Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus obstruksi adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal. Obstruksi usus dapat akut atau kronis, parsial atau total (komplit),
keperahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan
khususnya derajar dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu.
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan
makanan, dapat secara mekanis atau fungsional. Ileus obstruktif adalah kerusakan parsial
atau komplit ke arah depan dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena
mempunyai segmen yang paling sempit. Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus
terjadi sumbatan mencegah aliran normal dari susu melalui saluran usus yang dapat
bersifat parsial atau komplit. Abstrak Ileus obstruktif merupakan gangguan pasase usus
oleh sebab adanya sumbatan atau obstruksi dan sebab lain yang menyebabkan
menyempitnya atau tersumbatnya lumen usus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari ileus obstruksi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mahasiswa tahu dan mengerti tentang ileus obstruksi
2. Agar mahasiswa tahu dan mengerti patofisiologi ileus obstruksi
3. Agar mahasiswa tahu dan mengerti tentang cara penanganan terhadap pasien dengan
penyakit ileus obstruksi

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Medik
1. Definisi
1

a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada
traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
c. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005 dikutip dari
(http://www.Files-of-DrsMed.tk).
d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya
mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus
sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga abdomen.
Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya
semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi duodenum,
jejunum dan ileum.
Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan
duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo
fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari
usus halus adalah jejunum, Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum
terletak di regio mid abdominalis dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir
adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus,
sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup
ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari usus besar ke dalam
usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari
kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh
peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang terletak
diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum memilik
lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum
lebar menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior

abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa.

Omentum majus

merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva tura mayor lambung
dan berjalan turun kedepan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak
lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi.
Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung
dan bagian atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium
hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale .
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler.
Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa
terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan
mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang disebut sebgai valvula
coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai
sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5
sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang
sekitar 1 mm pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli
sama sama-menambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.
b. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahanbahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan menjadi
bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal.
Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin,
mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghindrolisis karbohidrat,
lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mucus memberikan
perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu proses pemecahan
dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi
kerja lipase pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan


protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh selsel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun banyak zat yang
diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi
zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak hampir selesai pada saat
kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam
duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin D, larut dalam lemak
(A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-garam empedu. Sebagian
besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi
vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang
membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan
kantung empedu kedalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di
reabsorbsi dalam ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai
sirkulasi entero hepatic garam empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan
cadangan empedu.
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk)
3. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar
50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anakanak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal )
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.

d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi
usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat

dari

kantong

empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar
dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,
i.
j.
k.
l.

atau trauma operasi.


Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
Benda asing, seperti bezoar.
Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk)

4. Insiden
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus obstruksi
(Davidson, 2006 dikuti dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk).
Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus obstruksi setiap
tahunnya (Jeekel, 2008 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.
5. Jenis jenis Obstruksi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah
tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi
mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan
obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak
dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi) sehingga menimbulkan
obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan.
Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan dan menyebabkan gangren
dinding usus.
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk)
6. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non
mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini
menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70%
dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau
distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi
cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya
usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
6

menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami
nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin
sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan
masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang
akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan
dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik.
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah
jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi
dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam
laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan
hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang
pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron,
merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan
reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)

WOC ILEUS
Obstruksi usus
Akulmulasi Gas dan
cairan di dalam lumen
sebelah proksimal dari
letak obstruksi si Gas
dan cairan di dalam
lumen sebelah
proksimal dari letak
obstruksi

Proliferasi bakteri yang


berlangsung cepat asi
bakteri yang
berlangsung cepat
7

Tekanan
intralumen an
intralumen

Iskemia dinding
usus ia dinding
usus

Kehilangan H2O
dan Kehilangan
H2O dan elektrolit
elektrolit

Volume ECS turun


me ECS turun

Peritonitis
septikemia
Peritonitis
septikemia

Peritonitis
septikemia

Syok
hipovolemik
ipovolemik

Peritonitis
septikemia
7. Manifestasi Klinik
a. Mekanik sederhana usus halus atas

Distensi ensi

Kehilangan cairan
menuju ruang
periloneum enuju
Pelepasan
ruang periloneum
bakteri dan
toksin dari
usus yang
nekrotik ke
dalam
peritnium dan
sirkulasi
sistemik
pasan bakteri
dan toksin
dari usus
yang nekrotik
ke dalam
peritnium dan
sirkulasi
sistemik

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah, peningkatan
bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri tekan
abdomen.
c. Mekanik sederhana kolon
8

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi
muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir, distensi
sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir
hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah
samar. (Price &Wilson, 2007)

1.
2.
3.
4.

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston,1995)


Nyeri abdomen
Muntah
Distensi
Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet,2002;

1.
2.
3.
4.

Sabiston,1995).
Lokasi obstruksi
Lamanya obstruksi
Penyebabnya
Ada atau tidaknya iskemia usus

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung
SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase
karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-ofDrsMed.tk )
9.

Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
9

syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi
atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu
simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang melewati bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.

10

4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung


usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif

bertahap, baik oleh karena

penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca


sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
10. Komplikasi
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi toksin
dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra
abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada usus.
g. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari
(http://www.Files-of-DrsMed.tk ).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama
: Ny. R
Umur
: 36 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Agama
: islam
Pendidikan
: SMU
Alamat
: Jl. Veteran Gang Prona I RT 24 No. 30 Banjarmasin
Diagnosa medis : Ileus obstruksi
Penanggung jawab: Tn. H(suami)
2) Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
11

Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan operasi
cyto jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh nyeri pada
daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa sampai ke
samping kiri/ kanan perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan pernafasan perut.
Nyeri ilang apabila klien tenang dan tidak merasa tegang pada daerah perut. Intensitas
nyeri 3 5 menit.

4) Riwayat penyakit dahulu.


Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali yaitu pada
tahun 2001 di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di RSUD Ulin, tidak ada
riwayat hypertensi, penyakit menular ataupun keganasan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien, tidak ada
diantara keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular atau keganasan.

Diagnostik Test
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam
2)
3)
4)
5)
6)
7)

usus.
Pemeriksaan simtologi
Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
Leukosit: normal atau sedikit meningkat
Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,

hernia).
8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)
Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa
bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
12

tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara,
2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising
usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata
(Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum
dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak
adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus
halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam
rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat
dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah,
b.
c.
d.
e.
f.

demam dan diaforesis.


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
(Doengoes, Marilynn E. 2000) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-ofDrsMed.tk )
13

3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat
dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah,
demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital
stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.

1.
2.
3.
4.
5.

Kriteria hasil:
Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
Intake dan output cairan seimbang
Turgor kulit elastic
Mukosa lembab
Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-111
mmol/L).
Intervensi
1. Kaji kebutuhan cairan pasien

Rasional
1. Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
2. Perubahan yang drastis pada tanda-

2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, tanda


S

vital

merupakan

indikasi

kekurangan cairan.
3. kekurangan cairan dan elektrolit dapat
mempengaruhi tingkat kesadaran dan

3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda- mengakibatkan syok.


tanda syok

4. Menilai fungsi usus

4. Observasi bising usus pasien tiap 1-25. Menilai keseimbangan cairan


jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6.

6.

Pantau hasil laboratorium serum


elektrolit, hematokrit

Menilai keseimbangan cairan dan


elektrolit

7. Meningkatkan pengetahuan pasien dan


7. Beri penjelasan kepada pasien dan
keluarga serta kerjasama antara
14

Intervensi
keluarga tentang

tindakan

Rasional
yang perawat-pasien-keluarga.

dilakukan: pemasangan NGT dan puasa. 8.


8.

Kolaborasi

dengan

medik

Memenuhi

kebutuhan cairan dan

untuk elektrolit pasien.

pemberian terapi intravena

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi
Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
yang mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna makanan, mis:
status puasa, mual, ileus paralitik
setelah selang dilepas.
2.

2.

Auskultasi bising usus; palpasi


Identifikasi

kesukaan

kembalinya

peristaltik ( biasanya dalam 2-4 hari

abdomen; catat pasase flatus.


3.

Menentukan
).

3.
/

Meningkatkan kerjasama pasien

ketidaksukaan diet dari pasien. dengan aturan diet. Protein/vitamin


Anjurkan pilihan makanan tinggi C adalah kontributor utuma untuk
protein dan vitamin C.

pemeliharaan

jaringan

dan

perbaikan. Malnutrisi adalah fator


dalam

menurunkan

pertahanan

terhadap infeksi.
4.

Sindrom

malabsorbsi

dapat

terjadi setelah pembedahan usus


4.

Observasi terhadap terjadinya halus, memerlukan evaluasi lanjut


15

Intervensi
diare; makanan bau busuk dan

Rasional
dan perubahan diet, mis: diet

berminyak.

rendah serat.
5.

Mencegah muntah. Menetralkan


atau

5.

menurunkan

pembentukan

Kolaborasi dalam pemberian asam untuk mencegah erosi mukosa


obat-obatan
Antimetik,

sesuai
mis:

(Compazine).

indikasi: dan kemungkinan ulserasi.

proklorperazin
Antasida

dan

inhibitor histamin, mis: simetidin


(tagamet).

c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
pola nafas menjadi efektif

Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit
Intervensi
1. Observasi TTV: P, TD, N,S

1.

Rasional
Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil
TTV.

2.

Kaji status pernafasan: pola,


2.
frekuensi, kedalaman

Adanya distensi pada abdomen


dapat menyebabkan perubahan pola
nafas.

3. Kaji bising usus pasien

3.

Berkurangnya/hilangnya bising
usus menyebabkan terjadi distensi
abdomen sehingga mempengaruhi
pola nafas.

4. Tinggikan kepala tempat tidur 404.


16

Mengurangi penekanan pada paru

Intervensi
60 derajat
5.

Rasional
akibat distensi abdomen.

Observasi adanya tanda-tanda


5.
hipoksia jaringan perifer: cianosis

Perubahan pola nafas akibat


adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan

oksigenasi

perifer

terganggu yang dimanifestasikan


dengan adanya cianosis.
6. Monitor hasil AGD

6.

Mendeteksi

adanya

asidosis

respiratorik.
7.

Berikan

penjelasan

kepada
7.

Meningkatkan pengetahuan dan

keluarga pasien tentang penyebab kerjasama dengan keluarga pasien.


terjadinya distensi abdomen yang
dialami oleh pasien
8.

Laksanakan

program

medic
8.

pemberian terapi oksigen

Memenuhi kebutuhan oksigenasi


pasien

d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi
Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui ada atau tidaknya
dan konsistensi feces

kelainan

yang

terjadi

pada

eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus

2. Mengetahui normal atau tidaknya


pergerakan usus.

3. Kaji adanya flatus

3.

Adanya

flatus

perbaikan fungsi usus.


17

menunjukan

Intervensi
4. Kaji adanya distensi abdomen

Rasional
4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.

5. Berikan penjelasan kepada pasien 5. Meningkatkan pengetahuan pasien


dan keluarga penyebab terjadinya dan
gangguan dalam BAB

keluarga

meningkatkan

serta

untuk

kerjasana

antara

perawat-pasien dan keluarga.


6.

Kolaborasi

dalam

pemberian 6. Membantu dalam pemenuhan

terapi pencahar (Laxatif)

kebutuhan eliminasi

e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat
dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi
Rasional
1.
Observasi TTV: N, TD, HR, P
1.
Nyeri hebat yang dirasakan
tiap shif

pasien

akibat

abdomen

adanya

dapat

distensi

menyebabkan

peningkatan hasih TTV.


2.

Kaji keluhan nyeri, karakteristik2.

Mengetahui kekuatan nyeri yang

dan skala nyeri yang dirasakan dirasakan pasien dan menentukan


pesien sehubungan dengan adanya tindakan
distensi abdomen
3.

selanjutnya

guna

mengatasi nyeri.

Berikan posisi yang nyaman:3.


posisi semi fowler

Posisi yang
mengurangi

rasa

nyaman

dapat

nyeri

yang

dirasakan pasien
4.

Ajarkan dan anjurkan tehnik4.


18

Relaksasi dapat mengurangi rasa

Intervensi
Rasional
relaksasi tarik nafas dalam saat nyeri
merasa nyeri
5.

Anjurkan

pasien

untuk
5.

Mengurangi

nyeri

yang

menggunakan tehnik pengalihan dirasakan pasien.


saat merasa nyeri hebat.
6.

Kolaborasi dengan medic untuk


terapi analgetik

6.

Analgetik dapat mengurangi rasa


nyeri

f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan
keterampilan koping positif.
1.

Intervensi
Rasional
Observasi adanya peningkatan1.
Rasa cemas yang dirasakan
kecemasan: wajah tegang, gelisah

pasien

dapat

terlihat

dalam

ekspresi wajah dan tingkah laku.


Kaji adanya rasa cemas yang
2.
Mengetahui tingkat kecemasan
dirasakan pasien
pasien.
3.
Berikan penjelasan kepada
3.
Dengan mengetahui tindakan
pasien dan keluarga tentang
yang
akan
dilakukan
akan
tindakan yang akan dilakukan
mengurangi tingkat kecemasan
sehubungan
dengan
keadaan
pasien
dan
meningkatkan
penyakit pasien
kerjasama
4.
Berikan kesempatan pada pasien
4.
Dengan
mengungkapkan
untuk mengungkapkan rasa takut
kecemasan akan mengurangi rasa
atau kecemasan yang dirasakan
takut/cemas pasien
5.
Pertahankan lingkungan yang
2.

tenang dan tanpa stres.

5.

Lingkungan yang tenang dan


nyaman dapat mengurangi stress

6.

Dorong dukungan keluarga dan pasien

berhadapan

orang terdekat untuk memberikan penyakitnya


19

dengan

Intervensi
support kepada pasien

Rasional
6.
Support system dapat mengurani
rasa cemas dan menguatkan pasien
dalam

memerima

keadaan

sakitnya.
(Doengoes, Marilynn E. 2000) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk )
4.

Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2. Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3. Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan
4.
5.
6.
7.
8.
9.

jumlah dan konsistensi


Mendapat nutrisi yang optimal
Tidak adanya depresi pernafasan
Tidur/istirahat tidak ada gangguan
Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
Menunjukkan rileks dan tidak cemas
Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya

20

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen usus ke darah.

21

DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com. ( Diakses 20
Agustus 2011)
Author :Nova Faradilla, S. Ked Files of DrsMed FK UNRI, ileus obstruksi.
http://www.Files-of-DrsMed.tk. (Diakses 20 Agustus 2011)
Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
Black & Hawk, (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for Positive
Outcomes. Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby.
Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Elsevier Sounders
Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis
Missouri: Mosby Elsevier.
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410

22

Вам также может понравиться