Вы находитесь на странице: 1из 15

ABSES OTAK

1. Defenisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan
otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.
2.Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak
berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung
kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media
kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status
imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu
dimengerti pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah
mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar
10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju,
namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi
yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50
tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston
Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002),

menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia
sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang
terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20
penderita, 7 meninggal).
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik
(empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan
pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan
abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai
dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita
penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai,
osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada
tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi
dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak.

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep
vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak
superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan
abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan
abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada
lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi
pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan
kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau
kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci (viridians, pneumococci,
microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram positif, Bacteroides spp, Fusobacterium
spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric
rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp).
Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat
pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.
Factor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor lingkungan.
1. faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum
yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang
adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
2. faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial
akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor

pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di
susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.
3. faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
5. Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma
kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi
lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik
perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada
pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi
perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel
dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke
3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah

nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita
otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh
karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari
sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan
gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk
kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat
dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi
pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya
vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang
terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila
abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar
otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai
berikut:
Bentuk

pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

Daerah

tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

Kapsul

kolagen yang tebal.

Lapisan
Reaksi

neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis
media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses
lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
6. Respon Imunologik pada Abses Otak.
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat
melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak
perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak
secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen, yang
dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar
darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang
dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap
infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan
ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya
sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu.
Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi
fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak
memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka

berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan
destruktif.
7. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti
demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit
kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses
otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti
hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran

yang menurun

menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke
dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap
didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit.
Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke
dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala
fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang
otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.
8. Pemeriksaaan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium
disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi
neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai

riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi,
penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat
kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang
meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal
dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang
sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan
lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah. Pemeriksaan
cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan
kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau
sedikit berkurang. kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula
menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat
diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi
abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta
dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk
diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat
ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif
noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat
diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah
otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui

lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih
akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber: http://emedicine.medscape.com)

Gambaran CT-scan pada abses :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central

inflamasi.

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada

batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang

dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)


Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu
dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup

kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis,


hematom yang diserap dan granuloma.
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT
scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain :
umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring,
rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter
abscess biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari
paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa
putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor,
ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.
9. Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses.

Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga
dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat
digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan
juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas
telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat
diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan
juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram
negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif.
Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan
penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi
dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi
penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap
penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat
digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi
aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang
berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose

Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-

2-3 kali per hari,

100 mg/KgBBt/Hari
IV
Ceftriaxone (Rocephin)

2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari

IV

Metronidazole (Flagyl)

3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

setiap 4 jam,

2 grams

IV

Vancomycin

setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi


penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi
penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam
peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam
intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan
intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift
pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa
berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak
didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan
menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan,
seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan
tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi
merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan
stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan
pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep
abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita
yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko
kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat proses
desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema maupun abses itu
sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan
lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan
secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan
aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan
dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi
pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi
yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan
proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon
terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks.
Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan

berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan
neuroimaging).
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami kejang dengan
frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan
perkembangan klinis penderita selanjutnya.
10. Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
11. Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang, dengan
perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang tepat, serta manajemen
pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu
yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan.
Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis
sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat
membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.

Вам также может понравиться