Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1.2.
1.1.3.
1.1.4.
1.1.5.
1.1.6.
1.1.7.
1.1.8.
1.3 Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi Pielonefritis;
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi Pielonefritis;
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi Pielonefritis;
1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Pielonefritis;
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi Pielonefritis;
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Pielonefritis;
1.3.7 Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan Pielonefritis;
1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
Pielonefritis.
1.4 Implikasi keperawatan
Bidang keperawatan merupakan suatu bidang ilmu yang sangat berpengaruh
terhadap kondisi sehat dan sakit dari seorang individu. Dalam keilmuan
keperawatan terdapat proses keperawatan yang digunakan untuk melakukan
penatalaksanaan
terhadap
suatu
permasalahan
kesehatan,
termasuk
Pengertian
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang
sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama
1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka
dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula
dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit
(paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih
ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis
mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah,
penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik.
2.1.1 Pielonefritis akut
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena
terapi tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20% dari infeksi yang berulang
terjadi dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian
bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran
urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal
biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat
dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi
dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi (Indra, 2011).
Pielonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi
ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian
bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya
terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai
kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah
pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula, penderita
kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena
infeksi ginjal dan saluran kemih (Indra, 2011).
2.1.2 Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pielonefritis kronis
dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang
kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal
ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi
dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi
ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat.
2.2
Epidemiologi
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus per
tahun per 10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Dan
wanita muda paling mungkin menderita penyakit ini, karena adanya aktivitas
seksual. Bayi dan orang tua juga berisiko tinggi, karena adanya perubahan
anatomi dan status hormonal. Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi
dan anak-anak muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa
(Indra, 2011).
2.3 Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus
besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang
juga turut serta dapat mengakibatkan pielonefritis seperti Klebsiella, golongan
Streptokokus. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah
oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan
ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada
aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air
kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh
lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko
terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. Kehamilan
b. kencing manis
c. keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh
untuk melawan infeksi.
2.4
berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian
bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri
hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya
iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat
samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan
utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik
air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis
kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala pielonefritis akut
dan pielonefritis kronis.
a. Pielonefritis akut
1. Demam
2. Menggigil
3. nyeri panggul
4. nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
5. lekositosis
6. adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
7. disuria
8. biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
1. tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
keletihan
sakit kepala
nafsu makan rendah
poliuria
haus yang berlebihan
kehilangan berat badan
infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal
ginjal pada akhirnya.
2.5
Patofisiologi
Umumnya
bakteri
seperti
Eschericia
coli,
Streptococus
fecalis,
selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter
dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada
refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa vesika urinaria menjadi
edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui
collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi
maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis
akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat
membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial,
akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring) (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang
tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan
pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis
dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis
akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecilserta atrophic.
Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
2.6
2.7 Pengobatan
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin
500 mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4 6
minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi
telah berhasil diatasi.
b. Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan
pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut.
d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas
dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh
bakteri feces.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun
2007:
2.8 Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus
dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu pengosongankandung
kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak
pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal
tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar
agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan
kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
BAB 3. PATHWAY
Diabetes
Kehamilan
Penurunan
Imunitas
Peradangan
Bakteri : E.coli,
Klebsielle,
Streptococus
Obstruksi kandung
kemih, VUR
ISK bawah
Peyebaran bakteri memasuki sal. Kemih atas di bagian medulla-kortek
Infeksi tubulus dan penyebaran ke interstitial
PIELONEFRITIS
Terjadi reaksi inflamasi
Kerusakan
parenkim ginjal
Antigen
mengeluargan
endositosik
pusat
Ep Perangsangan
endogen pirogen
thermostat di
hipotalamus
Pengaktifan
prostaglandin
Peningkatan
Peningkatan tersmostat
suhu tubuh
tubuh
Stress tubuh
Adanya lesi di
pelvis ginjal
Reaksi antigen-antibodi
Pelepasan mediator inflamasi
Nyeri
akibat
Kalekrein
peradangan
parenkim ginjal
Merangsang pusat
sensori nyeri
Histamin
Histamin
Keluarnya eritrosit
terbawa oleh urin
Pengeluaran hormone
stress
katekolamin
Peningkatan asam
lambung
Anemia
Nyeri menyebar ke
pinggang
Nyeri pinggang
Hipertermi
Nyeri Akut
Vasodilatasi
pembuluh darah
Otot kekurangan
Peningkatan vol. darah energi
aa. afferent
Peningkatan GFR
Gangguan dalam
pemekatan kemih
Gangguan dalam
pemekatan kemih
Oksihemoglobin
Peningkatan aliran
darah pembuluh renal
Peningkatan suplai
darah filtrasi
Mual-muntah
Kelemahan
Intoleransi
aktivitas
Defisiensi
reabsorsi
Defisiensi
reabsorsi
Nausea
Penurunan
transport cairan ke
sel
Penurunan
eabsorsi K+ dan
ion lainnya
Dehidrasi sel2
tubuh
Penurunan kontraktilitas
otot polos dan
penurunan peristaltik
Peningkatan frekuensi
berkemih
Poliuri
Gangguan Eliminasi
Urin
Kekurangan Volume
Cairan
Pengeluaran cairan
berlebih
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Sehingga berat badan Klien akan menurun dan terlihat lemah karena intake
nutrisi yang tidak adekuat dan gangguan metabolisme.
c. Pola Eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan pada pola
eliminasi, seperti disuria saat berkemih pada pielonefritis akut dan poliuria
pada pielonefritis kronis. Selain itu juga terdapat nyeri saat berkemih, hal ini
bisa diakibatkan karena kejang ureter dari hasil infeksi.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur klien pielonefritis biasanya tidak bisa nyenyak, sering
terbangun karena terganggu akibat nyeri yang dirasakan pada punggung
belakang. Biasanya nyeri disebabkan oleh kejang ureter karena adanya
infeksi.
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien dengan penyakit pielonefritis jarang mengalami gangguan konsep diri,
hanya saja menimbulkan kecemasan atau kekhawatiran karena kurangnya
pengetahuan terhadap penyakit yang dialami.
f. Pola Latihan dan Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit pielonefritis terbatas dan
terganggu, tidak dapat melakukannya secara bebas. Hal ini dikarenakan nyeri
pada punggung bagian belakang. Selain itu klien juga merasakan lemas.
g. Pola Hubungan dan Peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.
Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan dukungan pada
Klien untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan adanya keluarga yang
menemaninya di rumah sakit. Hubungan Klien dengan tim medis maupun
perawat yang baik dan kooperatif akan memudahkan proses perawatan.
h. Pola Reproduksi/ Seksual
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan
dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita pielonefritis bisa saja
mengalami gangguan dalam reproduksi, apabila infeksi yang terjadi pada
Tidak ada kelainan pad bagian ini. Hidung tampak simetris dan tidak adanya
nyeri tekan.
i. Leher
Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan. Perlu juga dikaji apakah
ada peningkatan tekanan vena jugularis atau tidak.
j. Thorax
Bentuk dada klien yang menderita pielonefritis biasanya simetris. Sekitar 1
sampai 2 persen wanita dengan pielonefritis anterpartum mengalami
insufisiensi pernapasan dengan keparahan beragam akibat edema paru dan
cedera alveolus yang disebabkan oleh endotoksin. Pada beberapa wanita,
paru-paru mengalami gangguan berat disertai timbulnya sindrom distres
pernapasan akut yang memerlukan ventilasi mekanis.
k. Genetalia dan anus
Pada penderita pielonefritis tidak ditemukannya kelainan pada organ
genetalia dan anus.
l. Abdomen
Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukan adanya nyeri pegal di satu
atau kedua daerah pinggang lumbal dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra.
Dapat juga terjadi pembesaran di salah satu atau kedua ginjal saat dilakukan
palpasi dan terkadang otot perut mengalami kontraksi yang kuat.
m. Ekstermitas
Pada ekstermitas tidak terdapat kelainan/normal.
2. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua
tangan. tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat
ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
a) Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
b) Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
c) Dahi dan kulit tubuh teraba panas
3. Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pada
klien pielonefritis akan terdengar suara tenderness
4. Auskultasi
Suara usus melemah seperti ileus paralitik.
4.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
1) Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
2) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan
gula dalam urine
3) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),
atau bentukan lain di dalam urine.
No
1
Data
Etiologi
DS:
Klien
mengatakan
merasa kesakitan jika
berkemih
Nyeri akut
DO:
Urin sangat pekat, suhu
tubuh 39 C
Masalah
keperawatan
Nyeri akut
nyeri pinggang
Nyeri menyebar ke
pinggang
nyeri akibat peradangan
ginjal
merangsang pusat sensori
nyeri
Mediator Kalekrein
DS:
Klien
mengatakan
bahwa dia sering ke
kamar mandi untuk
miksi lebih banyak dari
biasanya.
DO :
Urin output Klien lebih
dari 1500/hari
Gangguan Eliminasi
Urin
Poliuri
Peningkatan frekuensi
berkemih
DS :
Klien
mengatakan
bahwa
ia
merasa
menggigil
dan
badannya terasa hangat.
DO:
Suhu
tubuh
mencapai 38 C
Klien
Hipertermi
Peningkatan Suhu Tubuh
Peningkatan Thermostat
Tubuh
Perangsangan thermostat
tubuh di Hipotalamus
Pengaktifan Prostaglandin
Pelepasan Mediator
Hipertermi
Endogen Pirogen
4
DS :
Klien mengeluh bahwa
badannya terasa lemas.
Kekurangan Volume
Cairan
Dehidrasi sel-sel tubuh.
DO:
Urin output Klien lebih
dari 1500 ml/hari dan
frekuensi
berkemih
Klien meningkat.
Ketidakseimbangan
Volume
Cairan
kurang
dari
kebutuhan tubuh
Penurunan transport
cairan ke sel
Defisiensi Reabsorbsi
Peningkatan GFR
DS :
Klien
mengatakan
kurang nafsu makan
dan sering mual dan
muntah
DO :
Klien tampak letih dan
makanan Klien utuh.
Penurunan kontraktilitas
otot polos dan penurunan
peristaltik
Kebutuhan Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh.
Penurunan Rearbsorpsi
ion K dan ion lainnya
Defisiensi Rearbsopsi
Peningkatan GFR
DS :
Klien
mengatakan
bahwa dia seering mual
dan muntah
DO :
Klien tampak sering
memegang perut dan
muntah
dengan
frekuensi yang sering
DS :
Klien
bahwa
Nausea
Mual-Muntah
Peningkatan Asam
Lambung
Pelepasan hormone stress
katekolamin
Intoleransi Aktivitas
mengatakan
dia
merasa
Nausea
Kelemahan
Intoleransi Aktivitas
DO:
Oksihemoglobin menurun
Klien
tidak
dapat
beraktivitas dan hanya
Anemia
diam di tempat tidur
Keluarnya eritrosit
terbawa oleh urin
Adanya lesi pada pelvis
ginjal
8
DS :
Klien
mengatakan
bahwa dia tidak bisa
tidur karena menggigil
dan
nyeri
yang
dirasakan.
DO:
Klien sering terbangun
di malam hari karena
nyeri yang dirasakan
oleh Klien
4.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem
urinaria yang ditandai dengan Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang
dan sulit tidur, suhu tubuh meningkat, dan leokosit meningkat.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih
yang di tandai dengan Klien sering berkemih, jumlah volume urin meningkat.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi yang
ditandai dengan suhu tubuh meningkat (380 C), kulit hangat dan menggigil.
4. Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh kurang dari Kebutuhan Tubuh
dengan peningkatan laju metabolik (demam) dan pengeluaran cairan yang
berlebih (poliuri) yang di tandai dengan Klien terlihat lemas, frekuensi
berkemih meningkat.
4.3 Perencanaan
No
1
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Nyeri akut berhubungan Setelah
dilakukan
tinfakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
dengan proses inflamasi keperawatan selama 3x24 jam
dan infeksi pada sistem Klien tidak mengalami nyeri, b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
urinaria yang ditandai dengan kriteria hasil:
dengan klien mengeluh a.
nyeri
pada
pinggang
tidur,
bagian
dan
sulit
suhu
tubuh
mampu
mengontrol
penyebab
nyeri
nyeri,
(tahu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
meningkat.
mengurangi
nyeri,
mencari f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk memberikan intervensi yang
bantuan);
b.
tepat
melaporkan
nyeri;
c.
mengurangi nyeri
mampu
i. Tingkatkan istirahat
mengenali
nyeri
nyeri);
prosedur
d.
menyatakan rasa k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
nyaman
setelah
nyeri
pertama kali
berkurang;
e.
f.
tidak mengalami
gangguan tidur;
Gangguan eliminasi
urinarius berhubungan
sering berkemih,
meningkat
Hipertermia
disuria)
Setelah dilakukan tindakan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
berhubungan
infeksi
dengan
yang
suhu
analgesik
g. Selimuti Klien
Ketidakseimbangan
Setelah
dilakukan
tindakan
mukosa)
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
berhubungan
volume
cairan
teratasi
peningkatan
laju
pengeluaran
urine normal;
cairan
terlihat
frenkuensi
meningkat
lemas,
berkemih
b. tekanan
darah,
nadi,
suhu
ada
dehidrasi,
tanda
i. Monitor elektrolit
elastisitas
turgor
dan
adekuat.
tanda
h. intake
intravena
4.4 Pelaksanaan
No
1.
Diagnosa
Nyeri
akut
Implementasi
a. Telah dilakukan pemantauan tanda-tanda vital
berhubungan
dengan
proses
inflamasi
dan
yang
ditandai
dengan
klien
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
presipitasi.
c. Telah dilakukan observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan Klien .
mengeluh
tidur,
suhu tubuh
meningkat,
dan
leokosit meningkat.
e. Telah
dilakukan
pengendalian
faktor
suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
f. Telah dikaji tipe dan sumber nyeri
g. Telah dijarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat.
h. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik untuk mengurangi
2.
Gangguan
eliminasi urinarius
berhubungan
dengan infeksi
pada saluran kemih
yang di tandai
dengan klien sering
nyeri
a. Telah dikaji pemasukan dan pengeluaran dan
karakteristik urin
b. Klien diminta untuk minum setidaknya dua
liter
c. Mengkaji keluhan kandung kemih penuh.
d. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium;
elektrolit, BUN, kreatinin.
e. Telah dilakukan kolaborasi dalam pemberian
antibiotic
berkemih, jumlah
volume urin
3.
meningkat
Hipertermia
berhubungan
dengan
proses
peradangan
atau
infeksi
ditandai
dengan
suhu
tubuh
dingin
dan RR, dengan hasil TD:145/90, nadi: 100,
dan RR 24x/menit
hangat
dan
menggigil.
Ketidakseimbangan
volume
cairan
kebutuhan
berhubungan
urin)
dengan
peningkatan
laju
metabolik (demam)
dan
pengeluaran
cairan
yang
berlebih
yang
dengan
(poliuri)
di
tandai
klien
terlihat
lemas,
frenkuensi
berkemih
meningkat
4.5 Evaluasi
No
Diagnosa
1
Nyeri akut berhubungan
Evaluasi
S : Klien mengatakan bahwa nyeri yang
P : Intervensi dilanjutkan
meningkat
Gangguan eliminasi urinarius
P : Intervensi dilanjutkan
meningkat
Hipertermia
Ketidakseimbangan
cairan
tubuh:
kebutuhan
dengan
modifikasi.
volume S : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah
kurang
laju sebelumnya.
metabolik
(demam)
pengeluaran
berlebih
cairan
(poliuri)
yang
di
frekuensi
berkemih
meningkat
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula
dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit
(paling umum adalah Escherichia coli) yang telah menyebar dari kandung kemih
ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis
mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah,
penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolic. Pielonefritis terbagi
menjadi dua yaitu pielonefritis akut dan pielonefritis kronis.
Penyebab dari pielonefritis itu sendiri disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berasal dari kelamin naik pada kandung kemih. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya infeksi ginjal antara lain batu
ginjal, kehamilan, kencing manis, dan keadaan yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menurun. Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul
secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual
dan muntah. Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran
kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Pengobatan yang perlu dilakukan antara lain pemberian antibiotic untuk
membunuh bakteri dan pembedahan apabila ada penyumbatan. Pencengahan
terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah mengalami infeksi
saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara membersihkan setelah
buang air besar, minum banyak air, perhatikan makanan konsumsi, dan istirahat
cukup.
5.2 Saran
Sebagai seorang perawat perlunya kita untuk memberikan pendidikan
kesehatan bagi masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Karena kesadaran
masyarakat saat ini kurang memperhatikan kebersihan. Pada makalah ini sudah
dijelaskan penyebab terjadinya pielonefritis, maka perlunya kita untuk
memperhatikan kebersihan organ perkemihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ibaadi.
2011.
Infeksi
Saluran
Kemih-Pielonefritis.
http://ibaadi.com/2011/09/infeksi-saluran-kemih-pielonefritis.html (12
September 2013).
Kusnawar, Yanto. 2001. Hubungan Infeksi Saluran Kemih dengan Partus
Prematurus. Tesis.
Muttaqin, Arif, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011.
Jakarta: EGC.
Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner &
Suddarth Edisi 8 Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.