Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Ensefalopati hipertensi merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Oppenheimer dan
Fishberg dalam praktik kedokteran pada tahun 1928, untuk menjelaskan perubahan yang terjadi
pada tingkat otak saat peningkatan tekanan darah mengalami vaskulopati hipertensi yang
mengarah ke edem intraserebral.Gejala tersebut bersifat reversible selama ditangani.Ensefalopati
hipertensi menggambarkan keadaan ensefalopati dalam hubungannya dengan hipertensi maligna
oleh karena kenaikan tekanan darah yang menyebabkan hipertensi vaskulopati dan edema
intraserebral.
Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.Peningkatan tekanan
darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ sasaran disebut hipertensi
urgensi.Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic secara mendadak yang dapat
menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal sebagai hipertensi emergensi.Dalam hal ini organ
sasaran antara lain otak,ginjal,jantung,mata dan pembuluh darah,oleh karena itu orang dengan
tekanan darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovascular ,ginjal dan gangguan pada
penglihatan.
Di Amerika ,60 juta orang menderita hipertensi,sekitar 1 % berkembang menjadi
hipertensi
emergensi.Morbiditas
dan
mortalitasnya
berhubungan
dengan
ensefalopati
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversible yang dicetuskan oleh
kenaikan
tekanan
darah
secara
mendadak
sehingga
melampaui
batas
autoregulasi
otak.Ensefalopati hipertensi dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak
naik menjadi 160/100 mmHg.Sebaliknya mungkin belum terjadi pada hipertensi kronik
meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg.
Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom klinis-radiografi dan etiologi yang bergam
yang terjadi pada 1 % pasien dengan krisis hipertensi.Ensefalopati hipertensi merupakan hasil
dari peningkatan tekanan darah akut yang mencapai batas atas autoregulasi.
Ensefalopati hipertensi merupakan komplikasi neurologi yang diakibatkan peningkatan
mendadak tekanan darah dan digolongkan dalam hipertensi emergensi.Ensefalopati hipertensi
dapat didefinisikan sebagai sindrom serebral akut yang terjadi sebagai hasil kegagalan
autoregulasi vascular serebral,meningkat pada penghancuran sawar darah otak dan edem
serebral.Mekanisme pasti yang menyebabkan hilangnya fungsi endothelial belum diketahui.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 20 30 % orang dewasa di negara berkembang menderita hipertensi. Tekanan
darah meningkat sesuai bertambahnya usia, dan hipertensi lebih sering terjadi pada pria di
banding wanita, terutam kelompok usia muda dan paruh baya. Di Amerika, 60 juta ornag
menderita hipertensi, sekitar 1 % berkembang menjadi hipertensi emergensi. Ensefalopati
hipertensi kebanyakan di derita pada usia paruh baya, yang mempunyai riwayat hipertensi jangka
panjang. Frekuensi ensefalopati hipertensi lebih sering terjadi pada etnis kulit hitam.
2.3 ETIOLOGI
Keadaan ini timbul setelah cedera /trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional
yang mengakibatkan rupture vena yang terjadi dalam ruangan subdural.3,4
Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
2
Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak
terhadap durameter, misalnya pada orang jatuh dan terduduk.
Trauma pada leher keguncangan pada badan, hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan
subdural lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orang tua dan juga anak-anak.
Alkoholisme
Epilepsi
Koagulopati
Kista arachnoid
Trombositopenia
Diabetes mellitus
Penyebab akibat trauma kapitis yang terjadi karena geseran atau putaran otak terhadap
duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk, pecahnya aneurisma atau malformasi
pembuluh darah di dalam ruang subdural, dan gangguan pembeku darah.
Penyebab predominan pada umumnya ialah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan
perkelahian merupakan penyebab terbanyak, sebagian kecil disebabkan kecelakaan olah raga dan
kecelakaan industry. Pada penderita cedera kepala berattanpa lesi masaa (massa lesion) 89%
disebabkan kecelakaan bermotor dan 24 % dari kasus pedarahan subdural akut disebabkan
kecelakaan bermotor. Penderita epilepsy memiliki factor resiko intracranial lainnya. 38% dari
perdarahan intercranial ini adalah perdarahan subdural atau perdarahan epidural. Penderita akut
sebanyak 22% dari 336 penderita kepala berat.5
Gambar 4.SCALP
2.4.2 Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Kalvaria
khusunya di region temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.
Basisi kranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasr otak saat bergerak
4
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior
ruang bagi bagian bawah batang otak dan sebelum.
Gambar 5.Calvaria
2.4.3 Meningen
Selaput meningen menutupi permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :6
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan endosteal dan
lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras terdiri atas jaringan
ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari cranium.Karena tidak
melekat pada selaput araknoid di bawahnya,maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdural) yang terletak antara duramater dan arachnoid,dimana sering
dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak,pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins,dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural.Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan
5
dan inferior pars petrosus os temporalepada setiap sisi kranium. Setiap sinus
karvenosus ke dalam transverses dan setiap sinus inferior mendrainase sinus
cavernosus kedalam vena jugularis interna.
2. Selaput Araknoid
Merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput araknoid terletak
antara pia meter sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan pia meter oleh subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan arakhnoid umumnya disebbakan akibat cidera kepala.
3. Piamater
Pia meter melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia meter adarah
membrane vaskular yang denga erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri arteri yang masuk kedalam substansi
otak juga diliputi oleh pia mater.
Gambar 6.Meningen
2.4.4 Otak
Otak merupakan struktur gelatin yang mna berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.
otak terdiri dari beberapa bagian yaitu: proensefalon (otak depan), terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mensesefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang), terdiri
dari pons, medula oblongata dan serebellum.6
8
bertanggung jawab
dalam
fungsi
koordinasi
dan
keseimbangan.
2.4.5 Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (css) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dua vertikel lateral melalui framen
mono menuju vertikel III, dari akuaduktus sylius menuju ventikel IV. CSS akan
diearobsorbsi kedalam sirkulais vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga menggangu penyerapan css dan menyebabkan kenaikan tekana interacranial.
Angka rata rata pada kelompok populasi dewasa volume css sekitar 150 ml CSS per
hari.6
2.5 PATOFISIOLOGI
Otak dan mendula spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang
konsentrik. Membrane yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater,
membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea meter, dan
membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat denga
permukaan otak dan mendulla spinallis serta dikenal sebagai piameter.1,3
Duramater mepunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum
tulang tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang berfungsi
untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya sera saraf saraf cranial dengan membentuk
sarung yang menutupi setiap saraf cranial. Sinus venosus terletak dalam duramater yang
mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis interna dileher.
10
Pemisah duramater yang berbentuk sabit disebut falx serebri, yang terletak vertical antara
hemispherium serebri dan jembaran horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang
berproyeksi kedepan diantara serebrum dan serebellum, yan berfungsi untuk membatasi
gerakan berlebihan otak di kranium.4
Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih titpis dari durater dan
membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater menjebatani suklus
suklus dan masuk kedalam yang dalam antara hemispherium serebri. Ruang aantara
arachnoidea dengan pia mater diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan
cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal merupakan bahan
pengapung otak serta melindungi jarinag saraf dari benturan mekanis yang mengenai
kepala.
Piameter merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong otot dengan erat
suatu sarung piameter menyertai cabang cabang arteri serebralis ada saat mereka
memasuki substansia otak. Secara klinis, durameter disebut pachymenix dan arachnoidea
serta pia mater disebut sebagai leptomeninges.
Perdarahn terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan simus venosus didalam duramater atau karan robeknya araknoidea.
Karena otak yang bermandikan cairan cervrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus
venosus dalam keadaan teriksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma dan
dapat merobek beberapa vena pada tempat diamana mereka menembus duramater.
Perdarahan yang tidak terlalu besar akan mebeku dan ada disekitarnya akan tumbuh
jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan
menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri
karena tekana intracranial yang berangsur meningkat.3
11
hematoama subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia
basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak lainnya. Terdapat 2 teori yang
menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori dari gardner yang
mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga akan
meningkatkan kdungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural hematoma
dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik di dalam kapsul subdural
hematoma. Karena tekanan onktonik yang didalam kapsul subdural hematoma. Karena
tekanan onktonik yang meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dan
perdarahan tersebut, tetapi ternaya ada kontroversial dari teori gardner ini, yaitu ternayata
dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik didalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang kedua
mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya
perdarahan subdural kronik, factor angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan
terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut member bantuan pada pembentukan
peningkatan vaskularisasi diluar membrane atau kapsul dari subdural hematoma. Level
dari koagulasi, level abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari
fibrinolitik dapat meyebabkan terjadinya SDH.
Perdarahan subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya
gejala gejala klinis yaitu:5,8
1. Perdarahan akut
Gejala yang timbul sehingga berjam jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada
cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih
lanjut pada paisen yang biasanya sudagh terganggu kesadarn dan tanda vitalnya.
Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnta tetapi melebar luas. Pada gambran
skening tomografinya, di dapatkan lesi hiperdens.
2. Perdarahan sub akut
Berekembang dalam beberapa haribiasanya sekitar 2 14 hari sesudah trauma.
Pada subdural subakut ini didapati campuran dan bekuan darah dan cairan darah.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula disekitarnya.
Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens . lesi
13
isoden didaptkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari
hemoglobin.
3. Perdarahan kronik
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bias lebih.
Perdarahan kronik subdural, gejalanya bias muncul dalam waktu berminggu
minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,
bahkan hanya terbentur ringan saja bias mengakibatkan perdarahan subdural
apabila pasien juga mengaami gangguan vascular atau gangguan pembekuan
darah. Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma
ini lama kelamaan bisa menjadi memebsar secara perlahan lahan sehingga
mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula
jaringan ikat terbentuk mengeilingi hematoma, pada yang lebih baru, kapsula
masih belum terbentuk atau tipis didaerah permukaan arachnoidea. Kapsula ini
mengandung pembuluh darah yang tipis di dindingnya terutama pada sisi
duramater.karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat
menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini
dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan hematom.
Darah di dalam cairan kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat
menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan memebesar dan
akan menimbulkan gejala seperti pada tumor serebri. Sebagian besar hematoma
subdural kronik dapat dijumpai pada pasien yang berusia diatas 50 tahun. Pada
gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.
15
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri ini biasanya akan
mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang). Daerah tertentu pada
korteks serebri biasanya bertanggung jawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan
beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.4,5
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik
(misalnya menulis, memainkan alt music atau mengikat tali sepatu). Lobus frontaslis juga
mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis yang
bertanggung jawab terhadap aktifitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.
Efek perilaku dari kerusakan lobus fromtalis bervariasi, tergantung pada ukuran
dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil jika hanya mengelai satu
sisi otak, biasanya idak mengakibatkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun
menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis
bias menyebabkan apati, ceroboh, lalai, dan kadang inkontinesia. Kerusakan luas yang
mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita
mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menantang, kasar kasar dan kejam;
penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya. Lobus parietalis pada
korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur, dan berat badan kedalam
persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan mematikan matematikan dan bahasa berasal
dari daerah ini . lobus parietalis juga membanu mengarahkan posis pada ruang di
sekitarnya dan merasakan posisi pada bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan
lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang
agak luas bias menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian
pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia ) dan untuk menetukan arah kiri-kanan.
Kerusakan luar biasa mempengaruhi kemapuan penderita dalam mengenali bagian
tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bias mempengaruhi ingatan akan bentuk
yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun
melakukan pekerjaan sehari hari lainnya. Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru
saja terjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga
memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional.
16
pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat betambah luas,
maka peningkatan tekanan dapat merusak merusak jaringan otakatas bisa terdorong
17
kedalam yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan
herniasi. Sejenis herniasi serupa juga bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui
lubang dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medulla spinalis. Herniasu ini bisa
berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan
pernafasan).2,3
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak
yang hebat. Usia anjut dan orang yag mengkomsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap
terjadinya pendarahan di sekeliling otak. Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran
menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar
disekitar mata dan di belakang telinga. Pasien seprti ini harus di observasi dengan teliti.
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam macam akibat dari cedera kepala
kepala. Banyak gejala yang muncul bersamaan pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak :3
-
Bingung
Penglihatan kabur
Susah kepala
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
epilepsi fokal. Pda perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi
cahay permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi
tentorial. Terjadi pula kenaikan tekana darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran
menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai
akhirnay kedua pupil tidak menunjukan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda
18
kematian. Gejala- gejala resoirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya
disfungsi rostrocaudal batang otak.
Pemeriksaan fisik pasien dengan trauma kepala harus menekankan penilain status
neurologis dengan menggunakan Glasgow Coam Scale (GCS). Pemeriksaan neurologis
awal memberikan dasar penting yang harus digunakan untuk mengikuti kursus klinis
pasien. Ketika direkam dalam bentuk skor GCS, juga memberikan informasi prognostic
penting. Pasien dengan cidera lepala serisu sering diintubasi cepat dan diberikan
perawatan yang berorientasi trauma. Namun, karena signifikansi prognostic, pemeriksaan
neurologis singkat dihitung dengan menggunakan GCS merupakan komponen penting
dari penilaian sekunder dan membutuhkan waktu kurang dari 2 menit untuk
menyelesaikan GCS ini berfokus pada kemampuan pasien untuk menghasilkan pidato
dimengerti, membuka mata, dan ikut perintah. Selama pemeriksaan awal, pasien harus
dinilai untuk kemampuan membuka mata spontan atau sebagai respon surat atau rasa
sakit.
Gambaran klinis pasien dengan hematoma subdural akut tergantng pada ukuran
hematoma dan tingkat cedera otak parenkim terkait.
Gejala yang berhubungan dengan hematoma subdural akut meliputi:3
-
Sakit kepala
Mual
Kebingungan
Perubahan kepribadian
Kesulitan berbicara
Kelemahan
Pemeriksaan neurologis untuk hematoma subdural kronis dapat menunjukan salah satu
dari berikut
19
Papilledema
Hemianopsie
Hemiparesis
2.7 DIAGNOSIS
klinis
meliputi
pemeriksaan
primer
(primary
survey)
yang
dilanjutmencakup jalan nafas (airway) ,pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi
20
(circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi.Jalan nafas harus dibersihkan apabila terjadi
sumbatan atau obstruksi,bila perlu dipasang orofaring tube atau endotrakeal tube lalu diikuti
dengn pemberian oksigen .Hal ini bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi
jaringan tubuh.Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitr saturasi O2
Secara bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi,syok
atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera
dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.Terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan
darah ,bradikardia dan bradipnea.
Pemeriksaan neurologik meliputi kesadaran penderita dengan menggunakan Skala
Koma Glasgow ,pemeriksaan diameter kedua pupil dan tanda-tanda defisit neurologis
fokal.Pemeriksaan kesadaran dengan Skala Koma Glasgow menilai kemampuan membuka
mata,respon verbal dan respon motorik pasien terdapat stimulasi verbal atau nyeri
.Pemeriksaan diameter kedua pupil dan adanya defisit neurologi fokal menilai apakah telah
terjadi herniasi di dalam otak dan terganggunya sistem kortikospinal di sepanjang kortex
menuju medula spinalis.
Pada pemeriksaan sekunder,dilakukan pemeriksaan neurologi serial meliputi GCS,
lateralisasi dan refleks pupil.Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini adanya gangguan
neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporalis (unkus) adalah dilatasi pupil dan
hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.Adanya trauma langsung pada mata membuat
pemeriksaan menjadi lebih sulit.
21
Tabel 1.GCS
Pemeriksaan Penunjang3,5
a) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi pemeriksaan darah rutin,elektrolit,profil
hemostasis /koagulasi.
b) Foto Tengkorak
Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan adanya SDH.
Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya perdarahan
intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara fraktur tengkorak dan SDH.
Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap SDH.
c) CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi
pasca-trauma,karena prosesnya cepat ,mampu melihat seluruh jaringan otak dan secra
akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-kranial dan ekstra-aksial.2
1. Perdarahan Subdural Akut
22
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada
gambaran CT tanpa kontras.Sekitar 20 % subdural hematom kronik bersifat
bilateral dan dapat mencegah terjadinya pergeseran garis tengah. Seringkali,
hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang
mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara
komponen akut (hyperdense) dan kronis (hipodense).2
d) MRI ( Magnetic resonance imaging)
Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi
perdarahan ekstraserebral.Akan tetapi CT-scan mempunyai proses yang lebih cepat dan
akurat untuk mendiagnosa SDH sehingga lebih praktis menggunakan CT-scan ketimbang
MRI pada fase akut penyakit.MRI baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk
menetukan kerusakan parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat
dilihat dengan pemeriksaan CT-scan.MRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak non
perdarahan ,kontusio dan cedera axonal difus.MRI dapat mendiagnosis bilateral subdural
hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.
medikamentosa
untuk
menurunkan
peningkatan
tekanan
intrakranial
25
operasi/evakuasi walaupun terhadap lesi yang kecil akan merendahkan TIK dan
memperbaiki keadaan intraserebral.
Pada penderita SDH akut dengan refleks batang otak yang negatif dan depresi
pusat pernafasan hampir selalu mempunyai prognosa akhir yang buruk dan bukan calon
untuk operasi.
-
26
Gambar 11.Kraniotomi
Trepanasi atau burr hole dimaksudkan untuk mengevakuasi SDH secara cepat
dengan lokal anastesi.Pada saat ini tindakan ini sulit untuk dibenarkan karena denga
trepanasi sukar untuk mengeluarkan keseluruhan hematoma yang biasanya solid dan
kenyal apalagi jika volume hematoma cukup besar.Lebih dari seperlima penderita SDH
akut mempunyai volume hematoma lebih besar dari 200 ml.1,3,5
Pada pasien gtrauma,adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran ,pupil anisokor
dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya
penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya
massa ekstra axial.Indikasi operasi yaitu :
Penurunan kesadaran tiba-tiba didepan mata
Adanya tanda herniasi /lateralisasi
27
2.11 PROGNOSIS
Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal.Pada beberapa kasus,perdarahan
tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,sehingga
hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan.Pada beberapa kasus yang lain,
memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Tindakan operasi pada hematom subdural kronik memberikan prognosis yang
baik,karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total.Hematom subdural
disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas lebih tinggi dan berat.
Perdarahan subdural akut yang sedikit ( diameter < 1 cm) prognosanya baik.4,5
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Heller,L jacob. 2012.Subdural Hematoma.Medline Plus
2. Win de jong ;Sjamsuhidajat. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2.jakarta : EGC
3. Meagher ,J.Richard. 2013.Subdural Hematoma.Medscape .
4. Banister,Sir Roger.2000.Brain and Bannister : Clinical Neurology.Seventh Edition.ELBS
5. Sastrodiningrat ,A Gofar.Memahami fakta-fakta pada Perdarahan Subdural Akut.Medan :
29