Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
RENCANA INDUK
PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH
(RIPPDA) PANTAI JIKUMERASA
LAPORAN
ANTARA
Tahun Anggaran 2014
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
dokumen LAPORAN ANTARA sebagai dokumen awal bagi kegiatan Pembuatan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten
Buru, Provinsi Maluku.
LAPORAN ANTARA ini secara umum merupakan sebuah laporan analisa dari
keseluruhan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan selama kurang lebih 3 (tiga bulan)
pekerjaan, di mana di dalam dokumen ini kurang lebih berisikan mengenai Pendahuluan,
Tinjauan Kebijakan, Pendekatan dan Metodologi Gambaran Umum Wilayah, Konsep
Pembangunan Pariwisata serta Kebijakan dan Strategi Pembangunan Pariwisata sebagai
dasar dari kegiatan pengembangan pariwisata daerah ini
Dalam penyusunan LAPORAN ANTARA ini, pihak konsultan menyadari
kemungkinan masih adanya kekurangan dan kesalahan, untuk itu pihak konsultan
mengharapkan adanya kritik dan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak terkait
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi kegiatan selanjutnya (yaitu
penyusunan LAPORAN AKHIR) sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan yang akan
dilakukan.
Pada akhirnya tim konsultan mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian pekerjaan ini
Ambon,
September 2014
Penyusun
PT LAMALLY KONSULTAN
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. I-1
1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................................... I-1
1.2.1 Maksud Kegiatan ............................................................................................. I-1
1.2.2 Tujuan Kegiatan ............................................................................................... I-1
1.3 Sasaran Kegiatan .............................................................................................. I-2
1.4 Ruang Lingkup ................................................................................................. I-2
1.4.1 Ruang Lingkup Pekerjaan ................................................................................ I-2
1.4.2 Ruang Lingkup Lokasi ..................................................................................... I-2
1.5 Dasar Hukum ................................................................................................... I-2
1.6 Sistematika Pembahasan .................................................................................. I-3
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1 Landasan Teori ................................................................................................. II-1
2.1.1 Pengertian Produk Pariwisata .......................................................................... II-1
2.1.2 Pengertian Kebudayaan .................................................................................... II-2
2.1.3 Pengertian Karakteristik Wisatawan ................................................................ II-3
2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat Pariwisata ............................................................. II-4
2.1.5 Pariwisata Berwawasan Lingkungan ............................................................... II-4
2.1.6 Kawasan Pariwisata ......................................................................................... II-5
2.1.7 Pemasaran Pariwisata ....................................................................................... II-6
2.1.8 Sistem Kepariwisataan ..................................................................................... II-6
2.1.9 Analisis Sediaan dan Permintaan dalam Sistem Kepariwisataan .................... II-6
2.1.10 Komponen Sediaan dan Permintaan Pariwisata ............................................. II-7
2.1.11 Obyek Wisata ................................................................................................. II-7
2.1.12 Sarana Pariwisata............................................................................................ II-8
2.1.13 Jasa Pariwisata ................................................................................................ II-10
2.1.13.1 Biro Perjalanan Wisata (Tour and Travel) .................................................. II-10
2.1.13.2 Pusat Informasi ............................................................................................ II-11
2.1.13.3 Penukaran uang dan fasilitas keuangan ....................................................... II 11
2.1.13.4 Penyediaan perlengkapan wisata ................................................................. II 11
2.1.13.5 Pemandu Wisata .......................................................................................... II 12
2.1.13.6 Pengawas Pantai .......................................................................................... II 12
2.1.14 Prasarana dan Sarana Lingkungan .................................................................. II 12
2.1.15 Wisata Alam ................................................................................................... II 13
2.1.16 Wisata Budaya ................................................................................................ II 13
2.1.17 Komponen Pengembangan Pariwisata ........................................................... II 14
PT LAMALLY KONSULTAN
ii
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
iii
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
iv
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5.6
5.7
PT LAMALLY KONSULTAN
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
vi
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
vii
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
1.1
LATAR BELAKANG
Jikumerasa menyuguhkan pesona alam pantai kepada setiap orang yang ingin
melepaskan kepenatan dalam rutinitas kerja, Berada di Kecamatan Namlea dengan hanya
berjarak kurang lebih 10 KM dari kota namlea menjadikan Jikumerasa primadona Kabupaten
Buru.
Jikumerasa sendiri masih dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat dengan
sajian rujak khas Maluku dan hamparan pasir putih serta udaranya yang sejuk sangatlah pas
tatkala kita menghabiskan waktu sembari menyantap rujak, untuk menikmati Pantai
Jikumerasa dapat digunakan perahu rakyat yang disediakan oleh masyarakat setempat
Kondisi kepariwisataan Jikumerasa sampai saat ini, berkembang dengan sendiri, tidak
didukung dengan suatu perencanaan sehingga objek wisata yang satu dengan yang laintidak
saling mendukung. Kondisi demikian akan berdampak pada perkembangan sector yang tidak
seimbang pada masa yang akan datang, maka diperlukan konsep perencanaan yang benarbenar terukur. Untuk itu
melalui APBD
Tahun Anggaran
2014
pemerintah
daerah
1.2
1.2.1
Maksud Kegiatan
Maksud kegiatan ini adalah membuat konsep pengembangan sektor pariwisata di
Kecamatan
Namlea
Kabupaten
Buru,
sebagai
pedoman
bagi
pemerintah
dalam
1.2.2
Tujuan Kegiatan
Tujuannya
adalah
membangun
pariwisata
pantai,
mendorong
pemerataan
pembangunan dan dapat meningkatkan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
PT LAMALLY KONSULTAN
I-1
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
1.3
SASARAN KEGIATAN
Adapun sasaran pekerjaan ini antara lain meliputi
1. Pengembangan tempat-tempat yang berpotensi untuk dijadikan tujuan wisata di pantai
Jikumerasa beserta sarana dan parasarananya.
2. Tersusunnya RIPPDA Pantai Jikumerasa yang up to date dan baik dalam bentuk
hardcopy maupun softcopy.
1.4
RUANG LINGKUP
1.4.1
Secara umum, ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Tahapan persiapan Survey Lapangan :
Pengumpulan berbagai buku, jurnal dan laporan yang relevansi dengan ekonomi
pariwisata, budaya, arus wisatawan, sarana dan prasarana pendukung dan nantinya
dapat dicocokkan dengan data lapangan.
2. Tahapan Analisa
Analisa bidang pasar wisata, analisa perencanaan dan engeneering, analisa social
ekonomi, analisa bisnis dan hokum
3. Tahapan Rencana
a. Rencana pengembangan tujuan wisata
b. Rencana sarana dan prasaran
c. Rencana tahapan pelaksanaan (indikasi Program)
d. Rencana Pengelolaan
1.4.2
1.5
DASAR HUKUM
Adapun dasar hukum dan literatur kebijakan yang diadikan sebagai bahan acuan
PT LAMALLY KONSULTAN
I-2
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
59
Tahun
2007
tentang Perubahan
Tahun 2006
tentang Pedoman
54
Tahun 2010
tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
4. Peraturan Daerah Kabupaten Buru Nomor . Tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Buru Tahun Anggaran 2014
1.6
SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Dalam penyusunan Laporan Antara untuk kegiatan Pembuatan Rencana Induk
pendekatan
dan
metodologi
dalam
Pembuatan
Rencana
Induk
PT LAMALLY KONSULTAN
I-3
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
I-4
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2.1
LANDASAN TEORI
2.1.1
(1996:64) mengemukakan pengertian produk wisata sebagai berikut : ....The tourist product
may be seen as composite product, as an amalgan of attractions, transport accommodation and
of entertainment Dalam pengertian produk tersebt diatas lebih menekankan kepada satu
strata produk yang satu sama lain saling memiliki ketergantungan yang terdiri dari obyek
wisata, atraksi wisata, transportasi, akomodasi, dan rekreasi hiburan umum, dimana
masingmasing jenis usaha dipersiapkan oleh masing-masing perusahaan.
Sedangkan pendapat Medik dan Meddelton yang dikutip oeh Oka A. Yoeti (1996:164)
mengenukakan pengertian produk pariwisata sebagai berikut : as far as the touist concerned
the product convers the complete experience from the time the leaves home to time has
returns to it Pendapat Medik dan Meddelton lebih menekankan kepada keterpaduan seluruh
unsur bisnis (usaha) pariwisata yang disusun dalam satu bentuk paket wisata yang satu sama
lain memiliki unsur pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan dan sejak
berangkat meninggalkan rumah sampai kembali ketempat asal.
Dalam kaitan pengertian tersebut, maka produk wisata lebih cenderung kepada
pengelolaan usaha-usaha pariwisata yang memilki tiga unsur penting sebagai bentuk wisata
pada satu daerah tujuan wisata yaitu :
1. Atraksi dan citra pembentuk satu daerah tujuan wisata;
2. Sarana dan prasarana yang mendukung keberadaan produk wisata tersebut;
3. Aksesibilitas di suatu daerah tujuan wisata
Undang-undang No. 9 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 67 tahun 1996
membagi 3 bagian pengusahaan produk wisata kedalam bentuk pengelolaan dan jenis-jenis
usaha sebagai berikut :
1. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
a. Pengusahana obyek dan daya tarik wisata alam, ODTW alam berbentuk alam
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa seperti hutan, bentang alam, sungai, geotermal,
PT LAMALLY KONSULTAN
II-1
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pantai, gunung, danau dan sebagainya yang telah ditetapkan sebagai obyek dan
daya tarik wisata untuk dijadikan sasaran wisata;
b. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya, setiap hasil karya, karsa, cipta
manusia yang membentuk berbagai jenis benda, kegiatan, seperti seni olah
makanan dan minuman, seni tari, seni tembang, seni karawitan, seni musik, nilainilai tradisi, seni rupa, kepurbakalaan, sastra, kerajinan, bahasa, sejarah dan lainlain sebagai usaha pemanfaatan seni budaya bangsa yang telah ditetapkan sebagai
obyek dan daya tarik wisata untuk dijadikan sasaran wisata;
c. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha
pemanfaatan sumber daya alam atau potensi seni budaya seperti wisata goa, panjat
tebing, diving, windsurfing, sport, pengenalan budaya suku-suku dan lain-lain
untuk dijadikan sasaran wisata bagi wisatawan yang mempunyai minat khusus.
2. Usaha jasa pariwisata
Usaha jasa pariwisata yang meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan dan
jasa penyelenggaraan pariwisata dengan
a. Jenis usaha jasa pariwisata sebagai berikut :
i.
ii.
iii.
Jasa impresariat
iv.
v.
2.1.2
i.
Penyediaan akomodasi
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
Pengertian Kebudayaan
Prof. Kuncoronngrat yang dikutip oleh Djaka Soeryawan (1984:1) mendefinisikan
kebudayaan sebagai keseluruhan laku manusa yang diatur oleh tata laku dan harus di dapat
melalui belajar tersusun dalam kebudayaan bermansyarakat. Walaupun kebudayaan meliputi
seluruh kehidupan manusia (totalitas) namun lebih dikaitkan dengan beberapa aspek yang
PT LAMALLY KONSULTAN
II-2
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
berkaitan dengan kesenian atau hal-hal yang berkaitan dengan seni, maka kita sering berbicara
tentang seni budaya sebagai bagian dari kebudayaan.
Adapun bentuk-bentuk kesenian/seni menurut Djaka Soeryawan (1984:1) :
1. Seni rupa/arsitektur
2. Seni musik/karawitan
3. Seni tari dan padalangan
4. Seni teater
5. Kepurbakalaan dan permuseuman
6. Sastra dan bahasa
7. Filsafat
Dalam perkembangannya di Indonesia kesenian pada umumnya dibagi menjadi dua
bentuk yaitu yang disebut seni tadisional dan seni modern. Pada seni tradisional ditemukan
kesenian-kesenian klasik, sedang dalam kesenian modern timbul seni yang disebut
kontemporer. Djaka Soeryawan (1984:1) memberikan pendapat mengenai kepurbakalaan atau
arkeologi adalah bahan sejarah yang tidak bertulisan diantaranya, bangunan seni
pahat/patung, hasil kerajinan, alat-alat kerja, alat-alat angkutan, senjata, perhiasan, baik yang
ada dipermukaan bumi atau yang terpendap dalam tanah. Benda-beda yang ada kaitannya
dengan kepurbakalaan dan perkembangan sejarah kehidupan bangsa dibagi 3 kelompok yaitu:
1. Beda purbakala yaitu suatu hasil karya pada masa silam berbentuk benda;
2. Benda (peninggalan) sejarah, beda-benda yang ada kaitannya dngan sejarah
3. Benda budaya baik dilihat dari segi struktural dan lain-lain
2.1.3
PT LAMALLY KONSULTAN
II-3
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
8. Frekuensi kunjungan
9. Tujuan perjalanan
10. Pola konsumsi makan
11. Penghasilan wisatawan
12. Jenis cinderamata yang dibeli
2.1.4
kata dasar daya yang berarti kekuatan atau kemampuan, dengan demikian maka
pemberdayaan dapat dimaknai sebagai satu proses menuju berdaya atau satu proses untuk
memperoleh daya/kekuatan/kemampuan atau proses pemberian daya/kekuatan/kemampuan
dari pihak yang memilki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Inisiatif untuk
mengalihkan daya/kekuatan/kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan
lainnya (2004:77)
Pemberdayaan masyarakat pariwisata dimaksud adalah sebagai satu pendekatan yang
mengikutsertakan dan meletakan masyarakat sebagai pelaku penting dalan berbagai kegiatan
pariwisata. Dalam pemberdayaan dikenal beberapa unsur yang menjadi penggrak agar
masyarakat mampu berperan aktif antara lain :
1. Partisipasi (participation)
2. Motivasi (motivation)
3. Keberanian (enourage)
4. Perlindungan (protection)
5. Kesadaran (awareness)
6. Berkembang (enabling)
2.1.5
PT LAMALLY KONSULTAN
II-4
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2.1.6
Kawasan Pariwisata
Chuk Y Gee (1981:29) mengemukakan pengertian mengenai kawasan (resor) sebagai
berikut : a resort is considered for vocation travelers, as such, it must have a full compliment
of amenities, services products and recretional facilities required by guest. The development
of the resort similar type of problems, economic, social, and envirovmental-ecountered ini
urban development Satu resor atau kawasan adalah merupakan satu tempat tujuan wisatawan
untuk berlibur, didalamnya dilengkapi dngan berbagai fasilitas, pelayanan, produk wisata dan
tempat rekreasi secara terpadu yang dibutuhkan wisatawan.
Menurut Surat Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi RI
No.59/PW002?MPPT/85, yang dimaksud dengan kawasan pariwisata adalah : Kawasan
pariwisata adalah setiap usaha komersial yang lingkup kegiatannya menyediakan sarana dan
prasarana untuk mengembangkan pariwisata
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI No.67 tahun 1996, tentang
penyelenggaraan kepariwisataan disebutkan dalam pasal 96, kegiatan usaha kawasan
pariwisata meliputi :
1. Penyewaan lahan yang telah dilengkapi dengan prasarana sebagai tempat untuk
menyelenggarakan usaha pariwisata;
2. Penyewaan fasilitas penduduk lainnya;
3. Penyediaan bangunan-bangunan untuk menunjang kegiatan usaha pariwisata dalam
kawasan pariwisata.
Kawasan wisata dapat diartikan sebagai satu bentuk tempat usaha yang berupaya
menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan wisatawan menggunakannya dalam satu
kesempatan dan efisiensi waktu kunjungan.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-5
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2.1.7
Pemasaran Pariwisata
Pengertian pemasaran pariwisata menurut Salah Wasahb, Phd. Yang diterjemahkan
oleh Frans Gromag (1988:156) adalah sebagai berikut : Upaya-upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasional dan atau badan-badan usaha pariwisata
pada taraf internasional, nasional dan lokal, guna memenuhi kepuasan wisatawan baik secara
kelompok maupun pribadi dengan maksud meningkatkan pertumbuhan pariwisata.
2.1.8
Sistem Kepariwisataan
Secara umum untuk merumuskan sistem kepariwisataan yang dapat berfungsi dengan
baik, inti dari keseluruhan proses pembangunan dan operasional pariwisata terdiri dari dua
komponen utama, yaitu sisi permintaan dan sisi sediaan (Gunn, 1988:69). Sub-bab ini akan
menjelaskan secara rinci mengenai sediaan dan permintaan pariwisata, terdiri atas penjelasan
mengenai analisis sediaan dan permintaan dalam sistem kepariwisataan, komponen sediaan
dan permintaan pariwisata, serta penjelasan mengenai input survey dan analisis dalam
pengembangan pariwisata.
2.1.9
geografis, sumberdaya, bisnis, ataupun industri. Analisis terhadap sistem pariwisata akan
dipengaruhi oleh cara pandang tersebut (Smith, 1989:2-7). Kegiatan kepariwisataan dapat
dilihat dari konteks kesediaan dan permintaan yang merupakan komponen pasar
kepariwisataan (Murphy, 1985:10). Permintaan adalah wisatawan dan segala sesuatu yang
melekat pada diri wisatawan yang ditimbulkan oleh berbagai faktor yang kemudian
membentuk apa yang disebut dengan citra wisata. Sediaan adalah segala sesuatu yang
dikonsumsi oleh wisatawan yang dibentuk oleh berbagai faktor yang kemudian hasilnya dapat
dikatakan produk wisata. Murphy (1985:10) mengklasifikasikan komponen-komponen
pembentuk produk wisata atas fasilitas, aksesibilitas, dan infrastruktur. Komponen pasar
pariwisata ini dapat dijelaskan dalam bentuk bagan sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1
PT LAMALLY KONSULTAN
II-6
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-7
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-8
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
dapat diantarkan dalam kondisi yang segar, lezat, dan dingin (Lawson dan Baud-Bovy,
1998:35).
3. Tempat Parkir
Perlu disediakan ruang parkir di luar jalan untuk menangani kendaraan-kendaraan
yang berhenti di tempat makan, penginapan, atau tempat belanja, supaya jalan tidak
padati oleh kendaraan yang parkir, terutama pada jam-jam ramai (Inskeep, 1991:317).
Tempat parkir dapat berupa parkir terbuka atau parkir tertutup, dan berdasarkan
letaknya, tempat parkir dapat dibuat bertingkat pada gedung parkir khusus, atau tidak
bertingkat (sebidang) pada lahan yang merupakan bagian dari lahan bangunan fasilitas
tertentu. Lokasi dan rancangan parkir di luar jalan harus dapat menimbulkan perhatian
khusus bagi pemarkir yang akan menggunakannya (Ditjen Perhubungan Darat,
1995:116).
4. Fasilitas Perjalanan
Berbelanja merupakan salah satu aktivitas kegiatan wisata, dan sebagian pengeluaran
wisatawan didistribusikan untuk berbelanja. Karenanya fasilitas terhadap aktivitas
belanja perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pembangunan pariwisata,
bukan hanya sebagai pelayanan wisata, namun juga sebagai obyek wisata yang
memiliki daya tarik (Inskeep, 1991:86). Fasilitas dan pelayanan belanja disediakan
bagi pengunjung yang ingin membell barang-barang seni, kerajinan tangan, suvenir,
barang-barang khas seperti pakaian, perhiasan, dan lain-lain. Penilaian dalarn
penyediaan fasilitas belanja ini perlu dilakukan terhadap ketersediaan barang-barang
dan pelayanan yang memadai, lokasinya yang nyarnan dan akses yang baik, serta
tingkat harga yang relatif terjangkau (Inskeep, 1991:117).
5. Sarana Pergerakan
Keterhubungan antara satu lokasi dengan lokasi lain merupakan komponen penting
dalarn sistern kepariwisataan (Gunn, 1988:71). Karenanya untuk menciptakan saling
keterhubungan antar berbagai tempat dalam satu kawasan wisata dan untuk memberi
kernudahan dalam pergerakan dari satu tempat ke tempat lain, perlu adanya prasarana
dan sarana pergerakan yang memadai. Dalam kaitannya dengan kepariwisataan,
prasarana dan sarana pergerakan tersebut harus disesuaikan dengan keberadaannya di
suatu lokasi wisata. Artinya, elemen-elemen pergerakan tersebut harus memiliki nilai
daya tarik dan berperan dalarn mendukung aktivitas wisata. Sarana transportasi yang
menarik serta mengandung nilai historis dan memiliki bentuk-bentuk khusus, dapat
dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata (Inskeep, 1991:90).
PT LAMALLY KONSULTAN
II-9
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
6. Fasilitas umum
Selain sarana yang telah disebutkan di atas, juga diperlukan fasilitas umum sebagal
sarana pelengkap. Dalam studi ini fasilitas umum yang akan dikaji meliputi fasilitasfasilitas umum yang biasa tersedia di tempat-tempat rekreasi di Indonesia, yaitu :
a. Telepon umum
b. WC umum
c. Tempat ibadah
PT LAMALLY KONSULTAN
II-10
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
a. Sumber informasi bagi calon wisatawan tentang daerah tujuan wisata yang akan
dikunjungi serta sarana wisata yang tersedia di dalamnya,
b. Memberi saran pada calon wisatawan tentang macam-macam daerah tujuan dan
program yang akan diikuti,
c. Menyiapkan transportasi serta pengurusan barang-barang yang akan dibawa,
d. Memberikan pelayanan setelah sampai, di tujuan wisata seperti membantu
langganan dalam reservasi penginapan, merencanakan tur, mengantar ketempat
penukaran uang dan bank bagi wisatawan asing, dan sebagainya (Yoeti,1996:119123).
PT LAMALLY KONSULTAN
II-11
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
(Gunn,
1988:134-135).
Karena
itu
perlu
disediakan
perlengkapan
wisata
dalam
PT LAMALLY KONSULTAN
II-12
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5. Drainase
6. Sarana kegiatan nelayan.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-13
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Bentuk kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dari sumberdaya wisata budaya
antara lain dengan membuat interpretasi pengunjung dan melakukan kunjungan pada taman
pra-sejarah dan perlindungan, pusat kebudayaan, taman bersejarah, festival kebudayaan,
festival pendidikan, pusat konvensi, pusat kesehatan, lain sebagainya. Berdasarkan
International Council on Monuments and Sites (ICOMOS, 1999) warisan/peninggalan
(heritage) merupakan konsep yang luas dan meliputi baik lingkungan alam dan lingkungan
budaya. Konsep tersebut mencakup lanskap, tempat bersejarah, tapak dan lingkungan buatan,
maupun keanekaragaman hayati, hasil koleksi, masa lalu dan kegiatan kebudayaan yang
masih dilakukan, pengetahuan dan pengalaman kehidupan. Warisan merupakan hasil rekaman
dan ekspresi dari suatu proses panjang pengembangan sejarah, memperlihatkan inti dari
keragaman bangsa, wilayah, identitas penduduk asli dan lokal dan merupakan bagian yang
integral dengan kehidupan modern. Warisan tertentu dari setiap komunitas merupakan hal tak
dapat digantikan dan sangat dasar penting untuk pengembangan sekarang dan masa depan,
merupakan titik referensi dinamik instrumen positif untuk pertumbuhan dan perubahan.
Disebutkan pula bahwa tiga alasan melakukan kegiatan wisata budaya, yaitu : memperoleh
pengalaman wkatu atau tempat, belajar, dan membagi pengetahuan dengan orang lain.
Berdasarkan ICOMOS (1999) kegiatan wisata memberikan pengalaman pribadi, tidak hanya
dari hasil yang diperoleh dari masa lalu tetapi juga dari kehidupan kontemporer dan
masyarakat lain.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-14
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Wisatawan yang berkunjung ke daerah wisata terdiri dari para wisatawan menginap
dan tidak menginap. Besarnya proporsi antara pengunjung yang menginap dan tidak
mnginap dipengaruhi oleh aksesibilitas daerah wisata tersebut terhadap pasar/daerah
asal wisatawan, ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, jumlah dan
keanekaragaman obyek dan daya tarik wisata (ODTW), ketersediaan fasilitas
akomodasi dan lain-lain.
Wisatawan yang berkunjung dapat juga dibagi menjadi wisatawan domestik
(nusantara) dan wisatawan mancanegara. Jumlah masing-masing jenis wisatawan
sangat dipengaruhi oleh karakteristik produk wisata yang dikembangkan di daerah
tersebut.
Prosentase antara wisatawan mancanegara yang datang langsung kedaerah tersebut
dengan yang kedatangannya melalui daerah lain dipengaruhi oleh tingkat kemudahan
pencapaian daerah tersebut dari negara lain, apakah mempunyai pelabuhan udara atau
pelabuhan laut sebagai pintu gerbang untuk masuk ke daerah wisata tersebut.
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan fungsi dari jarak atau tingkat kemudahan untuk mencapai
daerah wisata dengan berbagai kawasan tujuan wisatanya. Dalam pariwisata
konsumen (wisatawan) harus datang ke daerah dimana terdapat produk wisata untuk
mengkonsumsi produk-produk wisata tersebut terutama obyek dan daya tarik wisata.
Oleh karena itu tingkat kemudahan pencapaian ke daerah wisata tersebut dari daerah
dan negara lain asal wisatawan akan mempengaruhi perkembangan daerah wisata
tersebut. Jarak dan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi ke daerah wisata
tersebut juga akan mempengaruhi jumlah kedatangan wisatawan. Kenyamanan selama
perjalanan menuju daerah wisata dan kawasan tujuan wisata tersebut harus
diperhatikan.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-15
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
obyek mempunyai potensi menjadi daya tarik, tetapi daya tarik tersebut baru terbentuk bila
obyek tadi ditunjang oleh unsur-unsur lain seperti aksesibilitas dan fasilitas penunjang (Pusat
Penelitian Kepariwisataan Lembaga Penelitian ITB, 1997).
Daya tarik tidak tercipta hanya oleh suatu obyek dan fasilitas, sarana dan prasarana
pendukung saja, namun lingkungan dimana obyek tersebut berada sangat menentukan apakah
obyek dan segala penunjangnya dapat menjadi daya tarik. ODTW dapat berupa alam, budaya,
tata hidup dan sebagainya, yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi atau menjadi sasaran
bagi wisatawan. Adapun yang dimaksud daya tarik wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat
atau disaksikan, seperti danau, pemandangan, pantai, gunung, candi, monumen, dan lain-lain
(Yoeti, 1985). Elemen dasar dari komponen sumberdaya alam yang dapat dikembangkan
menjadi ODTW terdiri atas iklim, udara, bentang alam, flora dan fauna, pantai, pantai,
keindahan alam, keanekaragaman biota laut, pertanian, dan lain-lain. Berbagai ragam
kombinasi dari elemen sumberdaya alam dapat membentuk suatu lingkungan yang dapat
menarik wisatawan. Kualitas sumberdaya alam harus selalu dijaga untuk mempertahankan
dan bahkan meningkatkan permintaan untuk pariwisata. Komponen atau kekayaan budaya
yang memungkinkan untuk menarik wisatawan datang berkunjung ke daerah wisata meliputi
kesenian, pola kehidupan sosial masyarakat, daya tarik sosial budaya yang lainnya.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-16
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pengunjung lebih menjadi tolak ukur kesuksesan dari suatu daerah tujuan wisata dibanding
dari kuantitas atau jumlah pengunjung. Daerah kunjungan harus memperhatikan atraksi dan
pelayanan yang akan dapat meningkatkan pengalaman dan kepuasan pengunjung. Lebih lanjut
dalam Gunn (1994) diutarakan bahwa perencanaan untuk wisata harus dilakukan pada tiga
skala, yaitu :
1. Skala tapak (site scale), yang telah banyak dilakukan pada tapak dengan luasan
tertentu seperti resort, marina, hotel, taman dan tapak wisata lainnya.
2. Tujuan (destination scale), dimana atraksi-atraksi dan obyek wisata dikaitkan dengan
keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah daerah, dan sektor swasta yang dilibatkan.
3. Wilayah atau bahkan negara (region scale), dimana pengembangan lebih terarah pada
kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumberdaya yang
harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial.
Perencanaan wisata pada kawasan yang dilindungi diperlukan untuk menghindari
dampak samping yang tidak diinginkan, seperti pandangan penduduk lokal mengenai kawasan
tersebut ditetapkan bagi keuntungan orang asing bukan untuk mereka, rusaknya kawasan,
keuntungan ekonomi tidak sesuai harapan sehingga dibuat bentuk alternatif yang tidak
menjaga kelestarian kawasan, serta pembangunan tidak tepat yang dilakukan pemerintah.
Pengembangan dan perencanaan di kawasan taman nasional adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan keberdaan dan pemanfaatan sumberdaya alam (Mackinnon et al, 1993).
PT LAMALLY KONSULTAN
II-17
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
ekonomi dan standar hidup masyarakat lokal serta pembangunan ekonomi regional maupun
nasional. Sedangkan dampak negatifnya adalah terpuruknya ekonomi suatu daerah yang
menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dalam PAD karena dipengaruhi oleh
ekonomi dan keamanan global dalam suatu negara. Kemudian, ketidaksiapan suatu daerah
yang memiliki banyak obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dalam pengembangannya
mengakibatkan terjadi banyak utang daerah dan kebocoran yang dipengaruhi oleh letak
geografis, struktur perekonomian, ukuran negara, dan lainlain.
Pengaruh langsung dampak ekonomi pada kawasan wisata adalah pengeluaran
wisatawan. Wisatawan mengeluarkan uang untuk penggunaan makanan, minum, belanja,
pakaian, photografi, pertunjukan dan souvenir. Keuntungan yang ditimbulkan dengan
pembangunan paiwisata adalah menyediakan lapangan kerja, menambah pendapatan
masyarakat dan pendapatan daerah (Mc Intosh, 1990, Gunn, 1998). Salah satu peluang bagi
masyarakat sekitar suatu obyek wisata alam adalah kesempatan kerja pada obyek wisata baik
sebagai staff maupun tenaga buruh kerja. Dikembangkannya suatu obyek wisata akan
memberi dampak positif bagi kehidupan perekonomian masyarakat yaitu membuka
kesempatan berusaha seperti penyediaan makanan, minuman dan usaha transportasi baik
tradisional maupun konvensional (Supriana, 1996). Disamping terbukanya kesempatan usaha
tersebut diharapkan terjadi interaksi positif antara masyarakat dan obyek wisata alam. Peran
serta masyarakat dapat terwujud oleh karena manfaatnya dapat secara langsung dirasakan
melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha jasa wisata yang pada gilirannya akan mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Partisipasi masyarakat sekitar obyek wisata alam dapat berbentuk usaha dagang atau
pelayanan jasa baik di alam maupun di luar kawasan obyek wisata, antara lain : jasa
penginapan,
penyediaan/usaha
warung
makanan
dan
minuman,
penyediaan
toko
souvenir/cindera mata dari daerah tersebut, jasa pemandu/penunjuk jalan, menjadi pengawas
perusahaan/penguasaan wisata alam dan lain-lain (Supriana,1996).
Pariwisata sebagai penggerak sektor ekonomi dapat mendorong kegiatan sektorsektor
ekonomi yang lain sehingga dapat menciptakan keterkaitan baik ke depan maupun ke
belakang. Menurut Inskeep (1991) keuntungan ekonomi secara langsung dari pariwisata
adalah sebagai katalisator pembangunan atau sektor ekonomi lain seperti pertanian, nelayan,
konstruksi, kerajinan tangan, melalui suplai bahan makanan, pelayanan dan fasilitas prasarana
yang lain, jasa-jasa untuk wisatawan yang disediakan secara nasional, regional, dan untuk
kebutuhan masyarakat.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-18
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Berdasarkan dampak ekonomi positif dari pariwisata di atas maka peranan pariwisata
dapat menyumbang terhadap pembangunan daerah menurut Rosyidie (1995), pariwisata dapat
menyumbang terhadap pembangunan wilayah melalui peran positif berikut :
1. Dengan meningkatkan pendapatan, pariwisata meningkatkan pemenuhan dari
kebutuhan dasar penduduk setempat, ditingkat nasional melalui perolehan devisa
pariwisata mengurangi ketergantungan ekonomi luar.
2. Pariwisata mengurangi ketidakmerataan pendapatan antar wilayah.
3. Menciptakan pekerjaan dengan keramah tamahan dan sektor transportasi, pariwisata
dapat mengurangi masalah pengangguran.
4. Pariwisata dapat mendorong sektor yang lain, seperti menaikkan produksi pertanian
lokal, meningkatkan produksi perikanan, merangsang sektor industri dan bangunan.
5. Pariwisata meningkatkan prasarana dan sarana untuk penduduk setempat.
6. Pariwisata meningkatkan akses terhadap pusat pasar oleh jaringan jalan regional dan
negara.
beberapa
kelompok
Pengelompokan/pemisahan
yang
dilakukan
mempunyai
berdasarkan
kesamaan
similarity
dalam
satu
kelompok.
(kesamaan)
antarobyek
PT LAMALLY KONSULTAN
II-19
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Pada metoda partisi, posisi obyek di dalam suatu cluster tidaklah tetap. Artinya,
meskipun suatu obyek telah masuk ke dalam suatu cluster, obyek tersebut dapat mengalami
relokasi (pengelompokkan kembali) ke dalam cluster lain apabila ternyata karakteristik awal
pengelompokkan tidak akurat.
2.2
TINJAUAN KEBIJAKAN
2.2.1
pembangunan sosial. Pembangunan di sektor yang lain pada dasarnya merupakan penunjang
bagi peningkatan perekonomian nasional dan peningkatan kondisi sosial masyarakat. Di
bidang fisik, pembangunan fisik pada dasarnya merupakan penunjang dari arahan kedua
pembangunan yang telah disebutkan yaitu pertumbuhan ekonomi dan sosial. Dengan kata lain
untuk tercapainya arahan kebijaksanaan pembangunan sosial dan ekonomi perlu adanya
pembangunan fisik.
Berdasarkan hal tesebut maka pembangunan fisik perlu diarahkan untuk mencapai
tujuan tersebut. Arahan pembangunan fisik nasional pada dasarnya ditekankan pada
pembangunan fisik yang bersifat spasial/keruangan. Strategi nasional pengembangan pola tata
ruang akan dikembangkan melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat
lingkungan alam dan lingkungan sosial di masing-masing daerah. Rencana Tata Ruang daerah
yang disusun atas dasar strategi tersebut akan memegang peranan yang penting dalam
koordinasi pembangunan di daerah, sehingga perlu dimantapkan dan disempurnakan serta
selalu diikuti ketentuan-ketentuannya. Perencanaan tata ruang sendiri dilaksanakan dalam
beberapa tingkatan sesuai dengan lingkup wilayah dan kedalaman tinjauan pemanfaatan
ruang. Pada tingkat tertinggi perencanaan tata ruang dilakukan dalam ruang lingkup nasional
atas dasar tinjauan pemanfaatan ruang secara makro. Hasilnya diwujudkan dalam bentuk
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi yang selanjutnya diwujudkan lagi dalam lingkup
wilayah yang lebih kecil hingga ke dalam ruang lingkup kawasan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur dan pola ruang.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-20
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
1. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang
merata dan berhirarki;
2. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh
wilayah nasional
Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi :
1. Sistem perkotaan nasional;
2. Sistem jaringan transportasi nasional;
3. Sistem jaringan energi nasional;
4. Sistem jaringan telekomunikasi nasional;
5. Sistem jaringan sumber daya air.
1. Sistem Perkotaan Nasional
Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL. PKN dan PKW
ditetapkan dalam PP no 26 tahun 2008, PKL ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang
RTRW Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan menteri. RTRWN juga mengatur penentuan wilayah-wilayah yang merupakan
kawasan yang memiliki sifat strategis bagi kepentingan nasional (PKSN) seperti kepentingan
ekosistem, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial budaya, kawasan lindung dan
kawasan tertinggal. yaitu wilayah di perbatasan.
PKN ditetapkan dengan kriteria :
1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
2. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan
jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan atau
3. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
PKW ditetapkan dengan kriteria :
1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN;
2. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan
jasa skala provinsi atau yang melayani beberapa kabupaten; dan atau
3. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi skala
provinsi atau melayani beberapa kabupaten.
PKL ditetapkan dengan kriteria :
PT LAMALLY KONSULTAN
II-21
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan
jasa skala kabupaten atau beberapa kecamatan;
2. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi skala
kabupaten atau beberapa kecamatan.
Berdasarkan RTRWN, untuk provinsi Maluku, kota Ambon merupakan PKN dan
untuk kabupaten Buru yang termasuk dalam struktur perkotaan nasional adalah di Kota
Namlea (PKW) dengan tahap pengembangan II yaitu tahun 2015 2019 dengan program
utama pengembangan dan peningkatan fungsi.
3. Sistem Jaringan Energi Nasional, Sistem Jaringan Telokomunikasi Nasional Dan Sistem
Jaringan Sumber Daya Air
Sistem jaringan energi nasional terdiri dari jaringan pipa minyak dan gas bumi,
pembangkit listrik dan jaringan transmisi tenaga listrik. Sistem jaringan telekomunikasi
nasional terdiri dari jaringan teresterial dan jaringan satelit. Berdasarkan RTRWN kebijakan
yang ditetapkan dalam pengembangan sistem energi nasional adalah pengembangan jaringan
transmisi di kepulauan maluku yang direncanakan dilakukan dalam periode 2015 2024.
Kebijakan pengembangan sistem telekomunikasi nasional untuk provinsi Maluku
adalah pengembangan jaringan pelayanan feeder dan pulau-pulau di Nusa Tenggara-Maluku
Papua yang akan dilaksanakan dalam periode 2020 2024, pelayanan feeder di pulau-pulau
Maluku- Maluku Utara- Papua Barat Papua yang akan dilaksanakan pada periode 2015
2019. Sistem jaringan air nasional di provinsi Maluku terdiri dari wilayah sungai:
1. pulau Buru;
2. pulau Ambon Seram;
3. Kepulauan Kei Aru;
4. Kepulauan Yamdena Wetar.
Keempat wilayah sungai tersebut memiliki fungsi strategis nasional dengan program
utama konservasi sumber daya air, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-22
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-23
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan hutan lindung nasional, rehabilitasi dan
pemantapan fungsi serta pengembangan pengelolaan kawasan taman buru nasional.
gugus
pulau untuk
PT LAMALLY KONSULTAN
II-24
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
dan
disebut
sebagai
kawasan
andalan.
Kawasan
strategis
nasional
PT LAMALLY KONSULTAN
II-25
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
dan kawasan yang direncanakan pada periode 2020 2024, dan untuk pariwisata kebijakan
berupa pengembangan kawasan yang direncanakan pada periode 2015-2019.
Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi :
1. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
keseimbangan
ekosistem,
melestarikan
kawasan
tertinggal
untuk
mengurangi
kesenjangan
tingkat
perkembangan antarkawasan.
2.2.2
Maluku Kebijakan pembangunan provinsi Maluku tertuang dalam rencana Tata Ruang
Wilayah provinsi Maluku untuk kurun waktu 2007 2027.
2.2.2.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Maluku
Rencana Struktur Ruang Wilayah diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan
wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki
sarana dan prasarana wilayah, seperti sistem jaringan transportasi.
Struktur Ruang Wilayah Provinsi Maluku dilakukan berdasarkan kebijakan yang
tertuang dalam RTRWN, RTRW Provinsi di sekitarnya, hasil analisis dan kecenderungan
perkembangan pusatpusat kegiatan yang ada di Provinsi Maluku, wilayah pengembangan,
konsep gugus pulau serta mitigasi bencana alam.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-26
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2. Hierarki Kota-Kota
Berdasarkan kebijakan yang tertuang dalam RTRWN dan berdasarkan hasil analisis
dan kecenderungan perkembangan pusat-pusat kegiatan di wilayah Provinsi Maluku, sistem
hirarki perkotaan di Provinsi Maluku akan dikategorikan dalam 5 (lima) kelompok
berdasarkan fungsi dan pelayanannya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu
:
1. Kota atau daerah perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN),
yaitu kota atau perkotaan yang mempunyai wilayah pelayanan skala nasional,
disamping merupakan pintu gerbang bagi keluar masuknya arus barang dan jasa, juga
merupakan simpul perdagangan internasional;
2. Kota atau daerah perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW),
yaitu kota atau perkotaan yang mempunyai wilayah pelayanan yang mencakup
beberapa kawasan atau kabupaten;
3. Kota atau daerah perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan strategis nasional
(PKSN), yaitu kota atau perkotaan yang mempunyai fungsi pelayanan khusus dalam
menunjang sektor strategis nasional, menunjang pengembangan wilayah baru atau
penyebaran kegiatan ekonomi dan berfungsi sebagai daerah penyangga aglomerasi
pertumbuhan pusat kegiatan yang sudah ada;
4. Kota atau daerah perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan strategis provinsi
(PKSP), yaitu kota atau perkotaan yang mempunyai fungsi pelayanan khusus dalam
menunjang sektor strategis provinsi, menunjang pengembangan wilayah baru atau
penyebaran kegiatan ekonomi dan berfungsi sebagai daerah penyangga aglomerasi
pertumbuhan pusat kegiatan yang sudah ada, dan diharapkan dapat meningkat menjadi
PKW atau PKSN sesuai dengan hirarki perkotaan dalam RTRWN 2008;
PT LAMALLY KONSULTAN
II-27
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5. Kota atau daerah perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan lingkungan (PKL),
yaitu kota atau perkotaan yang mempunyai fungsi pelayanan dalam melayani beberapa
kota yang berhirarki lebih rendah.
Perwilayahan Pembangunan di Provinsi Maluku menggunakan konsep gugus pulau.
Setiap gugus pula memiliki satu pusat dan wilayah pelayanan masing-masing. Dalam RTRW
provinsi Maluku telah ditetapkan 12 gugus pulau dan Kabupaten Buru termasuk gugus pulau
I.
Tabel 2.1 Gusus Pulau, Fungsi dan Prioritas Pengembangan dan Rencana
Pengembangan Infrasrtuktur
Sistem kota-kota di provinsi Maluku dimantapkan berdasarkan hirarki dan fungsi kota.
Dalam sistem kota tersebut kedudukan Kabupaten Buru adalah sebagai berikut
aksesibilitas
ke
wilayah
belakang
yang
dilayaninya
melalui
PT LAMALLY KONSULTAN
II-28
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-29
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-30
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-31
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-32
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pembangunan wilayah dan sebagai sistem bersama dalam mengatasi keterbatasan transportasi
laut yang sangat dipengaruhi musim. Prioritas pengembangan prasarana transportasi darat di
Provinsi Maluku ditujukan pada pulau-pulau besar yang masih kurang dimanfaatkan berbagai
sumber dayanya, serta untuk membuka keterisolasian daerah-daerah permukiman yang ada
dan daerah transmigrasi , baik yang sudah ada maupun yang direncanakan. Hal ini sekaligus
untuk memperlancar proses penjalaran perkembangan wilayah, pulau-pulau tersebut antara
lain Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Yamdena, Pulau Kei Besar, Pulau Kobror, dan Pulau
Wetar. Disamping itu pengembangan sistem prasarana transportasi darat juga diprioritaskan
pada pulau-pulau terpencil yang relatif terbelakang perkembangannya, seperti Pulau Babar,
Pulau Sermata, Pulau Leti, Pulau Moa, Pulau Lakor, Pulau Kisar, Pulau Gorom, Pulau
Manowoko, dan Pulau Kesui.
Secara makro, kebijakan pengembangan jaringan jalan di Provinsi Maluku diarahkan
untuk :
1. Mengembangkan sistem jaringan jalan wilayah yang terintegrasi dengan sistem
transportasi Provinsi Maluku dan sistem transportasi regional sebagai upaya
meningkatkan aksesibilitas kawasan melalui pengembangan infrastruktur jaringan
yang efisien. Aksesibilitas kawasan yang efektif akan secara optimal mendukung
pembangunan sektor pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata di Provinsi
Maluku;
2. Mengembangkan sistem jaringan jalan perkotaan yang terintegrasi dengan
pengembangan sistem kota sesuai dengan RTRW sebagai upaya meningkatkan
kapasitas kota-kota dalam fungsinya sebagai pusat-pusat pelayanan wilayah/kawasan;
3. Mengembangkan sistem jaringan jalan poros desa yang terintegrasi dengan jaringan
jalan wilayah dalam rangka menunjang transportasi orang, barang dan jasa dan
kawasan-kawasan produksi dan permukiman ke kawasan pusat pelayanan, distribusi
dan pasar.
4. Mengembangkan sistem jaringan jalan perdesaan secara optimal dalam rangka
menunjang pengembangan kawasan-kawasan pedesaan secara mandiri;
5. Mengembangkan sistem jaringan jalan dalam kaitan dengan evakuasi bila terjadi
bencana alam.
B. Angkutan Penyeberangan.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-33
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
C. Angkutan Jalan.
Rencana jaringan prasarana dan jaringan pelayanan angkutan jalan sebagai pendukung
aksesibilitas simpul angkutan laut, angkutan udara dan penyeberangan dengan pembangunan
simpul-simpul transportasi jalan di Kabupaten Buru, Kabupaten Seram Bagian Barat,
Kabupaten Seram Bagian Timur< Kabupaten Maluku Tenggara dan Kepulauan dimana
simpul-simpul tersebut dihubungkan dengan jaringan pelayanan.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-34
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-35
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Pembangkit listrik dikembangkan pada lokasi yang memiliki sumber daya energi dan
disesuaikan dengan besaran kebutuhan energi di wilayah yang dilayaninya.
Pembangkit listrik ditetapkan untuk melayani keterpaduan jaringan pembangkit dan
jaringan transmisi baik secara nasional maupun antar provinsi.
2. Jaringan terinterkoneksi.
Jaringan terinterkoneksi dikembangkan untuk menghubungkan kawasan perkotaan
yang terdiri atas sistem jaringan lintas provinsi, dan lintas kabupaten/kota. Jaringan
terinterkoneksi ditetapkan untuk melayani PKN dan kawasan andalan dan kawasan
strategis nasional.
3. Jaringan terisolasi.
Jaringan terisolasi dikembangkan di daerah terpencil yang berdiri sendiri serta jauh
dari pusat pelayanan. Jaringan terisolasi ditetapkan untuk: (a). melayani kawasan yang
tersebar atau terpisah-pisah. (b). melayani daerah terpencil yang berdiri sendiri. (c).
Melayani kawasan yang jauh dari pusat pelayanan.
4. Penyediaan sumber energi (pembangkit listrik) cadangan dalam mengantisipasi
terjadinya bencana alam.
5. Pembangkit listrik bersumber dari energi : gelombang pasang, air, angin, laut,
bioenergi, tenaga surya, dan tenaga panas bumi. Ada beberapa tempat yang diduga
mempunyai potensi panas bumi untuk dikembangkan, seperti :
a. Tulehu, Awalnya pernah dilakukan penyelidikan awal potensi panas bumi di
Tulehu, tetapi belum ditindaklanjuti;
b. Oma;
c. Nusalaut;
d. Saparua;
e. Waeapo (Pulau Buru);
f. Kabupaten Kepulauan Aru, khususnya Kepulauan Aru Selatan (Batu Goyang
dan sekitarnya).
PT LAMALLY KONSULTAN
II-36
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-37
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
4. Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang terpadu antar sektor dan antar
wilayah yang terkait di provinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai akan dilakukan
dengan pendekatan budaya, terutama untuk menggali dan merevitalisasi kearifan lokal
(local wisdom) yang secara tradisi banyak tersebar di masyarakat Indonesia;
5. Mengarahkan pemanfaatan sumberdaya air dalam rangka mengantisipasi terjadinya
bencana alam;
6. Penyulingan air laut sebagai salah satu alternatif penyediaan air tawar;
7. Mengarahkan tiap kabupaten untuk meyediakan minimal 30% dari wilayahnya untuk
kawasan lindung/hutan yang berfungsi sebagai resapan air (catching area);
8. Mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi kawasankawasan konservasi air dalam usaha membatasi konversi lahan.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-38
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
1.1
Jenis Kawasan
Kawasan Lindung
Yang
Memberikan
Perlindungan
Kawasan
Bawahnya
Kawasan Hutan
Lindung
Tujuan Perlindungan
Lokasi
1.
2.
3.
4.
5.
II
Kawasan
Perlindungan
Setempat
PT LAMALLY KONSULTAN
II-39
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
No
2.1
Jenis Kawasan
Sempadan pantai
Tujuan Perlindungan
Melindungi wilayah pantai
dari usikan kegiatan yang
menggangu kelestarian fungsi
pantai
2.2
Sempadan Sungai
Melindungi
sungai
dari
kegiatan manusia yang dapat
menggangu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi
fisik dan dasar sungai, serta
pengamanan aliran sungai
2.3
Sekitar Danau
III
Kawasan
Alam
Kawasan
Alam
3.1
3.2
Lokasi
Sepanjang pantai di Provinsi Maluku,
Melindungi keanekaragaman
biota, tipe ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi
kepentingan plasma nutfah
ilmu
pengetahuan
dan
pembangunan
pada
umumnya.
1.
Melindungi keanekaragaman
biota, tipe ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi
kepentingan plasma nutfah,
ilmu
pengetahuan
dan
pembangunan
pada
umumnya.
1.
Suaka
Kawasan Suaka
Alam Laut dan
Perairan lainnya
2.
Taman Nasional
dan Wisata Alam
Pengembangan pendidikan,
rekreasi dan pariwisata, serta
peningkatan
kualitas
lingkungan sekitarnya dan
perlindungan
dari
pencemaran.
1.
2.
IV
Kawasan
Bencana
Suaka
2.
3.3
Rawan
PT LAMALLY KONSULTAN
1.
2.
3.
II-40
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-41
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2.2.4
2027 mencakup :
1. rencana pembangunan daya saing wilayah;
2. rencana pemerataan pembangunan;
3. rencana pembangunan menyeluruh;
4. rencana pembangunan kolaborasi ergional,;
5. rencana pembangunan klaster industri.
Rencana tersebut diupayakan dilakukan diseluruh Kabupaten yang terdapat di provinsi
maluku.
2.2.5
Rencana Kependudukan
Rencana kependudukan adalah berkaitan dengan rencana dan kebijakan sektor
PT LAMALLY KONSULTAN
II-42
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Provinsi
Maluku
dalam
pelaksanaan
transmigrasi
juga
PT LAMALLY KONSULTAN
II-43
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-44
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2.2.6
PT LAMALLY KONSULTAN
II-45
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-46
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
b.
pertumbuhan
ekonomi
daerah
secara
berkelanjutan,
ekonomi
dengan
kabupaten/kota
atau
provinsi
yang
berdekatan.
c. Terwujudnya Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Demokratis ditunjukkan
oleh:
i. Mengoptimalisasi penerapan tata pemerintahan yang baik dan bersih
(good and clean governance) di seluruh struktur pemerintah daerah
secara disiplin dan sungguhsungguh;
ii. Merubah cara pandang, perilaku dan etos kerja pada jajaran birokrasi
serta
berusaha
mentransformasikan
semangat
interpreuneurship
PT LAMALLY KONSULTAN
II-47
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
jaringan
komunikasi
antara
lembaga
legislatif,
PT LAMALLY KONSULTAN
II-48
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
komunikasi,
artikulasi,
kota
mendukung
Namlea
kelancaran
sebagai
Kota
Kabupaten
penyelenggaraan
yang
pemerintahan,
PT LAMALLY KONSULTAN
II-49
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
wilayah yang mendukung opsi kabupaten Buru sebagai lumbung pangan dan
lumbungternak
3. Kawasan Waeapo, Kawasan Waeapo dengan sentra ekonomi pada Desa Waenetat di
mana pertanian tanaman pangan sebagai leading sector . Kawasan ini telah tersedia
jaringan irigasi dan jaringan jalan yang menghubungkan dengan kota Kabupaten, juga
didukung fasilitas telekomunikasi, penerangan serta lembaga keuangan dan
perbankan.Kawasan ini juga memiliki potensi perikanan dengan tersedianya 600 Ha
lahan untuk budidaya tambak di sepanjang daerah pesisir
4. Kawasan Teluk Kayeli, Sentra ekonomi terletak di desa Masarete dengan leading
sector perikanan didasarkan pada pertimbangan bahwa pada kawasan tersebut telah
terbangun Cold Storage, Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Fasilitas perikanan tersebut
didukung prasarana jalan yang menghubungkan wilayah tersebut dengan kota Namlea.
Selain sektor perikanan kawasan tersebut juga merupakan wilayah pengembangan
sektor usaha perkebunan dan peternakan yang akan berfungsi sebagai penyangga kota
Namlea
5. Kawasan Ilath-Batujungku, Kawasan Ilath Batujungku diperuntukan sebagai
kolektor ekonomi dan sebagai titik antar moda yang menghubungkan wilayah Buru
Selatan dan Buru utara Timur. Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan pertanian
terpadu dengan leading sektor tanaman pangan dan perkebunan dan didukung sektor
peternakan Pada kawasan ini telah terbangun akses jalan dari Wamsait (Parbulu) yang
menhubungkan wilayah transmigrasi melalui masarete/Kayeli Ilath dengan jarak
tempuh
Untuk
68 Km.
mendukung kawasan ini direncanakan akan dibangun small
port di ilath dan didukung oleh program transmigrasi serta pembangunan irigasi pada
dataran Batujungku (Sungai Waepoti) guna pembangunan lahan pertanian tanaman
pangan pada Dataran Batujungku, Dataran Pela, dan Dataran Seith yang akan
dijadikan wilayah penyangga Ilath sebagai titik moda angkutan Kawasan ini juga
diharapkan sebagai penyangga untuk mensupplai kebutuhan perikanan di kawasan
masarete/Kayeli
6. Kawasan Teluk Bara (Air Buaya), Teluk Bara dalam struktur ruang provinsi telah
ditetapkan sebagai pintu keluar dari Kabupaten Buru berdasarkan pertimbangan bahwa
teluk Bara memiliki perairan yang selalu tenang sepanjang tahun dan memiliki potensi
perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kawasan ini juga memiliki potensi
perkebunan terutama kelapa, kakao/coklat dan vanili. Teluk Bara merupakan orde
regional yang menghubungkan Kabupaten Buru dengan Kabupaten Sula (Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-50
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Utara) dengan rencana akan dibangun srana transportasi laut berupa pe.abuhan Ferry
di teluk Bra dan karena letaknya pada ALKI SEA LINE III, maka oleh investor
merencanakan akan membuka bunker minyak guna mensuplai kapal-kapal yang
melintasi daerah ini.
7. Kawasan Dataran Rana, Dataran Rana memiliki potensi untuk dikembangkan
pembangkit listrik tenaga air dan agrowisata. Kawasan ini berfungasi sebagai paruparu dan sumber air bagi Pulau Buru
PT LAMALLY KONSULTAN
II-51
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
wilayah di Buru. Ruas jalan Air Buaya-Teluk Bara- Biloro untuk menghubungkan kantongkantong produksi ke pusat pemasaran, membuka keterisolasian, mengurangi kesenjangan
wilayah dan akses objek-objek wisata potensial.
Kebijakan pengembangan wilayah secara eksternal diprioritaskan pada :
1. pembangunan pelabuhan (small port) pada pintu-pintu keluar;
2. sentralisasi pertumbuhan pada pusat-pusat yang sudah ada dan pusat-pusat baru yang
memiliki potensi pengembangan yang tinggi dan didukung oleh keberadaan daerah
belakangnya;
3. pengembangan sistem interaksi dari pintu-pintu keluar ke pusat-pusat pertumbuhan di
wilayah lain;
4. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam bernilai tinggi dengan orientasi ekspor ke
wilayah lain.
Selain pengembangan transportasi darat/laut, pengembangan transportasi udara
merupakan kebutuhan yang mendesak karena lapangan terbang yang ada (Namlea) sudah
tidak memadai karena berada dalam wilayah pengembangan kota.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-52
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pembangunan
prasarana
dan
sarana
dasar
untuk
mengatasi
PT LAMALLY KONSULTAN
II-53
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
11. Revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat untuk memacu dan mendorong aktivitas, kreativitas, inovasi dan
motivasi masyarakat
2.2.7
Rencana Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Wilayah Kabupaten Buru
Meliputi :
1. Rencana pemanfaatan dan pengelolaan Wilayah pesisir dan laut
2. Rencana dan arahan Pengelolaan Kawasan Lindung
a. Zona lindung lokal dan zona penyangga Hutan Mangrove , Kawasan yang
direncanakan meliputi : wilayah ekologi Teluk Kayeli (Desa Kayeli sampai
Namlea), wilayah ekologi Buru Utara yaitu pesisir pantai Teluk Bara .
b. Kawasan Lindung Sempadan pantai, sempadan sungai dan sempadan danau
Perencanaan kawasan lindung sempadan pantai, sempadan sungai dan
sempadan danau diarahkan untuk kawasan-kawasan yang masih mungkin
untuk dipertahankan. Sempadan pantai berjarak 100 m atau disesuaikan lebar
pantai, semadan sungai utama 100 meter, sub sungai 50 meterdan sempadan
sungai yang melewati kawasan permukiman atau kota 15 meteratau
disesuaikan dengan jarak sempadan yang tersisa atau topografi sungai.
Kawasan lindung untuk sempadan danau 100 meter.
c. Kawasan Lindung DAS, Seluruh DAS yang tersebar di Kabupaten Buru
penting dikonversi terutama catchment area atau lahan atas yang menutupi di
sekitar hulu DAS serta vegetasi di sepanjang aliran sungai.
d. Kawasan Rawan Bencana, Kawasan rawan banjir meliputi wilayah ekologis
Teluk Kayeli di desa Kaki Air, wilayah ekologis Buru Utara mencakup desa
Air Buaya, Maspair, Wamlana dan Wainibe. Abrasi dan akresi umumnya
terjadi di pesisir pantaiwilayah ekologi Teluk Kayeli, pesisir Timur kota
Namlea, sampai Jikumarasa, Tanjung Wat dan Tanjung Labasa. Erosi terjadi
sepanjang DAS Kayeli, Wailiang- Samalagi, Waprea, Waplau Sawa
Sedimentasi terjadi di muarasungai Wai Apu, dan Teluk Pasir, Bara, Air
Buaya, Wamlana, Wainibe dan di pantai Jikumerasa- Ubung.
3. Rencana dan Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya
a. Kawasan Budidaya perikanan, Kawasan yang potensial untuk budidaya
perikanan di Kabupaten Buru meliputi 2 perairan yaitu teluk Kayeli dan
Salioniseluas 975,8 ha.
PT LAMALLY KONSULTAN
II-54
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
II-55
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
3.1
METODOLOGI PENDEKATAN
3.1.1
Pendekatan Dasar
Pendekatan dasar yang digunakan dalam Pembuatan Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (RIPPDA) Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
adalah sebagai berikut :
1. Azas keterpaduan (Integrated)
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Pantai
Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku harus memiliki keterkaitan
dengan strategi makro yang telah ditetapkan baik pada tingkat nasional maupun
regional yang dimaksudkan untuk melahirkan sinergi pada berbagai tingkat
pengembalian keputusan (keterkaitan secara vertikal). Selain itu Pembuatan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Pantai Jikumerasa Namlea
Kabupaten Buru, Provinsi Maluku juga harus terintegrasi dengan perencanaan sektor
formal maupun sistem perwilayahan yang berkaitan hal tersebut untuk menghindari
terjadinya konflik kepentingan antar sektor maupun wilayah (keterkaitan secara
horizontal).
2. Azas Keberlanjutan
Sebagai prinsip utama Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPDA) Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku yang
memperhatikan keseimbangan balance of life (hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia dan manusia dengan alamnya). Dalam prinsip pembangunan
yang berkelanjutan berusaha mengembangkan nilai-nilai :
a. Berpijak pada komitmen dalam memadukan pembangunan dengan lingkungan
sejak awal penyusunan proses kebijaksanaan dan pengambilan keputusan;
b. Sebagai pembangunan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan generasi
sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan mereka sendiri;
c. adanya antisipasi dan pemantauan terhadap proses perubahan.
3. Azas Keterkaitan antar wilayah/kawasan
PT LAMALLY KONSULTAN
III-1
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Dengan melihat keterkaitan antar wilayah/kawasan yang diikat oleh kesamaan sejarah,
kondisi alam atau sumber daya. Dalam kaitan ini pembagian administrasi bukanlah
prioritas utama dalam penyusunan kawasan atau koridor pariwisata. Pendekatan ini
diharapkan akan mendorong terjadinya kesamaan antar daerah.
lingkungan
hidup.
Pendekatan
ini
akan
menggambarkan
kinerja
PT LAMALLY KONSULTAN
III-2
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
III-3
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
3.2
PT LAMALLY KONSULTAN
III-4
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
III-5
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Output berupa daftar indeks kemudahan pencapaian kesetiap lokasi yang akan
dijadikan pusat pelayan wisata (center of service).
4. Pemilihan lokasi pusat pelayanan (center of service) yang berupa gerbang pintu masuk
wisata, desa wisata, desa pusat pelayanan wisata atau juga tempat pemberhentian.
Pemilihan lokasi didasarkan pada hasil analisis kemampuan lahan, analisis dan
pengembangan sumberdaya wisata dan analisis aksesibilitas.
5. Menganalisis permintaan pariwisata, dengan cara melihat pola pergerakan wisatawan
baik mancanegara maupun nusantara, memperkirakan target kunjungan wisatawan
serta perkiraan pasar wisata.
6. Mencari cara untuk mengantisipasi dan mengatasi bencana alam melalui metode
analisis kajian literatur.
7. Menentukan peluang investasi pariwisata (investment opportunity) dengan melihat
peluang usaha yang paling berpotensi untuk dikembangkan.
8. Pembahasan dan arahan berdasarkan syariat Islam tentang kesenian dan kebudayaan
masyarakat.
Pada akhirnya segala informasi dan hasil analisis diatas akan dijadikan input dalam
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Pantai Jikumerasa
Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku yang berupa konsep, strategi dan kebijakan
Pengembangan Pariwisata Daerah Pantai Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.
PT LAMALLY KONSULTAN
III-6
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
3.3.1
PT LAMALLY KONSULTAN
III-7
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
1. Analisis dan Pengembangan sumberdaya wisata, terdiri dari sumberdaya wisata alam
dan sumberdaya wisata budaya.
2. Pemilihan Lokasi Pusat Pelayanan.
3. Analisis aspek permintaan pariwisata.
4. Mengatasi bencana alam.
5. Pembahasan dan arahan berdasarkan g kesenian dan kebudayaan masyarakat
Kabupaten Buru.
3.2
Analisis Kuantitatif
Suatu analisis yang dilakukan dengan menggunakan model matematika. Dalam
metode ini elemen dan faktor-faktor yang ada diformulasikan ke dalam bentuk besaran yang
akan memberikan nilai atas kondisi wilayah, sehingga dapat diambil kesimpulan terhadap
faktor dan elemen yang dianalisis. Adapun analisis yang dilakukan yaitu :
1. Penilaian Kemampuan Lahan atau disebut (Visual Absorption Capability) disingkat
VAC.
2. Analisis Aksesibilitas ( Jumlah paspor/visa, jumlah karcis (masuk lokasi wisata,
transportasi, dan sebagainya))
3. Target kedatangan wisatawan
4. Jumlah pengeluaran tiap wisatawan dalam melakukan kegiatan berwisata, dan
sebagainya.
3.4
PT LAMALLY KONSULTAN
III-8
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Wawancara atau tanya jawab dilakukan terhadap responden yang dianggap berkaitan
dengan studi. Adapun informasi yang diperlukan dalam melakukan survey primer,
dalam perencanaan pengembangan pariwisata antara lain :
a. Mengetahui jumlah wisatawan yang tiba atau yang menginap di hotel
b. Asal wisatawaan
c. Lamanya tinggal di daerah tujuan wisata
d. Perkiraan pengeluaran pengunjung
e. Angka yang menunjukkan kedatangan pengunjung
f. Angka yang menunjukkan metode dan golongan alur pengangkutan, dan
sebagainya yang dianggap relevan.
sekunder
dapat
berupa
buku-buku
di
perpustakaan,
instansiinstansi/
dinas/lembaga, tokoh masyarakat dan hasil studi pustaka tentang pariwisata ataupun literatur
lainnya. Data ini umumnya sudah terpola sesuai dengan aturan masingmasing lembaga.
Adapun instansi-instansi yang akan di datangi yaitu BAPPEDA Provinsi Maluku, BPS
Provinsi Maluku, Dinas Pariwisata Provinsi Maluku, BAPPEDA Kabupaten Buru, Dinas
Perhubungan Kabupaten dan lain lain.
PT LAMALLY KONSULTAN
III-9
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
4.1
4.1.1
Kondisi Geografis
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-1
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
terkecil terdapat pada Kecamatan Bata Bual (292,60 Km atau 3,85% dari luas kabupaten).
Untuk lebih jelasnya mengenai luas kecamatan lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.1
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-2
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
b. DAS Namloa yang mengalir kearah Timur dengan tingkat kecepatan tinggi
sangat tinggi;
c. DAS Leksula yang mengalir kearah Selatan dengan tingkat Kecepatan sedang
tinggi;
d. DAS Labuan Leko yang mengalir kearah Barat dengan tingkat Kecepatan
rendah sedang.
2. Zona Air Tanah
Dari kondisi tersebut di atas dan di dukung oleh kontrol batuan dan struktur geologi,
maka secara umum neraca air tanah menunjukkan terapat 2 (dua) zona air tanah yaitu :
a. Zona air tanah rendah, yang pada umumya menempati peunggung pemisah air
morfologi ("morphological water devided") sebagai pemisah daerah tangkapan
hujan ("catchment area") keempat wilayah DAS tersebut diatas, serta pada
2(dua) punggung yang terdapat di selatan daerah studi.
b. Zona air tanah sedang tinggi menempati hampir seluruh wilayah studi, yang
mengelilingi Pulau Buru. Kawasa ini dapat tercapai jika sistem vegetasi tetap
terjaga, sehingga tingkat peresapan ("recharged") dapat di pertahankan, dan
"surface run off" dapat dicegah dan diperkecil.
3. Hidro Oceanografi
Sesuai dengan kondisi geografisnya Kabupaten Buru dikeleingi oleh Laut Seran di
Utara danLaut Banda di Selatan\, dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan sebagai
Kabupaten yang berada di dalam Provinsi Kepualuan Maluku. Oleh karena itu pada
bagian Utara dan Selatan berada pada posisi gapura energi gelombang yang tinggi
pada musim Barat maupun musim Timur, dengan arus Laut dari Selatan yang sangat
kuat pada nusim Tiur yang berlangsung Juni sampai September.
Berdasarkan kondisi tersebut dan sesuai dengan posisi Pulau Buru yang berada di
Busur Luar Kepulauan Non Magmatik, maka Laut Seram di Utara dan Laut Banda di
Selatan merupakan 2 (dua) palungLaut dalam (Samudera) yang sangat mempegaruhi
wilayah ini, dengan kondisi batimetri yang sangat dalam. Disisi lain Pulau Buru
memiliki potensi Sumber daya perikanan yang tinggi di dukung keberadaan di jalur
ALKI III menghubungkan Timur Barat dan Utara seperti telah dijelaskan dimuka.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-3
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Dataran Tinggi (plateau / Pedmont) dengan kelerengan yang bervariasi. Kabupaten Buru
didominasi oleh kawasan pegunungan dengan elevasi rendah berlereng agak curam dengan
kemiringan lereng > 40 % yang meliputi luas 15,43% dari keseluruhan luas daerah ini. Jenis
kelerengan lain yang mendominasi kawasan ini adalah elevasi rendah berlereng
bergelombang dan agak curam serta elevasi sedang berlereng bergelombang dan agak curam
dengan penyebaran lereng di bagian Utara dan Barat rata-rata berlereng curam terutama di
sekitar Gunung Kepala Madan. Sedangkan di bagian Timur terutama di sekitar Sungai
Waeapo merupakan daerah elevasi rendah dengan jenis lereng landai sampai agak curam.
Sedangkan
secara
geomorfologis,
bentangalam
di
Kabupaten
Buru
dapat
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-4
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
didominasi oleh kawasan pegunungan dengan elevasi rendah berlereng agak curam dengan
kemiringan lereng > 40 % yang meliputi luas 15,43% dari keseluruhan luas daerah ini. Jenis
kelerengan lain yang mendominasi kawasan ini adalah elevasi rendah berlereng
bergelombang dan agak curam serta elevasi sedang berlereng bergelombang dan agak curam
dengan penyebaran lereng di bagian Utara dan Barat rata-rata berlereng curam terutama di
sekitar Gunung Kepala Madan. Sedangkan di bagian Timur terutama di sekitar Sungai
Waeapo merupakan daerah elevasi rendah dengan jenis lereng landai sampai agak curam.
Sedangkan
secara
geomorfologis,
bentangalam
di
Kabupaten
Buru
dapat
4.1.1.5 Klimatologi
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Buru pada tahun 2013-2014 adalah berkisar 23,3C
- 30,7C, sedangkan suhu udara maksimum terjadi pada Desember (32, 4C),serta suhu udara
minimum terjadi pada Agustus (22,0C) Tingkat kelembaban udara relatif tinggi rata-rata
81,3 % yang terkait dengan radiasi matahari rata-rata 68,8%, curah Hujan pada tahun 2013-
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-5
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
2014 berkisar antar 0,0 mm (Oktober) sampai 323,3 mm (Januari) dan kecepatan angin
berkisar antara 8 34 knot. Tercatat bahwa di daerah ini terjadi curah hujan selama 7 bulan
(JanuariJuli), dan bulan kering (Agustus- Desember).
Tabel 4.3 Kelembaban Udara dan Penyinaran Matahari di Kabupaten Buru 2013-2014
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-6
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Iklim di Wilayah Kepulauan Maluku dipengaruhi oleh iklim tropis dan iklim musim
yang disebabkan oleh kondisi Pulau Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dan dikelilingi oleh
lautan. Berdasarkan data klimatologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika Ambon, maka
suhu rata-rata di Provinsi Maluku adalah 26,8oC dengan curah hujan 186,3 mm.
4.1.1.6 Geologi
Kondisi Geologi di Kabupaten Buru adalah sebagai berikut :
1. Satuan Litostratigrafi Kabupaten Buru disusun oleh Batuan Metamorfosa / malihan,
yang dituutp oleh batuan sedimen baik selaras maupun tidak selaras di atasnya,
sertabatuan terobosan / intrusi yang memotong batuan metamorfosa dan batuan
sedimen` diatasnya. Untuk melihat susunan stratigrafis Kabupaten Buru dapat dilihat
pada Tabel berikut.
2. Struktur Geologi, Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa batuan tertua di Pulau
Buru adalah Kompleks metamorfosa / malihan regional dinamotermal yang berumur
Pra Tersier (Permo). Poros Lipatan (antiklin dan sinklin) yangberarah Baratlaut
Tenggara menunukanbahwa tekanan gaya Kompressoal berasal dari Timur laut
Barta daya untuk batuan yang berumur Pra Tersier. Kemudian pda tersier pola arah
umum perlipatan menjadi Timur Barat, yang berarti bahwa arah gaya Kompressional
berarah Uatar Selatan, hal ini menunjukan adanya rotasi dari Pra Tersier ke Tersier.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-7
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-8
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Sesar Normal/Turun Tensional dan pasangan (shear Fault" tersebut diatas dan
ditambah denga tingkat rekahan yang sangat intensif menjadi faktor pengontrol pola dan
genetika aliran sungai di wilayah ini (Lihat Gambar berikut)
Gambar 2.1 Sejarah Tektonik Pembentukan Struktur Geologi Kabupaten Buru (Pulau
Buru) dan Sekitarnya
Demikian maka Kabupaten Buru cukup rawan akan terjadinya pesoalan tanahyang
dipicu oleh gempa tektonikyan gsangat intensif di wilayah ini. Hal ini akan dianalisis lebih
lanjut di dldalam pemantauan zona resiko bencanaalam selanjutnya.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-9
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
terdiri dari perkampungan seluas 1.841,75 Ha dan perkotaan juga dengan luas 62,53 Ha atau
sebesar 0.41 % dari total luas wilayah daratan Kabupaten Buru.
Hutan Primer merupakan kawasan penggunaan lahan yang paling luas yaitu
mempunyai luas kira-kira 274.746,81 Ha atau sekitar 59.98 % dari luas total wilayah daratan
Kabupaten Buru yang tersebar di semua kecamatan. Penyebaran hutan ini yang mempunyai
prosentase terbesar terdapat di Kecamatan Air Buaya seluas 128.821,00 atau 28.12 % dan
Waeapo seluas 94.064,83 Ha (20.54 %). Untuk kecamatan yang lainnya hanya mempunyai
luasan kurang dari 10 %.
Hutan Sekunder yang ada di Kabupaten Buru sangat kecil dan bahkan hanya
terkonsentrasi di Kecamatan Batabual, dimana luas dari lahan ini hanya sekitar 2,321.56 Ha
atau setara dengan 0.51 % dari luas wilayah daratan Kabupaten Buru. Hutan Mangrove yang
terdapat di Kabupaten Buru relative kecil hanya berkisar 4.145,07 Ha atau 0.90 %. Hutan
Mangrove ini tersebar di 4 wilayah kecamatan, Kecamatan Waplau tidak terdapat ekologi
hutan mangrove. Penyebaran mangrove yang paling besar terdapat di Kecamatan Waeapo
seluas 2.976,55 Ha atau 0.65 % selanjutnya disusul oleh Kecamatan Air Buaya, Namlea dan
Batabual masing-masing 659.72 Ha (0.14 %), 441.29 Ha ( 0.10 %) dan 67.51 Ha (0.01 %).
Hutan Mangrove ini pada umumnya tersebar pada daerah rawa-rawa yang masih
terjaga ekosistemnya Hutan Gambut yang ada di Kabupaten Buru sangat kecil dan bahkan
hanya terkonsentrasi di Kecamatan Batabual, dimana luas dari lahan ini hanya sekitar 272.00
Ha atau setara dengan 0.06 % dari luas wilayah daratan Kabupaten Buru.
Belukar/Semak merupakan salah satu penggunaan lahan yang kurang produktif,
dimana penggunaan lahan ini mempunyai luasan kurang lebih 105.798,74 Ha atau 23.10 %
dari wilayah daratan kabupaten. Belukar/semak ini tersebar di semua kecamatan dengan area
sebaran yang terluas berada di Kecamatan Waeapo seluas 58.401,56 Ha atau 12,75 %,
kemudian diikuti oleh Kecamatan Wapalu dan Kecamatan Namlea masing-masing 28.083,62
Ha (6.13 %) dan 9.563,87 Ha (2.09 %). Sedangkan di Kecamatan Air Buaya dan Batabual
kurang dari 5 % luasannya. Perkebunan merupakan salah satu penggunaan lahan yang perlu
dikembangkan, dimana penggunaan lahan ini mempunyai luasan kurang lebih 7.624,76 Ha
atau 1.66 % dari wilayah daratan kabupaten. Perkebunan ini hanya tersebar di 3 kecamatan,
yaitu kecamatan Wapalu, Air Buaya dan Kecamatan Waeapo. Sebaran yang terluas berada di
Kecamatan Waplau seluas 4.916,76 Ha atau 1.07 %, kemudian diikuti oleh Kecamatan Air
Buaya dan Kecamatan Waeapo masing-masing 1.673,55 Ha (0.37 %) dan 1.034,45 Ha (0.23
%). Ladang/Tegalan yang telah dikembangkan di wilayah ini sangat kecil karena hanya 1.41
% saja atau seluas 6.476,79 Ha. Kegiatan usaha yang dilakukan untuk ladang/tegalan hanya
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-10
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
terdapat di 3 kecamatan saja. Lahan unstuck ladang/tegalan yang telah diusahakan terluas
hanya sekitar 3.289,39 Ha atau 0.72 % dari luas kabupaten yaitu di Kecamatan Air Buaya,
selanjutnya Kecamatan Batabual seluas 2.269,75 Ha atau 0.50 %, serta 917.22 Ha atau 0.20 %
berada di Kecamatan Waeapo.
Sawah yang sudah diusahakan di Kabupaten Buru juga relative kecil sekitar 1.82 %
atau seluas 8.337,35 Ha. Pengembangan sawah sampai saat ini hanya terdapat di 4 kecamatan
yaitu Air Buaya, Batabual, Waeapo dan Waplau dengan luas masing-masing yaitu 3.658,19
Ha (0.80 %), 916,34 Ha (0.20 %), 3.438,06 Ha (0.75 %) dan 324,77 Ha (0.07 %). Di
kecamatan Waeapo merupakan lokasi pengembangan persawahan yang paling luas di
Kabupaten Buru. Lahan terbuka merupakan penggunaan lahan yang terlantarkan dimana
lahan dibuka kemudian tidak ada usaha untuk pemanfaatan penggunaannya. Lahan terbuka ini
biasanya ditelantarkan dan ditumbuhi tanaman semacam rumput-rumputan. Penggunaan lahan
ini tersebar di semua kecamatan. Total dari lahan terbuka ini adalah 26.697,54 Ha atau 5.83 %
dengan area yang terluas terdapat di Kecamatan Namlea seluas 10.630,26 Ha atau 2.32 %
sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Wapalu yaitu 1.539,48 Ha atau 0.34 %.
Permukiman yang ada di Kabupaten Buru tersebar merata di semua kecamatan.
Pemukiman ini tersebar secara berkelompok dan sebagian lagi tersebar secara berpencar.
Kelompok-kelompok pemukiman yang ada pada umumnya terkonsentrasi di kawasan pantai
dan sepanjang jalan lintas kabupaten. Luas dari pemukiman ini 1.904,28 Ha atau 0.41 % dan
kecamatan yang terluas untuk areal permukiman ada di Kecamatan Namlea yaitu 522,30 Ha
(0.11 %) sedangkan yang paling sedikit penyebaran pemukimannya terdapat di Kecamatan
Batabual hanya 94.47 Ha atau setara 0.02 %.
4.1.2
Sumberdaya Alam
4.1.2.1 Pertanian
Sektor Pertanian mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia umumnya
dan Kabupaten Buru pada Khususnya. Peranan sektor pertanian ini dapat dilihat dari
kontribusinya pada PDRB Kabupaten Buru, yaitu sebesar 61,40 % di tahun 2013, dengan
penyerapan tenaga kerja yang relatif cukup besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain
itu, Kabupaten Buru dijadikan lumbung hasil pertanian Provinsi Maluku. Untuk Luas Panen,
produksi dan hasil per Ha dapat dilihat pada Tabel 4.7
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-11
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Untuk produksi padi sawah hanya terdapat pada Kecamatan Waeapo dengan luas
panen sebesar 6.614 ha, produksi 26.203 ton dan rata-rata produksi sebesar 39,62 kw/ha.
Untuk produksi padi ladang terbesar terdapat pada Kecamatan Air Buaya dengan luas panen
sebesar 335 ha, produksi 769 ton dengan rata-rata produksi sebesar 22,92 kw/ha, kemudian
diikuti dengan Kecamatan Waeapo dengan luas panen sebesar 138 ha, produksi 317 ton
dengan rata-rata produksi sebesar 22,97 kw/ha. Untuk produksi jagung terbesar terdapat pada
Kecamatan Air Buaya dengan luas panen sebesar 49 ha, produksi 114 ton dan rata-rata
produksi sebesar 23,62 kw/ha. Untuk produksi ubi kayu terbesar terdapat pada Kecamatan
Namlea dengan luas panen sebesar 102 ha, produksi 1.297 ton dan dengan rata-rata produksi
sebesar 127,15 kw/ha dan diikuti dengan Kecamatan Waplau dengan luas panen sebesar 67
ha, produksi 852 ton dan dengan rata-rata produksi sebesar 127,16 kw/ha. Untuk produksi ubi
jalar terbesar terdapat pada Kecamatan Namlea dengan luas panen sebesar 42 ha, produksi 59
ton dan rata-rata produksi sebesar 85,48 kw/ha, kemudian diikuti dengan Kecamatan Air
Buaya dengan luas panen sebesar 22 ha, produksi 188 ton dan rata-rata produksi sebesar
85,45 kw/ha. Untuk produksi kacang tanah terbesar terdapat pada Kecamatan Air Buaya
dengan luas panen sebesar 23 ha, produksi 27 ton dan rata-rata produksi sebesar 11,74 kw/ha,
kemudian diikuti dengan Kecamatan Batabual dengan luas panen sebesar 17 ha, produksi 20
ton dengan rata-rata produksi sebesar 11,76 kw/ha dan Kecamatan Waeapo dengan luas panen
sebesar 16 ha, produksi 19 ton dengan rata-rata produksi sebesar 11,88 kw/ha. Untuk produksi
kacang Hijau terbesar terdapat pada Kecamatan Waeapo dengan luas panen sebesar 20 ha,
produksi 22 ton dan rata-rata produksi sebesar 11 kw/ha. Untuk produksi kacang kedelai
hanya terdapat pada Kecamatan Waeapo dengan luas panen sebesar 426 ha, produksi 512 ton
dan rata-rata produksi sebesar 12,14 kw/ha.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-12
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
4.1.2.2 Perkebunan
Tanaman perkebunan cengkih, kelapa, coklat dan jambu mete masih mendominasi di
Kabupaten Buru. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada berikut.
Untuk produksi Kelapa terbesar terdapat pada Kecamatan Waplau dengan luas panen
sebesar 964,02 ha, produksi 867,61 ton dan rata-rata produksi sebesar 9 kw/ha, kemudian
diikuti dengan Kecamatan Air Buaya dengan luas panen sebesar 696,22 ha, produksi 976,90
ton dan rata-rata produksi sebesar 14,00 kw/ha.
Untuk kopi hanya terdapat di Kecamatan Air Buaya, Waeapo dan Bata Bual. Untuk
produksi Kopi terbesar terdapat pada Kecamatan Waplau dengan luas panen sebesar 50 ha,
produksi 45 ton dan rata-rata produksi sebesar 9 kw/ha.
Untuk produksi Kakao terbesar terdapat pada Kecamatan Air Buaya dengan luas
panen sebesar 1.633 ha, produksi 2.112,90 ton dan rata-rata produksi sebesar 13 kw/ha,
kemudian diikuti dengan Kecamatan Waeapo dengan luas panen sebesar 585,15 ha, produksi
702 ton dan rata-rata produksi sebesar 12 kw/ha
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-13
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Tabel 4.11 Luas Areal dan Produksi Jambu Mete Kabupaten Buru
Untuk produksi jambu mete terbesar terdapat pada Kecamatan Namlea dengan luas
panen sebesar 486,63 ha, produksi 585,40 ton dan rata-rata produksi sebesar 12 kw/ha,
kemudian diikuti dengan Kecamatan Waplau dengan luas panen sebesar 172 ha, produksi
291,45 ton dan rata-rata produksi sebesar 16,9 kw/ha
Untuk cengkeh terdapat pada Kecamatan Air Buaya, Waeapo dan Bata Bual. Untuk
produksi cengkeh terbesar terdapat pada Kecamatan Bata Bual dengan luas panen sebesar 465
ha, produksi 556,06 ton dan rata-rata produksi sebesar 12 kw/ha, kemudian diikuti dengan
Kecamatan Air Buaya dengan luas panen sebesar 224,41 ha, produksi 270,30 ton dan rata-rata
produksi sebesar 12 kw/ha
Untuk pala hanya terdapat pada Kecamatan Air Buaya, Waeapo dan Bata Bual. Untuk
produksi pala terbesar terdapat pada Kecamatan Air Buaya dengan luas panen sebesar 43,3
ha, produksi 43,80 ton dan rata-rata produksi sebesar 9,7kw/ha, kemudian diikuti dengan
Kecamatan Bata Bual dengan luas panen sebesar 31,5 ha, produksi 29,2 ton dan rata-rata
produksi sebesar 9,3 kw/ha.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-14
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
4.1.2.3 Kehutanan
Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka
dan wisata. Luas hutan lindung secara keseluruhan sampai dengan tahun 2013 sebesar
155.396,30 Ha. Luas hutan produksi secara keseluruhan mencapai 493.130,30 Ha yang terdiri
dari hutan produksi terbatas secara keseluruhan sebesar 333.452,20 Ha, hutan produksi tetap
secara keseluruhan sebesar 159.678,10 Ha, hutan produksi yang dapat dikonversi secara
keseluruhan sebesar 67.217,00 Ha dan areal penggunaan lain secara keseluruhan sebesar
108.500,00 Ha. Sampai dengan tahun 2013, luas hektar suaka dan wisata secara keseluruhan
tercatat sebesar 8.817,70 Ha. Total luas hutan secara keseluruhan sebesar 833.061,30 Ha.
Luas lahan kritis pada tahun 2013 secara keseluruhan tercatat sebesar 272.246 Ha. Dari
jumlah tersebut sekitar 240.246 Ha berada di luar kawasan hutan dan sisianya berada didalam
kawasan hutan.
4.1.2.4 Peternakan
Pada tahun 2013 untuk golongan besar yaitu sapi tercatat sebanyak 39.410 ekor,
sedangkan kerbau sebanyak 3.588 ekor, dan kuda 416 ekor. Untuk golongan ternak kecil yang
terbanyak adalah kambing yaitu 24.594 ekor. Pada ternak unggas itik tercata sebanyak
167.396 ekor dan ayam buras tercatat sebanyak 292.370 ekor, untuk lebih jelasnya dapat lihat
pada Tabel berikut
4.1.2.5 Perikanan
Dengan konsumsi ikan laut yang cukup tinggi di Kabupaten Buru, maka sub sektor ini
sangat penting untuk di perhatikan. Rumah Tanggga Perikanan (RTP) di Kabupaten Buru
masih tergolong tradisional dengan perahu penangkapan ikan yang masih didominasi perahu
tanpa motor. Banyaknya RTP di Kabupaten Buru sebesar 2.110 rumah tangga dengan jumlah
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-15
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
kelompok nelayan sebanyak 320 kelompok dari 75 desa. Produksi perikanan laut pada tahun
2013 mengalami kenaikan, untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-16
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Lamun merupakan salah satu tumbuhan berbunga yang memiliki rhizoma, daun dan
akar yang hidup terendam dalam air laut. Potensi padang lamun di Kabupaten Buru
khususnya yang terdapat pada Teluk Kayeli cukup dan sering ditemukan didasar perairan
dengan substrat berpasir yang terletak antara hutan mangrove dengan terumbu karang. Jenisjenis lamun yang umumnya ditemukan antara lain Enhalus Sp, Thalasia Sp dan Hallophila Sp.
Rekapitulasi potensi sumber daya pesisir lautan pada Pulau Buru untuk mangrove sebesar
1.600 Ha, terumbu karang 14,7 86,6 % coverage dan padang lamun sebesar 335,5 Ha.
4.1.2.7 Pertambangan
Potensi pertambangan yang ada di Kabupaten Buru hampir terdapat di semua
kecamatan, kecuali di Kecamatan Ambalau. Potensi tambang yang terdapat adalah berupa
sekis, batu gamping dan marmer, minyak geotermal, pirit dan sirtu. Untuk lebih jelasnya
mengenai lokasi kecamatan yang berpotensi mengasilkan hasil tambang dapat dilihat tabel
berikut
4.2
4.2.1
115.004 jiwa (sesuai data Buru Dalam Angka tahun 2013) yang tersebar di 10 kecamatan,
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-17
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
meliputi Namlea, Waepao, Waplau, Bata Bual, Teluk Kaiely, Waelata, Lolong Guba, Lilialy,
Air Buaya dan Fena Leisela. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, dengan menggunakan
pendekatan fisiografi, bentangan lahan Kabupaten Buru dapat dikelompokkan atas dataran
pantai, perbukitan dan pegunungan termasuk di dalamnya dataran tinggi dengan kelerengan
yahng bervariasi. Pulau Buru sendiri didominasi oleh kawasan pegunungan dengna jenis
elevasi rendah dan berlereng agak curam yang meliputi sekitar 15,43% dari keseluruhan luas
pulau.
Dari keseluruhan luasan lahan di Pulau Buru tersebut, sebagian dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian, lahan perkebunan dan hortikultura, lahan perternakan dan lahan hutan. Di sisi
lain, potensi sumber daya perikanan dan kelautan belum dimanfaatkan secara optimal. Lokasi
perikanan darat maupun perariran pantai dapat dikembangkan untuk usaha budidaya tambak
udang yang terletak di sepanjang pantai, khususnya di Teluk Kayeli. Sementara sentra
produksi perikanan tangkap dikembangkan di Teluk Basa dengan komoditas utamanya ikan
tuna dan ikan cakalang.
Berkaitan dengan sektor pariwisata, jumlah dan jenis sumberdaya wisata yang terdapat
di Kabupaten Buru cukup besar dan beragam, baik itu sumberdaya wisata berbasiskan alam,
sumberdaya wisata berbasi budaya maupun berbasis sejarah. Hal ini merupakan suatu potensi
bagi pengembangan serta penciptaan obyek dan jenis kegiatan wisata baru. Dengan masingmasing daya tarik dan keunikannya, lokasi-lokasi yang mempunyai sumberdaya wisata
tersebut diharapkan akan dapat menarik wisatawan dalam jumlah yang besar untuk
berkunjung ke Pulau Buru.
Jenis sumberdaya wisata berbasis alam yang terdapat di Kabupate Buru ragamnya
cukup bervariasi, mulai dari panorama alam khas pegunungan, panorama persawahan dataran
rendah, panoraman telaga/danau baik di pegunungan (Danau Rana) maupun di dataran rendah
(Telaga Jikumerasa, Telaga Namniwel dan sebagainya) sampai panorama pantai (Pantai
Jikumerasa dan Pantai Pasir putih). Selain itu ketersediaan sumberdaya wisata berbasis alam
yang berhubungan dengan fenomena alam dan kehidupan liar cukup beragam. Adanya air
terjun waprea sebagai sumberdaya wisata alam yang berhubungan dengan wisata alam, air
terjun Way Ula maupun adanya habitat berbagai jenis burung merupakan suatu daya tarik
wisata dan berpotensi untuk pengembangan berbagai jenis wisata yang baru.
Di samping wisata alam, di Kabupaten Buru juga terdapat sumberdaya wisata berbasis
budaya dan sejarah. Salah satunya adalah Benteng VOC di Kayeli, Sumur dan Goa Patalu di
Namlea serta Tifu sebagai peninggalan berbasis sejarah. Sedangkan jenis sumberdaya wisata
berbasis budaya misalnya berbagai adat dan tradisi suku-suku bangsa di Buru seperti Rumah
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-18
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Tua dan penyulingan minyak kayu puti h di Namlea. Adapun suku bangsa di Pulau Buru
sendiri sangat beragam, mulai dar Suku Buton, Kei, Ambon, Seram, Saparua, Aru, Yamdena
hingga suku Jawa dan Madura.
Jenis
Wisata
Bahari
Bahari
Alam
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Sejarah
Pantai Jikumerasa
Pantai Gading
Telaga Namniwel
Eks Gedung HPB Kolonial Belanda
Eks Sekolah Tionghoa
Tugu Perjuangan Prasasti Soekarno
Rumah Karesidenan Belanda
Masjid Jami Namlea
Benteng Portugis Bryuns
Kuburan Kapiten Hatlessy
4.2.2
Lokasi
Kecamatan
Namlea
Namlea
Namlea
Namlea
Namlea
Namlea
Namlea
Namlea
Waeapo
Waepao
Penataan
Desa
Jikumerasa
Sanleko
Waeperang
Namlea
Namea
Namlea
Namlea
Namlea
Kayeli
Waetele
Sudah
Sudah
Sudah
Sudah
Sudah
Sudah
Sudah
Sudah
Belum
Sudah
Kondisi Akomodasi
Dari data Kabupaten Buru Dalam Angka Tahun 2013, disebutkan bahwa di wilayah
Kabupaten Buru terdapat sekitar 23 buah hotel/penginapan dengan 235 kamar dan 334 tempat
tidur. Secara spasial, distribusi lokasi sarana akomodasi tersebut tidak merata karena hampir
kesemuanya terletak di Namlea. Adapun sebarannya dapat dilihat dalam tabel berikut
4.2.3
Hotel
Berbintang
1
1
1
1
1
Hotel non
Berbintang
18
3
1
22
19
18
19
Kamar
215
17
3
235
195
186
208
Tempat Tidur
313
18
3
334
288
284
301
Kondisi Aksesibilitas
Menurut pengertiannya, secara sederhana pariwisata dapat diartikan sebagai
perjalanan sementara yang dilalukan oleh seseorang dari daerah asalnya menuju daerah tujuan
wisata dengan maksud berwisata dan melakukan pekerjaan lainnya selama bukan untuk
mencari uang. Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana transportasi untuk
melayani perjalanan yang dilakukan oleh wisatawasan merupakan suatu syarat mutlak.
Dukundan sektor transportasi ini mencakup transportasi dari daerah sekitarnya terutama dari
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-19
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pintu gerbang wisata ke Kabupaten Buru ataupun sebaliknya dan dukungan transportasu
untuk melauani kebutuhan pergerakan wisatawan di dalam Kabupaten Buru itu sendiri.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-20
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
NEGARA
19,97
107,07
46,57
77,99
251,6
208,60
251,60
251,60
PROVINSI
3,92
3,92
3,92
3,92
3,92
KABUPATEN
138,7
468,59
58,2
90,06
829,55
789,05
525,45
513,97
TOTAL
158,67
579,58
104,77
74
168,05
1.085,07
1.001,57
779,98
769,49
Aspal
94,34
150,32
58,48
3
95,35
401,49
321,57
311,77
301,29
Kerikil
15,25
88,28
6
35,5
13,2
158,23
161,20
236,84
236,84
Tanah
49,08
340,98
40,29
35,5
59,5
525,35
518,80
231,36
231,36
TOTAL
158,67
579,58
104,77
74
168,05
1.085,07
1.001,57
779,98
769,49
4.2.4
Baik
78,62
183,33
27,78
13,7
44,08
347,51
Rusak ringan
38,1
114,4
11,8
14,2
21,48
199,98
Rusak berat
41,95
281,85
65,19
46,1
102,49
537,58
TOTAL
158,67
579,58
104,77
74
168,05
1.085,07
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-21
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
bank ataupun money changer. Saat ini di Kabupaten Buru sudah terdapat beberapa Bank milik
pemerintah maupun milik swasta yang juga melayani penukaran uang. Dengan demikian, hal
ini sebenarnya wilayah Kabupaten Buru telah mendukung pariwisata dalam skala
internasional, dalam hal ini adalah penukaran mata uang asing
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-22
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pelayanan pos, di Kabupaten Buru terdapat dua buah pos (skala Kantor Cabang) di Namlea
dan Air buaya
4.2.5
keseluruhan, tidak hanya di Kabupaten Buru saja) masih terbilang cukup rendah. Kebanyakan
wisatawan/bangkitan wisata hanya terdapat dari Kota Namlea saja (untuk Kabupaten Buru),
menuju ke beberapa obyek wisata lokal seperti Pantai Jikumerasa dan Telaga Namniwel, serta
Pantai Gading. Sebagian pergerakan juga menuju Air Terjun Waprea dan Pantai Waprea
dengan kondisi yang juga masih rendah.
Meski demikian, potensi pantai yang dimiliki oleh Kabupaten Buru pada dasarnya
sangat indah jika dibandingkan dengan beberapa pantai lain yang terdapat di luar Pulau Buru.
Jika dibandingkan dengan Pantai Pasir Putih di Pulau Jawa (Kabupaten Situbondo), Pantai
Jikumerasa masih lebih unggul karena pasir yang dimiliki masih berwarna putih dan bersih,
sedangkan yang di Jawa (Pasir Putih) cenderung kotor. Oleh sebab itu perlu adanya
peningkatan sektoral, baik dari segi pengelolaan ataupun segi pemasaran di bidang pariwisata
itu sendiri.
4.2.6
Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung pada tahun
2003, disebutkan bahwa obyek wisata yang relatif berkembangn di Kabupaten Buru ini adalah
Telaga Namniwel dan Pantai Jikumerasa.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-23
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Jika dilihat dari senis dan kerapatan vegetasinya, dapat dibagi ke dalam dua kategori
utama yaitu hutan dan perkebunan. Untuk hutan sebagian besar didominasi oleh tanaman
meranti, matoa, pulai, nyatoh dan rimba campuran. Sedangkan untuk perkebunan umumnya
ditanami oleh kayu putih dan pohon kelapa. Sedangkan untuk faunanya terdapat beberapa
binatang khas Pulau Buru seperti belibis, nuri dan burung-burung lainnya.
Beberapa karakteristik kepariwisataan di Telaga Namniwel antara lain adalah sebagai
berikut
1. Potensi Wisatawan
Berdasarkan dari pengamatan yang ada, jumlah kunjungan di Telaga Namniwel
relatif rendah (dengan tingkat kunjungan sekitar 25-100 orang per minggu).
Umumnya mereka berasal dari Kota Namlea atau kecamatan lain di sekitarnya,
dan melakukan kunjungan wisata pada akhir pekan (Sabtu-Minggu). Secara umum
kegiatan yang dilakukan di Telaga Namniwel adalah memancing, menikmati
pemandangan alam dan bercengkerama (nongkrong) dengan lama kunjungan ratarata 2-4 jam.
2. Daya Tarik Wisata
Berdasarkah pengamatan yang dilakukan, potensi daya tarik wisata yang ada di
Desa Sawa (letak administratif Telaga Namniwel), cukup beragam dari potensi
keindahan alam, kegiatan budaya serta kegiatan ekonomi masyarakat. Daya tarik
alam yang ada berupa Telaga Namniwel dan sudah dilakukan penataan kawasan.
Selain itu di wilayah ini terdapat pantai yang juga dimanfaatkan sebagai tempat
bertelurnya penyu (meskipun saat ini masih belum dilakukan/diadakan kegiatan
konservasi penyu yang berbasis di wilayah Namniwe/Sawa ini).
3.
Fasilitas Wisata
Fasilitas wisata yang terdapat di kawasan ini adalah Gazebo, Warung, Mushola
dan MCK. Restoran ataupun hotel terdekat masih sekitar 5km dari areal
desa/pantai. Hal ini mengingat sebagian besar pengunjung merupakan pengunjung
lokal dari Kota Namlea saja sehingga lamanya waktu kunjungan relatif
singkat,sebagaimana yang disampaikan sebelumnya yakni sekitar 2-4 jam saja ,
sehingga
belum
ditekan/difokuskan
pengembangan
sarana-sarana
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-24
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-25
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
berasal dari kawasan pantai, selain itu ada pula sebuah danau yang berhubungan
dengan sungai yang bermuara di Pantai Jikumerasa. Pada aliran sungai yang bening
tersebut, terdapat sejumlah ikan hias yang menjadi daya tarik utama.
Potensi daya tarik budaya yang ada berupa kesenian dan makanan khas, sementara
untuk kegiatan ekonomi yang menjadi daya tarik adalah kegiatan penyulingan minyak
kayu putih secara tradisional.
3. Fasilitas Wisata
Di wilayah Pantai Jikumerasa telah terdapat sejumlah gazebo, penginapan dan
warung-warung makan. Hanya untuk warung makan, biasanya buka di hari minggu
saja sedangkan untuk penginapan saat ini masih difungsikan untuk melayani tamutamu instansional dan belum dibuka untuk umum.
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-26
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
IV-27
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5.1
digunakan sebagai pedoman dalam perumusan rencana induk pembangunan pariwisata dan
kegiatan
pengembangannya.
Dengan
demikian
seluruh
rencana
pengembangan
PT LAMALLY KONSULTAN
V-1
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
dan
masyarakat
setempat
harus
mengambil
tindakan
untuk
PT LAMALLY KONSULTAN
V-2
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
dicapai, jadi bukan semata jumlah kunjungan wisatawan. Indikatorindikator, yang saat ini
berjumlah lebih dari 500 indikator, dikelompokkan dalam aspek sebagai berikut :
1. kesejahteraan (well being) masyarakat tuan rumah;
2. terlindunginya aset-aset budaya;
3. partisipasi masyarakat;
4. kepuasan wisatawan;
5. jaminan kesehatan dan keselamatan;
6. manfaat ekonomi;
7. perlindungan terhadap aset alami;
8. pengelolaan sumber daya alam yang langka;
9. pembatasan dampak; dan
10. perencanaan dan pengendalian pembangunan.
Dalam penerapan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Buru,
disamping mempertimbangkan kemampuan daya saing Kabupaten Buru sebagai destinasi
pariwisata, pengembangan pariwisata perlu senantiasa memperhatikan :
1. Sistem nilai dan identitas ODTW dan destinasi;
2. Standarisasi pelayanan dan fasilitas pariwisata;
3. Tingkat pemanfaatan (intensitas) dan perilaku pemanfaatan;
4. Pengaturan kewilayahan, waktu, dan tingkat pengembangan;
5. Daya dukung lingkungan dan sosial;
6. Tingkat keterlibatan masyarakat.
Sejalan dengan hal tersebut, Rachel Dodds and Marion Joppe (2001) di Toronto
mengembangkan Green Tourism dengan 4 (empat) elemen pokok, yaitu :
1. Enviromental Resposibility
Elemen ini menyatakan bahwa pelu adanya perlindungan lingkungan dalam upaya
untuk menjamin kelangsungan ekosistem wilayah.
2. Local Economic
Pengembangan pariwisata harus mendukung kelangsungan ekonomi komunitas.
3. Cultural Diversity
Dalam pengembangan pariwisata harus mengangkat kekayaan budaya dari
masyarakat.
4. Experiental Richness
Perlu dikembangkan aktivitas-aktivitas yang bersifat partisipatif terhadap lingkungan,
masyarakat, serta budaya wilayah tersebut.
PT LAMALLY KONSULTAN
V-3
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
V-4
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
V-5
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5.2
V-6
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Pada awalnya suatu wilayah diperuntukkan bagi masyarakat lokal yang tinggal di
wilayah tersebut. Sehingga fungsi-fungsi wilayah kebanyakan dilihat dari tujuan awal
wilayah tersebut. Namun fungsi-fungsi ini dapat juga dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan.
2. Perspektif Tata Ruang Wilayah
Didalam pengemasan destinasi pariwisata terlebih dahulu perlu memahami bentuk
penataan suatu wilayah yang akan dijadikan tujuan wisata. Elemen-elemen yang perlu
dipahami dalam pengembangan destinasi pariwisata adalah peta dasar, survai tata guna
lahan sekarang, pendaerahan yang telah ditetapkan, pola pemilikan lahan, jaringan
jalan dan sarana transportasi, pelayanan utilitas umum (terutama saluran limbah dan
air bersih), fasilitas umum dan pelayanan masyarakat yang ada.
Dalam hal ini, maka RTRW dan RPJMD, Kabupaten Buru dijadikan panduan dalam
pengembangan destinasi pariwisata Kabupaten Buru. RTRW, dan RPJMD, Kabupaten
Buru memuat beberapa muatan rencana yang secara substansial akan terkait dengan
rencana pengembangan pariwisata, yaitu :
a. Rencana Pemanfaatan Ruang yang meliputi rencana pemanfaatan ruang
kawasan budidaya dan kawasan lindung akan mengindikasikan penyebaran
lokasi aktivitas pariwisata di Kabupaten Buru pada masa yang datang,
diantaranya adalah kawasan perdagangan dan jasa yang terkait dengan
pariwisata, pengembangan kawasan pusat pengembangan baru, dll.
b. Rencana pengembangan prasarana dan sarana. Hal ini terkait juga dengan
informasi pengembangan prasarana dan sarana pada masa yang akan datang
yang akan mempengaruhi pentahapan pengembangan pariwisata di Kabupaten
Buru.
c. Rencana
Pengembangan
Sistem
transportasi
yang
memuat
rencana
PT LAMALLY KONSULTAN
V-7
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5.3
baik secara vertikal maupun horizontal. Terpadu secara vertikal adalah adanya integrasi dan
keterpaduan berbagai tingkat perencanaan mulai dari pusat sampai daerah. Secara horizontal
akan memperhatikan integrasi dan keterpaduan perencanaan pada tingkat lintas sektoral dan
lintas kawasan. Agar dapat terciptanya pembangunan kawasan wisata yang terpadu dan
berkelanjutan. Beberapa kriteria yang perlu mendapat perhatian :
1. Kawasan wisata dan kegiatan pariwisata harus direncanakan dan dikelola sebagai
upaya pelestarian, perlindungan dan meningkatkan kualitas dari sumber daya yang
merupakan modal bagi pengembangannya.
2. Pembangunan harus sesuai dengan daerah setempat dengan tetap memperhatikan
budaya, tradisi dan lingkungan setempat.
3. Pembangunan kawasan wisata harus terintegrasi dengan pembangunan sektor ekonomi
lainnya sebagai upaya memaksimalkan manfaat ekonomi bagi daerah setempat.
4. Manfaat kawasan maupun kegiatan pariwisata harus merata, dan keuntungan ekonomi
harus diprioritaskan bagi masyarakat lokal.
5.4
WISATA
Pengembangan kepariwisataan Kabupaten Buru dengan keterbatasan maupun segala
potensi sumber daya alamnya, diharapkan mampu mengembangkan pariwisatanya dengan
memanfaatkan potensi wilayahnya dengan aktivitas. Aktivitas wisata adalah kegiatan yang
dilakukan oleh wisatawan selama mereka berada di lokasi wisata. Aktivitas tersebut
berhubungan erat dengan sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Aktivitas wisata
merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi ke suatu wilayah (Swarbrooke,
1995). Bahkan aktivitas wisata tersebut merupakan pendukung pengembangan sumber daya
pariwisata yang dimiliki oleh destinasi tersebut. Pengembangan aktivitas wisata dapat
menjadi penghubung antara pengunjung dan sumber daya pariwisata di Kabupaten Buru,
dimana pengembangan aktivitas wisata dapat disesuaikan dengan karakter sumber daya di
Kabupaten Buru. Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki pengembangan aktivitas
wisata diperlukan pertimbangan dampak-dampak negatif yang mungkin terjadi dalam
pemanfaatan sumber daya tersebut. Hal ini diperlukan dalam upaya menjaga kelestarian
sumber daya tersebut serta memiliki manfaat jangka panjang.
PT LAMALLY KONSULTAN
V-8
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Permintaan pasar atau trend merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
menciptakan aktivitas wisata yang memiliki daya jual tinggi. Diharapkan pengembangan
aktivitas wisata ini mempertimbangkan azaz kesesuaian dengan aktivitas wisata lainnya.
5.5
kebutuhan pasar (wisatawan) dengan kemampuan sumber daya pariwisata yang dimilikinya
PT LAMALLY KONSULTAN
V-9
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
5.6
sistem dan mekanisme yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsifungsi
manajemen, yang terarah pada tujuan strategik Kabupaten Buru.
Dalam kaitannya dengan penyusunan Revisi Rencana Induk Pembangunan Pariwisata
Kabupaten Buru, pendekatan manajemen strategis diadopsi untuk mengkaji aspek-aspek yang
terkait dengan lingkungan internal dan eksternal kepariwisataan Kabupaten Buru. Pendekatan
ini digunakan mengingat sifat rencana yang akan dihasilkan (RIPPDA) merupakan suatu
rencana yang bersifat stratejik dan berorientasi pada jangkauan masa depan (VISI) yang
ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan
prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (MISI) dalam usaha
menghasilkan sesuatu (Perencanaan Operasi / Program untuk mewujudkan kepariwisataan
Kabupaten Buru yang berkualitas) dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan
(Tujuan Strategik) dan berbagai sasaran (Tujuan Operasional).
Secara garis besar, karakteristik pendekatan manajemen strategis yang akan
dioperasionalisasikan dalam penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata ini
adalah sebagai berikut :
1. Manajemen Strategis diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti
mencakup seluruh komponen di lingkungan kepariwisataan Kabupaten Buru yang
dituangkan dalam bentuk Rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPPDA).
2. Penetapan RIPPDA harus mampu menampung aspirasi seluruh pemangku
kepentingan karena sifatnya sangat mendasar atau prinsipil dalam pelaksanaan Visi
dan Misi, untuk mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi
jangka menengah dan jangka panjang.
3. Rencana ini berorientasi pada jangkauan masa depan, dalam studi ini adalah untuk
kurun waktu 10 tahun.
PT LAMALLY KONSULTAN
V-10
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
V-11
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
antara lain kebijakan strategis untuk dapat menciptakan partisipasi aktif seluruh lapisan guna
memanfaatkan aktivitas pembangunan kepariwisataan secara luas untuk mendapatkan hasil
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Arah dan proses pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan tetap berpedoman
pada kelestarian lingkungan, meningkatkan pendapatan daerah, dan mempertahankan budaya,
yang melibatkan seluruh stakeholders-nya dalam suatu sinergi. Dalam pelaksanaannya,
permasalahan yang sering muncul adalah sinergi antar stakeholders pariwisata dalam
merumuskan arah pembangunan dan pengembangan kepariwisataan, antara lain adalah dalam
penetapan rencana pengembangan pariwisata umumnya kurang terjadi suatu koordinasi antar
stakeholders. Sebagai akibatnya, perencanaan dan pengembangan pariwisata kurang optimal.
Kurangnya sinergi antar stakeholders dalam menyusun rencana serta pengelolaan pariwisata
mengakibatkan pengembangan kepariwisataan kurang optimal. Kondisi ini juga berpotensi
terjadi di Kabupaten Buru.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Buru sebagai
suatu destinasi wisata unggulan, maka dalam proses perencanaannya harus melibatkan
berbagai pihak yang terkait satu dengan lainnya. Dengan kata lain diperlukan koordinasi yang
tinggi antara seluruh stakeholders kepariwisataan Kabupaten Buru maupun dengan pihak lain
yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan pembangunan kepariwisataan di
wilayah ini. Selain itu, penyusunan rencana pengembangan pariwisata di Kabupaten Buru
PT LAMALLY KONSULTAN
V-12
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
sesuai dengan karakteristik wilayah dan keterlibatan stakeholders yang ada. Masih terbatasnya
kinerja kepariwisataan Kabupaten Buru seperti kualitas produk wisata yang sebagian besar
masih belum dikembangkan, terbatasnya kemampuan pengelolaan, serta tingkat investasi
yang masih rendah, memperlihatkan bahwa penetapan pariwisata sebagai sektor prioritas di
Kabupaten Buru perlu dilakukan secara sistematis dan bertahap.
Salah satu faktor kunci keberhasilannya adalah dalam proses pembangunan pariwisata
harus menyelaraskan kepentingan para stakeholders-nya. Penetapan sektor pariwisata sebagai
sektor prioritas seharusnya didukung oleh tindakan-tindakan kolektif pembangunan yang
mampu menciptakan sinergi para pelakunya guna diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sehingga, perencanaan dan implementasi rencana yang efektif merupakan proses
kompleks yang perlu melibatkan banyak pihak, sehingga membutuhkan komitmen dan sinergi
dengan pihak-pihak terkait.
Mekanisme antar stakeholders yang terlibat perlu dikondisikan sedemikian rupa untuk
dapat menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Buru.
Merujuk pada isu kepariwisataan yang berkembang di Kabupaten Buru, maka SKPD,
Asosiasi Kepariwisataan beserta stakeholders lainnya, perlu menyelaraskan visi dan langkah
pembangunan yang dilakukannya. Sinergi merupakan kebutuhan yang mendasar, mengingat
banyaknya pihak yang terlibat didalamnya. Perencanaan yang dilakukan harus mampu
mengakomodasikan harapan stakeholders dalam mengelola kompleksitas pembangunan yang
ada, serta mengelola pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Berdasarkan hal tersebut di atas
maka perlu disusun suatu sistem dan hubungan kelembagaan yang sesuai dengan kondisi di
Kabupaten Buru. Dengan demikian diharapkan akan tercipta suatu situasi yang kondusif bagi
pengembangan pariwisata, yang selanjutnya diharapkan memberikan stimulus positif bagi
peningkatan kualitas dan daya saing pariwisata Kabupaten Buru.
PT LAMALLY KONSULTAN
V-13
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
6.1
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya
terdapat daya tarik wisata, prasarana umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, investasi serta
pemberdayaan masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Pembangunan destinasi pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan dan berbasis masyarakat
menjadi penting dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat
dan untuk memenuhi harapan serta ekspektasi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten
Buru. Karena itu arah kebijakan dan strategi pembangunan destinasi pariwisata Kabupaten
Buru meliputi kebijakan dan strategi sebagai berikut :
1. Perwilayahan Destinasi Pariwisata
Perwilayahan
destinasi
pariwisata
adalah
hasil
perwilayahan
pembangunan
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-1
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Pariwisata
Unggulan
Daerah
dilakukan
melalui
monitorong
dan
pengawasan.
Strategi untuk pengendalian implementasi pembangunan Koridor Pariwisata Daerah
dan Destinasi Pariwisata Unggulan Daerah dilakukan melalui peningkatan koordinasi
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah kabupaten/kota, pelaku usaha, dan
masyarakat.
2. Pembangunan Daya Tarik Wisata
Pembangunan Daya Tarik Wisata meliputi ; daya tarik wisata alam, daya tarik wisata
budaya dan daya tarik wisata hasil buatan manusia. Kebijakan pembangunan daya
tarik wisata di Provinsi Kabupaten Buru sebagai berikut :
a. Perintisan pengembangan daya tarik wisata dalam rangka mendorong
pertumbuhan Koridor Pariwisata Daerah;
b. Pembangunan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing produk dalam
menarik minat dan loyalitas segmen pasar yang ada; dan
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-2
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
c. Pemantapan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing produk dalam
menarik kunjungan ulang wisatawan dan segmen pasar yang lebih luas.
Strategi untuk Perintisan pengembangan daya tarik wisata dalam rangka mendorong
pertumbuhan Koridor Pariwisata Daerah adalahdengan mengembangkan daya tarik
wisata baru di Koridor Pariwisata Daerah.
Strategi Pembangunan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing produk dalam
menarik minat dan loyalitas segmen pasar yang ada adalah dengan mengembangkan
inovasi anajemen produk dan kapasitas daya tarik wisata untuk mendorong akselerasi
perkembangan Koridor Pariwisata Daerah.
Strategi Pemantapan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing produk dalam
menarik kunjungan ulang wisatawan dan segmen pasar yang lebih luas adalah dengan
melalui pengembangan diversifikasi atau keragaman daya tarik wisata.
3. Pembangunan Prasarana Umum dan Fasilitas Pariwisata
Kebijakan Pembangunan prasarana umum dan fasilitas pariwisata sebagai berikut :
a. Membangun prasarana umum dan fasilitas pariwisata dalam mendukung
perintisan pengembangan kawasan pariwisata;
b. Meningkatkan kualitas prasarana umum dan fasilitas pariwisata yang
mendorong pertumbuhan daya saing Koridor Pariwisata Daerah;
Strategi pembangunan prasarana umum dan fasilitas pariwisata sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemberian insentif untuk pembangunan fasilitas pariwisata
dalam mendukung perintisan kawasan pariwisata; dan
b. Mengembangkan prasarana / infrastruktur dasar untuk mendukung kesiapan
kawasan pariwisata sebagai destinasi wisata baru / rintisan dan/atau kawasan
pariwisata yang akan dikembangkan.
Strategi untuk meningkatkan kualitas prasarana umum dan fasilitas pariwisata yang
mendorong pertumbuhan daya saing Koridor Pariwisata Daerah sebagai berikut :
a. Mengembangkan
dan
menerapkan
berbagai
skema
kemitraan
antara
moda
transportasi
dalam
mendukung
pengembangan
pariwisata daerah;
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-3
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
sistem
transportasi
dalam
mendukung
pengembangan
pariwisata.
Strategi pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi pariwisata sebagai berikut:
a. Mengembangkan sarana moda transportasi darat, laut, angkutan sungai dan
penyeberangan, dan transportasi udara yang menghubungkan antar destinasi
pariwisata dan antar Koridor Pariwisata Daerah;
b. Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi darat, laut, angkutan sungai
dan penyeberangan, dan transportasi udara yang menghubungkan antar
destinasi pariwisata dan antar Koridor Pariwisata Daerah; dan
c. Mengembangkan sistem transportasi darat, laut, angkutan sungai dan
penyeberangan, dan transportasi udara yang menghubungkan antar destinasi
pariwisata dan antar Koridor Pariwisata Daerah.
5. Pemberdayaan Masyarakat
Kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata sebagai berikut :
a. Peningkatan kapasitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan
kepariwisataan;
b. Peningkatan usaha ekonomi masyarakat dibidang kepariwisataan; dan
c. Penguatan kesadaran wisata masyarakat.
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan sebagai
berikut :
a. Mengembangkan keterlibatan masyarakat dalam kepariwisataan melalui
penerapan
pola
destination
management
organisation
(DMO)
dalam
pengembangan kepariwisataan;
b. Meningkatkan kapasitas/skill serta produk layanan usaha ekonomi masyarakat
dibidang pariwisata;
c. Mengembangkan regulasi yang berorientasi untuk mendorong pertumbuhan
dan perkembangan sektor usaha kreatif yang dikembangkan oleh masyarakat
lokal; dan
d. Meningkatkan pemahaman, dukungan dan partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan sapta pesona.
6. Pengembangan Investasi
Kebijakan pengembangan investasi dibidang pariwisata sebagai berikut :
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-4
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
6.2
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-5
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
akselerasi
pergerakan
wisatawan
di
seluruh
Destinasi
Pariwisata; dan
d. Meningkatkan intensifikasi pemasaran wisata konvensi, insentif dan pameran
(MICE) yang diselenggarakan oleh sektor lain.
2. Pengembangan Citra Pariwisata
Arah kebijakan pengembangan citra pariwisata sebagaimana dimaksud meliputi :
a. Pengembangan dan pemantapan citra pariwisata Kabupaten Buru sebagai
destinasi pariwisata; dan
b. Pengembangan citra pariwisata Kabupaten Buru sebagai Destinasi Pariwisata
yang aman, nyaman, dan berdaya saing.
Strategi untuk peningkatan dan pemantapan citra pariwisata Kabupaten Buru
sebagaimana dimaksud meliputi :
a. Meningkatkan dan memantapkan pemosisian citra pariwisata Kabupaten Buru
di antara para pesaing; dan
b. Meningkatkan kehadiran media dalam rangka meningkatkan citra positif
pariwisata Kabupaten Buru.
c. Peningkatan dan pemantapan pemosisian citra pariwisata Kabupaten Buru di
antara para pesaing terletak pada kekuatan-kekuatan utama yang meliputi :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
kemitraan
pemasaran
yang
terpadu,
sinergis,
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-6
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
untuk
pengembangan
kemitraan
pemasaran
terpadu,
sinergis,
strategi
pemasaran
berbasis
pada
pemasaran
yang
6.3
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-7
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-8
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
kebijakan
penciptaan
kredibilitas
bisnis
diwujudkan
dalam
bentuk
6.4
Organisasi
Kepariwisataan
Swasta
dan
Masyarakat
Di
TingkatProvinsi; dan
d. Optimalisasi Kemitraan Usaha Pariwisata Antara Pemerintah Daerah, Swasta
dan Masyarakat.
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-9
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-10
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
penelitian
dalam
rangka
memperkuat
Pemberdayaan
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-11
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
penelitian
dalam
rangka
pengembangan
Organisasi
Kepariwisataan; dan
b. Meningkatkan penelitian dalam rangka pengembangan SDM Pariwisata.
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-12
LAPORAN ANTARA
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Pantai Jikumerasa Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Akhir kata Tim Konsultan mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas bantuan
semua pihak yang membantu dan mendukung terlaksananya dan terselesaikannya kegiatan
Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Pantai Jikumerasa
Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku ini.
Pihak Konsultan juga menyadari adanya beberapa kekurangan dalam penyelesaian dokumen
Laporan Antara ini, oleh karenanya kritik dan saran merupakan hal yang sangat dibutuhkan
demi menjaga kualitas dan kinerja Tim Konsultan untuk dapat memenuhi mutu kerja yang
telah disepakati sebelumnya.
PT LAMALLY KONSULTAN
VII-1