Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Spektrofotometri UV-VIS
Spektroskopi merupakan studi antaraksi radiasi elekromagnetik
dengan materi. Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari 1nalge
yang diteruskan melalui ruang dengan kecepatan yang luar biasa. Dikenal
berbagai bentuk radiasi elektromagnetik dan yang mudah dilihat adalah
cahaya atau sinar tampak. Daerah sinar tampak mulai dari warna merah
pada panjang gelombang 780 nm sampai warna ungu pada panjang
gelombang 380 nm (kisaran frekuensi 12800 26300 cm -1). Sedangkan
daerah ultraviolet berkisar dari 380 nm sampai 180 nm (kisaran frekuensi
2630 55500 cm-1). Energi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak
berkisar dari 140 sampai 660 kj/mol (Mudzakir dan Soja Fatimah, 2008:
62-65).

Gambar 1. Daerah Spektrum Radiasi Elektromagnetik


(sumber: http://gusnil45mind.files.wordpress.com/2010/09/spektrum-warna.png)
1

Teknik spektroskopi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak biasa


disebut spektroskopi UV-Vis atau spektrofotometer UV-Vis. Dari spekrum
absorbsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum dari
suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan
mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang
dengan absorbansi maksimum yang telah ditentukan.
Radiasi yang berasal dari ultraviolet-visibel diabsorbsi oleh molekul
organik aromatik, molekul yang mengandung elektron- terkonjugasi dan atau
atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron dari orbit
terluarnyadari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi
yang lebih tinggi. Besarnya absorbansi radiasi tersebut sebanding dengan
banyaknya molekul analit yang mengabsorbsi dan dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif (Satiadarma, dkk, 2004:87)
Spektrofotometer Spectronic-20 merupakan salah satu contoh spektrofotometer
yang dapat digunakan untuk mengukur serapan sinar ultraviolet dan sinar tampak
oleh suatu materi dalam bentuk larutannya. Jumlah cahaya yang diserap oleh
suatu zat dalam larutan berbanding lurus dengan konsentrasi zat dalam larutannya.
Hubungan antara serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam larutan dapat
dinyatakan dengan persamaan Lambert-Beer berikut ini:

A = - log T = b c
Dimana:

A = absorbansi

T = transmitansi
= absorptivitas molar (L/mol cm)
b = panjang sel (cm)
c = konsentrasi zat yang menyerap sinar (mol/L)

Dalam aplikasinya, terdapat beberapa persyaratan agar hukum LambertBeer


dapat digunakan, yaitu:
a.

Syarat konsentrasi, konsentrasi larutan yang diukur harus encer

b.

Syarat kimia, zat pengabsorbsi (zat yang dianalisis) tidak boleh


terdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan produk
lain.

c.

Syarat cahaya, radiasi cahaya yang digunakan untuk pengukuran harus


monokromatis (cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang).

d.

Syarat kejernihan, kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikelpartikel koloid misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer.

Gambar 2. Spektronik 20 (Model Camspec M-106)


(Sumber: http://teknologikimiaindustri.blogspot.com/2011/01/uv-visible.html)

Penyimpangan dari Hukum Beer dapat disebabkan oleh 4nalgesi kimia


atau 4nalgesic4. Kegagalan Hukum Beer dapat disebabkan oleh perubahan kadar
molekul terlarut sebagai akibat asosiasi molekul terlarut atau asosiasi antara
molekul terlarutdan molekul pelarut, atau disosiasi atau ionisasi. Penyimpangan
lain dapat disebabkan oleh pengaruh 4nalgesic4 seperti radiasi polikromatis, lebar
celah, atau cahaya yang menyimpang (Hendayana, 1994: 176).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi
yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik
yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau
panjang gelombang) sinar merupakan 4nalgesi absorpsi. Transisi yang dibolehkan
(allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda
tidaklah sama, sehingga 4nalgesi absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian,
sepektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk
analisa kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorbsi pada panjang gelombang
tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga
spectrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif (Gandjar dan
Rohman (2007) dalam Sirait, 2009: 21).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer ultraviolet,


diantaranya:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang

gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan


antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat seri dari larutan baku zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai
absorbansi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lamber-Beer terpenuhi maka kurva
kalibrasi berupa garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi
tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.

Sama halnya seperti instrumentasi spektrofotometer ultraviolet lainnya,


spektronik 20 model Camspec M-106 Spectrophotometer memiliki instrumentasi
yang terdiri dari lima komponen utama, yaitu ;

a. Sumber sinar
Sumber sinar yang ideal untuk spektroskopi absorpsi harus memancarkan
spectrum yang kontinyu, berintensitas tinggi dan merata pada daerah panjang
gelombang yang digunakan. Sumber sinar dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1.

Sumber sinar ultraviolet

Spektrum kontinyu dalam daerah UV dihasilkan dari eksitasi electron


deuterium pada tekanan rendah. Harga lampu cukup mahal dan umur
pemakaiannya 6nalgesi pendek.
2.

Sumber sinar tampak

Sumber sinar tampak biasanya lampu Tungsten atau pijaran kawat Wolfram.
Lampu ini tidak memerlukan perawatan khusus karena 6nalgesi murah serta
sinar yang dipancarkan tidak membahayakan (Soja Siti Fatimah, 2003:6-7).

b. Wadah sampel
Wadah sampel yang digunakan pada umumnya disebut sel atau kuvet. Kuvet
harus mempunyai jendela dari bahan tembus sinar pada daerah spectra
pengamatan. Bahan yang sering digunakan adalah: gelas, kuarsa dan 6nalges
bergantung kebutuhan. Kuvet adalah bagian dari jalan 6nalg, sehingga sifat-sifat
optiknya sangat penting. Kuvet mudah terkontaminasi oleh penguapan pelarut,
mudah terkena debu dan lemak bila dipegang langsung dan mudah tergores.
Keadan tersebut dapat menurunkan sifat transmisi dan akibatnya ketelitian
menurun. Beberapa macam kuvet berdasarkan berbagai penggolongannya dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa Macam Kuvet / Wadah Sampel
No.
1

Penggolongan

Berdasarkan

Macam
Kuvet permanen

Keterangan
dibuat dari bahan
gelas atau leburan
silika

pemakaiannya

dibuat dari 6nalge


Kuvet 6nalgesic6
atau plastik

Kuvet dari silika

dipakai

untuk

analisis

kuantitatif

dan kualitatif pada


daerah pengukuran
1901100 nm
dipakai
untuk
analisis

Berdasarkan bahannya

kuantitatif

dan kualitatif pada


daerah pengukuran
Kuvet dari gelas

3801100

nm

karena bahan dari


gelas

dapat

mengabsorpsi
radiasi UV
untuk
mengukur

Berdasarkan
3

Kuvet bermulut

kadar

sempit

pelarut yang mudah

zat

alam

menguap
untuk
mengukur

penggunaannya
Kuvet bermulut

kadar

lebar

pelarut yang tidak

zat

alam

mudah menguap

c. Monokromator
Monokromator adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan
berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokromator untuk radiasi ultra

violet, sinar tampak, dan infra merah adalah serupa yaitu mempunyai celah (slit),
lensa, cermin, dan prisma atau grating.
Terdapat dua macam monokromator yaitu monokromator prisma Bunsen dan
monokromator

grating

Czerney

Turner.

Pada

dasarnya,

komponen

monokromator terdiri dari :


1.

Celah masuk, berperan penting dalam terbentuknya radiasi


monokromatis dan resolusi panjang gelombang.

2.

Filter, berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga


cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai
dengan panjang gelombang yang dipilih.

3.

Prisma, berfungsi untuk mendispersikan radiasi elektromagnetik


sebesar mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi
polikromatis.

4.

Kisi, fungsinya sama seperti prisma, namun karena bentuk kisi


adalah konkaf, maka dapat memberikan resolusi radiasi yang lebih
baik.

5.

Celah keluar, tempat keluarnya sinar monokromatis yang


selanjutnya akan diteruskan menuju sampel.

d. Detektor dan Transducer


Peralatan 8nalgesi telah didukung oleh transducer yang mampu mangubah
8nalge radiasi menjadi isyarat listrik yang nantinya diperkuat oleh amplifier
sehingga mampu menggerakkan jarum pembacaan atau pena rekorder melalui

meter dalam bentuk % transmitansi (%T) atau absorbansi.. Detektor sendiri


berfungsi untuk mendeteksi cahaya yang melewati larutan.
Dikenal 2 macam 9nalgesi yaitu 9nalgesi foton dan 9nalgesi panas. Detektor foton
termasuk (1) sel photovoltalc, (2) phototube, (3) photomultiplier tube, (4) 9nalgesi
semi konduktor, dan (5) 9nalgesi diode silicon. Detektor panas biasa dipakai
untuk mengukur radiasi infra merah, termasuk thermocouple dan bolometer.

e. Rekorder
Signal listrik dari detector biasanya diperkuat lalu direkam sebagai
9nalgesi yang berbentuk puncak-puncak. Plot antara panjang gelombang dan
absorbansi akan dihasilkan 9nalgesi. Rekorder inilah yang berperan dalam
merekam hasil senyawa yang telah masuk detector ( Tim Kimia Anorganik,
2008:67-68).

Gambar 3. Skema Diagram Instrumen Spektrofotometer


(Sumber: http://www.tarleton.edu/Faculty/alow/1084exp2.htm)

Pada dasarnya, langkah utama di dalam analisis spektrofotometri meliputi


penetapan

kondisi

kerja

dan

pembuatan

suatu

kurva

kalibrasi

yang

menghubungkan konsentrasi dengan absorbansi.


Dalam hal pemilihan panjang gelombang, pengukuran absorbansi
spektrofotometri dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan
10nalges maksimum karena perubahan absorbansi permit. Konsentrasi besar pada
titik ini, artinya absorbansi larutan encer masih terdeteksi.
Selain itu, terdapat pula 10nalge-faktor yang mempengaruhi 10nalges;
meliputi jenis pelarut, Ph larutan, suhu, konsentrasi elektrolit yang tinggi, dan
adanya zat pengganggu. Pengaruh-pengaruh ini diketahui ; kondisi analisis harus
dipilih sedemikian hingga absorbansi tidak akan dipengaruhi sedikitpun.
Kebersihan juga akan mempengaruhi 10nalges termasuk bekas jari pada
dinding tabung harus dibersihkan dengan kertas tisu dan hanya memegang bagian
ujung atas tabung sebelum pengukuran.
Setelah menetapkan kondisi untuk menganalisis (seperti panjang
gelombang yang sesuai), kemudian menyiapkan kurva kalibrasi dari sederet
larutan standar sebagai penentuan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi
(Sumar Hendayana, 1994:176).
Untuk berbagai bahan farmasi, pengukuran spectrum dalam daerah ultraviolet dan
cahaya tampak dapat dilakukan dengan ketelitian dan kepekaan yang lebih baik
daripada dalam daerah inframerah dekat dan inframerah. Apabila larutan diamati
dalam kuvet 1 cm, kadar lebih kurang 10 g specimen per Ml, sering
menghasilkan serapan sebesar 0,2 hingga 0,8 di daerah ultraviolet atau cahaya
tampak. Di daerah inframerah atai inframerah dekat, diperlukan kadar masing-

10

masing sebesar 1 mg hingga 10 mg per Ml dan hingga 100 mg per Ml, untuk
menghasilkan serapan yang memadai; untuk daerah 11nalgesi ini biasanya dipakai
sel dengan panjang 0,01 mm hingga 3 mm.
Spektrum ultraviolet dan cahaya tampak suatu zat pada umumnya tidak
mempunyai derajat spesifikasi yang tinggi. Walaupun demikian, 11nalgesi
tersebut sesuai untuk pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat zat 11nalgesi
tersebut bermanfaat sebagai tambahan untk identifikasi (Farmakope Indonesia,
1995: 1061).

1.2

Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak digunakan dan

dimanfaatkan sebagai 11nalgesic dan antipiretik. Selain itu, zat aktif ini biasa
digunakan sebagai 11nalgesice pengganti aspirin yang dapat diperoleh tanpa
adanya resep dari dokter sekalipun ( Suzen, et al: 1998:94).
Parasetamol yang juga dikenal sebagai asetaminofen telah digunakan
secara klinis sejak tahun 1893. Parasetamol tergolong kedalam kelompok besar
obat antiinflamasi nonsteroid ( Non Steroid Antiinflamatory Drugs/NSAID) yang
merupakan antipiretik efektif dengan dosis yang 11nalgesi rendah. Sedangkan
kemampuan efisiensi analgesiknya sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan
NSAIDs (Munsterhjelm, 2006: 15).
Asetaminofen (parasetamol) sebagai 11nalgesic, digunakan luas pada
penderita sakit gigi dan sakit kepala. Efek penggunaan parasetamol mulai dapat
dirasakan setelah 30 menit konsumsi obat dan kerjanya berlangsung selama 3

11

jam. Asetaminofen dapat berkonjugasi dengan asam glukuronat atau sulfat dalam
kelompok hidroksil fenolik, yang kemudian terjadi penghilangan konjugatnya di
dalam lambung. Pada dosis kecil, sebagian konjugat dioksidasi menjadi N-asetilbenzoquinonimine . Konsumsi dosis yang tinggi (sekitar 10 g) dapat
menyebabkan kerusakan pada hati. Kerusakan pada hati dapat dihindari dengan
pemberian N-asetilsitein yana diberikan secara intravena. Konsumsi asetaminofen
yang rutin dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal (Lullman, et al, 2000: 198).
Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995:649-650), parasetamol
memiliki beberapa sinonim yaitu; paracetamolum, asetaminofen dan 4hidroksiasetanilida. Dengan rumus kimia C8H9NO2 dan berat molekul 151,16 ,
senyawa ini berwujud serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dengan rasa
sedikit pahit. Parasetamol bersifat mudah larut dalam etanol, air mendidih serta
dalam natrium hidroksida 1 N.
Identifikasi dari senyawa ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a.

Inframerah
Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan di atas pengering

yang cocok dan didispersikan

dalam kalium bromide P menunjukkan harga

maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada parasetamol
BPFI.

b.

Serapan ultraviolet
Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam 200.000) dalam campuran

asam klorida 0,1 N dalam methanol P (1 dalam 100), menunjukkan maksimum

12

dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti pada parasetamol
BPFI.
Dengan reaksi : C8H9NO2 + 2NaOH -> C6H6NaNO + C2H3NaO2
+ H2O

c.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Dalam uji ini, digunakan larutan 1 mg per Ml dalam methanol P dan fase

gerak diklorometana P-metanol P.

Gambar 4. Struktur Kimia Parasetamol


(Sumber: Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995: 649)

Cara kerja parasetamol sebagai 13nalgesic

ialah

bekerja dengan

meningkatkan ambang rangsang rasa sakit. Sedangakan sebagai antipiretik,


parasetamol diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus.
Indikasi dari parasetamol ialah kemampuannya dalam meringankan rasa sakit
pada keadaan sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan demam, dengan kontradiksi
penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap zat
aktif dari senyawa ini. Efek samping yang biasa terjadi dari penggunaan bahan

13

aktif ini pada penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati dan reaksi hipersensitivitas (http://www.actavis.co.id).
Parasetamol yang dijual dengan berbagai nama dagang beberapa
diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain-lain.
Menurut peraturan Depkes, semua obat yang dijual bebas harus menuliskan nama
generic dibawah nama dagangnya yang dicantumkan di bawah kandungan.
Namun, patut diingat bila gejalanya hanya demam, tidak dibenarkan untuk
menggunakan parasetamol yang dicampur dengan bahan aktif lainnya, misalnya
untuk pilek, batuk, dan sebagainya. Tambahan bahan lain itu selain tidak ada
gunanya, juga menjadikan harga obat menjadi lebih mahal. Belum lagi bila
menimbulkan efek sampingan.
Secara kimia, parasetamol merupakan nalgesi dari para amino fenol. Di
Indonesia penggunaan parasetamol sebagai 14nalgesic dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Dalam sediannya, parasetamol sering
dikombinasikan dengan kafein yang berfungsi meningkatkan efektifitasnya tanpa
perlu meningkatkan dosisnya.
Sifat antipiretik dari parasetamol disebabkan oleh gugus amino benzene
dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Beberapa reaksi alergi yang
dilaporkan sering muncul antara lain: kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan
kesulitan bernafas/sesak (Ishak, 2009 dalam http://ishak.unpad.ac.id/?p=886).

14

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 ALAT

Spektrofotometer UV-Vis + kuvet

Labu takar 10ml, 25 ml dan 50 ml

Labu Erlenmeyer

Pipet ukur

2.2 BAHAN

Tablet parasetamol

0,1 N dan 3 M NaOH

Aquadest

2.3 PROSEDUR KERJA


1.

Dibuat pelarut standar dan sampel berupa NaOH 0,1 N.

2.

Dibuat larutan stok parasetamol dengan melarutkan 25 mg


parasetamol pada NaOH 0,1 N pada labu 25 ml (C=1mg/ml).

3.

Dibuat larutan standar dengan konsentrasi 2,4,6,8 dan 10 ug/ml.

15

4.

Dibuat sampel dengan mengekstraksi 20 mg parasetamol yang


telah digerus dengan NaOH 0,1 N sebanyak 3 kali pada labu 50 ml,
kemudian add hingga 50 ml. Lalu dibuat larutan parasetamol yang
telah diencerkan menjadi 6 ug.

5.

Pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis untuk parasetamol


dilakukan dengan lampu UV dengan blanko adalah 0,1 N NaOH.

6.

Pertama-tama diukur dulu panjang gelombang yang memberikan


absorbansi maksimum.

7.

Diukur satu-persatu absorbansi dari setiap konsentrasi parsetamol


pada panjang gelombang maksimum tersebut

16

BAB III
PERHITUNGAN

Dalam hal ini persamaan yang digunakan adalah persamaan lambert-Beer, yaitu

A = .b.c

Karena absorptivitas yang dicari adalah absorptivitas molar, maka persamaan


menjadi
A = .b.c
Dengan A = absorbansi
= absorptivitas molar (mol-1cm-1)
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi larutan (mol L-1)
Untuk menentukan kadar sampel yang tidak diketahui dari sebuah kurva
kalibrasi hubungan antara absorbansi dan kadar
larutan standart
menggunakan
Keterangan
:
= absorbansi
sampelyang
Persamaan Regresi Linier. Persamaan regresi linier Yberupa
garis lurus
X = konsentrasi sampel

17

menyatakan dua variable pada sumbu X dan Y yang ditulis dengan rumus sebagai
berikut:

Y= bX + a

Keterangan :

b =

n = banyaknya larutan standart


X = konsentrasi/kadar larutan
a

(C)

Y = absorbansi larutan standart

mg Kadar Parasetamol = X x ml sampel x factor pengenceran


( kadar dalam etiket : 500 mg )
X = konsentrasi sampel

18

PENUTUP

Kesimpulan
Penetapan kadar parasetamol dalam tablet dengan spektrofotometri UVVis dengan menggunakan reagen NaOH 0,1 N dimana digunakan 5 larutan
standart dengan konsentrasi yang berbeda tiap larutannya
Persamaan

lambert-Beer

digunakan

sebagai

dasar

perhitungan

penetapan kadar parasetamol dengan spektrofotometer. Persamaan Regresi Linier


digunakan untuk menentukan kadar sampel yang tidak diketahui dari sebuah
kurva kalibrasi hubungan antara absorbansi dan kadar larutan standart

19

DAFTAR PUSTAKA

http://bestbuydoc.com/id/doc-file/984/validasi-metode-spektrofotometerultraviolet-pada-penentuan kadar-parasetamol-dalam-sediaan-obatb.html ,
13 Desember 2011 , 20:57

Widodo, Wahyu Eko , http://farmasi07itb.wordpress.com/2010/03/13/uvvis-spektrofotometry/, 20 Desember 2011, 09:43

Novitasari, Anik E S.Si , Penuntun Praktikum Kimia Analitik Semester


3

20

Вам также может понравиться