Вы находитесь на странице: 1из 29

REFERAT

LOW BACK PAIN

PEMBIMBING:
dr. Siswarni Sp. KFR

Oleh:
Aswin Fauziah (J500090071)
Bagus Burhan (J500090067)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

REFERAT
LOW BACK PAIN

Yang Diajukan Oleh:


Aswin Fauziah (J500090071)
Bagus Burhan (J500090067)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

2014

Pembimbing:
dr. Siswarni Sp. KFR

(.)

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Siswarni Sp. KFR

(.)

Disahkan Ka Prodi Profesi :


dr. Dona Dewi Nirlawati

(.)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

BAB I
LOW BACK PAIN

A. Definisi
Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah suatu gejala dan bukan
merupakan penyakit, yang disebabkan oleh banyak kemungkinan. Gejala ini
umumnya digambarkan sebagai nyeri yang dimulai dari batas kosta hingga
lipatan gluteal. 1
Penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi seseorang menderita
nyeri punggung bawah seumur hidup sebesar 84%. 240 Onset biasanya dimulai
sejak usia remaja hingga awal usia 40-an. Kebanyakan pasien mengalami
serangan nyeri singkat yang ringan atau sedang dan tidak membatasi
aktivitasnya, akan tetapi gejala ini cenderung berulang selama bertahuntahun. Kebanyakan episode akan mereda dengan ataupun tanpa pengobatan.
Sebagian kecil nyeri punggung bawah akan berlanjut menjadi kronis, pada
akhirnya gejala ini akan menyebabkan keterbatasan yang signifikan.2

B. Etiologi
Keadaan-keadaan yang sering menimbulkan keluhan low back pain dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Macnab,1977):3
1.

Nyeri spondilogenik
a)

Proses Degeneratif
1) Degenerasi diskus
Gejala awal biasanya dibatasi dengan nyeri akut pada regio
lumbal. Penyakit degenerasi pada diskus ini dapat menyebabkan
entrapment pada akhiran syaraf pada keadaan keadaan tertentu
seperti herniasi diskus, kompresi pada tulang vertebra dan
sebagainya.
2) Osteoarthrosis dan spondylosis
Kedua keadaan ini biasanya muncul dengan gambaran klinis
yang hampir sama, meskipun spondilosis mengarah pada proses

degenerasi dari diskus intervertebralis sedangkan osteoarthrosis


pada penyakit di apophyseal joint.
3) Ankylosing hyperostosis
Penyebab

pastinya

belum diketahui.

Merupakan

bentuk

spondylosis yang berlebihan, terjadi pada usia tua dan lebih


sering pada penderita Diabetes Melitus.
4) Ankylosing spondylitis
Ankylosing spondylitis sering muncul pada awal tahapan proses
pertumbuhan (pada laki laki).
5) Infeksi
Proses

infeksi ini termasuk infeksi pyogenik, osteomyelitis

tuberkulosa pada vertebra, typhoid, brucelosis, dan infeksi


parasit. Sulitnya mengetahui onset dan kurangnya informasi dari
foto X-ray dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis 8 10
minggu. Dengan progresivitas dari penyakit, nyeri pinggang
belakang dapat dirasa semakin meningkat intensitasnya,
menetap dan terasa saat tidur.
6) Osteokhondritis
Osteokhondritis pada vertebra (Scheuermann`s disease) sama
seperti osteokhondritis pada bagian selain vertebra.

Ia

mempengaruhi epiphyse pada bagian bawah dan bagian atas


dari vertebra lumbal. Gambaran radiologi

menunjukan

permukaan vertebra yang ireguler, jarak antar diskus yang


menyempit dan bentuk baji pada vertebra.
7) Proses metabolik
Penyakit metabolik pada tulang yang sering menimbulkan gejala
nyeri pinggang belakang adalah osteoporosis. Nyeri bersifat
kronik.
8) Neoplasma
Sakit pinggang sebagai gejala dini tumor intraspinal berlaku
untuk tumor ekstradural di bagian lumbal. 70 % merupakan

metastase

dan

30

adalah

primer

atau

penjalaran

perkontinuitatum neoplasma non osteogenik. Jenis tumor ganas


yang cenderung untuk bermetastase ke tulang sesuai dengan
urutan frekuensinya adalah adenocarsinoma mammae, prostat,
paru, ginjal dan tiroid. Keluhan mula-mula adalah pegal di
pinggang yang lambat laun secara berangsur-angsur menjadi
nyeri pinggang yang tidak tertahankan oleh penderita.
b) Kelainan Struktur
1) Spondilolistesis
Suatu keadaan dimana terdapat pergeseran ke depan dan suatu
ruas vertebra. Biasanya sering mengenai L5. Keadaan ini
banyak terjadi pada masa intra uterin. Keluhan baru timbul pada
usia menjelang 35 tahun disebabkan oleh kelainan sekunder
yang terjadi pada masa itu, bersifat pegal difus. Tapi
spondilolistesis juga dapat terjadi oleh karena trauma.
2) Spondilolisis
Ialah suatu keadaan dimana bagian posterior ruas tulang
belakang terputus sehingga terdapat diskontinuitas antara
prosesus artikularis superior dan inferior. Kelainan ini terjadi
oleh karena arcus neuralis putus tidak lama setelah neonatus
dilahirkan. Sering juga terapat bersama dengan spondilolistesis.
Sama halnya dengan spondilolistesis, keluhan juga baru timbul
pada umur 35 tahun karena alasan yang sama.
3) Spina bifida
Adalah defek pada arcus spinosus lumbal/sakral akibat
gangguan proses pembentukan sehingga tidak terdapat ligamen
interspinosus yang menguatkan daerah tersebut. Hal ini
menyebabkan mudah timbulnya lumbosacral strain yang
bermanifestasis sebagai sakit pinggang.
4) Trauma
Ruptur ligamen interspinosum, fraktur corpus vertebra lumbal.

2.

Nyeri viserogenik
Nyeri ini dapat muncul akibat gangguan pada ginjal, bagian viscera dari
pelvis dan tumor tumor peritoneum

3.

Nyeri vaskulogenik
Aneurisma dan penyakit pembuluh darah perifer dapat memunculkan
gejala nyeri. Nyeri pada aneurisma abdominal tidak ada hubungannya
dengan aktivitas dan nyerinya dijalarkan ke kaki. Sedang pada penyakit
pembuluh darah perifer, penderita sering mengeluh nyeri dan lemah pada
kaki yang juga diinisiasi dengan berjalan pada jarak dekat.

4.

Nyeri neurogenik
Misal pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor tumor
pada spinal duramater dapat menyebabkan nyeri belakang.

5.

Nyeri psikogenik
Pada ansietas, neurosis, peningkatan emosi, nyeri ini dapat muncul.

C. Pemeriksaan Penunjang
1.

Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap
darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi
ginjal.

2.

Pemeriksaan Radiologis :
a) Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai
spondilolistesis,
Penyempitan

penyempitan ruangan

perubahan
ruangan

degeneratif,

intervertebral

dan

intervertebral,
tumor

kadang-kadang

spinal.
terlihat

bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
b) CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan
level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
c)

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan

ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan


diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:

vertebra dan level neurologis belum jelas

kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan


lunak

untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik


yang sangat berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli
bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif
dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan
mengeksklusi adanya suatu tumor.

BAB III
TERAPI KONSERVATIF UNTUK LOW BACK PAIN

A. Pendahuluan
Terapi digolongkan sebagai konservatif apabila bersifat non invasive.
Tindakan pembedahan baru dipertimbangkan apabila ditemukan kelainan
anatomis atau terapi konservatif gagal, sehingga nyeri punggung bawah (low
back pain) atau nyeri tungkai menetap untuk waktu yang lama. 5
Sebagian besar serangan nyeri punggung bawah dapat diterapi secara
konservatif. Terapi konservatif bukan merupakan pilihan pertama apabila
pasien kehilangan bowel control atau bladder control, atau mengalami
kelemahan yang progresif pada tungkai, gejala-gejala ini merupakan
kegawatdaruratan medis dan memerlukan tindakan pembedahan yang segera. 5
Pada sebagian besar pasien,

nyeri punggung bawah memiliki

kecenderungan untuk mengalami perbaikan dalam jangka waktu dua minggu


sampai tiga bulan. Selama periode waktu ini, saat keluhan nyeri punggung
bawah berada dalam proses resolusi, atau apabila nyeri punggung bawah
bersifat kronis, maka perlu dipertimbangkan penatalaksanaan konservatif
yang tepat dalam rangka untuk: 5
1.

Mengurangi rasa nyeri dan spasme

2.

Memberikan pengkondisian untuk tulang belakang

3.

Membantu mengatasi masalah-masalah yang sering menyertai nyeri


punggung bawah, seperti kurang tidur atau depresi
Pada saat awitan nyeri punggung bawah, disarankan untuk mencoba tirah

baring selama satu atau dua hari untuk mengurangi spasme otot dan
memberikan kesempatan tulang belakang untuk beristirahat. Tirah baring
yang lebih lama cenderung memperberat keadaan karena menimbulkan
pelemahan otot-otot yang berperan menyangga tulang belakang. 5

B. Medikamentosa
Terdapat dua jenis obat-obatan bebas yang disarankan untuk mengurangi
nyeri punggung bawah, yaitu asetaminofen dan obat-obatan anti inflamasi
non steroid (OAINS). Asetaminofen dan OAINS bekerja dengan mekanisme
yang berbeda, sehingga keduanya dapat digunakan secara bersamaan. Untuk
jangka waktu yang pendek, obat-obatan terbatas (seperti obat-obatan anti
nyeri narkotik dan relaksan otot) dapat bermanfaat dalam mengurangi nyeri
atau komplikasi lain yang terkait. Golongan obat yang lain (seperti obatobatan antidepresan atau obat-obatan anti kejang) juga dapat berguna
mengurangi sensasi nyeri dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang
panjang. 5

1.

Asetaminofen
Tidak seperti aspirin atau OAINS, asetaminofen tidak memiliki efek
anti inflamasi. Obat ini mengurangi nyeri dengan bekerja secara sentral
di otak untuk mematikan persepsi rasa nyeri. Tylenol merupakan salah
satu contoh obat dengan kandungan aktif asetaminofen yang banyak
dikenal. Dosis sebesar 1000 mg asetaminofen dapat dikonsumsi setiap
empat jam sekali, dengan dosis maksimal 4000 mg per 24 jam. 5
Selain efektivitasnya, asetaminofen sering dianjurkan karena efek
sampingnya yang minimal. Terutama:5
a)

Sama sekali tidak menimbulkan kecanduan

b) Pasien tidak mengalami efek toleransi terhadap obat


c)

Pada penggunaan jangka panjang tidak menimbulkan gangguan


gastrointestinal (lambung)

e)

Hanya sedikit pasien yang alergi terhadap obat ini


Suatu hal yang pelu diperhatikan, asetaminofen dimetabolisme oleh

hepar, sehingga pasien dengan gangguan hepar harus memeriksakan diri


terlebih dahulu pada dokternya. Pasien tidak boleh mengkonsumsi lebih
dari 1000 mg setiap empat jam (dosis maksimal yang dianjurkan), karena

dosis lebih tinggi tidak memberikan efek anti nyeri tambahan dan
memperberat risiko kerusakan hepar. 5

2.

Obat-obatan Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)


Karena sebagian besar serangan nyeri punggung bawah melibatkan
suatu komponen inflamasi, obat-obatan anti inflamasi sering menjadi
pilihan terapi yang efektif. OAINS bekerja seperti aspirin dengan
menghambat terjadinya proses inflamasi, namun memiliki efek samping
gastrointestinal yang lebih sedikit dibandingkan dengan aspirin. 5
Penggunaan OAINS lebih baik secara terus menerus agar terbentuk
suatu konsentrasi obat anti inflamasi di dalam darah, dan efektivitas
OAINS berkurang apabila hanya digunakan setiap merasa nyeri. Karena
OAINS dan asetaminofen bekerja dengan mekanisme yang berbeda,
maka kedua obat ini dapat digunakan secara bersamaan. 5
OAINS dimetabolisme dari aliran darah oleh ginjal, dengan
demikian bagi pasien diatas usia 65 tahun yang mengidap kelainan ginjal
sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai
penggunaan obat-obatan ini. Apabila seorang pasien mengkonsumsi
OAINS dalam jangka waktu yang lama (6 bulan atau lebih), maka perlu
dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk mendeteksi tanda-tanda
awal kerusakan ginjal. OAINS juga dapat menimbulkan gangguan
lambung, sehingga pasien dengan riwayat ulkus lambung perlu
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. 5
Kelas baru OAINS, yaitu penyekat COX-2, sudah tersedia.
Perbedaan utama antara kelompok obat ini dengan obat-obatan OAINS
sebelumnya adalah penyekat COX-2 menghambat secara selektif reaksi
kimiawi yang berujung pada inflamasi, tetapi di lain pihak tidak
menghambat produksi kimiawi lapisan pelindung lambung. Karena efek
samping utama dari OAINS adalah pembentukan ulkus lambung, maka
obat-obatan ini memiliki angka komplikasi yang lebih rendah dan
cenderung untuk tidak menghasilkan ulkus. Celebrex merupakan

10

penyekat COX-2 yang pertama dipasarkan, dan Vioxx merupakam obat


yang baru saja dipasarkan. 5

3.

Obat Anti Nyeri Narkotika


Untuk serangan nyeri punggung bawah yang berat, obat anti nyeri
narkotika dapat diresepkan. Jelas, golongan narkotik lebih kuat dan
memiliki potensi adiksi yang tinggi, sehingga hanya boleh diberikan oleh
dokter. 5
Semua obat narkotika memiliki efek disosiatif yang membantu
pasien mengatasi nyerinya. Jadi obat-obat ini tidak mengurangi sensasi
nyeri secara langsung, melainkan mengalihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri. Narkotika yang umum digunakan adalah sebagai berikut: 5
a)

Kodein (misalnya Tylenol)

b) Propoksifen (misalnya Darvocet) hidrokodon (misalnya. Vicodin)


c)

Oksikodon (misalnya Percocet, Oxycontin)


Obat-obatan narkotika sangat efektif dalam mengatasi nyeri

punggung bawah untuk periode watu yang singkat (kurang dari dua
minggu). Setelah dua minggu pertama, tubuh secara cepat membangun
toleransi alami terhadapi obat-obatan narkotika tersebut, sehingga
efektivitas obat-obatan tersebut berkurang. 5
Obat-obatan narkotika memiliki efek samping utama dan risiko yang
berat seperti: 5
a)

Gangguan fungsi mental dan rasa kantuk

b) Konstipasi yang signifikan


c)

Adiksi

d) Interaksi obat dengan asetaminofen

4.

Relaksan otot
Obat-obatan ini tidak bekerja secara langsung pada otot, melainkan
bekerja secara sentral (di otak) dan merupakan relaksan tubuh dan
memiliki efek sedatif. 5

11

Biasanya, relaksan otot diresepkan lebih dini dalam perjalanan


penyakit nyeri punggung bawah, dan biasanya dalam jangka waktu yang
singkat, dengan tujuan mengurangi nyeri punggung bawah yang
diakibatkan spasme otot. Tersedia beberapa obat-obatan yang sering
digunakan untuk mengobati nyeri punggung bawah: Carisoprodol
(Soma), Cyclobenzaprine (Flexeril) dan Diazepam (Valium). 5

C. Terapi fisik

Setelah serangan nyeri punggung bawah berlangsung antara dua sampai


enam minggu, atau terjadi rekurensi-rekurensi berikutnya, maka dapat
dipertimbangkan penggunaan terapi fisik. Beberapa spesialis tulang belakang
bahkan mempertimbangkan terapi fisik lebih dini, terutama apabila nyerinya
berat untuk mengurangi nyeri punggung bawah, memperbaiki fungsi, dan
memberikan edukasi berupa program pemeliharaan untuk mencegah
kekambuhan. 5
Terdapat berbagai macam bentuk terapi fisik. Pada fase akut, terapis
mungkin akan fokus pada upaya mengurangi nyeri menggunakan terapi fisik
pasif (modalitas). Terapi jenis ini disebut terapi pasif karena dikerjakan pada
pasiennya. 5
Selain terapi pasif, terapi fisik aktif (olahraga) juga diperlukan untuk
merehabilitasi tulang belakang. Secara umum, program latihan pasien perlu
melingkupi hal-hal berikut ini: 5
1.

Peregangan. Hampir semua orang yang telah mengalami nyeri


punggung bawah peru meregangkan otot-otot hamstring mereka
sebanyak satu sampai dua kali sehari. 5

2.

Penguatan. Untuk menguatkan otot belakang, stabilisasi lumbar selama


15 sampai 20 menit setiap hari atau jenis latihan lain yang diresepkan
sebaiknya dilakukan tiap hari. 5

3.

Latihan aerobic low-impact. Latihan aerobic low impact (seperti jalan


kaki, bersepeda atau berenang) sebaiknya dilakukan 30 sampai 40 menit
tiga kali dalam seminggu, berselingan dengan latihan penguatan otot. 5

12

1.

Terapi Fisik Pasif (Modalitas)


Berbagai modalitas sering digunakan untuk mengurangi nyeri punggung
bawah. Modalitas-modalitas ini sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri
punggung bawah akut (misalnya

serangan nyeri yang hebat dan

melumpuhkan). 5
a) Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin merupakan modalitas yang paling sering
digunakan. Masing-masing berguna untuk mengurangi spasme otot dan
inflamasi. 5
Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan
hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan dingin. Keduanya
dapat digunakan secara bergantian. Umumnya kompres digunakan
selama 10-20 menit setiap dua jam dan lebih bermanfaat pada beberapa
hari pertama serangan nyeri. 5

b)

Iontophoresis
Iontophoresis merupakan metode pemberian steroid melalui kulit.
Steroid diletakkan pada permukaan kulit dan kemudian dialirkan aliran
listrik yang akan menyebabkan steroid tersebut untuk bermigrasi ke
bawah kulit. Steroid tersebut kemudian menimbulkan efek anti inflamasi
pada daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas ini terutama efektif
dalam mengurangi serangan nyeri akut. 5

c) Unit TENS
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung
bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak.
Biasanya dilakukan percobaan terlebih dahulu, dan apabila nyeri
berkurang secara signifikan maka unit TENS dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri punggung bawah dalam jangka waktu yang lama. 5

13

d) Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam
dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai
jaringan

lunak

dibawahnya.

Ultrasound

terutama

berguna

dalam

menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya


penyembuhan jaringan. 5

2.

Terapi Fisik Aktif (Latihan)


Terapi aktif (latihan) biasanya diperlukan untuk merehabilitasi tulang
belakang dan membantu mengurang nyeri. Lebih penting lagi, suatu rutinitas
latihan yang memberikan pasien cara untuk menghindari kekambuhan nyeri
punggung bawah dan mengurangi intensitas serta durasi serangan nyeri di
kemudian hari. 5
Program latihan pasien perlu meliputi peregangan (seperti peregangan
hamstring), penguatan otot (seperti latihan stabilisasi dinamik lumbal), dan
latihan aerobic low impact (seperti berjalan, bersepeda atau berenang). 5

a) Peregangan
Tulang belakang dan otot, ligament, serta tendon yang melekat
padanya dirancang untuk bergerak, sehingga pembatasan pada gerakan
ini dapat memperberat rasa nyeri. Pasien dengan nyeri kronis mungkin
akan memerlukan peregangan selama berminggu-minggu atau berbulanbulan untuk memobilisasi tulang belakang dan jaringan lunaknya, namun
pada akhirnya dapat merasakan manfaat berupa hilangnya rasa nyeri dan
peningkatan daya gerak. 5
Otot hamstring tampaknya memiliki peran yang penting dalam nyeri
punggung bawah, karena pasien yang mengalami nyeri punggung bawah
cenderung memiliki otot hamstring yang tegang, demikian juga
sebaliknya. Tidak diketahui secara pasti mana yang timbul terlebih
dahulu,

namun jelas bahwa

ketegangan

pada

hamstring akan

menghambat gerak pada pelvis dan dapat menimbulkan posisi yang

14

memperberat tekanan pada tulang belakang bagian bawah. Dengan


demikian, dapat disimpulkan bahwa peregangan otot hamstring dapat
membantu mengurangi intensitas nyeri punggung bawah pasien dan
frekuensi rekurensi. 5
Latihan peregangan rutin untuk meregangkan otot hamstring selama
30 sampai 45 detik, satu sampai dua kali sehari. Tekanan pada otot perlu
dilakukan secara merata dan tidak boleh disertai dengan pemijatan karena
pemijatan dapat memicu respon spasme pada otot yang sedang diregang.
Otot hamstring dapat diregang dengan berbagai cara. 5
1) Teknik paling umum adalah dengan membungkuk, dengan tungkai
yang relative lurus dan tangan berupaya untuk menggapai jari kaki,
kemudian bertahan pada posisi ini. 5
2) Apabila pendekatan ini tidak dapat ditolerir, tarikan pada punggung
dapat dikurangi dengan duduk di kursi meyangga kaki pada kursi
lain dihadapannya sehingga tungkai dalam posisi lurus. Kemudian
dilakukan upaya menyentuh jari kaki. Peregangan dapat dilakukan
bergantian pada sisi kiri dan kanan. 5
3) Teknik yang paling ringan adalah untuk berbaring pada lantai dan
menarik tungkai kearah dada dan kemudian meluruskannya dengan
bantuan handuk kecil yang dikaitkan pada tumit. Metode ini
dilakukan bergantian pada sisi kanan dan kiri. 5
4) Pilihan lain yang ringan adalah dengan berbaring di lantai, dengan
bokong ditempelkan pada dinding. Kaki dinaikkan pada dinding dan
kemudian berusaha meluruskan sendi lutut. Dilakukan peregangan
bergantian pada kedua sisi. 5
Seiring dengan waktu, otot hamstring akan memanjang, sehingga
mengurangi beban pada daerah pinggang. Peregangan sebaiknya tidak
dilakukan bersamaan dengan latihan lain, karena latihan-latihan tersebut
tidak dapat dilakukan setiap hari. Agar peregangan menjadi bagian dari
regimen harian, maka sebaiknya melakukan peregangan setiap pagi saat
bangun dari tempat tidur dan sesaat sebelum tidur. 5

15

b) Penguatan
Terdapat dua bentuk utama latihan untuk memperkuat dan/atau
mengurangi nyeri yang cenderung digunakan pada kondis-kondisi
spesifik tertentu: latihan McKenzie dan latihan stabilisasi lumbal
dinamis. Apabila mungkin, kedua bentuk terapi fisik ini dapat
dikombinasikan. 5
1) Latihan McKenzie
Latihan ini dinamai sesuai dengan ahli terapi fisik dari New
Zealand yang menemukan bahwa ekstensi tulang belakang dapat
mengurangi

nyeri

yang

ditimbulkan

dari

daerah

discus

intervertebralis. Secara teori, ekstensi juga dapat mengurangi discus


yang terherniasi dan mengurangi penekanan pada cabang saraf. 5
Pada pasien-pasien yang menderita nyeri tungkai akibat herniasi
discus (suatu radikulopati), ekstensi tulang belakang dapat
mengurangi

nyeri

tungkai

dengan

memusatkan

nyeri

(memindahkan nyeri dari tungkai ke arah pinggang). Apabila pasien


dapat memusatkan nyeri maka mereka dapat meneruskan dengan
terapi konservatif serta tidak memerlukan pembedahan. 5
Apabila nyeri bersifat akut, latihan perlu dilakukan lebih sering
(setiap satu sampai dua jam). Pasien juga sebaiknya menghindari
fleksi tulang belakang (membungkuk ke depan). 5
Latihan McKenzie
mengalami

nyeri

juga

dapat

membantu

punggung

bawah

akibat

pasien

penyakit

yang
discus

degeneratif. Saat berada dalam posisi duduk atau membungkuk ke


depan, nyeri punggung bawah dapat menjadi lebih berat pada pasien
dengan penyakit discus degeneratif, sedangkan ekstensi tulang
belakang dapat mengurangi penekanan pada discus. Perlu dicatat
bahwa pada pasien usia lanjut dengan osteoarthritis facet joint
dan/atau stenosis lumbal, hal yang sebaliknya yang terjadi (Ekstensi
akan menekan facet joint dan meningkatkan tekanan pada sendi

16

tersebut sehingga pasien-pasien ini akan merasa lebih nyaman saat


duduk). 5
2) Latihan Stabilisasi Lumbal Dinamis
Pada teknik ini, terapis akan berupaya menemukan posisi netral
tulang belakang pasien, yaitu posisi tulang belakang yang paling
nyaman bagi pasien. Otot-otot punggung kemudian dilatih untuk
melatih tulang belakang agar bertahan pada posisi tersebut. Teknik
ini mengandalkan propriosepsi, yaitu kesadaran akan posisi sendi
diri sendiri. Apabila dilakukan secara rutin, latihan ini dapat
memelihara agar punggung tetap kuat dan berada dalam posisi yang
baik. 5
Latihan stabilisasi ini juga dapat dilakukan besamaan dengan
latihan McKenzie. Latihan McKenzie berperan mengurangi nyeri
punggung

bawah,

sedangkan

latihan

stabilisasi

membantu

memperkuat tulang belakang. Latihan stabilisasi biasanya berat dan


intensif, sehingga tidak semua pasien dapat mentolerirnya dengan
baik. Disarankan pada pasien usia lanjut atau pasien dengan nyeri
yang signifikan untuk menggunakan metode terapi fisik lainnya yang
lebih ringan. 5
c) Latihan aerobic Low-impact
Pasien yang terlatih secara aerobic memiliki insidensi nyeri
punggung bawah yang lebih rendah, dan saat serangan terjadi nyerinya
lebih ringan. 5
Latihan aerobic sebaiknya dilakukan secara kontinyu untuk
meningkatkan detak jantung dan mempertahankannya pada detak yang
tinggi. Selain itu, diperkirakan bahwa latihan aerobic 30 40 menit
memiliki keuntungan pelepasan endorphin yang merupakan molekul
yang melawan nyeri. 5
Terdapat beberapa jenis latihan aerobik yang aman bagi tulang
belakang: 5

17

1) Berjalan Kaki
Secara umum, berjalan kaki sangat aman bagi pinggang, dan
berjalan sejauh dua sampai tiga mil per minggu sangat membantu
pasien.
2) Bersepeda Statis
Apabila berjalan kaki terasa nyeri, bersepeda statis juga efektif
serta mungkin lebih aman bagi tulang belakang.
3) Terapi Air
Latihan di dalam air memungkinakn pengkondisian yang efektif
sambil neminimalisir stress pada pinggang. Memulai latihan aerobic
juga memiliki efek tambahan berupa menghilangkan beban dari
tulang belakang, sehingga memungkinkan mobilisasi yang lebih baik
dengan nyeri yang lebih sedikit. Terkadang, seiring dengan
berjalannya terapi, latihan dapat diganti secara bertahap dengan
latihan di darat.
Terapi air sangat bermanfaat bagi pasien yang berada dalam
nyeri yang terlalu hebat sehingga tidak dapat mentolerir latihan di
darat.
3.

Back Braces
Mengurangi pergerakan tulang belakang biasanyamakan mengurangi
insidensi nyeri atau rasa tidak nyaman pada pinggang. Terdapat dua jenis
back brace yang sering digunakan untuk mengurangi pergerakan tulang
belakang: 5
1.

Rigid Braces
Rigid braces, seperti Boston Overlap braces atau Thoracolumbar
Sacral Orthosis (TLSO), merupakan brace plastic yang mengikuti lekuk
tubuh. Apabila ukuran rigid brace tepat, penggunaannya dapat
menghambat kurang lebih 50% pergerakan tulang belakang. Fraktur
sering dapat ditangani dengan penggunaan rigid brace yang juga dapat
digunakan pasca operasi fusi. Rigid braces cukup berat, panas, dan
cenderung tidak nyaman bagi pasien. Sebaiknya dipakai saat pasien

18

sedang dalam posisi tegak namun tidak dipakai saat pasien sedang
berbaring.
2.

Corset Braces (Braces Elastis)


Sebuah corset brace sering dianjurkan untuk membatasi pergerakan
tulang belakang pasca fusi lumbalis. Brace ini membantu mengurangi
pergerakan tulang belakang sementara fusi sedang menyembuh dengan
cara menghambat pergerakan membungkuk ke depan. Tulang tumbuh
dengan lebih baik apabila pergerakan lebih sedikit, dan terutama pada
kasus-ksus tanpa penggunaan instrumentasi (alat-alat yang membantu
stabilisasi), penggunaan brace dapat membantu terbentuknya fusi yang
solid.
Brace ini bekerja dengan menghambat pergerakan dan sekaligus
mengingatkan pemakainya untuk mempertahankan postur tubuh yang
baik saat mengangkat. Dengan memakai corset brace, seseorang yang
mengangkat beban akan melakukannya dengan posisi punggung yang
lurus (tidak membungkuk), dan mengandalkan otot tungkai yang besar
untuk mengangkat.

19

BAB III
SPONDILITIS TUBERKULOSA

A. Definisi
Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Potts disease adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
yang mengenai tulang belakang. Mekanisme infeksi terutama oleh
penyebaran

melalui

hematogen.

Komplikasi

spondilitis

TB

dapat

mengakibatkan paralisis yang dapat timbul secara cepat disebabkan oleh


abses, sedangkan secara lambat oleh karena perkembangan dari kiposis, kolap
vertebra dengan retropulsi dari tulang dan debris.4

B. Patogenesis
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh. Organ yang dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama
apeks paru atau lobus atas paru. Penyakit dimulai dan menyebar dari
ligamentum anterior longitudinal. Radiologi menunjukkan adanya skaloping
vertebra anterior, sentral terjadi sekitar 11,6% kasus spondilitis TB. Penyakit
terbatas pada bagian tengah dari badan vertebra tunggal, sehingga dapat
menyebabkan kolap vertebra yang menghasilkan deformitas kiposis. Di
berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman

sebelum

terbentuk

imunitas

selular

yang

akan

membatasi

pertumbuhan. 4
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari
vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas,
berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen
longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan

20

melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara


langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus
yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat
juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral. 6
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan
tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi
avascular sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio
torakal. Discus intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap
infeksi tuberkulosa. 6
Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke
dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya
corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus,
sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah
juga akan

semakin terganggu

dengan timbulnya

endarteritis

yang

menyebabkan tulang menjadi nekrosis. 6


Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian
tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk
menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan
sendi intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan
timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior)
tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat.
Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa
penyakit in sudah meluas. 6
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal
yang normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal
lumbar lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke
posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal,
kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena
sebagian besar berat badan disalurkan melalui prosesus artikular. 6
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang
iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa

21

barrel chest. Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan


timbulnya fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa.
Terkadang jaringan fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan
ankilosis tulang vertebra yang kolaps. 6
Pembentukan
kasus.Dengan

abses

kolapsnya

paravertebral
korpus

terjadi

vertebra

hampir

maka

pada

jaringan

setiap

granulasi

tuberkulosa, bahan perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan
menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum
longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan
pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara
eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya. 6
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya
berjalan menuju lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal,
ligamentum longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram
sebagai gambaran bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit
dibawah level vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat
terjadi ruptur ke dalam mediastinum, membentuk gambaran abses
paravertebral yang menyerupai sarang burung. Terkadang, abses torakal
dapat mencapai dinding dada anterior di area parasternal, memasuki area
retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke lateral menuju bagian tepi
leher. 6
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul
pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat
terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis
(karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan
dari tulang (seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous
arachnoiditis). 6
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia
yang dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul
secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari
kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada

22

penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya


terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan
tidak ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini. 6

C. Klasifikasi
Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Potts paraplegia menjadi:
1.

Early onset paresis6


Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit

2.

Late onset paresis6


Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit
Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi
tiga tipe:
1.

Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akut6


Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit,
dan dihubungkan dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak
permanen).

2.

Type II6
Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif,
bersifat permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi
tenang.

3.

Type III / yang berjalan kronis6


Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan
apakah dapat membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis
oleh granuloma epidural, fibrosis meningen dan adanya jaringan
granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis, peningkatan
deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi
vaskuler (trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalis).

D. Manifestasi Klinik
Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang
belakang yang disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan

23

enggan menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien


akan menolak jika diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat
barang dari lantai. Nyeri tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat.
Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus
disertai oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang membungkuk dan
membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak stabil serta dapat berkembang
secara progresif. Terdapat 2 tipe klinis kiposis yaitu mobile dan rigid.
Kelainan yang sudah berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun
tanpa paraplegia. Abses dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat
menjalar ke rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal. 4

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan untuk menentukan adanya
infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah dengan menggunakan uji
tuberkulin (Mantoux tes). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dilakukan dan
LED yang meningkat dengan hasil >100 mm/jam. Pemeriksaan radiologi
pada tulang belakang sangat mutlak dilaksanakan untuk melihat kolumna
vertebralis yang terinfeksi pada 25%-60% kasus. Vertebra lumbal I paling
sering terinfeksi. Pemeriksaan radiologi dapat ditemukan fokus infeksi pada
bagian anterior korpus vertebre dan menyebar ke lapisan subkondral tulang. 4
Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian anterior dari badan
vertebrae sampai ke diskus intervertebrae yang ditandai oleh destruksi dari
end plate. Elemen posterior biasanya juga terkena. Penyebaran ke diskus
intervertebrae terjadi secara langsung sehingga menampakkan erosi pada
badan vertebra anterior yang disebabkan oleh abses jaringan lunak.
Ketersediaan computerized tomography scan (CT scan) yang tersebar luas
dan magnetic resonance scan (MR scan) telah meningkat penggunaannya
pada manajemen TB tulang belakang. CT scan dikerjakan untuk dapat
menjelaskan sklerosis tulang belakang dan destruksi pada badan vertebrae
sehingga dapat menentukan kerusakan dan perluasan ekstensi posterior
jaringan yang mengalami radang, material tulang, dan untuk mendiagnosis

24

keterlibatan spinal posterior serta keterlibatan sacroiliac join dan sacrum.


Hal tersebut dapat membantu memandu biopsi dan intervensi perencanaan
pembedahan. Pemeriksaan CT scan diindikasikan bila pemeriksaan radiologi
hasilnya meragukan. Gambaran CT scan pada spondilitis TB tampak
kalsifikasi pada psoas disertai dengan adanya kalsifikasi periperal. Magnetic
resonance imaging (MRI) dilaksanakan untuk mendeteksi massa jaringan,
appendicular TB, luas penyakit, dan penyebaran subligamentous dari debris
tuberculous. 4
Biopsi tulang juga dapat bermanfaat pada kasus yang sulit, namun
memerlukan tingkat pengerjaan dan pengalaman yang tinggi serta
pemeriksaan histologi yang baik. Pada pemeriksaan histologi akan ditemukan
nekrosis kaseosa dan formasi sel raksasa, sedangkan bakteri tahan asam tidak
ditemukan dan biakan sering memberikan hasil yang negatif. 4

E. Diagnosis
Diagnosis spondilitis TB dapat ditegakkan dengan jalan pemeriksaan
klinis secara lengkap termasuk riwayat kontak dekat dengan pasien TB,
epidemiologi, gejala klinis dan pemeriksaan neurologi. Metode pencitraan
modern seperti X ray, CT scan, MRI dan ultrasound akan sangat membantu
menegakkan diagnosis spondilitis TB, pemeriksaan laboratorium dengan
ditemukan basil Mycobacterium tuberculosis akan memberikan diagnosis
pasti. 4

F. Tata Laksana
Saat ini pengobatan spondilitis TB berdasarkan terapi diutamakan dengan
pemberian obat anti TB dikombinasikan dengan imobilisasi menggunakan
korset. Pengobatan non-operatif dengan menggunakan kombinasi paling tidak
4 jenis obat anti tuberkulosis. 4
Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan
pirazinamid

dan etambutol.

Lama

pengobatan masih kontroversial.

Pengobatan rutin yang dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun.

25

Lama pengobatan biasanya berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau


stabilitas klinik pasien. Obat yang biasa dipakai untuk pengobatannya seperti
pada Tabel 1. 4

Sebagai tambahan terapi, anti inflamasi non steroid kemungkinan


digunakan lebih awal pada penyakit dengan inflamasi superfisial membran
yang non spesifik untuk menghambat atau efek minimalisasi destruksi tulang
dari prostaglandin. 4
Selain memberikan medikamentosa, imobilisasi regio spinalis harus
dilakukan. Sedikitnya ada 3 pemikiran tentang pengobatan Potts paraplegi.
Menurut Boswots Compos (dikutip dari 10) pengobatan yang paling penting
adalah imobilisasi dan artrodesis posterior awal. Dikatakan bahwa 80%
pasien yang terdeteksi lebih awal akan terdeteksi lebih awal; akan pulih
setelah arthrodesis. Menurut pendapatnya, dekompresi anterior diindikasikan
hanya pada beberapa pasien yang tidak pulih setelah menjalani artrodesis.
Bila pengobatan ini tidak memberikan perbaikan dan pemulihan, akan terjadi
dekompresi batang otak. Pada umumnya artrodesis dilakukan pada spinal
hanya setelah terjadi pemulihan lengkap. 4

26

Pengobatan non operatif dari paraplegia stadium awal akan menunjukkan


hasil yang meningkat pada setengah jumlah pasien dan pada stadium akhir
terjadi pada seperempat jumlah pasien pasien. Jika terjadi Potts paraplegia
maka pembedahan harus dilakukan. Indikasi pembedahan antara lain, 4
A. Indikasi absolut
Paraplegi dengan onset yang terjadi selama pengobatan konservatif,
paraplegia memburuk atau menetap setelah dilakukan pengobatan
konservatif, kehilangan kekuatan motorik yang bersifat komplit selama 1
bulan setelah dilakukan pengobatan konservatif, paraplegia yang disertai
spastisitas yang tidak terkontrol oleh karena suatu keganasan dan
imobilisasi tidak mungkin dilakukan atau adanya risiko terjadi nekrosis
akibat tekanan pada kulit, paraplegia yang berat dengan onset yang cepat,
dapat menunjukkan tekanan berat oleh karena kecelakaan mekanis atau
abses dapat juga merupakan hasil dari trombosis vaskular tetapi hal ini
tidak dapat didiagnosis, paraplegia berat lainnya, paraplegia flaksid,
paraplegia dalam keadaan fleksi, kehilangan sensoris yang komplit atau
gangguan kekuatan motoris selama lebih dari 6 bulan. 4
B. Indikasi relatif
Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga serangan
awal sering tidak disadari, paraplegia pada usia tua, paraplegia yang
disertai nyeri yang diakibatkan oleh adanya spasme atau kompresi akar
saraf serta adanya komplikasi seperti batu atau terjadi infeksi saluran
kencing. 4
Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang
mengalami

paraplegi

adalah

costrotransversectomi,

dekompresi

anterolateral dan laminektomi. 4

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kiposis berat. Hal ini terjadi oleh
karena kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang
mengalami destruksi sangat besar. Hal ini juga akan mempermudah

27

terjadinya paraplegia pada ekstremitas inferior yang dikenal dengan istilah


Potts paraplegia. 4

H. Prognosis
Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik
yang terjadi. Prognosis yang buruk berhubungan dengan TB milier, dan
meningitis TB, dapat terjadi sekuele antara lain tuli, buta, paraplegi, retardasi
mental, gangguan bergerak dan lain-lain. Prognosis bertambah baik bila
pengobatan lebih cepat dilakukan. Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak
dengan usia kurang dari 5 tahun sampai 30%.4

28

DAFTAR PUSTAKA

1.

Von Korff M, Dworkin SF, Le Resche L, et al: An epidemiologic comparison


of pain complaints, Pain 32(2):173-183, 1988.

2.

Nachemson AL, Waddell G, Norlund AI: Epidemiology of neck and low back
pain. In Nachemson AL, Johnsson B, editors: Neck and back pain: the
scientific evidence of causes, diagnosis, and treatment, Philadelphia, 2000,
Lippincott Williams & Wilkins.

3.

Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala


L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.

4.

Paramarta E G I, Purniti S P, Subanada B I, Astawa P., 2008. Spondilitis


Tuberkulosis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak & Ilmu Bedah Ortopedi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar. 10. pp 17781

5.

Rahim H A, Priharto K., Terapi Konservatif untuk Low Back Pain. Divisi
Spine, Bagian Orthopaedi & Traumatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin. pp 112

6.

Vitriana., 2002. Spndilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Dan


Rehabilitasi Fk-Unpad / Rsup.Dr.Hasan Sadikin Fk-Ui / Rsupn Dr.
Ciptomangunkusumo. pp. 2-7

29

Вам также может понравиться