifat yang terbentuk pada saat secondary hardening
ada fasa lain yang terbentuk contohnya yaitu Mn + C Fe3C. Sifat dari
temperature embrittlement mempunyai hasil yang lebih keras dan lebih getas.

Вам также может понравиться