Вы находитесь на странице: 1из 15

TUGAS PRESENTASI KASUS

Konjungtivitis

Pembimbing :
DR. dr. M.Mukhlis Rudi P, M.Kes, M.Si.Med, Sp.An

Disusun oleh :
Pratiwi Ariefianti N

G1A011096

Stella Gracia O

G1A011097

Immanuel Jeffri Paian P

G1A011098

Annisa Fatimah

G1A011099

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013

I.

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva. Penyakit ini


bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan sekret purulen (Vaughan, 2010) Peradangan konjungtiva, bisa
disebabkan oleh alergi, virus, atau bakteri.
Pada konjungtivitis bakteri, patogen yang umum adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan Neisseria
meningitidis (Marlin, 2009). Sedangkan konjungtivitis virus adalah virus herpes
simpleks tipe 1 dan 2, Varicella zoster, virus pox dan Human Immunodeficiency
Virus. Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis
alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya
dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis
atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010).
Penyakit ini dapat di jumpai di seluruh dunia. Penyakit ini tidak
bergantung pada ras, usia, jenis kelamin, ataupun strata sosial. Konjungtivitis
merupakan salah satu penyakit mata yang paling umum terjadi.
Sebanyak 3% kunjungan di poli mata di Amerika serikat, 30% pasien
mengeluhkan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan 15% lainnya
konjungtivitis alergi (Marlin, 2009). Konjungtivitis juga diestimasi sebagai salah
satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidensi
32,9% dari 949 kunjungan di poli mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004
hingga 2006 (Amadi, 2009).
Di Amerika Serikat, dari 3% kunjungan di poli mata, 15% merupakan
keluhan konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi biasanya disertai dengan

riwayat alergi, dan terjadi pada waktu-waktu tertentu. Walaupun prevalensi


konjungtivitis alergi tinggi, hanya ada sedikit data mengenai epidemiologinya
(Marlin, 2009).
Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke poli mata, diketahui total kasus
konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan
jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan.
Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada
tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang
paling banyak secara akurat (Kemenkes RI, 2010).
Adapun tujuan dari penyusunan refrat ini adalah untuk mengetahui
pengertian penyakit ini, gejala klinis, diagnosis dan pengobatan dari penyakit
Konjungtivitis. Penulisan refrat ini penulis diharapkan dapat memberikan
pengetahuan pada pembaca mengenai penyakit Konjungtivitis secara lebih
mendalam.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan substansi-substansi
dari lingkungan luar yang mengganggu. Peradangan pada konjungtiva disebut
konjungtivitis, penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan
mata berair sampai konjungtivitis berat dengan sekret purulen (Vaughan,
2010) Peradangan konjungtiva, bisa disebabkan oleh alergi, virus, atau
bakteri.
B. Etiologi dan Predisposisi
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya
disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk
yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk
konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli,
sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder
atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai
mata yang sebelah melalui tangan. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang
yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi (Marlin, 2009).

Gambar 2.1. Etiologi konjungtivitis bakteri


Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini dan
herpes simplex virus sebagai yang paling membahayakan. Selain itu penyakit
ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus
(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency
virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak
dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak
dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam
renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis

alergi

dibedakan

atas

lima

subkategori,

yaitu

konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan


yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal,
keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan,
2010).

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda


sesuai dengan subkategorinya. Sebagai contohnya alergi musiman dan
tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan disertai dengan rhinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu
tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema,
dan rhinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopic terjadi pada pasien dengan
riwayat dermatitis atopik (Asokan, 2007).
C. Epidemiologi
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia,
jenis kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai
insidensi konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit
mata yang paling umum (American Academy of Opthalmology, 2010).
Sebanyak 3% kunjungan di poli mata di Amerika serikat, 30% pasien
mengeluhkan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan 15% lainnya
konjungtivitis alergi (Marlin, 2009). Konjungtivitis juga diestimasi sebagai
salah satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria bagian timur, dengan
insidensi 32,9% dari 949 kunjungan di poli mata Aba Metropolis, Nigeria,
pada tahun 2004 hingga 2006 (Amadi, 2009).
Di Amerika Serikat, dari 3% kunjungan di poli mata, 15% merupakan
keluhan konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi biasanya disertai dengan
riwayat alergi, dan terjadi pada waktu-waktu tertentu. Walaupun prevalensi
konjungtivitis alergi tinggi, hanya ada sedikit data mengenai epidemiologinya
(Marlin, 2009).
Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke poli mata, diketahui total
kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195
kasus dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada
perempuan. Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis
konjungtivitis yang paling banyak secara akurat (Kemenkes RI, 2010).

D. Patogenesis dan Patofisiologis


1. Patogenesis

Gambar 2.2. Patogenesis Konjungtivitis

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal


seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan
pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora
normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora
normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari
organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Karen, 2014)
Patogenesis dari konjungtivis bakterial ini yaitu terdapat perubahan
pada (Karen, 2014):
a. Tingkat selular, yang berupa pembentukan eksudat akibat aktivitas sel
PMN dan sel inflamasi lainnya pada substansia propria konjungtiva.

b. Tingkat vaskular, yang berupa kongesti dan peningkatan permeabilitas


pembuluh darah konjugtiva, juga terdapat proliferasi kapiler pada
konjugtiva.
c. Tingkat jaringan, yang berupa edema pada konjungtiva. Terjadi
deskuamasi pada epitel superfisial, proliferasi pada lapisan basal
konjungtiva, dan peningkatan sel goblet.
d. Sekret konjungtiva, yang terdiri atas air mata, mukus, sel inflamasi, sel
epitel yang berdeskuamasi, fibrin, dan bakteri patogen. Pada
konjungtivitis yang berat, dapat ditemukan sel darah merah.
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3
stadium (Karen, 2014):
a. Stadium Infiltratif
Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme,disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat
injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous,
kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar,mungkin
disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak
dan lebihmenonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar.
b. Stadium Supurativa/Purulenta
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
masih bengkak,hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih
terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terusmenerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi
fibrin pada permukaankonjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas
adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat), oleh
karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampaisekret
mengenai mata pemeriksa.
c. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
sedikit bengkak,konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada

konjungtiva bulbi injeksi konjungtivamasih nyata, tidak kemotik,


sekret jauh berkurang.Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang
dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif
menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsisekresi juga terganggu
menyebabkan

hipersekresi.

Pada

konjungtivitis

ditemukan

lakrimasi,apabila pengeluaran cairan berlebihan akan meningkatkan


tekanan intra okuler yang lamakelamaan menyebabkan saluran air
mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu
akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang
dapatmenyebabkan

kebutaan.

Kelainan

lapang

pandang

yang

disebabkan kurangnya aliran air matasehingga pandangan menjadi


kabur dan rasa pusing.
(Karen, 2014)
2. Patofisiologis
Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi
luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi,
mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung
substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak,
menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin
pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi
lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel sel radang bermigrasi
dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel sel ini
kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk
eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat
bangun tidur (Karen, 2014).
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi
pembuluh pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang
tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada
hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan
hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi

tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan
menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan
silier berarti kornea terkena (Karen, 2014).
air mata
mengandung
substansi
antimikroba
termasuk lisozim

peradangan
konjungtiva

hipertrofi papila
yang sering disertai
sensasi benda asing
dan sensasi
tergores, panas,
atau gatal.

dilatasi pembuluh
pembuluh
konjungtiva
posterior,

cedera pada epitel


konjungtiva ,edema
epitel, kematian sel
dan hipertrofi epitel

merangsang sekresi
air mata

hiperemi pada
forniks

bergabung dengan
fibrin dan mukus
dari sel goblet

Transudasi ringan
dan menambah
jumlah air mata

sel radang
bermigrasi dari
stroma konjungtiva

eksudat
konjungtiva

Gambar 2.3. Patofisiologis Konjungtivitis


E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Konjungtivitis bakterial
Gejala-gejala

yang

timbul

yaitu

injeksi

konjungtiva,

sekret

mukopurulen, penglihatan agak kabur karena ada sekret dan debris di


lapisan air mata, dan kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari.

Riwayat kontak dengan individu yang mempunyai keluhan yang sama


merupakan faktor resiko konjungtivitis bakterial (Ilyas, 2010).
b. Konjungtivitis viral
Gejala-gejala yang timbul yaitu demam, mata seperti kelilipan, dan
mata merah serta berair. Pada konjungtivitis viral juga terdapat
keluhan pada saluran pernafasan atas.

Riwayat kontak dengan

individu yang mempunyai keluhan yang sama merupakan faktor resiko


konjungtivitis viral (Vaughan, 2010).
c. Konjungtivitis alergi
1) Musiman
Gejala-gejala

yang

timbul

yaitu

mata

gatal,

kemerahan,

mengeluarkan air mata, dan injeksi rongan konjungtiva. Pada RPD


atau RPK terdapat riwayat alergi.
2) Keratokonjungtivitis vernal
Gejala-gejala yang timbul yaitu mata gatal dan kotoran mata
berserat. Pada RPD atau RPK terdapat riwayat alergi.
3) Keratokonjungtivitis atopic
Gejala-gejala yang timbul yaitu adanya sensasi terbakar pada mata,
pengeluaran sekret mukoid, mata merah, dan fotofobia. Pada RPD
atau RPK terdapat riwayat alergi.
(Vaughan, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Kompos mentis

Tanda vital

: Normal

Status generalis

: Thorak dan abdomen dalam batas normal

Status Lokalis

OD

OS

5/5

Visus

5/5

Sekret (+)

Sekret

Sekret (+)

Sekret

mukopurulen

(konjungtivitis bacterial),

Sekret

mukopurulen

(konjungtivitis bacterial),

sekret

mukoid

sekret

mukoid

(konjungtivitis viral dan

(konjungtivitis viral dan

alergi)

alergi)

Sentral

Kedudukan

Sentral

Ke segala arah

Pergerakan

Ke segala arah

Bentuk normal, Odem (-)

Palpebra

Bentuk normal, Odem (-)

Odem (+) (konjungtivitis

Odem (+) (konjungtivitis

bacterial).

bacterial).

Hiperemi (+), Odem (-)

Konjungtiva

Hiperemi (+), Odem (-)

Jernih

Kornea

Jernih

Putih

Sklera

Putih

Dalam

COA

Dalam

Iris shadow (-)

Iris

Iris shadow (-)

Sentral, regular, 3 mm, Pupil

Sentral, regular, 3 mm,

reflek cahaya (+)

reflek cahaya (+)

Jernih

Lensa

Jernih

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan gram atau giemsa. Pada konjungtivitis bacterial, sel
neutrofil mendominasi hasil pemeriksaan. Pada konjungtivitis viral, sel
limfosit mendominasi hasil pemeriksaan. Pada konjungtivitis vernalis,
eosinofil mendominasi hasil pemeriksaan.
b. Kultur bakteri
c. Uji sensitifitas antibiotik
(Vaughan, 2010).
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Konjungtivitas bakterial
1) Antibiotik spectrum luas sambil menunggu hasil lab, contohnya
polymyxin-trimethoprim
2) Kornea tidak terlibat : ceftriaxon 1 gr im dosis tunggal

3) Kornea terkena : ceftriaxon parenteral, 1-2 gr/hari selama 5 hari


4) Bilas

dengan

larutan

saline

untuk

menghilangkan

sekret

konjungtiva
(Vaughan, 2010).
b. Konjungtivitas viral
1) Antivirus topikal : trifluridin setiap 2 jam sewaktu bangun selama
7-10 hari
2) Antivirus sistemik : acyclovir 5x400 mg/hari oral
(Vaughan, 2010).
c. Konjungtivitas alergi
1) Antihistamin topikal
2) Tetesan vasokonstriktor
3) Steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya
(Vaughan, 2010).
2. Non farmakologis
a. Konjungtivitis bacterial dan viral
1) Edukasi mengenai penyakit, cara penularan penyakit, dan terapi.
2) Tidak menggosok mata yang sakit lalu menggosok mata yang sehat
3) Mencuci tangan setelah memegang mata yang sakit
4) Menggunakan handuk baru dan terpisah saat melakukan kompres
5) Istirahat di rumah agar tidak menular
(Vaughan, 2010).
b. Konjungtivitis alergi
1) Hindari faktor pencetus
2) Jaga higienitas
(Vaughan, 2010).

III.

Konjungtivitis

adalah

KESIMPULAN

peradangan

pada

konjungtiva.

Peradangan

konjungtiva, bisa disebabkan oleh alergi, virus, atau bakteri. Konjungtivitis


bakterial memiliki gejala yaitu injeksi konjungtiva, sekret mukopurulen,
penglihatan agak kabur karena ada sekret dan debris di lapisan air mata, dan
kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari. Riwayat kontak dengan individu
yang mempunyai keluhan yang sama merupakan faktor resiko konjungtivitis
bakterial (Ilyas, 2010). Konjungtivitis viral memiliki gejala yaitu demam, mata
seperti kelilipan, dan mata merah serta berair. Pada konjungtivitis viral juga
terdapat keluhan pada saluran pernafasan atas. Riwayat kontak dengan individu
yang mempunyai keluhan yang sama merupakan faktor resiko konjungtivitis viral
(Vaughan, 2010). Konjungtivitis alergi memiliki gejala sesuai dengan alerginya.
Alergi musiman akan timbul gejala mata gatal, kemerahan, mengeluarkan air
mata, dan injeksi rongan konjungtiva. Pada RPD atau RPK terdapat riwayat
alergi. Keratokonjungtivitis vernal memiliki gejala yang timbul yaitu mata gatal
dan kotoran mata berserat. Pada RPD atau RPK terdapat riwayat alergi.
Keratokonjungtivitis atopic memiliki gejala yang timbul yaitu adanya sensasi
terbakar pada mata, pengeluaran sekret mukoid, mata merah, dan fotofobia. Pada
RPD atau RPK terdapat riwayat alergi (Vaughan, 2010). Penegakan diagnosis
penyakit Konjungtivitis ini berdasarkan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksaan pada penyakit Konjungtivitis ini
pun berdasarkan etiologi penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amadi, A. 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of Albia State,


Eastern
Nigeria.
Available
at
http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/pjssci/2009/32-35.pdf
Accessed on 10/11/2014 at 05:38 PM.
Asokan, N., 2007. Asthma and Immunology Care. Diplomate of American Board
of Allergy & Immunology and American Board of Pediatrics. Available
at
http://www.trinityallergy.com/md-natarajan-asokan-trinity-allergyasthma-immunology-kingman-az.htm Accessed on 10/11/2014 at 05:37
PM.
Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, S. 2010. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Jatla, K.K. 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver Health
Science
Center.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview Accessed on
10/11/2014 at 05:39 PM
Karen

K
Yeung.
2014.
Bakterial
Conjunctivitis.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#a0104

at

Kemenkes RI, 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Available at http://www.depkes.go.id
Accessed on 10/11/2014 at 05:39 PM
Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine.
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview
Accessed on 10/11/2014 at 05:39 PM
Scott, I.U., 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Opthalmology and Public
Health
Sciences:
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview Accessed on
10/11/2014 at 05:39 PM
Vaughan, D. 2010. Oftalmologi Umum Ed. 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Вам также может понравиться